MAKALAH EVOLUSI “EVOLUSI, GENETIKA, DAN LINGKUNGAN”
OLEH :
KELOMPOK 7 1. 2. 3.
SARA YULIA SARI SELVI YANI WIRDA TAUFIK
DOSEN PEMBIMBING : Dr. SYAMSURIZAL
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2019
A. Pengertian Evolusi, Genetika, dan Lingkungan. 1. Evolusi Evolusi merupakan kata umum yang menunjukkan suatu perubahan atau pertumbuhan, secara berangsur-angsur dalam jangka waktu yang cukup lama. Perubahan tersebut dapat terjadi karena alam maupun rekayasa manusia. Evolusi mengacu pada proses yang telah mengubah bentuk kehidupan di atas bumi sejak bentuknya yang paling awal sampai membentuk keanekaragaman yang sangat luas seperti apa yang bisa ditemui saat ini. Evolusi merupakan perubahan dari spesies, organisme atau organ dari bentuknya yang orisinil/primitif menjadi bentuknya/keadaannya yang sekarang atau menjadi bentuk khusus yang terlihat sekarang. Evolusi juga dapat didefinisikan sebagai perubahan frekuensi alel atau genotip di dalam populasi dari generasi ke generasi (perubahan struktur genetik). Evolusi dalam skala kecil atau mikroevolusi dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam susunan genetik suatu populasi. Evolusi adalah suatu proses perubahan makhluk hidup secara bertahap dan membutuhkan waktu yang lama dari bentuk yang sederhana, menjadi bentuk yang lebih kompleks. Diperlukan waktu jutaan tahun agar perubahan tersebut nampak lebih jelas. 2. Genetika Genetika berasal dari bahasa Latin GENOS yang berarti suku bangsa atau asal-usul. Dengan demikian genetika berarti ilmu yang mempelajari bagaimana sifat keturunan (hereditas) yang di wariskan kepada anak cucu, serta variasi yang mungkin timbul di dalamnya. Menurut sumber lainnya, genetika berasal dari bahasa Yunani GENNO yang berarti melahirkan. Dengan demikian genetika adalah ilmu yang mempelajari berbagai aspek yang menyangkut pewarisan sifat dan variasi sifat pada organisme maupun suborganisme (seperti virus dan prion). Genetika adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat atau karakter yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya secara turun-temurun. Penurunan sifat dan karakter itu melalui gen yang terdapat dalam kromosom di dalam inti sel. Bahan dasar inti sel (nukleus) adalah protein khas yang disebut protein inti atau nucleoprotein. Nucleoprotein dibangun oleh senyawa protein dan asam inti atau asam dioksiribo nukleat (DNA) dan Asam Ribo Nukleat (RNA).
3. Lingkungan Lingkungan adalah istilah yang mencakup segala makhluk hidup dan tak hidup di alam yang ada di bumi atau bagian dari bumi, yang berfungsi secara alami tanpa campur tangan manusia yang berlebihan. Lingkungan adalah semua kondisi didalam
dan
diluar
organisme
yang berpengaruh
terhadap
perilaku
kita,
perkembangan atau proses hidup kecuali gen dan bahkan gen dapat dipertimbangakan untuk menyediakan lingkungan untuk gen lain. Lingkungan terbagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut : 1. Lingkungan internal , terdiri dari kondisi organ dan material dalam diri seseorang, seperti : gizi, vitamin, susu, sistem urat saraf, motivasi, kemauan dan sebagainya. 2. Lingkungan eksternal (luar) ialah lingkungan alam (natural environment) meliputi suhu, iklim, geografis. Selain lingkungan alam, lingkungan eksternal juga mencakup lingkungan sosial (social environment) yang dapat berupa orang atau pribadi seseorang, sekumpulan orang seperti keluarga, masyarakat, teman dan organisasi.
B. Hubungan Genetika, Lingkungan dan Evolusi Sebelum membahas tentang ketiganya, secara umum evolusi menjelaskan terjadinya perubahan pada makhluk hidup yang menyimpang dari struktur alam dalam jumlah yang banyak serta beraneka ragam dan kemudian menyebabkan terjadinya dua kemungkinan, yang pertama adalah makhluk hidup yang berubah akan mampu bertahan dan tidak punah atau disebut juga istilah evolusi progresif. Sedangkan kemungkinan atau opsi yang kedua adalah makhluk hidup berubah atau berevolusi dan gagal bertahan hidup yang akhirnya punah atau disebut juga dengan evolusi regresif. 1. Hubungan Genetika dan Evolusi Genetika sebuah ilmu tentang penurunan sifat yang diperkenalkan pertama kali oleh Gregory Mendel membantu para para ilmuwan untuk mengidentifikasi tentang kebenaran terjadinya evolusi. Genetika merupakan cabang ilmu biologi yang dapat menjelaskan kebenaran dari teori evolusi karena genetika dapat menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada komponen genetis suatu organisme sehingga terjadi perubahan yang menimbulkan variasi baru. Gen adalah dasar dari hereditas, yang terletak dalam kromosom dan juga merupakan unit dasar dari keturunan yang tersusun atas DNA dan menentukan struktur protein-protein.
Evolusi pada skala terkecil (mikroevolusi) dapat didefinisikan sebagai perubahan frekuensi alel dalam suatu populasi dari generasi ke generasi. Ada tiga mekanisme utamq yang menyebabkan perubahan frekuensi alel yaitu seleksi alam, hanyutan genetik (kejadian kebetulan yang mengubah frekuensi alel), dan aliran gen (transfer alel diantara populasi-populasi). Setiap mekanisme tersebut memiliki efek yang berbeda pada komposisi genetik populasi. Akan tetapi, hanya seleksi alamlah yang konsisten meningkatkan kecocokan antara organisme dan lingkungan dan dengan demikian menyebabkan jenis perubahan yang disebut evolusi adaptasi. Hubungan evolusi antara spesien dicerminkan dalam DNA dan proteinnya. Jika dua spesies memiliki pustaka gen dan protein dengan urutan monomer yang sangat bersesuaian, urutan itu pasti di salin dari nenek moyang yang sama. Sifat-sifat terwariskan diwariskan antar generasi melalui DNA, sebuah molekul yang dapat menyimpan informasi genetik. DNA merupakan sebuah polimer yang terdiri dari empat jenis basa nukleotida. Urutan basa pada molekul DNA tertentu menentukan informasi genetiknya. Dalam sel, untaian DNA yang panjang berasosiasi dengan protein, membentuk struktur padat yang disebut kromosom. Lokasi spesifik pada sebuah kromosom dikenal sebagai lokus. Jika urutan DNA pada sebuah lokus bervariasi antar individu, bentuk berbeda pada urutan ini disebut sebagai alel. Urutan DNA dapat berubah melalui mutase, menghasilkan alel yang baru. Jika mutase terjadi pada gen, alel yang baru dapat mempengaruhi sifat individu yang dikontrol gen, menyebabkan perubahan fenotipe organisme. 2. Variasi Genetik sebagai Dasar Evolusi Dalam genetika dibahas variasi genetik sebagai salah satu faktor penyebab evolusi. Variasi genetik dalam populasi yang merupakan gambaran dari adanya perbedaan respon individu-individu terhadap lingkungan adalah bahan dasar dari perubahan adaptif. Dengan suatu kekecualian, maka tidak ada dua individu yang serupa. Setiap individu memiliki genotype unik yang tercerminkan di dalam variasi fenotip individual. Variasi individual terjadi pada semua spesies. Beberapa variasi fenotipe tidak diwariskan sebagai contoh ulat dari Ngengat Nemoria arizonia memiliki fenotipe yang berbeda kibat zat kimia didalam makanannya, bukan akibat genotipenya. Ulat yang dibesarkan dengan makanan bunga akan menyerupai bunga tersebut, sementara ulat yang dibesarakan dengan makanan daun akan menyerupai ranting.
Fenotipe adalah produk dari genotipe yang terwariskan dan berbagai pengaruh lingkungan. sebgaai contoh pada manusia, para binaragawan mengubah fenotipe mereka secara drastic namun tidak mewariskan otot besar mereka kepada generasi berikutnya. Hanya bagian genetic dari variasi yang dapat memiliki konsekuensi evolusioner. Variasi dalam satu populasi Individu-individu yang ada walaupun dalam satu spesies tidak ada satu pun yang identic sama. Variasi genetic merupakan substrat untuk proses seleksi alam. Variasi muncul pada geen pool populasi yaitu akibat adanya pindah silang (crossing over) dan rekombinasi seksual serta mutase. Variasi genetic tetap eksis di dalam suatu populasi makhluk hidup. Sebuah populasi dapat dikatakan menjadi polimorformik untuk terbentuknya variasi genetic. Sejak mutasi pada beberapa sel somatic menghilang ketika individu tersebut mati, hanya mutase di sel gamet yang tetap diturunkan pada keturunan. Apabila variasi dalam spesies menempati area yang berbeda, pada akhirnya akan menghasilkan varian-varian yang berbeda. Karakter yang bervariasi dalam suatu populasi bisa bersifat diskret (kuantitatif). Banyak karakter diskret ditentukan oleh satu lokus gen tunggal dengan alel-alel berbeda yang menghasilkan fenotipe berbeda. Akan tetapi, kebanyakan variasi terwariskan melibatkan karakter kuantitatif, yang bervariasi dalam suatu kontinum dalam populasi. Variasi kuantitatif yang terwariskan biasanya merupakan hasil dari pengaruh dua atau lebih gen pada satu karakter fenotipe. Dengan mempertimbangkan karakter diskret maupun kuantitatif, para ahli biologi dapat mengukur variasi genetic dalam suatu populasi pada tingkat keseluruhan gen (variabilitas gen). Variabilitas gen dapat dikuantifikasi sebagai heterozigositas rata-rata, persentase rata-rata dari lokus yang heterozigot. Yang perlu diingat adalah individu heterozigot memiliki dua alel yang berbeda dalam satu lokus, sementara itu individu homozigot memiliki dua alel identik pada lokus tersebut. Variasi diantara populasi-populasi Selain populasi yang teramati dalam satu populasi, spesies juga menunjukkan variasi geografis, yakni perbedaan dalam komposisi genetik dari populasi-populasi yang terpisah. Sebagai contoh variasi geografis dalam populasi-populasi mencit rumah (Mus musculus) yang terpisahkan oleh pegunungan di sebuah pulau Atlantik Medeira. Mencit rumah terbawa ke Medeira secara tidak sengaja melalui pendatang dari Portugal pada abad ke-15. Sejumlah populasi mencit telah berevolusi dalam
isolasi. Pada beberap populasi, sejumlah kromosom awal telah berfusi , berbeda dari satu populasi dengan populasi lainnya. Karena perubahan tingkat kromosom tidak mengubah gen, efek-efek fenotipe dari berbagai perubahan tersebut pada mencit terlihat netral. Dengan demikian, variasi diantara populasi-populasi tersebut tampaknya merupakan akibat dari kejadian kebetulan (hanyutan) bukan akibat seleksi alam. 3. Hubungan Lingkungan dengan Evolusi Dalam teori evolusi Darwin, hal yang sangat berpengaruh dalam evolusi adalah seleksi alam yang secara tidak langsung berhubungan dengan lingkungan. Lingkungan sebagai tempat hidup mempengaruhi frekuensi suatu sifat yang dapat diturunkan dalam populasi.Seleksi alam adalah keberhasilan yang berbeda dalam reproduksi (kemampuan individu yang tidak sama untuk bertahan hidup dan bereproduksi). Seleksi alam terjadi melalui suatu interaksi antara lingkungan dam keanekaragaman yang melekat diantara individu organisme yang menyusun suatu reproduksi. Produksi individu yang lebih banyak dibandingkan dengan yang dapat didukung
oleh
lingkungan
akan
mengakibatkan
adanya
persaingan
untuk
mempertahankan keberadaan individu di dalam populasi itu, sehingga hanya sebagian keturunan yang dapat bertahan hidup pada setiap generasi. Selain itu, kelangsungan hidup dalam perjuangan untuk mempertahankan hidup tidak terjadi secara acak, tetapi bergantung sebagian pada susunan sifat yang terawarisi dari individu yang bertahan hidup. Individu yang mewarisi sifat-sifat baik yang membuat individu-individu tersebut cocok dengan lingkungannya, besar kemungkinan akan menghasilkan lebih banyak keturunan dibandingkan dengan individu yang kurang cocok sifatnya terhadap lingkungannya. Kemudian, kemampuan setiap individu untuk bertahan hidup dan bereproduksi yang tidak sama ini akan mengakibatkan suatu perubahan secara bertahap dalam suatu populasi dan sifat-sifat menguntungkan akan berakumulasi sepanjang generasi, itulah evolusi. Dalam setiap generasi, faktor lingkungan menyaring variasi yang dapat diwariskan, yang lebih menguntungkan suatu variasi tertentu atas variasi yang lain. Akan tetapi, seleksi alam dapat menyebabkan perubahan besar dalam suatu populasi. Seleksi alam dapat mempengaruhi frekuensi suatu sifat yang dapat diturunkan dalam suatu populasi dalam tiga cara berbeda, tergantung pada fenotipe mana yang lebih
disukai dalam suatu populasi yang beraneka ragam. Ketiga cara seleksi ini disebut sebagai seleksi penstabilan, seleksi direksional dan seleksi pendifersifikasian. a. Seleksi Penstabilan, bekerja terhadap fenotipe ekstrim dan menyukai varian antara yang lebih umum. Cara seleksi ini mengurangi variasi dan mempertahankan keadaan yang tetap (Status Quo) pada suatu waktu tertentu untuk suatu sifat fenotipik khusus. b. Seleksi Direksional, paling umum ditemukan selama periode perubahan lingkungan atau ketika anggota suatu populasi termigrasi ke beberapa habitat baru dengan keadaan lingkungan yang berbeda. c. Seleksi pendiversifikasian terjadi ketika keadaan lingkungan bervariasi sehingga individu pada kedua ekstrim suatu kisaran fenotipe antara lebih disukai. Mengenai seleksi alam, yang harus diketahui adalah bahwa seleksi alam hanya akan memperbesar atau memperkecil variasi yang dapat diwariskan. Seperti yang telah kita lihat, suatu organisme bisa dimodifikasi melalui hal-hal yang dialaminya sendiri selama masa hidupnya, dan ciri yang didapatkan seperti itu bahkan mungkin lebih mengadaptasikan organisme tersebut dengan lingkungannya, tetapi tidak ada bukti bahwa ciri-ciri atau sifat-sifat yang didapat selama masa hidup itu dapat diwariskan. Kita harus membedakan antara adaptasi yang didapatkan oleh organisme melalui tindakannya sendiri dan adaptasi yang diwariskan yang berkembang dalam suatu populasi selama beberapa generasi sebagai akibat dari seleksi alam. Contoh kerja seleksi alam dapat dilihat dalam adaptasi evolusioner burung finch Galapagos terhadap sumber makanan yang berbeda. Selama lebih dari 20 tahun, Peter dan Rosemary Grant dari Princeton University telah mempelajari populasi burung frinch darat berukuran sedang di Daphne Major (sebuah pulau kecil di Galapagos). Burung-burung tersebut menggunakan paruhnya yang kuat untuk menghancurkan biji-bijian. Burung-burung tersebut lebih senang memakan biji kecil, yang dihasilkan secara berlimpah oleh spesies tumbuhan tertentu selama tahun-tahun yang banyak curah hujannya. Pada tahun-tahun kering, biji-bijian itu berkurang produksinya dan burung finch terpaksa memakan biji-bijian kecil dan yang lebih besar yang jauh lebih sulit untuk dihancurkan. Ternyata keluarga Grant menemukan bahwa ketebalan rata-rata paruh (atas dan bawah) pada populasi burung finch berubah seiring dengan perubahan tahun. Saat musim kering, ketebalan rata-rata paruh meningkat, kemudian mengecil kembali selama musim hujan. Keluarga Grant mengaitkan perubahan itu dengan
ketersediaan relatif biji-bijian kecil dari tahun ke tahun. Burung-burung dengan paruh yang lebih kuat mungkin memiliki keuntungan lebih selama musim kering, ketika kelangsungan hidup dan reproduksi bergantung pada kemampuan untuk memecah biji-bijian besar. Sebaliknya, paruh yang lebih kecil tampaknya merupakan perkakas yang lebih efisien untuk memakan biji-bijian yang lebih kecil yang produksinya berlimpah selama musim hujan. Jadi, berdasarkan penelitian keluarga Grant mengenai evolusi paruh ini, akhirnya memperkuat pendapat yang mengatakan bahwa seleksi alam tergantung pada situasi : Apa yang bekerja paling baik pada konteks lingkungan tertentu bisa jadi kurang sesuai dalam situasi yang berbeda. Juga penting untuk dipahami bahwa evolusi paruh di Daphne Major tidak dihasilkan oleh pewarisan sifat-sifat yang didarat. Lingkungan tidak menciptakan paruh yang memiliki spesialisasi untuk memakan biji-bijian yang lebih besar atau yang lebih kecil, bergantung pada curah hujan tahunan. Lingkungan hanya bekerja pada variasi yang didapatkan dalam populasi, yang lebih menguntungkan kelangsungan hidup dan keberhasilan reproduksi beberapa individu dibandingkan dengan individu yang lain.
DAFTAR PUSTAKA Campbell, N.A,dkk.2008.Biologi Edisi Kedelapan Jilid 2.Jakarta : Erlangga. Helendra,dkk.2017.Buku Ajar Berbasis ICT dan Metakognisi Evolusi.Padang: UNP Press. https://www.pdfcoke.com/document/318298690/HUBUNGAN-GENETIKA-LINGKUNGANDENGAN-EVOLUSI http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/ir-victoria-henuhili-msi/genetika-danevolusi.pdf