1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Emboli Paru (Pulmonary Embolism) adalah peristiwa infark jaringan paru akibat tersumbatnya pembuluh darah arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh peristiwa emboli. Suatu emboli bisa merupakan gumpalan darah (trombus), tetapi bisa juga berupa lemak, cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau gelembung udara, yang akan mengikuti aliran darah sampai akhirnya menyumbat pembuluh darah. Biasanya arteri yang tidak tersumbat dapat memberikan darah dalam jumlah yang memadai ke jaringan paru-paru yang terkena sehingga kematian jaringan bisa dihindari. Tetapi bila yang tersumbat adalah pembuluh yang sangat besar atau orang tersebut memiliki kelainan paru-paru sebelumnya, maka jumlah darah mungkin tidak mencukupi untuk mencegah kematian paru-paru. Insiden emboli paru di Amerika Serikat dilaporkan hampir 200.000 kasus pertahun dengan angka kematian mencapai 15% yang menunjukkan bahwa penyakit ini masih merupakan problema yang menakutkan dan salah satu penyebab emergensi kardiovaskuler yang tersering. Laporan ini menyebutkan bahwa emboli paru secara langsung menyebabkan 100.000 kematian dan menjadi faktor kontribusi kematian oleh penyakit-penyakit lainnya.
2
Sekitar 10% penderita emboli paru mengalami kematian jaringan paru-paru, yang disebut infark paru. Jika tubuh bisa memecah gumpalan tersebut, kerusakan dapat diminimalkan. Gumpalan yang besar membutuhkan waktu lebih lama untuk hancur sehingga lebih besar kerusakan yang ditimbulkan. Gumpalan yang besar bisa menyebabkan kematian mendadak. Penatalaksanaan khusus emboli paru dapat berupa pemberian antikoagulasi, antitrombolitik/embolektomi baik dengan intervensi kateterisasi maupun dengan pembedahan.
B. Tujuan Tujuan penulisan makalah ini adalah: a) Tujuan Umum Untuk membahas emboli paru dari sudut patofisiologi dan faktor risiko sehingga dapat dideteksi dan didiadnosis guna penatalaksanaan yang tepat dan efektif. b) Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui definisi emboli paru. b. Untuk mengetahui etiologi emboli paru. c. Untuk mengatahui manifestasi klinis emboli paru. d. Untuk mengetahui patofisiologi emboli paru. e. Untuk mengetahui pathway dari emboli paru. f. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari emboli paru.
3
g. Untuk mengetahui komplikasi emboli paru. h. Untuk mengetahui penatalaksanaan emboli paru.
4
BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Emboli Paru adalah pembendungan pada ateri pulmonalis (atau salah satu cabangnya) oleh bekuan darah, lemak, udara atau sel tumor, emboli yang sering terjadi adalah trombo emboli, yang terjadi ketika bekuan darah (trombosis vena) menjadi berpindah dari tempat pembentukan dan menyumbat suplai darah arteri pada salah satu(Saryono, 2009). Emboli Paru adalah sumbatan arteri pulmonalis yang disebabkan oleh trombus pada trombosis vena dalam di tungkai bawah yang terlepas dan mengikuti sirkulasi menuju arteri di paru. Setelah sampai diparu, trombus yang besar tersangkut di bifurkasio arteri pulmonalis atau bronkus lobaris dan menimbulkan gangguan hemodinamik, sedangkan trombus yang kecil terus berjalan sampai ke bagian distal, menyumbat pembuluh darah kecil di perifer paru(Goldhaber,1998; Sharma,2005).
B.
Etiologi Menurut Sylvia A. Price, 2005, ada tiga faktor utama yang menyebabkan
timbulnya trombosis vena dan kemudian menjadi emboli paru yaitu sebagai berikut : 1) Stasis atau melambatnya aliran darah 2) Luka dan peradangan pada dinding vena 3) Hiperkoagulasibilitas
5
Trias klinis klasik yang merupakan predisposi trombo emboli paru dideskripsikan oleh Rudolph Virchow tahun 1856, yaitu: a. Trauma lokal pada dinding pembuluh darah; b. Hiperkoagulabilitas; c. Stasis darah Sebagian besar pasien dengan Emboli Paru memiliki kondisi klinis yang berkaitan dengan faktor-faktor predisposisi ini, seperti trauma mayor, pembedahan dalam waktu dekat sebelumnya, obesitas dan imobilitas, merokok, peningkatan usia, penyakit keganasan, pil kontrasepsi oral, kehamilan, terapi insulin hormon, dan keadaan lain yang lebih jarang (misalnya sindrom nefrotik)(Huon H. Gray, 2003). C. Patofisiologi Efek klinis Emboli Paru tergantung pada derajat obtruksi vaskuler paru, pelepasan agen humoral vasoaktif dan bronkokonstriksi dari pratelet teraktivasi (misalnya serotonin, tromboksan A2), penyakit kardiopulmonal sebelumnya, usia dan kesehataan umum pasien. Afterload RV meningkat secara bermakna bila lebih dari 25% sirkulasi paru mengalami obstruksi. Awalnya hal ini mengakibatkan peningkataan tekanan RV, kemudiaan diikuti oleh dilatasi RV dan regurgitasi trikuspid, dan dengan mulai gagalnya ventrikel kanan, terjadi penurunan tekanan RV. Ventrikel kanan yang normal tidak mampu meningkatkan tekanan ateri pulmonalis lebih banyak di atas 50-60 mmhg sebagai respons terhadap obstruksi mayor mendadak pada sirkulasi paru, sementara pada trombus emboli kronis atau PH primer tekanan RV dapat meningkat secara bertahap hingga tingkat suprasistemik (>100mmhg).
6
Kombinasi dari penurunan aliran darah paru dan pergeseran septum interventrikel keruangan ventrikel kiri akibat ventrikel kanan yang mengalami dilatasi, menurunya pengisian ventrikel kiri. Maka dispnoe pada pasien dengan obstruksi berat akut sirkulasi paru dapat dikurangi manuver yang meningkatkan aliran balik vena sistemik dan preload ventrikel kiri, seperti berbaring datar, mendongak dengan kepala kebawah, dan infus koloid intravena. Hal ini berlawanan dengan dispnu pada pasien dengan gagal ventrikel kiri, yang gejalanya berkurang dengan manuver yang menurunkan preload ventrikel kiri, seperti duduk tegak dan terapi duduk(Huon H. Gray, 2003). D.
Manifestasi klinis Tanda dan gejala emboli paru sangat berfariasi bergantung pada besar bekuan.
Gambaran klinis dapat berkisar dari keadaan tanpa tanda sama sekali sampai kematian mendadak akibat embolus pelana yang masif pada percabangan ateri pulmonalis utama yang mengakibatkan sumbatan pada saluruh aliran darah ventrikel kanan. Emboli ukuran sedang berupa awitan mendadak dipsnoe yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, takepnue, takikardia, dan gelisah.nyeri pleuritik, suara gesekan pleura, hemoptisis dan demam jarang ditemukan kecuali bila terjadi infark(Sylvia A. Price, 2005). Kecurugiaan emboli paru merupakan dasar dalam menentukan test diagnostik. Dipsnoe gejala paling sering muncul dan takipnoe adalah tanda emboli paru yang paling khas. Pada umumnya dipsnoe berat, sinkop dan sianosis merupakan tanda emboli paru yang mengancam nyawa. Nyeri pleuritik menunjukkan bahwa emboli
7
paru yang paling kecil dan terletak diarteri pulmonal distal berdekatan dengan garis pleura(Goldhaber,1998; Sharma,2005). E. Woc (Huon H. Gray, 2003) Skema Patogenesis emboli paru: Stasis vena / cedera pembuluh darah / hiperkoagualabilitas
Pembentukan thrombus
Terlepasnya thrombus
Infark sebagian sirkulasi pulmonal
Hipoksia vasokontriksi / penurunan surfaktan / edema paru / atelektasis
Takipnea / dispnea / nyeri dada / PaCO2 menurun / PaO2 menurun / infark pulmonal / hipertensi pulmonal / penurunan curah jantung / hipotensi sistemik / syok
F. Komplikasi Komplikasi meliputi disfungsi ventrikel, gagal nafas, kegagalan multi organ, dan kematian(Greenberg, 2005). Nekrosis iskemik lokal (infark) merupakan komplikasi emboli paru yang jarang terjadi karena paru memiliki suplai darah ganda. Infark paru biasanya dikaitkan
8
dengan penyumbatan ateria lobaris atau lobularis ukuran sedang dan isufisiensi aliran kolateral dari sirkulasi bronkus. Suara gesekan pleura dan sidikit efusi pleura merupakan tanda yang sering ditemukan(Sylvia A. Price, 2005). G. Pencegahan Mencegah pebentukan trombus merupakan tanggung jawab keperawatan yang utama. Ambulasi dan latihan tungkai aktif serta pasif dianjurkan untuk mencegah stasis vena pada pasien tirah baring. Pasien diintruksikan untuk menggerakan tungkai dalam latihan gerakan memompa sehingga otot-otot tungkai dapat membantu aliran vena. Pasien juga disarankan untuk tidak duduk atau berbaring untuk waktu yang lama, menyilangkan tungkai atau mengenakan pakaian yang ketat. Tungkai tidak boleh dijuntaikan tidak juga diletakan dalam posisi tergantung sementara pasien duduk ditepi tempat tidur. Sebaliknya, kaki pasien harus diletakkann diatas lantai atau di atas kursi, kateter intravena (untuk terapi parental atau pengukuran tekanan vena sentral) tidak boleh terpasang untuk waktu yang lama(Smeltzer Suzanne C, 2002). Pencegahan emboli paru menurut dr. Rosfanty adalah : Pada orang-orang yang memiliki resiko menderita emboli paru, dilakukan berbagai usaha untuk mencegah pembentukan gumpalan darah di dalam vena. Untuk penderita yang baru menjalani pembedahan (terutama orang tua), disarankan untuk: a) menggunakan stoking elastis b) melakukan latihan kaki c) bangun dari tempat tidur dan bergerak aktif sesegera mungkin untuk mengurangi kemungkinan terjadinya pembentukan gumpalan.
9
Stoking kaki dirancang untuk mempertahankan aliran darah, mengurangi kemungkinan pembentukan gumpalan, sehingga menurunkan resiko emboli paru. Terapi yang paling banyak digunakan untuk mengurangi pembentukan gumpalan pada vena tungkai setelah pembedahan adalah heparin. Dosis kecil disuntikkan tepat dibawah kulit sebelum operasi dan selama 7 hari setelah operasi. Heparin bisa menyebabkan perdarahan dan memperlambat penyembuhan, sehingga hanya diberikan kepada orang yang memiliki resiko tinggi mengalami pembentukan gumpalan, yaitu: a. penderita gagal jantung atau syok b. penyakit paru menahun c. kegemukan d. sebelumnya sudah mempunyai gumpalan. Heparin tidak digunakan pada operasi tulang belakang atau otak karena bahaya perdarahan pada daerah ini lebih besar. Kepada pasien rawat inap yang mempunyai resiko tinggi menderita emboli paru bisa diberikan heparin dosis kecil meskipun tidak akan menjalani pembedahan. Dekstran yang harus diberikan melalui infus, juga membantu mencegah pembentukan gumpalan. Seperti halnya heparin, dekstran juga bisa menyebabkan perdarahan. Pada pembedahan tertentu yang dapat menyebabkan terbentuknya gumpalan, (misalnya pembedahan patah tulang panggul atau pembedahan untuk memperbaiki posisi sendi), bisa diberikan warfarin per-oral. Terapi
ini
bisa
dilanjutkan
pembedahan(winoviyanto,2011).
untuk
beberapa
minggu
atau
bulan
setelah
10
H. Pemeriksaan Diagnostik Menurut Huon H, Gray, 2003 pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi : a. Elektrokardiografi Mungkin memperlihatkan sinus takikardia dan normal pada emboli Paru minor, namun memperlihatkan abnormalitas khas pada sekitar 30% pasien dengan Emboli Paru masif. b. Ekokardiografi Bisa terlihat dilatasi jantung kanan dan perkiraan tekan RV mungkin dilakukan bila dideteksi regusitasi trikuspid. Kadang trombus bisa dilihat jantung kanan. c. Radiografi Toraks Dilatasi arteri pulmonal proksimal mayor, dan area oligemia paru dapat menandakan adanya obstruksi arteri mayor.
d. Pemindaian Paru Biasanya dilaporkan sebagai kemungkinan Emboli Paru rendah, sedang, atau tinggi. Bila sugestif Emboli Paru, pemindaian cenderung untuk menilai rendah derajat keparahan angiografi dan gangguan hemodinamik Emboli Paru. e. MRI dan pemindaian CT Terutama CT spiral diperkuat kontras, semakin banyak digunakan dan dapat mendeteksi emboli paru yang tidak diduga secara klinis. Pemidain CT
11
merupakan pemeriksaan pilihan pasien dengan dugaan emboli Paru yang juga memiliki penyakit paru sebelumnya . I. Penatalaksanaan Medis Anamnesis gejala dan faktor resiko pasien dan harus didapatkan dengan jelas. Dengan sedikit pengecualian, pasien yang diduga mengalami emboli paru harus mendapatkan pemeriksaan radiodrafi thoraks dan EKG dan dirujak untuk pemidaian V/Q paru. Bila indeks kecurigaan klinis tinggi, antikougulan harus dimulai, tanpa menunggu hasil pemeriksaan penunjang, selain terapi suportif misalnya analgesik dan oksigen, tiga pilihan terapi segera untuk emboli paru adalah antikoagulasi dengan heparin, terapi trombolitik, embolektomi paru(Huon H. Gray, 2003). Pengobatan utama untuk emboli paru terdiri dari terapi dengan terapi fibronolitik untuk pasien emboli paru masif atau tidak menetap. Regimen fibronolitik biasa digunakan untuk emboli paru, termasuk juga dua bentuk aktifaktor plasminogen jaringan rekombinan t-PA (altelpalse) dan r-PA (retelplase) yang digunakan dengan urokinase dan setretokinase. Bedah embolektomi dilakukan bila terapi dengan fibronolitik merupakan kontraindikasi. Tindakan tambahan yang penting juga penting adalah menghilangkan nyeri dengan agen antiinflamasi nonsteroid, suplemen oksigen, pemantauan perawatan intensif, dan stock-stacking penekanan sebesar 30 hingga 40 mmhg, dobutamin digunakan untuk mengobati gagal jantung karena dan syok kardiogenik. Pencegahan sekunder emboli paru dengan menggunakan heparin,. Heparin adalah antikoagulan yang penting karena menghambat pembesaran bekuan tapi tidak mampu menghancurkan bekuan yang sudah ada(Sylvia A. Price, 2005).
12
Antikoagulan heparin merupakan pilar utama terapi segera, dengan pemberian antikoagulan jangka panjang sebagai komponen penting perawatan, filter vena kava dapat dipertimbangan pada beberapa untuk mengurangi kemungkinan emboli tambahan ke paru, trombolisis dapat dipertimbangkan pada beberapa kasus tetapi saat ini masih kontroversial. Emboliktomi secara bedah atau dengan panduan kateter dapat dipertimbangkan pada pasien tertentu(Greenberg, 2005).
13
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A.
Pengkajian a. Identitas Klien Meliputi nama, umur, jenis kelamin,pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa. b. Keluhan Utama Klien sering mengeluh nyeri dada tiba – tiba dan sesak napas. Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan klien tentang kondisinya saat ini. Keluhan utama yang biasa muncul pada klien emboli paru antara lain : batuk, peningkatan produksi sputum, dyspnea, hemoptysis, wheezing, Stridor dan chest pain. Batuk (Cough) Batuk merupakan gejala utama pada klien dengan penyakit sistem pernafasan. Tanyakan berapa lama klien batuk (misal 1 minggu, 3 bulan). Tanyakan juga bagaimana hal tersebut timbul dengan waktu yang spesifik (misal : pada malam hari, ketika bangun tidur) atau hubungannya dengan aktifitas fisik. Tentukan batuk tersebut apakah produktif atau non produktif, kongesti, kering.
14
Dyspnea Dyspnea merupakan suatu persepsi kesulitan untuk bernafas/nafas pendek dan merupakan perasaan subjektif klien. Perawat mengkaji tentang kemampuan klien untuk melakukan aktifitas. Contoh ketika klien berjalan apakah dia mengalami dyspnea ?. kaji juga kemungkinan timbulnya paroxysmal nocturnal dyspnea dan orthopnea, yang berhubungan dengan penyakit paru kronik dan gagal jantung kiri. Hemoptysis Hemoptysis adalah darah yang keluar dari mulut dengan dibatukkan. Perawat mengkaji apakah darah tersebut berasal dari paru-paru, perdarahan hidung atau perut. Darah yang berasal dari paru biasanya berwarna merah terang karena darah dalam paru distimulasi segera oleh refleks batuk. Penyakit yang menyebabkan hemoptysis antara lain : Bronchitis Kronik, Bronchiectasis, TB Paru, Cystic fibrosis, Upper airway necrotizing granuloma, emboli paru, pneumonia, kanker paru dan abses paru. Chest Pain Chest pain (nyeri dada) dapat berhubungan dengan masalah jantung dan paru. Gambaran yang lengkap dari nyeri dada dapat menolong perawat untuk membedakan nyeri pada pleura, muskuloskeletal, cardiac dan gastrointestinal. Paru-paru tidak mempunyai saraf yang sensitif terhadap nyeri, tetapi iga, otot, pleura parietal dan trakeobronkial tree mempunyai
15
hal tersebut. Dikarenakan perasaan nyeri murni adalah subjektif, perawat harus menganalisis nyeri yang berhubungan dengan masalah yang menimbulkan nyeri timbul. c. Riwayat Kesehatan Klien merasa lemah, nyeri dada, nyeri kepala, sesak napas. 1) Riwayat Kesehatan Terdahulu Apakah ada riwayat emboli paru – paru sebelumnya, pembedahan, stroke, serangan jantung, obesitas, patah tulang tungkai – tungkai / tulang panggul, trauma berat. Perawat menanyakan tentang riwayat penyakit pernafasan klien. Secara umum perawat menanyakan tentang : o Riwayat merokok : merokok sigaret merupakan penyebab penting kanker paru-paru, emfisema dan bronchitis kronik. Semua keadaan itu sangat jarang menimpa non perokok. Anamnesis harus mencakup hal-hal : Usia mulainya merokok secara rutin. Rata-rata jumlah rokok yang dihisap perhari. Usia melepas kebiasaan merokok. o Pengobatan saat ini dan masa lalu. o Alergi. o Tempat tinggal.
16
2) Riwayat Kesahatan Keluarga Apakah ada di antara keluarga klien yang mengalami penyakit yang sama dengan penyakit yang dialami klien. Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru sekurang-kurangnya ada tiga, yaitu : o Penyakit infeksi tertentu : khususnya tuberkulosa, ditularkan melalui satu orang ke orang lainnya; jadi dengan menanyakan riwayat kontak dengan orang terinfeksi dapat diketahui sumber penularannya. o Kelainan alergis, seperti asthma bronchial, menunjukkan suatu predisposisi keturunan tertentu; selain itu serangan asthma mungkin dicetuskan oleh konflik keluarga atau kenalan dekat. o Pasien bronchitis kronik mungkin bermukim di daerah yang polusi udaranya tinggi. Tapi polusi udara tidak menimbulkan bronchitis kronik, hanya memperburuk penyakit tersebut. d. Data Dasar Pengkajian a) Aktifitas / istirahat Gejala: Kelelahan, Dispnea, ketidak mampuan untuk tidur, tirah baring lama, Tanda: Gelisa, Lemah, Imsomnia, kecepatan jantung tak normal.
17
b) Sirkulasi Tanda: Takikardia Penurunan tekanan darah (Hipotensi), nadi lemah dapat menunjukan anemia. c) Integrasi Ego Gejala: Perasaan takut, takut hasil pembedahan, perasaan mau pingsan, perubahan pola hidup, takut mati. Tanda:
Ketakutan,
Gelisah,
ansietas,
Gemetar,
Wajah
tegang,
peningkatam keringat. d) Makanan dan cairan Gejala: Kehilangan nafsu makan, Mual / muntah. Tanda: Berkeringat, edema tungkai kiri atas Glukosa dalam Urin e) Eliminasi Gejala: Penurunan frekuensi urin Tanda: Urin kateter terpasang, bising usus samar f) Nyeri / Kenyamanan Gejala: Nyeri kepala, nyeri dada, nyeri tungkai – tungkai Tanda: Berhati – hati pada daerah yang sakit, mengkerutkan wajah g) Penafasan Gejala: Kesulitan bernapas Tanda: Peningkatan frekuensi / takipnea penggunaan asesori pernapasan
18
h) Neurosensori Gejala: Kehilangan kesadaran sementara, sakit kepala daerah frontal Tanda: Perubahan mental (bingung, somnolen), disorientasi i) Keamanan Gejala: Adanya trauma dada Tanda: Berkeringat, Kemerahan,kulit pucat j) Pembelajaran / Penyuluhan Gejala: Faktor resiko keluarga, tumor, penggunaan obat Rencana Pemulangan: Kebutuhan dalam perawatan diri pengaturan rumah / memelihara Perubahan program obat.
B. Diagnosa Keperawatan a. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi. b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen. c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan primer dan sekunder, penyakit kronis. d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disprisa, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual / muntah. e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay dan kebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea.
19
f. Defisit pengetahuan tentang Penyakit berhubungan dengan kurang informasi, salah mengerti tentang informasi, kurang mengingat / keterbatasan kognitif ( Doenges, 2000).
C. Intervensi Diagnosa 1 : Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi. Tujuan : Mengefektifkan jalan nafas Hasil yang diharapkan : o Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih / jelas o Menunjukkan
perilaku
untuk
memperbaiki
bersihan
jalan
nafas
Misal : Batuk efektif dan mengeluarkan sekret. Intervensi : a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misal : mengi, krekels, ronki. Rasional : Beberapa derajat bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan tidak dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius, misal: krekels basah (bronkhitis),bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema). b. Kaji / pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi mengi (emfisema)
20
Rasional : takipnea ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan / selama stress / adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan ferkuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi. c. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman misal: peninggian kepala tempat tidur, duduk dan sandaran tempat tidur. Rasional : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi, namun pasien dengan slifres berat akan mencari posisi yang paling mudah untuk bernafas. d. Pertahankan polusi lingkungan minimum debu, asap dll Rasional : Pencitus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentrigen episode akut. e. Bantu latihan nafas abdomen / bibir Rasional : Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara. f. Ajarkan teknik nafas dalam batuk efektif Rasional : Batuk dapat menetap tetapi efektif khususnya bila pada lansia,sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi / kepala dibawah setelah perkusi dada. Kolaborasi:
21
g. Berikan obat sesuai indikasi Brokodilator mis, B-agonis, Epinefrin (adrenalin, vaponefrim) albuterol (Proventil, Ventolin) terbulatin (Brethine, Brethaire), isoetarin (Brokosol, Bronkometer). Rasional : Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan nafas mengi, dan produksi mukosa, obat-obat mungkin per oral, injeksi / inhalasi.Xantin, mis aminofilin, oxtrifilin (Choledyl), teofilin (Bonkoddyl, Theo-Dur) Rasional : Menurunkan edema mukosa dan spasme otot polos dengan meningkatkan langsung siklus AMP. Dapat juga menurunkan kelemahan otot / kegagalan pernafasan dengan meningkatkan kontraktilitis diafragma. h. Berikan humidifikasi tambahan mis nubuter nubuliser, humidiper aerosol ruangan dan membantu menurunkan / mencegah pembentukan mukosa tebal pada bronkus. Rasional : Menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran dan membantu menurunkanb / mencegah pembentukan mukosa tebal pada bonrkus.
Diagnosa 2: Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai oksigen Tujuan : Memenuhi suplai oksigen pada tubuh. Kriteria hasil yang diharapkan :
22
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat yang bila dalam rentang normal + bebas gejala distres pernafasan. Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan / situasi. Intervensi : a. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan, catat penggunaan otot aksesori, nafass bibir, ketidakmampuan bicara / berbincang. Rasional : Berguna dalam evaluasi distress pernafasan dan kronisnya proses penyakit. b. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas. Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi, dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea dan kerja nafas. c. Dorong mengeluarkan sputum : Penghisapan bila diindikasikan. Rasional : Kental, tebal, banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan nafas kecil, penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif. d. Kaji / awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir / daun telinga) keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia. e. Awasi tanda vital dan irama jantung
23
Rasional : Takikarena, disritimia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung. Kolaborasi f. Awasi / gambaran seri GDA dan nadi, oksimetri Rasional : PaCO2. Biasanya meningkat (bronkhitis, emfisema) dan PaCO2 secara umum menurun, sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih / lebih besar. Catat : PaCO2 normal / meningkat menandakan kegagalan pernafasan yang akan datang selama osmatik. g. Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien. Rasional:Dapat
memperbaiki
/
mencegah
buruknya
hipoksia.
Diagnosa 3 : Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan primer dan sekunder, penyakit kronis.e Tujuan : Mencegah terjadinya infeksi. Kriteria hasil yang diharapkan : o Menyatakan pemahaman penyebab / faktor resiko individu o Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi o Menunjukkan teknik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman. Intervensi
24
a) Awasi suhu Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi / dehidrasi b) Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan masukan cairan adekuat. Rasional : Aktifitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk menurunkan resiko terjadi infeksi paru.
c) Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum Rasional : Cegah penyebaran patogen melalui cairan. d) Dorong keseimbangan antara aktifitas dan istirahat Rasional : Menurunkan konsumsi / kebutuhan keseimbangan oksigen dan memperbaiki pertahanan pasien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan. Kolaborasi e) Dapatkan spesimen dengan batuk / penghisapan untuk pewarnaan kuman gram kultur / sensitivitas. Rasional : Dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme penyebab dan kerentanan terhadap berbagai anti mikrobia. f) Berikan anti mikrobia sesuai indikasi Rasional : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kulturdan sensitivitas, atau diberikan secara profilaktik karena resiko tinggi.
25
26
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan a. Emboli paru merupakan keadaan terjadinya obstruktur sebagian atau total sirkulasi arteri pulmonal atau cabang –cabang akibat tersangkutnya emboli thrombus atau emboli yang lain. b. Dari hasil penelitian dari outopsy paru pasien yang meninggal karena penyakit ini menunjukan dengan jelas disebabkan oleh thrombus pada pembuluh dara, terutama vena di tungkai bawah atau dari jantung kanan. c. Embolus paru banyak terjadi akibat lepasnya suatu thrombus yang berasal dari pembuluh dara vena kaki. d. Gambaran klinis emboli paru berpariasi tergantung pada beratnya obstruksi pembuluh darah, jumlah embpli paru, ukurannya, lokasi, umur pasien,dan penyakit kardiopulmonal yang ada.
B. Saran Semoga Mahasiswa Keperawatan mampu memahami penyakit emboli paru paru dengan baik serta mampu menerapkan tindakan keperawatan emboli pari –paru dengan professional.
27
DAFTAR PUSTAKA
Contran Kuman Rabbins, 1996, Dasar Patologi Penyakit: Edisi Ke – 5, EGC: Jakarta. Djojodibroto, Darmanto, 2009, Respirology, EGC: Jakarta. W, Sudoyo, Ani, 2006, Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. A, Price, Sylvia, dan M, Wilson,Clorraine, 2006, Patofisiologi: Edisi Ke – 6,EGC: Jakarta. Brunner & Suddrath. 1996. buku ajarkeperawatan medikal-bedah. Jakarta : Buku kedokteran EGC. Doengoes, Marilynn, dkk, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta. http://nursingbegin.com/asuhan-keperawatan-pada-klien-emboli-paru/