TEMA-TEMA UMUM DALAM ETIKA PENDIDIKAN
oleh Fidela Maya Sukmadewani Tentrem Restu Wardani Anis Hariyanisah Parji Riyanto
17102244029
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA YOGYAKARTA 2018
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Kata “etika” berasal dari bahasa Yunani kuno, ethos. Dalam bentuk tunggal kata ethos memiliki beberapa makna: tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang; kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap, cara berpikir. Sedang bentuk jamak dari ethos, yaitu ta etha, berarti adat kebiasaan. Dalam arti terakhir inilah terbentuknya istilah “etika” yang oleh Aristoteles, seorang filsuf besar Yunani kuno (381-322 SM), dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Karena itu, dalam arti yang terbatas etika kemudian berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (Bertens, 2002: 4). Kamus Bahasa Indonesia (2008) kata etika diartikan dengan: (1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak serta kewajiban moral; (2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; dan (3) asas perilaku yang menjadi pedoman (Pusat Bahasa Depdiknas, 2008:402). Dari tiga definisi ini bisa dipahami bahwa etika merupakan ilmu atau pemahaman dan asas atau dasar terkait dengan sikap dan perilaku baik atau buruk. Satu kata yang hampir sama dengan etika dan sering dimaknai sama oleh sebagian orang adalah “etiket”. Meskipun dua kata ini hampir sama dari segi bentuk dan unsurnya, tetapi memiliki makna yang sangat berbeda. Jika etika berbicara tentang moral (baik dan buruk), etiket berbicara tentang sopan santun. Secara umum dua kata ini diakui memiliki beberapa persamaan sekaligus perbedaan. K. Bertens mencata beberapa persamaan dan perbedaa makna dari dua kata tersebut. Persamaannya adalah: (1) etika dan etiket menyangkut perilaku manusia, sehingga binatang tidak mengenal etika dan etiket; dan (2) baik etika maupun etiket mengatur perilaku manusia secara normatif, artinya memberi norma bagi perilaku manusia sehingga ia tahu mana yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Adapun perbedaannya adalah: (1) etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan, sedang etika tidak terbatas pada cara dilakukannya suatu perbuatan. Etika
menyangkut masalah apakah suatu perbuatan boleh dilakukan atau tidak; (2) etiket hanya berlaku dalam pergaulan, sedang etika selalu berlaku dan tidak tergantung pada ada atau tidaknya orang lain; (3) etiket bersifat relatif, sedang etika bersifat lebih absolut; dan (4) etiket memandang manusia dari segi lahiriahnya saja, sedang etika memandang manusia secara lebih dalam (Bertens, 2002: 9-10).
BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 Nilai A. Pengertian Nilai Nilai, dalam berbahasa sehari-hari sering kali kita mendengar atau membaca kata penilaian, yang kata-asalnya adalah nilai.Nilai yang dalam bahasa Inggrisnya adalah value biasa diartikan sebagai harga,penghargaan, atau taksiran. Maksudnya adalah harga yang melekat pada sesuatu atau penghargaan terhadap sesuatu. Menurut Bertens ,nilai memiliki sekurang-kurangnya tiga ciri. pertama nilai berkaitan dengan subyek.Kalau tidak ada subyek yang menilai, maka juga tidak ada nilai. Kedua, nilaitampil dalam suatu konteks praktis, dimana subyek ingin membuat sesuatu.Dalam pendekatan yang semata-mata teoritis, tidak akan ada nilai. Dalam hal iniia mengajukan pertanyaan kepada pandangan idealis, apakah pendekatan yang murni
teoritis
dapat
diwujudkan
?
Ketiga,
nilai
menyangkut
sifat-sifat
yang“ditambah” oleh subyek pada sifat-sifat yang dimiliki oleh obyek. Nilai tidakdimiliki oleh obyek pada dirinya. B. Macam-Macam Nilai Secara aksiologis, nilai itu dibagi macamnya menurut kualitas nilainya, yaitu ke dalam nilai baik dan buruk yang dipelajari oleh etika, dan nilai indah dan tidak indah yang dipelajari oleh estetika . Akan tetapi macam-macam nilai kemudian berkembang menjadi beraneka ragam, tergantung pada kategori penggolongannya. Sebagai contoh, dikenal adanya nilai kemanusiaan, nilai sosial, nilai budaya, nilai ekonomis, nilai praktis, nilai teorits, dan sebagainya.
Sementara itu Notonagoro membagai nilai menjadi tiga macam, adapun ketiga nilai adalah sebagai berikut. 1. nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur jasmani manusia. 2. nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mengadakan kegiatan atau aktivitas. 3. nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia, yang meliputi : a. nilai kebenaran atau kenyataan-kenyataan yang bersumber pada unsur akal manusia (rasio, budi, cipta), b. nilai keindahan yang bersumber pada rasa manusia (perasaan, estetis), c. nilai kebaikan atau moral yang bersumber pada kehendak atau kemauan manusia (karsa, etis), d. nilai relegius yang merupakan nilai Ketuhanan, nilai kerohanian yang tertinggi dan mutlak. C. Hubungan Nilai dengan Etika Menurut Agustinus Dewantara ( 2017 : 40) Perbuatan manusia sebagai manusia senantiasa tali-temali dengannilai. Suatu nilai yang berkaitan dengan perbuatan manusia–itu menunjuk kepada apa sih pertama-tama? Soal apakah nilai itu? Nilai menunjuk pada itu yang langsung berhubungan dengan etika, karena etika mengajukan nilai-nilai. Nilai semacam produk yang dihasilkan dari penjelajahan etika. Nilai menjadi semacam prestasi dari aktivitas pendalaman ilmunormatif, etika. Suatu nilai erat dengan perbuatan manusia.
2.2 Norma A. Pengertian Norma Norma adalah petunjuk tingkah laku yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan dalam hidup sehari-hari, berdasarkan suatu alasan (motivasi) tertentu dengan disertai sanksi. Sanksi adalah ancaman/akibat yang akan diterima apabila norma tidak dilakukan.
B. Macam-Macam Norma Kehidupan umat manusia terdapat bermacam-macam norma, yaitu norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, norma hukum dan lain-lain.Norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, dan norma hukum digolongkan sebagai norma umum. Selain itu dikenal juga adanya norma khusus,seperti aturan permainan, tata tertib sekolah, tata tertib pengunjung tempat bersejarah dan lain-lain. 1. Norma Agama Norma agama adalah aturan-aturan hidup yang berupa perintah-perintah dan larangan-larangan, yang oleh pemeluknya diyakini bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa. Aturan-aturan itu tidak saja mengatur hubungan vertikal, antara manusia dengan Tuhan (ibadah), tapi juga hubungan horisontal, antara manusia dengan sesama manusia. Pada umumnya setiap pemeluk agama menyakini bawa barang siapa yang mematuhi perintah-perintah Tuhan dan menjauhi larangan-larangan Tuhan akan memperoleh pahala. Sebaliknya barang siapa yang melanggarnya akan berdosa dan sebagai sanksinya, ia akan memperoleh siksa. Sikap dan perbuatan yang menunjukkan kepatuhan untuk menjalankan perintah-Nya dan menjauhi laranganNya tersebut disebut taqwa. 2. Norma Kesusilaan Norma kesusilaan adalah aturan-aturan hidup tentang tingkah laku yang baik dan buruk, yang berupa “bisikan-bisikan” atau suara batin yang berasal dari hati nurani manusia. Berdasar kodrat kemanusiaannya, hati nurani setiap manusia “menyimpan” potensi nilai-nilai kesusilaan. Hal ini analog dengan hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh setiap pribadi manusia karena kodrat kemanusiaannya, sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa. Karena potensi nilai-nilai kesusilaan itu tersimpan pada hati nurani setiap manusia (yang berbudi), maka hati nurani manusia dapat disebut sebagai sumber norma kesusilaan. Tidak jarang ketentuan-ketentuan norma agama juga menjadi ketentuan-ketentuan norma kesusilaan, sebab pada hakikatnya nilai- nilai keagamaan dan kesusilaan itu berasal dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
Demikian pula karena sifatnya yang melekat pada diri setiap manusia, maka nilai-nilai kesusilaan itu bersifat universal. Dengan kata lain, nilai-nilai kesusilaan yang universal tersebut bebas dari dimensi ruang dan waktu, yang berarti berlaku di manapun dan kapanpun juga. Sebagai contoh, tindak pemerkosaan dipandang sebagai tindakan yang melanggar kesusilaan, di belahan dunia manapun dan pada masa kapanpun juga. Kepatuhan terhadap norma kesusilaan akan menimbulkan rasa bahagia, sebab yang bersangkutan merasa tidak mengingkari hati nuraninya. Sebaliknya, pelanggaran terhadap norma kesusilaan pada hakikatnya merupakan pengingkaran terhadap hati nuraninya sendiri, sehingga sebagaimana dikemukakan dalam sebuah mutiara hikmah, pengingkaran terhadap hati nurani itu akan menimbulkan penyesalan atau bahkan penderitaan batin. Inilah bentuk sanksi terhadap pelanggaran norma kesusilaan.
3. Norma Kesopanan Norma kesopanan adalah aturan hidup bermasyarakat tentang tingkah laku yang baik dan tidak baik baik, patut dan tidak patut dilakukan, yang berlaku dalam suatu lingkungan masyarakat atau komunitas tertentu. Norma ini biasanya bersumber dari adat istiadat, budaya, atau nilai-nilai masyarakat. Ini sejalan dengan pendapat Widjaja tentang moral dihubungkan dengan etika, yang membicarakan tentang tata susila dan tata sopan santun. Tata sopan santun mendorong berbuat baik, sekedar lahiriah saja, tidak bersumber dari hati nurani, tapi sekedar menghargai menghargai orang lain dalam pergaulan Norma kesopanan itu bersifat kultural,kontekstual, nasional atau bahkan lokal. Berbeda dengan norma kesusilaan,norma kesopanan itu tidak bersifat universal. Suatu perbuatan yang dianggapsopan oleh sekelompok masyarakat mungkin saja dianggap tidak sopan bagi sekelompok masyarakat yang lain. Sejalan dengan sifat masyarakat yang dinamis dan berubah, maka norma kesopanan dalam suatu komunitas tertentu juga dapat berubah dari masa ke masa. Suatu perbuatan yang pada masa dahulu dianggap tidak sopan oleh suatu komunitas
tertentu mungkin saja kemudian
dianggap sebagai perbuatan biasa yang tidak melanggar kesopanan oleh komunitas yang sama. Secara singkat dapat dikatakan bahwa norma kesopanan itu tergantung pada dimensi ruang dan waktu. Sanksi
terhadap pelanggaran norma kesopanan
adalah berupa celaan, cemoohan, atau diasingkan oleh masyarakat. Akan tetapi sesuai dengan sifatnya yang “tergantung” (relatif), maka tidak jarang norma kesopanan ditafsirkan secara subyektif, sehingga menimbulkan perbedaan persepsi tentang sopan atau tidak sopannya perbuatan tertentu. 4. Norma Hukum Norma hukum adalah aturan-aturan yang dibuat oleh lembaga negara yang berwenang, yang mengikat dan bersifat memaksa, demi terwujudnya ketertiban masyarakat. Sifat “memaksa” dengan sanksinya yang tegas dan nyata inilah yang merupakan kelebihan norma hukum dibanding dengan ketiga norma yang lain. Negara berkuasa untuk memaksakan aturan-aturan hukum guna dipatuhi dan terhadap orang-orang yang bertindak melawan hukum diancam hukuman. Ancaman hukuman itu dapat berupa hukuman bandan atau hukuman benda. Hukuman bandan dapat berupa hukuman mati, hukuman penjara seumur hidup, atau hukuman penjara sementara. Di samping itu masih dimungkinkan pula dijatuhkannya hukuman tambahan, yakni pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, dan pengumuman keputusan pengadilan. Demi tegaknya hukum, negara memiliki aparat-aparat penegak hukum, seperti polisi, jaksa, dan hakim. Sanksi yang tegas dan nyata, dengan berbagai bentuk hukuman seperti yang telah dikemukakan itu, tidak dimiliki oleh ketiga norma yang lain. Sumber hukum dalam arti materiil dapat berasal dari falsafah, pandangan hidup, ajaran agama, nilainilai kesusilaam,adat istiadat, budaya, sejarah dan lain-lain. Suatu ketentuan norma hukum juga menjadi ketentuannorma-norma yang lain. Sebagai contoh, perbuatan mencuri adalah perbuatan melawan hukum (tindak pidana, dalam hal ini : kejahatan), yang juga merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan (a susila), maupun kesopanan (a sosial). Jadi, diantara norma-norma tersebut mungkin saja terdapat kesamaan obyek materinya, akan tetapi yang tidak sama adalah
sanksinya. Akan tetapi, sebagai contoh lagi, seorang yang mengendari kendaraan bermotor tanpa memiliki SIM, meskipun tidak melanggar norma agama, akan tetapi melanggar norma hukum.
2.3 Sopan Santun A. Pengertian Sopan Santun Secara etimologis sopan santun berasal dari dua kata, yaitu kata sopan dan santun. Keduanya telah digabung menjadi sebuah kata majemuk. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sopan santun dapat diartikan Sopan artinya hormat dengan tak lazim (akan, kepada) tertib menurut adab yang baik atau bisa dikatakan sebagai cerminan kognitif (pengetahuan). Sedangkan santun artinya halus dan baik (budi bahasanya, tingkah lakunya); sopan, sabar; tenang atau bisa dikatakan cerminan psikomotorik (penerapan pengetahuan sopan ke dalam suatu tindakan). Menurut Taryati (Zuriah 2007:71) sopan satun adalah suatu tata cara atau aturan yang turun-temurun dan berkembang dalam suatu budaya masyarakat, yang bermanfaat dalam pergaulan dengan orang lain, agar terjalin hubungan yang akrab, saling pengertian, hormat menghormati menurut adat yang telah ditentukan. Sedangkan menurut Brown dan Levinson (Kightley, 2009: 512) mendefinisikan sopan santun sebagai sejumlah strategi yang dirancang untuk melestarikan atau memperoleh citra diri dan keinginan untuk dihargai publik. Jadi dapat dikatan bahwa sopan santun merupakan tata cara atau peraturan hidup yang terbentuk oleh kebiasaan masyarakat di daerah tertentu dan pada umumnya tidak tertulis, tetapi menjadi kebiasaan untuk berperilaku menjunjung tinggi nilai-nilai menghormati, menghargai, dan berakhlak mulia dan dianggap sebagai tuntunan pergaulan sehari-hari masyarakat tersebut.
B. Macam-Macam Sopan Santun Pengertian dari sopan santun dapat diartikan menjadi banyak hal, tergantung dengan bagaimana seseorang menginterpretasikan apa itu etika dan bagaimana kultur
sebuah lingkungan sosial tersebut dijalankan oleh orang tersebut. Kadar kesopanan yang
berlaku
dalam
setiap
masyarakat
juga
berbeda-beda, tergantung
dari kondisi sosial setempat. Begitu pula dengan macam-macamnya. Adapun beberapa macam sikap sopan santun dalam kehidupan sehari-hari diantaranya : 1. Sopan Santun Berbicara Sopan santun berbicara berkaitan erat dengan siapa yang diajak bicara, kalimat yang diperlukan, dimana pembicaraan itu dilakukan, sikap berbicara dan tata cara berbicara. Hal-hal yag perlu dilakukan saat berbicara diantaranya: a. Jika berbicara dengan orang yang lebih tua atau yang dihormati, maka pergunakanlah bahasa yang sopan, b. Perlu diperhatikan dimana pembicaraan itu dilakukan, c. Perlu diingat dalam berbicara dengan seseorang perlu menghindari sikapsikap:
memotong pembicaraan
berbicara tanpa
orang lain,
memandang
berbicara berkepanjangan tak tentu arah,
memborong pembicaraan,
yang dan
diajak acuh
tak acuh
bicara, terhadap
pembicaraan teman bicara. Banyak yang mengatakan bahwa seseorang dinilai berpendidikan atau tidak dari tata krama berbicaranya. Bukan berarti yang banyak basa-basi menjadi orang yang berpendidikan, namun mereka yang tahu bagaimana berbicara di tempat yang tepat dengan kondisi yang tepat bisa merupakan tata krama berbicara yang benar. Sulit memang, namun jika anda memiliki kebiasaan buruk sebaiknya cepat diubah. 2. Sopan Santun Saat Makan Selanjutnya ada tata krama makan, dimana anda pernah menemukan seseorang yang mungkin makan dengan sembarangan, bersendawa, kentut atau sebagainya yang membuat orang lain tidak nyaman atau bahkan merasa tidak nafsu makan? adanya tata krama tak lain karena ingin membuat semua orang yang makan bersama merasa nyaman, bukan karena terlihat anggun dan juga cantik. Tata krama makan setiap budaya memang berbeda, ada yang harus bersuara ada juga
yang tidak boleh bersuara ketika makan. Semua ada maknanya, namun di Indonesia yang tidak bersuara dan tenang ketika makan dianggap sebagai kesopanan yang paling bagus. 3.
Sopan Santun Bertamu Ketika bermain atau bertamu ke rumah orang lain tentu anda harus mengutamakan kesopanan. Sebagai orang lain yang mampir atau datang kita harus menunjukan rasa terima kasih sebagai tamu karena telah disambut dan diperlakukan dengan baik. Tamu memang raja, namun kita juga harus sadar bahwasannya tamu memang merepotkan.
4. Sopan Santun Berpenampilan Kesan pertama bila kita berjumpa seseorang ialah melihat penampilannya. Dalam etika penampilan ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, antara lain : kesederhanaan, rapi, pantas dan bersahaja, serta cara berpakaian yang disesuaikan dengan waktu dan tempat. Yang dimaksud tata krama penampilan. yaitu, penampilan yang sesuai dengan kebutuhan dan acara. Misalnya anda tidak mungkin mengenakan gaun di acara formal kenegaraan dan sejenisnya. Tata krama menunjukan kesiapan dan kesesuaian kita berpenampilan dalam sebuah acara, bukan berarti harus selalu tertutup dari ujung kaki ke ujung kepala. Tata krama penampilan berarti menjaga penampilan agar tetap bagus untuk dilihat namun tidak terlalu terbuka.
5. Tatakrama pergaulan Orang yang menyesuaikan diri dalam pergaulan adalah orang yang dapat menyesuaikandiri dengan tatakrama yang berlaku. Agar terjadi hubungan selaras, serasi, sesuai dengan etika, dalam pergaulan seseorang perlu bersikapa antara lain: memperhatikan orang lain, mengetuk pintu bila akan memasuki suatu tempat, memberi salam bila berjumpa seseorang, rendah hati, mohon maaf bila terlambat, melakukan perintah dengan wajah yang jernih, dapat menempatkan diri dengan
baik,
sanggup
menyesuaikan
diri dengan lingkungan,
tidak ingin menang sendiri, siap memberi bantuan sesuai batas kemampuan, dan meminta maaf saat melakukan kesalahan. Sopan Santun juga berlaku di mana saja baik di dalam kehidupan sehari-hari, di rumah, di sekolah, maupun di lingkuan masuarakat. Adapun sopan santun tersebut diantaranya: 1. Sopan Santun Dalam Kehidupan Sehari-hari a. menghindarkan perbuatan yang membuat orang lain tersinggung, b. menghindarkan perbuatan mengumpat/menggunjingkan orang lain, c. memberikan penghargaan/pujian atas hasil karya seseorang, memanusiakanmanusia. 2.
Sopan Santun Dirumah a. Tidak berbicara keras atau kasar kepada orang tua atau orang yang usianya lebih tua daripada kita, seperti kakak, nenek, kakek dan lain-lain. b. Tidak memerintah orang tua untuk melakukan sesuatu yang kita inginkan. c. Tidak membantah perintah orang tua. d. Mendengarkan bila orang tua sedang berbicara dengan kita e. Meminta izin dan mengucapkan salam ketika ingin pergi
3. Sopan Santun Di sekolah a. Menghormati ibu bapak guru, b. Tidak mengejek sesama teman, c. Tidak mengobrol ketika guru sedang menerangkan, d. Membantu teman yang sedang kesulitan,Mematuhi dan melaksanakan perintah yang diberikan guru, f. Menyapa dan memberi salam saat bertemu guru. e. Di lingkungan masyarakat : g. Menghargai dan menghormati setiap orang, terutama orang yang usianya lebih tua daripada kita, h. Menghargai pendapat orang lain, i. Tidak memaksakan kehendak sendiri,
j. Tidak melakukan sesuatu yang melanggar norma-norma, seperti menyakiti ataupun menghina orang lain, k. Ikut serta dalam kegiatan gotong royong, l. Menjaga kebersihan lingkungan.
2.4 Hak dan Kewajiban A. Pengertian Hak Apa itu hak ? dapat dikatakan, hak merupakan kalim yang dibuat oleh orang atau kelompok yang satu terhadap yang lain atau terhadap masyarakat. Hak adalah klaim yang sah atau kalim yang dapat dibenarkan. B. Jenis-Jenis Hak 1. Hak legal dan moral. Hak legal adalah yang didasarkan atas hukum ( prinsip hukum) dalam salah satu bentuk. Hak-hak legal berasal dari undang-undang , peraturan hukum atau dokumen legal lainnya. Contoh : jika negara misalnya mengeluarkan peraturan bahwa para veteran perang memperoleh tunjangan setiap bulan maka setiap veteran yang memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan berhak untuk memperoleh tunjangan tersebut. Sementara hak moral didasarkan atas prinsip atau peraturan etis saja. Hak moral belum tentu merupakan hak legal contoh : Seorang majikan suatu perusahan memberi gaji yang rendah terhadap wanita padahal kinerja wanita tersebut sama dengan kinerja laki-laki di perusahannya, sang majikan sudah memenuhi hak legal yaitu engan menggaji karyawannya namun melanggar hak moral perempuan tersebut, maka dari itu hak moral berbeda dengan hak legal. 2. Hak khusus dan umum. Hak khusus timbul dalam suatu relasi khusu antara beberapa manusia atau karena suatu fungsi khusus yang dimiliki orang satu terhadap orang yang lainnya.
Contoh : jika Ali meminjam uang RP 100.000 kepada Bambang berjanji mengembalikan uang tersebuta dalam 2 bulan maka Bambang disini memiliki hak khusus tersebut. Dalam hak khusus ini termasuk juga privilese atau hak istimewa semisal seorang yang mendapat gelar kehormatan berhak mendapat lencana dan hal lain yang berhubungan dengannya. Sementara hak umum dimiliki manusia bukan karena hubungan dan fungsi tertentu melainkan semata-mata karena ia manusia. Hak ini di miliki semua manusia tanpa kecuali. Dalam bahasa Indonesia kita mengenalnya dengan “Hak Asasi Manusia” 3. Hak positif dan negatif Hak positif merupakan hak yang bersifat positif saya berhak jika orang lain berbuat sesuatu untuk saya contohnya yaitu : Hak atas pendidikan, hak atas pelayanan, hak atas kesehatan. Sementara hak negatif adalah hak yang bersiifat negatif yaitu jika saya bebas untuk melakukan atau memiliki sesuatu dalam arti orang lain tidak dapat menghindari saya untuk melakukan atau untuk mempunyai hak tersebut. Contohnya yaitu : hak atas kehidupan da hak mengemukakan pendapat. Hak negatif di bagi menjadi 2 yaitu hak aktif dan hak pasif . Hak aktif berarti seseorang tersebut memiliki kebebasan contoh yaitu kebebasan berpendapat, semata hak negatif pasif berarti seseorang berhak untuk tidak diperlakukan seseorang dengan cara tertentu contoh seseorang berhak untuk tidak di bongkar rahasianya tidak dicampuri urusan pribadinya dan tidak dicemarkan nama baiknya. 4. Hak invidual dan hak sosial Hak individu merupakan hak seorang individu terhadap negara, dimana negara tidak dapat menghindari atau menganggu individu dalam mewujudkan hakhak yang dia miliki contoh hak beragama. Sementara hak sosial merupakan seorang
individu sebagai waraga negara atau anggota masyarakat bersama-sama dengan anggota yang lain. Contohnya : hak untuk berkerja, hak atas pendidikan dan perawatan kesehatan. 5. Hak mutlak Setlelah memahami apa itu hak dan jenis jenis nya diatas maka terdapat hak mutlak. Hak mutlak merupakan hak yang berlaku tanpa pengecualian dan berlaku dimana-mana dan tidak terpengaruh oleh situasi dan keadaan. Maka dapat di katakan bahwa ha mutlak itu tidak ada mengapa ? menurut ahli etika yang paking tepat adalah prima facie kanan atau kanan oada pandangan pertama yang berarti hak berlaku sampai dikalahkan oleh hak kuat lainnya. Contoh : setiap manusia memiliki hak untuk hidup dan hal ini adalah penting yaitu menusia memiliki hak untuk tidak di bunuh namun tentu ini tidak akan berlaku dalam situasi apapun , misal sesorang yang sedang berperang membela negaranya akan menyerang alwan dan berhak membunuhnya lawannya jika tidak ada cara lainnya. C. Hubungan hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban mempunyai hubungan yag sangat erat, adapun hubungan yang ada diantara keduanya, sebagai berikut. 1. Dilihat dari segi kewajiban Terdapat beberapa teori korelasi antara hubungan hak dan kewajiban dan hal ini tentu dapat diakui karena sering terdapat hubungan timbal balik antara hak dan kewajiban tetapi juga tidak dapat dikatakan bahwa hubungan tersebut bersifat mutlak dan tanpa pengecualian.
Seorang ahli filsuf Inggris abad ke 19 John Struat
Mill(1806-1873) mengemukakan pembedaan yang pantas di perhatikan yaitu adanya kewajiban sempurna dan kewajiban tidak sempurna. Kewajiban sempurna adalah kewajiban yang selalu terkait dengan hak orang lain sementara kewajiban tidak sempurna tidak terkait dengan hak orang lain. Contoh kewajiban sempurna yaitu jika
seseorang meminjam uang kepada temannya berati orang tersebut memiliki kewajiban untuk mengembalikan dan temannya memiliki untuk mendapat uangnya kembali sementara kewajiban tidak sempurna biasanya mempunyai alasan moral misal seseorang memberi uang kepada pengemis seseorang tersebut merasa memiliki kewajiban untuk menolong orang lain walaupun sebernya pengemis tersbut belum tentu berhak atas bantuan orang tersebut. 2. Dilihat dari segi hak. Beberapa filsuf menarik kesimpulan terkait dengan segi hak dalam hubungan hak dan kewajiban bahwa hak-hak sosial hanya merumus kan cita-cita atau ideal yang berlaku dalam masyarakat dan tidak merupakan hak dalam arti sesungguhnya, Dan memang benar bahwa hak-hak ini tidak sesuai dengan kewajiban orang tertentu. Contoh dalam undang-undang jelas bahwa fakir miskin dan anak telantar dipelihara oleh negara tspi bukan dalam arti bahwa menteri sosial berkewajiban utnutk memenuhi harapan dari fakir miskin yang meminta bantuan kepadanya. Namun sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk memberi perhatian khusus terhadap fakir miskin. 3. Kewajiban terhadap diri sendiri. Menurut para filsuf kewajiban terhadap diri sendiri adalah mustahil karena menurut mereka kewajiban akan menyangkut pada 2 pihak namun kami tidak menolak adanya kewajiban terhadap diri sendiri, tentu kita wajib untuk mempertahankan kehidupan kita dan mengembangkan bakat kita dan barang siapa yang bunuh diri serta mengahambat diri sendiri untuk mengembangkan bakat dengan bermalas-malasan adalah seorang yang melanggar kewajiban atas diri sendiri . Namun dalam hal ini terdapat 2 catatn penting . Yang pertama yaitu kewajiban terhadap diri sendiri tidak semata-mata hanya tentang diri kita sendiri namun tidak terlepas dengan hubungan kita dengan orang lain misal seseorang bunuh diri selain melanggar kewajiban dirinya sendiri hal ini sekaligus melanggar kewajiban dirinya
sebagai anggota sebuah keluarga. Catatan yang kedua yaitu di pandang secara implisit mengandaikan suatu dimensi religius yaitu kewajiban kita terhadap Tuhan yang Maha Esa. 2.5 Hukum A. Pengertian Hukum Hukum menurut Utrecht adalah himpunan peraturan peraturan (perintah, dan larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan harus ditaati oleh masyarakat itu. Oleh karena itu, pelanggaran hukum dapat menimbulkan tindakan hukum yang akan dilakukan oleh pemerintah / penguasa. Hukum diciptakan untuk masyarakat, sehingga hukum harus sesuai dengan perkembangan yang ada di masyarakat. Hukum memiliki sifat mengikat dan memaksa, sehingga masyarakat memiliki kewajiban untuk menaati dan mematuhi peraturan/hukum tersebut. B. Definisi Hukum Menurut Para Ahli Ada beberapa definisi hukum di dunia ini, yang menjadi dasar dalam dunia pendidikan. Adapun beberapa defenisi hukum menurut para pakar, adalah sebagai berikut. 1. Ceorg Frenzel yang berpaham sosiologi, “hukum hanya merupakan suatu rechtgewohnheiten.” 2. Holmes yang berpaham realis, hukum adalah apa yang diramalkan akan diputuskan oleh pengadilan. 3. Paul Bohannan yang berpaham antropologis, hukum merupakan himpunan kewajiban yang telah di lembagakan dalam pranata hukum. 4. Karl Von Savigni yang berpaham Historis, keseluruhan hukum sungguh-sungguh terbentuk melalui kebiasaan dan perasaan kerakyatan yaitu melalui pengoperasian kekuasaan secara diam-diam.
5. Emmanuel Kant yang berpaham hukum alam, hukum adalah keseluruhan kondisikondisi dimana terjadi kombinasi antara keinginan pribadi seseorang dengan keinginan pribadi orang lain sesuai dengan hukum umum tentang kemerdekaan. 6. Hans Kelsen yang berpaham positivis, hukum adalah suatu perintah memaksa terhadap tingkah laku manusia.
C. Tujuan Hukum Di dalam merumuskan apa yang menjadi tujuan hukum, para ahli mengemukakan pendapat yang berbeda beda, yang akan diuraikan beberapa di antaranya di sebagai berikut. 1. Menurut teori etis, hukum hanya semata mata bertujuan mewujudkan keadilan. Teori ini pertama kali dikemukakan oleh filosof Yunani, Aristoteles dalam karyanya Ethica Nicomachea dan Rhetorika yang menyatakan bahwa hukum mempunyai tugas yang suci yaitu memberi kepada setiap orang yang ia berhak menerimanya. 2. Menurut teori utilities, teori ini diajarkan oleh Jeremy Bentham bahwa hukum bertujuan mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah saja. Pendapat ini di titikberatkan pada hal-hal yang berfaedah bagi orang banyak dan bersifat umum tanpa memperhatikan soal keadilan. Menurut Bentham hakikat kebahagian adalah kenikmatan dan kehidupan yang bebas dari kesengsaraan, karenanya maksud manusia melakukan tindakan adalah untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan mengurangi penderitaan. Baik buruknya tindakan diukur dari baik buruknya akibat yang di hasilkan tindakan itu. Suatu tindakan dinilai baik jika tindakan itu menghasilkan kebaikan sebaliknya, dinilai buruk jika mengakibatkan keburukan (kerugiaan). 3. Teori yuridis dogmatik adalah teori yang bersumber dari pemikiran positivitis di dunia hukum yang cenderung melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom dan mandiri karena hukum tak lain hanya kumpulan aturan. Bagi penganut aliran ini,
hanyalah sekedar menjamin terwujudnya kepastian hukum, kepastian hukum itu di wujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum. Menurut penganut teori ini, meskipun aturan hukum atau penerapan hukum terasa tidak adil dan tidak memberikan manfaat yang besar bagi mayoritas anggota masyarakat, hal itu tidak menjadi soal, asalkan kepastian hukum dapat terwujud. 2.6 Moral A. Pengertian Moral Moral, diambil dari bahasa Latin mos (jamak, mores) yang berarti kebiasaan, adat. Sementara moralitas secara lughowi juga berasal dari kata mos bahasa Latin (jamak, mores) yang berarti kebiasaan, adat istiadat. Kata ’bermoral’ mengacu pada bagaimana suatu masyarakat yang berbudaya berperilaku. Dan kata moralitas juga merupakan kata sifat latin moralis, mempunyai arti sama dengan moral hanya ada nada lebih abstrak. Kata moral dan moralitas memiliki arti yang sama, maka dalam pengertiannya lebih ditekankan pada penggunaan moralitas, karena sifatnya yang abstrak. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.1 Senada dengan pengertian tersebut, W.Poespoprodjo mendefinisikan moralitas sebagai ”kualitas dalam perbuatan manusia yang menunjukkan bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk. Moralitas mencakup tentang baik buruknya perbuatan manusia. Baron, dkk mengatakan, sebagaimana dikutip oleh Asri Budiningsih, bahwa moral adalah hal-hal yang berhubungan dengan larangan dan tindakan yang membicarakan salah atau benar. Ada beberapa istilah yang sering digunakan secara bergantian untuk menunjukkan maksud yang sama, istilah moral, akhlak, karakter, etika, budi pekerti dan susila. Dalam
kamus besar bahasa Indonesia, “moral”
diartikan sebagai keadaan baik dan buruk yang diterima secara umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, budi pekerti dan susila. Moral juga berarti kondisi mental yang terungkap dalam bentuk perbuatan. Selain itu moral berarti sebagai ajaran Kesusilaan.
B. Pengklsifikasian Moral Dengan demikian, pengertian moral dapat dipahami dengan mengklasifikasikannya sebagai berikut. 1. Moral sebagai ajaran kesusilaan, berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan tuntutan untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik dan meningalkan perbuatan jelek yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dalam suatu masyarakat. 2. Moral sebagai aturan, berarti ketentuan yang digunakan oleh masyarakat untuk menilai perbuatan seseorang apakah termasuk baik atau buruk. 3. Moral sebagai gejala kejiwaan yang timbul dalam bentuk perbuatan, seperti berani, jujur, sabar, gairah dan sebagainya.
C. Perubahan Moralitas dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya Setiap
manusia
dalam
hidupnya
pasti
mengalami
perubahan
atau
perkembangan, baik perubahan yang bersifat nyata atau yang menyangkut perubahan fisik, maupun perubahan yang bersifat abstrak atau perubahan yang berhubungan dengan aspek psikologis. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang berasal dari dalam manusia (internal) atau yang berasal dari luar (eksternal). Faktor-faktor itulah yang akan menentukan apakah proses perubahan manusia mengarah pada hal-hal yang bersifat positif atau sebaliknya mengarah pada perubahan yang bersifat negatif. BAB 3 PENUTUP 3.1 KESIMPULAN Sangat penting bagi seorang pendidik maupun peserta didik memahami arti penting dari etika maupun sub-sub di dalamnya. Melalui pemahaman mengenai etika kita mampu menciptakan suasana pembelajalan di dalam dunia pendidikan lebih kondusif dan produktif demi terciptanya pendidikan Indonesia yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA Asmaran As. 1992. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: Rajawali Press. Bertenz, K. 2005. Etika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. C.S.T. Kansil. 1986. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Balai Pustaka: Jakarta. Dewantara Agustinus W. 2017. Filsafat Manusia.Yogyakarta: PT Kanisius.
Moral
Pergumulan
Etis
Salim. 2010. Pengembangan Teori dalam Ilmu Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Kurniawan, Aris. 2019. Pengertian Hak dan Kewajiban Beserta Macamnya. lengkap.gurupendidikan.com. Diakses pada 22-02-2019 pukul 09.10 Dayanti, Eky. 2016. https://abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/K8111025_bab2.pdf. Diakses tanggal 22 Februari 2019 pukul 10.40 Tomayahu, Sulastri. 2014. http://eprints.ung.ac.id/5776/. Diakses tanggal 22 Februari 2019 pukul 11.10 Mahardika, Bayu. 2010. https://www.pdfcoke.com/doc/35888116/Tata-Krama. Diakses tanggal 22 Februari 2019 pukul 20.56