ETIKA JURNALISTIK
Oleh: Zulkarnain Hamson Pelatihan Jurnalistik Online Indonesia (JOIN) Makassar, 4-5 Agustus 2018
ZULKARNAIN HAMSON, menyelesaikan pendidikan S-1 Jurnalistik, di Fisip Universitas Hasanuddin (Unhas). Melanjutkan Program Pascasarjana S-2 di bidang Administrasi Pemerintahan Daerah, pada Universitas Indonesia Timur (UIT). Kini melanjutkan S-3 pada Program Doktor Ilmu Komunikasi Unhas. Kini terdaftar sebagai pengajar Ilmu Komunikasi Fisip UIT, Kepala Humas & Kerjasama UIT, Ketua LPPM UIT. Pernah menjabat Wakil Pemimpin Redaksi Harian Ujungpandang Ekspres. Instruktur pada AISI Kota Makassar, hingga kini menjabat Pemimpin Redaksi portal berita apakabarkampus.com.
WARTAWAN ialah yang bekerja disurat kabar, majalah, radio, televisi maupun yang di internet beroperasi 365 harian setahun dan 24 jam sehari. Seseorang tidak berhenti menjadi wartawan setelah pukul 5 sore seperti layaknya orang yang bekerja di kantor.
Apa hak wartawan? Hak wartawan adalah memperoleh segala jenis informasi tentang publik yang kelak akan ditulis menjadi berita.
Apa pula kewajiban wartawan? Kewajiban wartawan adalah menggunakan haknya untuk kebaikan dirinya dan kebaikan khalayak.
CRISTIANTO WIBISONO (1991:3) wartawan ialah abdi, hamba, pesuruh yang suka rela dari masyarakatnya. Ia pembawa berita, penyuluh, pemberi penerangan, pengajak berpikir, pembawa cita-cita. Ia berkecimpung dalam segala segi hidup masyarakat yang seribu satu macam itu. Di atas segalanya wartawan harus pemberani, jujur, dan memiliki kesetiaan pada darmanya itu.
“ Wartawan ialah abdi, hamba, pesuruh yang suka rela dari masyarakatnya.”
RESIKO PROFESI WARTAWAN
Dekat dengan risiko kematian Saat melakukan tugas liputan di tempat yang sedang terjadi kerusuhan atau bencana alam, wartawan harus siap menghadapi hal-hal yang tidak terduga, termasuk kematian.
Jadwal acara yang tak tentu Jangan kaget jadwalmu tidak akan menentu dalam sehari. Kamu akan terkejut sendiri dengan selalu berubahnya jadwal yang telah rencanakan di awal.
Mudah berpindah-pindah Dimanapun kapanpun harus meliput, harus siap bagaimanapun kondisinya. Segera menuliskan berita secepat yang kamu bisa.
Penolakan itu hal yang biasa Semua berita berhubungan dengan narasumber. Kamu harus memutar otak dan mencari narasumber lain untuk menghasilkan berita yang terpercaya. Sebagai wartawan, kamu harus kebal dengan penolakan ini.
Bekerja dalam penuh tekanan Bukan seperti di kantor dengan jam kerja yang pasti. Sebagai wartawan kamu akan dituntut selalu siap dan siaga. Kapanpun, dimanapun, demi mendapat berita eksklusif
Hampir tak ada hari libur Bagi seorang wartawan, akhir pekan bisa jadi bukanlah sebuah akhir pekan.
Akrab dengan stres, saat deadline Wartawan itu selalu berada dalam naungan deadline tiada henti. Tekanan macam ini pastilah bikin stres.
Harus siap punya banyak musuh Karena pekerjaan wartawan adalah memberitakan, maka pastinya bukan hanya berita yang baik-baik saja. Berita buruk juga. Akan ada yang memusuhi.
Buya Hamka yang dikutip Abd. Haris dalam buku Etika Hamka: Konstruksi Etik Berbasis Rasional Religius, hal 104, hak lebih luas daripada kewajiban. Artinya, tidak semua informasi publik yang diperoleh wartawan wajib dilaporkan kepada khalayak.
Bekerja menjadi wartawan atau pencari berita tentu tidak hanya sekadar tahu menulis dan melaporkan suatu kejadian. Lebih daripada itu, wartawan haruslah paham kode etik jurnalistik tentang keakuratan berita, privasi narasumber, pengujian informasi, hak narasumber, dan lain sebagainya.
WARTAWAN semestinya sadar akan kekuasaan dalam profesinya, namun mereka bukanlah dewa atau malaikat. Mereka bisa membuat kesalahan (disengaja atau tidak). Pers bahkan bisa menjadi lembaga yang sangat kejam. Wartawan bisa menjadi tiran. Beberapa hal di bawah ini dimaksudkan sebagai pembatas tindak-tanduk wartawan dan praktek jurnalistik demi melindungi masyarakat dari tindakan atau praktek wartawan yang tak terpuji
Salah satu contoh wartawan malang yang menemui kematiannya saat meliput berita adalah Hayatullah Khan. Ia merupakan wartawan Freelance di Miran Shah. Khan diculik oleh lima orang bersenjata pada bulan Desember 2005. Tubuhnya diborgol dan ditembak beberapa kali, setelah 6 bulan kemudian.
Menurut hasil penelitian, selama ini banyak media dari salah satu TV Swasta disetiap negara mayoritas memberangkatkan wartawannya untuk bertugas ke garis depan peliputan berbahaya seperti kerusuhan massal, bencana, perang dan lainnya hanya dengan pengarahan singkat dan pembekalan seadanya.