Makalah Epilepsi & Parkinson.docx

  • Uploaded by: Rindy gisratami
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Epilepsi & Parkinson.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,613
  • Pages: 19
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem saraf adalah sistem penghubung yang sangat kompleks yang dapat mengirim dan menerima informasi dalam jumlah besar secara bersamaan. Sistem saraf memiliki dua bagian yang berbeda: sistem saraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang) dan sistem saraf perifer (saraf-saraf di luar otak dan sumsum tulang belakang). Penyakit saraf termasuk salah satu jenis penyakit yang menyerang sistem saraf manusia. Terutama pusat sistem saraf manusia yang berada di otak. Gangguan atau kelainan sistem saraf pada manusia dapat menimbulkan efek yang sangat kritikal. Terganggunya sistem saraf pada tubuh manusia, berakibat fatal bagi kesehatan. Jika sudah begitu, manusia tidak akan bisa menjalankan rutinitas kehidupannya secara normal. Epilepsi merupakan salah satu penyakit otak yang sering ditemukan di dunia. Data World Health Organization (WHO) menunjukkan epilepsi menyerang 70 juta dari penduduk dunia. Perlu diketahui bahwa epilepsi bukanlah merupakan suatu penyakit, melainkan suatu kumpulan gejala. Gejala yang paling umum adalah adanya kejang, karena itu epilepsi juga sering dikenal sebagai penyakit kejang. Angka kejadian epilepsi masih tinggi terutama di negara berkembang yang mencapai 114 per 100.000 penduduk per tahun. Angka tersebut tergolong tinggi dibandingkan dengan negara yang maju dimana angka kejadian epilepsi berkisar antara 24-53 per 100.000 penduduk per tahun. Dari data yang dirilis oleh World Health Organization, penyakit Parkinson memiliki tingkat kejadian kira-kira sekitar 4,5-19 per 100.000 penduduk per tahun. Variasi yang luas dalam perkiraan kejadian mungkin mencerminkan perbedaan dalam metodologi dan penetapan kasus serta distribusi usia populasi sampel. Apabila tingkat usia sudah disesuaikan diperoleh angka yang lebih realistis dan berkisar dari 9.7-13,8 per 100.000 penduduk per tahun. Selain itu, telah lama diakui bahwa sebagian kecil pasien telah mengalami penyakit ini dari

usia dini. Pasien yang menderita penyakit Parkinson sebelum umur 40 tahun umumnya dinamakan sebagai “early-onset”, yaitu mereka yang menderita mulai dari umur 21-40 disebut “young-onset”. Sedangkan mereka yang menderita sebelum usia 20 tahun disebut “ juvenile Parkinsonis”. Penyakit parkinson bukan penyakit menular melainkan penyakit kronis yang mengakibatkan ketidakstabilan seperti penyakit Diabetes. Penyakit Diabetes adalah penyakit yang terjadi pada kelenjar di dalam tubuh yang disebabkan oleh tubuh penderita kekurangan insulin, kekurangan insulin ini berasal dari tingginya gula darah sehingga penyakit Diabetes mudah untuk dikenali dan mudah untuk mendiagnosanya. Sedangkan penyakit Parkinson merupakan penyakit yang mengganggu kerja otak karena penderita kekurangan dopamine, kekurangan dopamine di otak manusia tidak mudah untuk dikenali. Penyakit Parkinson tidak didiagnosis dengan tes darah melainkan dengan gejala-gejala yang menyebabkan hilangnya dopamine. Yang mungkin termasuk gejalanya yaitu gemetar pada tangan, kekakuan-kekakuan otot, serta kelainan pada gerakan. Selain gejala motorik, parkinson juga bisa menyebabkan penderitanya mengalami penurunan fungsi kognitif, seperti demensia, cemas, depresi, perubahan cara bicara, dan juga insomnia. B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang akan diangkat dalam makalah ini adalah sebagai berikut: 1.

Apa yang dimaksud dengan penyakit epilepsi?

2.

Apa yang dimaksud dengan penyakit parkinson?

3.

Bagaimana contoh studi kasus penyakit epilepsi?

4.

Bagaimana contoh studi kasus penyakit parkinson?

5.

Bagaimana SOAP dari studi kasus penyakit epilepsi?

6.

Bagaimana SOAP dari studi kasus penyakit parkinson?

C. Tujuan Adapun tujuandari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut: 1.

Untuk mengetahui penyakit epilepsi?

2.

Untuk mengetahui penyakit parkinson?

3.

Untuk mengetahui penyakit studi kasus penyakit epilepsi?

4.

Untuk mengetahui penyakit studi kasus penyakit parkinson?

5.

Untuk mengetahui penyakit SOAP dari studi kasus penyakit epilepsi?

6.

Untuk mengetahui penyakit SOAP dari studi kasus penyakit parkinson?

BAB 2 PEMBAHASAN A. Penyakit Epilepsi Epilepsi merupakan suatu serangan seizure periodik dengan atau tanpa seizure. Serangan tersebut disebabkan oleh aktivitas listrik berlebihan pada neuron korteks dan ditandai dengan perubahan aktivitas listrik seperti yang diukur dengan elektro-ensefalogram (EEG). Seizure menentukan keparahan kontraksi otot polos yang tidak terkendali. 1. Patofisiologi  Suatu serangan dapat dilacak pada membran sel atau sel disekitarnya yang tidak stabil. Rangsangan yang berlebih menyebar secara lokal (serangan lokal) maupun lebih luas (serangan umum).  Terjadinya konduktasi kalium yang tidak normal, cacat pada kanal kalsium sensitif voltase, atau defisiensi pada membran adenosin trifosfat (ATPase) yang berkaitan dengan transpor ion dapat menghasilkan ketidakstabilan membran neuron dan serangan seizure.  Aktivitas neuronal normal tergantung pada faktor pemicu rangsangan (yaitu, glutamat, aspartat, asetilkolin, norepinefrin, histamin, faktor pelepas kortikotropin, purin, peptida, sitokin, dan hormon steroid) dan menghambat neurotransmiter (yaitu, dopamin, asam-g-aminobutirat [GABA]); pasokan glukosa, oksigen natrium, kalium, klorida, kalsium, dan asam amino yang cukup; pH normal; dan fungsi normal reseptor.  Sebagian besar seizuretonik-klonik umum lebih besar dari 100, dan episode ganda status epileptikus dapat dikaitkan dengan kerusakan neuronal. 2. Manifestasi klinik a. Umum Pada sebagian besar kasus, tenaga kesehatan tidak langsung menyaksikan terjadinya seizure. Banyak pasien (khususnya yang disertai dengan seizure parsial kompleks atau tonik-klonik umum) tidak menyadari kejadin seizure yang sesungguhnya. Oleh karena itu, memperoleh riwayat yang menandai dan deskripsi kejadian seizure (termasuk waktu kejadian) dari pihak ketiga (yaitu, orang lain yang penting, anggota keluarga, atau saksi) sangatlah penting.

b. Gejala  Gejala seizure yang spesifik akan tergantung pada macam seizurenya. Jenis seizure dapat bervariasi antara pasien, namun cenderung serupa pada satu individu yang sama.  Seizure kompleks parsial dapat termasuk gambaran somatosensorik atau motor fokal.  Seizure kompleks parsial dikaitkan dengan perubahan kesadaran.  Absance seizure dapat tampak relatif ringan, dengan periode perubahan kesadaran hanya sangat singkat (detik).seizure tonik klonik umum merupakan episode konvulsif utama dan selalu dikaitkan dengan kehilangan kesadaran. c. Tanda-tanda Interiktal (antar episode seizure), tidak ada tanda epilepsi yang obyektif dan patognomik (khas). d. Pemeriksaan laboratorium Hingga saat ini tidak ada pemeriksaan laboratorium untuk epilepsi. Dalam beberapa hal, khususnya serta seizure tonik-klonik umum (atau mungkin parsial kompleks), kadar serum prolaktin dapat naik sesaat. Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk menentukan penyebab seizure yang dapat diobati cyaitu; hipoglikemia, perubahan konsentrasi elektrolit, infeksi dan sebagainya) yang bukan merupakan serangan epilepsi. e. Pemeriksaan diagnostik lain  EEG sangat berguna dalam diagnosis berbagai macam kelainan/gangguan seizure.  EEG mungkin normal pada beberapa pasien yang secara klinis masih terdiagnosis apilepsi  MRI sangat bermanfaat (khususnya dalam pecandraan lobus temporal), tetapi CT scan tidak membantu kecuali dalam evaluasi awal untuk tumor otak atau berdarahan serebral.  Klasifikasi epilepsi berdasarkan deskripsi klinis dan temuan elektrofisiologis I. Seizure persial (awal serangan seizure terjadi secara lokal) a. Sederhana (tanpa gangguan kesadaran)  Disertai gejala motor  Disertai gejala sensori khusus atau somatosensori  Disertai gejala kejiwaan b. Kompleks (disertai gangguan kesadaran)  Mula seizure parsial sederhana diikuti dengan gangguan kesadaran dengan atau tanpa gerakan otomatis

 Gangguan kesadara. Pada mula saizure dengan atau tanpa gerakan otomatis c. Umum sekunder (mulai seizure parsial perubahan menjadi seizure tonikklonik umum) II. Seuzere umum (simetris bilateral dan tanpa mula seizure lokal) d. Absen e. Myoklonik f. Klonik g. Tonik-klonik h. Atonik i. Spasme infantil III. Seizure yang tidak dapat diklasifikasikan IV. Status epileptikus  Seizure parsial di mulai pada satu hemisfer otak dan menghasilkan seizure asimetris, kecuali jika berubah secara sekunder menjadi seizure umum. Seizure parsial berwujud sebagai perubahan fungsi motorik, gejala sensori atau somatosensori, atau gerakan otomatis. Manakala tidak disertai kuhilangan kesadaran, maka disebut sebagai seizure parsial sederhana. Jika terjadi kehilangan kesadaran, dan pasienya dapat mengalami gerakan otomatis, pikun atau penyimpangan perilaku, maka disebut seizure parsoal kompleks.  Absence seizure biasanya terjadi pada anak muda atau remaja dan menunjukan seizure yang tiba-tiba, terjadi ditengah aktivitas yang sedang berlangsung, tidak berkunang-kunang, dan mungkin mengalami mata berputar keatas secara singkat. Seizure absen memiliki karakteristik pola spike (gambaran seperti puncak gunung) 2-4 siklus/detik dan EEG gelombang-lambat.  Pada seizure umum, gejala motor adalah bilateral, dan terjadi berubahan kesadaran.  Seizure tonik-klonik umum dapat didahului oleh penanda gejala (yaitu aura). Seizure tonik-klonikyang didahului oleh biasanya seizure parsial yang berubah menjadi umum secara sekunder. Seizure tonik-klonik dimulai dengan kontraksi otot yang bersifat tonik pendek diikuti oleh periode kekakuan. Pasien mungkin kehilangan kontrol sphincter, menggigit lidah, atau menjadi sinosis. Episode ini diikuti dengan ketidaksadaran, dan seringkali pasien terus mengalami tidur yang mendalam.  Sentakan mioklonik merupakan kontraksi muskular seperti syok singkat pada wajah, tubuh juga tangan dan kaki. Baik terjadi secara terpisah/tersendiri ataupun yang berulang dengan cepat.

 Pada seizure atonik, tonus otot hilang secara tiba-tiba yang mengkin digambarkan sebagai kepala yang terkulai, tungkai dan lengan yang lemah, atau badan merosot ke tanah. 3. Terapi a. Pendekatan umum  Pilihan pengobatan tergantung pada macam epilepsinya dan efek samping tertentu dari obat serta kecenderungan pasien.  Dimulai dengaan moniterapi; sekitar 50% sampai 70% pada pasien dapat diobati dengan satu macam obat antiepilepsi (OAE), tetapi tidak semua bebas seizure.  Lebih dari 60% pasien dengan epilepsitidak patuh menggunakan obatnya. Hal ini merupakan alasan utama kegagalan pengobatan.  Terapi obat tidak diindikasikan bagi pasien yang hanya mengalami satu kali seizure atau yang seizurenya memiliki pengaruh minimal dalam hidupnya. Pada pasien yang mengalamiseizure dua kali atau lebih harus mulai diberikan OAE (Obat Anti Epilepsi)  Faktor yang meninjang keberhasilan dalam penghentian penggunaan OAE meliputi: masa bebas seizure 2-4 tahun, pengendalian seizure secara paripurna dalam 1 tahun sejak mengalami seizure, mula seizure terjadi setelah usia 2 tahun, tetapi sebelum usia 35 tahun, dan memiliki EEG normal. Faktor prognosis yang buruk meliputi: riwayat seizure yang terjadi dalam frekuensi tinggi, episode status epileptikus yang terus berulang, kombinasi beberapa jenis seizure, serta perkembangan ketidak normalan fungsi kejiwaan. Disertakan terdapat periode sekitar 2 tahun bebas seizure untuk epilepsi jenis Ronaldik dan Absen, sedangkan masa 4 tahun tanpa seizure disarankan bagi seizurepersial sederhana, parsial kompleks, dan absance seizure yang terkait dengan seizure tonik-klonik. Menurut pedoman dari “The American Academy of Neurology” penghentian OAE dipertimbangkan jika pasien mengalami masa bebas seizure selama 2 – 5 tahun, hanya terjadi seizure parsial jenis tunggal atau jenis tunggal dari seizure tonik-klonik umum yang bersifat primer, jika pemeriksaan neurologis dan IQ adalah normal, dan jika gambaran EEG menjadi normaldengan pemberian terapi obat. Penghentian OAE harus selalu dilakukan secara bertahap.  Pengetahuan pasien tentang epilepsi dan pengobatannya berkaitan eret dengan peningkatan mutu pasien tersebut.

b. Mekanisme kerja Mekanisme aksi sebagian besar OAE meliputi efek pada kanal ion (natrium dan kalsium), penghambatan neurotransmisi (GABA) atau perangsangan neurotransmisi (glutamat dan aspertat). OAE yang efektif terhadap seizure tonik-klonik umum dan parsial mungkin dapat mengurangi pengulangan secara terus menerus yang memicu potensial aksi dengan cara menunda pemulihankanal natrium sehingga tidak terjadi aktivitas. Obat yang menurunkan aliran kalsium tipe T kortikotalamin efektif melawan seizure absen umum. c. Khasiat  Pengobatan tradisional untuk seizure tonik-klonik adalah dengan fenitoin atau fenobarbital, tetapi penggunaan karbamazepin dan asam valproat saat ini meningkat, karena mempunyai khasiat yang sebanding namun efek samping yang lebih ringan.  Karbamazepin dan asam valproat mempunyai laju retensi yang sebanding dengan seizure tonik-klonik, tetapi karbamazepin lebih unggul untuk mengatasi seizure parsial sedangkan asam valproat lebih banyak menimbulkan efek samping.  Pada kombinasi seizure absen dan seizure umum atau parsial jenis yang lain, lebih disarankan menggunakan asam valproat. Jika asam valproat tidak efektif mengatasi gangguan jenis seizure kombinasi yang termasuk seizure absent tersebut, maka etosuksimid dapat digunakan dalam kombinasi dengan OAE lain.  Mula-mula OAE yang lebih baru diberikan ijin sebagai terapi tambahan pada pasien dengan seizure parsial yang bersifat refraktori (tidak dapat diatasi dengan terapi obat). Saat ini lamotigrin dan okskarbazepin telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk dipakai sebagai terapi tunggal pada pasien dengan seizure parsial. Felbamat diberi izin sebagai terapi tunggal, tetapi dapat menyebabkan beberapa efek samping yang cukup berbahaya. d. Efek samping e. Interaksi antara obat dengan obat f. Dosis dan pemberian Umumnya terapi dimulai dari dari seperempat sampai dengan sepertiga dosis penjagaan/ pemeliharaan yang telah ditentukan, dan secara bertahap ditingkatkan dalam waktu lebih dari 3-4 minggu hingga mencapai dosis efektif. Kadar dalam serum dapat menjadi petunjuk yang berguna, tetapi kadar terapeutiknya harus disesuaikan dengan perbaikan klinis yang diinginkan. Beberapa pasien membutuhkan dan dapat mentoleransi kadar diatas rentang tersebut.

2. Parkinson A. Definisi Penyakit Parkinson atau Parkinson disease (PD) adalah gangguan neurodegeneratif yang bersifat progesif yang mengenai gerakan atau kontrol terhadap gerakan termasuk bicara dan memiliki onset yang bersifat insidious (tidak diketahui dengan pasti kapan mulai sakit). Penyakit parkinson merupakan salah satu penyakit neurodegeneratif yang paling banyak ditemukan pada usia lanjut dan jarang terjadi dibawah usia 30. tahun. Penyakit ini banyak ditemukan pada laki-laki jika dibandingkan dengan perempuan dengan rasio 3:2. Secara keseluruhan seiring dengan meningkatnya angka harapan hidup, maka insiden dari penyakit neurodegeneratif, temasuk penyakit parkinson akan meningkat pula.

B. Patofisiologi Penyakit Parkinson terjadi karena penurunan kadar dopamin yang masif akibat kematian neuron di substansia nigra pars kompakta. Respon motorik yang abnormal disebabkan oleh karena penurunan yang sifatnya progesif dari neuritransmiter dopamin.Kerusakan progresif lebih dari 60% pada neuron dopaminergik substansia nigra merupakan faktor dasar munculnya penyakit parkinson. Sebagaimana sel tersebut mengalami kerusakan, maka kadar dopamin menjadi berkurang hingga di bawah batas fisiologis. Jika jumlah neuron dopaminergik hilang lebih dari 70 % maka gejala penyakit parkinson akan mulai muncul. Untuk mengkompensasi berkurangnya kadar dopamin maka nukleus subtalamikus akan over-stimulasi terhadap globus palidus internus (GPi). Kemudian GPi akan menyebabkan inhibisi yang berlebihan terhadap thalamus. Kedua

hal

tersebut

diatas

menyebabkan

under-stimulation

korteks

motorik.Substantia nigra mengandung sel yang berpigmen (neuromelamin) yang memberikan gambaran “black appearance” (makroskopis). Sel ini hilang pada penyakit parkinson dan substantia nigra menjadi berwarna pucat. Sel yang tersisa mengandung

inklusi

atipikal

eosinofilik

pada

sitoplasma

“Lewy

bodies”.Berkurangnya neuron dopaminergik terutama di substansia nigra menjadi penyebab

dari

penyakit

parkInson.

Dopamin

merupakan

salah

satu

neurotransmitter utama diotak yang memainkan banyak fungsi berbeda di susunan saraf. Secara umum, 2 temuan neuropatologis mayorpada penyakit parkinson adalah: 1. Hilangnya pigmentasi neuron dopamin pada substantia nigra Dopamin berfungsi sebagai pengantar antara 2 wilayah otak, yakni antara substantia nigra dan korpus striatum dan berfungsi untuk menghasikan gerakan halus dan motorik. Sebagian besar penyakit Parkinson disebabkan hilangnya sel yang memproduksi dopamine di substantia nigra. Ketika kadar dopamine terlalu rendah, komunikasi antar 2 wilayah tadi menjadi tidak efektif, terjadi gangguan pada gerakan. Semakin banyak dopaminyang hilang, maka akan semakin burukgejala gangguan gerakan. 2. Lewy bodies, Ditemukannya Lewy bodies dalamsubstantia nigra adalah karakteristikpenyakit parkinson. Alpha-synuclein adalah komponen struktural utama dariLewy bodies(Gunawan, 2017).

Gambar 1. Substantia nigra pada kondisi normal dan penyakit parkinson (Campellone, 2014).

C. Presentasi Klinik 1.

Gejala parkinson

Gejala penyakit parkinson utamanya antara lain: a) Bradykinesia atau akinesi b) Tremor pada saat istirahat

c) Rigidity d) Ketidakstabilan postural Gejala motorik lainnya: a) Penurunan keterampilan dalam menggunakan tangan atau tubuh b) Kesulitann bangkit dari posisi duduk c) Dysarthria d) Dystonia e) Dysphagia f) “membeku” pada awal pergerakan g) Hipomimia h) Hipophonia i) Mikrofagia Gejala non motorik a) Gangguan saat tidur (insomnia, tidur siang yang berlebihan, REM sleep behavioral disorder b) Gejala otonomik dan sensorik (konstipasi, hipotensi, ortostatik, pusing, disfungsi seksual, diaphoresis, sialorrhea, seborrhea, nyeri, paresthesia, hyposmia) c) Depresi d) Psikosis (halusinasi, delusi) e) Demensia f) Gelisah Gejala lain: a) Mual b) Mudah kelelahan c) Penurunan berat badan d) Jatuh (DeMaagd, 2015).

2.

Kriteria Diagnosis

i.

Menurut Hughes

a) Possible. Terdapat salah satu dari gejala utama sebagai berikut:  Tremor istirahat  Rigiditas  Bradikinesia  Hilangnya refleks postural b) Probable 

Bila terdapat kombinasi dua dari empat gejala utama atau



Bila terdapat salah satu dari tremor saat istirahat, rigiditas, atau bradikinesia yang asimetris atau unilateral.

c)

Definite



Bila terdapat kombinasi tiga dari empat gejala utama atau



Bila ada dua dari tremor saat istirahat, rigiditas, atau bradikinesia dengan 1 gejala tersebut yang asimetris atau unilateral.

ii.Menurut Hoehn dan Yahr a) Stadium 1 : gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala ringan, terdapat gejala yang mengganggu tetapi tidak menimbulkan kecacatan, biasanya terdapat tremor pada satu anggota gerak, gejala yang timbul dapat dikenali orang terdekat. b) Stadium 2 : terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap/cara berjalan terganggu. c) Stadium 3 : gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu saat berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang. d) Stadium 4 : terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk jarak tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor dapat berkurang dibandingkan stadium sebelumnya. e) Stadium

5

:

stadium

kakhetik,

kecacatan

total,

tidak

berdiri/berjalan, memerlukan perawatan intensif) (Gunawan, 2017).

C. Terapi Parkinson

mampu

Tujuan terapi parkinson adalah menjaga kemandirian, activity daily living (ADL) dan quality of life (QOL) pasien parkinson dengan cara mengurangi gejala parkinson, meminimalkan perkembangan fluktuasi respon serta meminimalkan terjadinya efek samping terkait pengguanaan onat antiparkinsonian. Terapi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara sebagai berikut: 1. Terapi Non Farmakologi Perubahan gaya hidup harus dimulai sedini mungkin dan diterapkan selama menjalani terapi parkinsonism karena dapat meningkatkan ADL, gaya berjalan, keseimbangan dan kesehatan mental. i.

Intervensi yang paling umum dilakukan ialah menjaga nutrisi, kondisi fisik dan interaksi sosial. Modifikasi pola makan dapat mengatasi konstipasi, mual, tidak teraturnya absorpsi obat, dan meminimalkan resiko hilangnya berat badan.

ii.

Pasien harus menjalani diet seimbang dan dapat mengonsumsi multivitamin harian bila pasien tidak makan dengan baik.

iii.

Terapi berbicara dapat membantu dalam menelan dan kemampuan berbicara.

iv.

Program latihan dan memperbanyak aktivitas di siang hari dapat meminimalkan terjadinya tidur siang yang berlebihan sehingga membuat tidur malam menjadi nyenyak.

v.

Penderita harus melakukan peregangan, penguatan dan latihan keseimbangan,

sehingga

meningkatkan

pergerakan

dan

mengurangi resiko jatuh. vi.

Terapi pekerjaan dapat meningkatkan kepercayaan diri dan kemampuan untuk tetap aktif.

vii.

Dengan menjaga interaksi sosial, dapat membantu keseluruhan menjadi baik (wagner, 2008).

2. Terapi farmakologi

Gambar 2. Algoritma penatalaksanaan penyakit Parkinson (Dipiro, 2012).

1.

Levodopa Levodopa merupakan terapi gold standard dalam mengobati penyakit

parkinson. Levodopamerupakan precursor dopamin yang dapat menembus Blood Brain Barrier. Levodopa umumnya ditambah dengan karbidopa yang merupakan inhibitor dekarboksilase perifer (PDI). karbidopa menghambat dekarboksilasi levodopa menjadi dopamin dalam sirkulasi sistemik, sehingga memungkinkan untuk

distribusi

levodopa

lebih

besar

ke

dalam

sistem

saraf

pusat.

Levodopamemberikan manfaat antiparkinson terbesar untuk tanda-tanda dan gejala motorik, denganefek samping paling sedikit dalam jangka pendek. Namun untuk penggunaan jangka panjanglevodopa dikaitkan dengan fluktuasi motorik ("wearing-off ") dan diskinesia. Secara umum efek terapi levodopa untuk memperbaiki rigiditas, akan tetapi kurang efektifuntuk mengatasi tremor dan gangguan keseimbangan. Terapi dengan levodopa dimulai pada dosis rendah dan dinaikkan dosisnya perlahanlahan. Beberapa efek samping dari levodopa antara lain hipotensi, diskinesia, artimia, gangguan gastrointestinal, serta gangguan pernafasan. Selain itu dapat

muncul juga gangguan psikiatrik seperti ansietas, halusinasi pendengaran, dan gangguan tidur (Gunawan, 2017). 2.

MAO (Monoamine Oxidase)-B Inhibitor Monoamine oxidase (MAO)-B inhibitor dapat dipertimbangkan untuk

pengobatan awal penyakit. Obat ini memberikan manfaat perbaikan gejala yang ringan, memiliki profil efek samping yangbaik. Pada dosis terapi, selegilin dan rasagilin, selektif, inhibitor ireversibelMAO-B, tidak mungkin menyebabkan "reaksi keju" (hipertensi, sakit kepala) kecualijumlah tyramine diet yang berlebihan dicerna. Namun, menggabungkan MAO-Binhibitor dengan meperidine dan analgesik opioid lainnya dikontraindikasikan karenarisiko kecil sindrom serotonin. Selegilin menghambat kerusakan dopamin dan dapat memperpanjang durasi kerja l-dopa hingga 1 jam. Ini sering memungkinkan pengurangan dosis ldopa sebanyak setengah dosis obat. Selegilin juga meningkatkan efek puncak ldopa dan dapat memperburuk diskinesia yang sudah ada atau gejala kejiwaan, seperti delusi. Metabolit selegilin adalah l-metamfetamin dan l-amfetamin. Tablet disintegrasi oral dapat memberikanpeningkatan respons dan efek samping yang lebih sedikit daripada formulasi konvensional.Rasagilin juga meningkatkan efek ldopa dan sedikit bermanfaat sebagai monoterapi.Inisiasi dini dapat dikaitkan dengan hasil jangka panjang yang lebih baik (Dipiro, 2012)Menurut penelitian Cochrane, MAO-B inhibitor telah meningkatkan indikator kualitas kualitas hidup sebesar 20-25% dalam jangka panjang (Gunawan, 2017). 3.

Agonis Dopamin Agonis dopamin bekerja dengan menstimulasi dopamin reseptor di

substansia nigra dan efektifuntuk memperlambat munculnya komplikasi motorik seperti diskinesia jika dibandingkan dengan levodopa. Agonis dopamin dapat digunakan untuk mengatasi gejala motorik pada tahap awal dan kurang baik untuk mengatasi gejala motorik pada stadium akhir. Contoh dari agonis dopamin adalah bromokriptin, pramipexole, ropinirole. Efek samping seperti mengantuk, halusinasi, edema, dan gangguan kontrol impuls 4.

Catechol-O-Methyltransferase Inhibitors

Tolcapone dan entacapone digunakan bersama dengan carbidopa / l-dopa untuk mencegah konversi perifer dari l-dopa menjadi dopamin (meningkatkan area di bawah kurva l-dopa sekitar 35%). Dengan demikian, waktu "on" bertambah sekitar1 hingga 2 jam, dan kebutuhan dosis l-dopa menurun. Hindari bersamaanpenggunaan inhibitor MAO nonselektif untuk mencegah penghambatan jaluruntuk metabolisme katekolamin normal. Penghambatan COMT lebih efektif daripada pemberian carbidopa / l-dopa dalam pelepasan terkontrolperpanjangan efek yang konsisten. Penggunaan Tolcapone dibatasi oleh potensi toksisitas hati yang fatal. Pemantauan ketat terhadapfungsi hati diperlukan. Cadangan tolcapone untuk pasien dengan fluktuasi tidak responsifke terapi lain. Karena entacapone memiliki waktu paruh lebih pendek, 200 mg diberikan dengan masing-masing dosis carbidopa / l-dopa hingga delapan kali sehari. Efek samping dopaminergik dapat terjadi dan dikelola dengan mengurangi dosis carbidopa / l-dopa. Urine oranye kecoklatan perubahan warna dapat terjadi (seperti dengan tolcapone), tetapi hepatotoksisitas tidak dilaporkan pada penggunaan entacapone (Dipiro, 2012). 5.

Agonis Dopamin Agonis dopamin bekerja dengan menstimulasi dopamin reseptor di

substansia nigra dan efektif untuk memperlambat munculnya komplikasi motorik seperti diskinesia jika dibandingkandengan levodopa. Agonis dopamin dapat digunakan untuk mengatasi gejala motorik pada tahap awal dan kurang baik untuk mengatasi gejala motorik pada stadium akhir. Contoh dari agonis dopamin adalah bromokriptin, pramipexole, ropinirole. Efek samping seperti mengantuk, halusinasi, edema, dan gangguan kontrol impuls (Gunawan, 2017). 6.

Obat antikolinergik Antikolinergik efektif untuk mengontrol tremor pada stadium awal dari

penyakit parkinson, tetapitidak efektif untuk mengatasi bradikinesia dan instabititas postural. Pada penyakit parkinson gangguan ekstrapiramidal dapat terjadi akibat kadar dopamin menurun menyebabkan gangguan keseimbangan antara

dopaminergik

dengan

asetilkolin

yang

meningkat.

Pemberian

antikolinergik akan menyeimbangkan dopamin dan asetilkolin. Obat-obat ini

harus

diberikan

dengan

dosis

rendah

pada

awal

dan

ditingkatkan

perlahanlahanuntuk meminimalkan efek samping. Merekadapat digunakan sebagai monoterapi atau kombinasi dengan obat antiparkinson lainnya (Gunawan, 2017). Efek samping antikolinergik termasuk mulut kering, penglihatan kabur, sembelit,

dan

retensi urin. Reaksi yang lebih serius termasuk pelupa, kebingungan, sedasi, depresi, dan kecemasan. Pasien dengan defisit kognitif yang sudah ada sebelumnya dan orang tua memiliki risiko lebih besar untuk efek samping antikolinergik sentral (Dipiro, 2012).

Tabel 1. Obat-obat yang digunakan untuk terapi penyakit parkinson (Dipiro, 2012)

Tabel 2. Monitoring potensi efek samping obat penyakit parkinson (Dipiro, 2012).

EVALUASI HASIL TERAPEUTIKF THERAPEUTIC OUTCOMESEVALUTCOMES 

Ajarkan pasien dan perawat tentang pencatatan dosis dan pemberian obat waktu dan durasi periode "aktif" dan "tidak aktif".



Pantau gejala, efek samping, dan aktivitas kehidupan sehari-hari, dan individualisasi terapi. Obat bersamaan yang dapat memperburuk gejala motorik, memori, jatuh, atau gejala perilaku harus dihentikan jika memungkinkan (Dipiro, 2012).

Dapus Dipiro, Joseph T, Barbara G. Wells, Terry L. Schwinghammer, Cecily V. Dipiro, 2012, Pharmacotherapy HandbookNinth Edition, Mcgraw-Hill Education, Companies, Inc.; Copyright. Gunawan. Gerry Moch. Dalhar, Shahdevi Nandar Kurniawan, 2017,Parkinson Dan Terapi Stem Sel, MNJ , Vol.03, No.01: 2407-6724.

Related Documents

Epilepsi
June 2020 19
Makalah Epilepsi Anak.docx
December 2019 28
Epilepsi
June 2020 16
Epilepsi
August 2019 35
Epilepsi Kuliah.pptx
May 2020 27

More Documents from "safira"

Tugas Tbc.docx
December 2019 17
Makalah Qc.pdf
November 2019 15
Farter_kelompok 5.docx
December 2019 8
Makalah Cpob Kel 1.docx
November 2019 8