Makalah Bronkopneumoni B2.docx

  • Uploaded by: kezivana10
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Bronkopneumoni B2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,523
  • Pages: 32
BAB I KASUS

An.R berusia 30 bulan datang ke IGD dengan keluhan batuk sejak 3 hari yang lalu. Batuk terus menerus dan disertai sesak napas. Ibu pasien menceritakan anaknya juga mengalami demam yang tidak terlalu tinggi dan muntah jika diberi ASI . BAK dan BAB normal. Riwayat kesehatan keluarga, ibu pasien mengaku menderita bronkhitis sejak hamil An.R dan sudah berobat , tetapi tidak kontrol sejak obat habis. Selama kehamilan rutin memeriksa kandungan ke bidan setempat. Riwayat imunisasi ; BCG 1X saat usia 3 bulan, polio, DPT , Hepatitis belum dilakukan. Pemeriksaan fisik di didapat Status generalis KU

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

BB

: 11 kg

Vital sign

: RR

TB : 57x/menit

: 85 cm Suhu : 37,8oC

Nadi : 138x/menit Kepala dan leher Kepala : Mesocephale, Wajah : simetris Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik Telinga, Hidung, Gigi, dan Mulut : dalam batas normal Leher : Pembesaran kelenjar (-) Thorax Paru

: Inspeksi Palpasi

: Simetris kanan=kiri, terlihat retraksi subcostal : Vokal fremitus kanan=kiri normal 1

Perkusi

: Sonor dikedua lapang paru

Auskultasi

: Vesikuler normal, Ronkhi +/+ Wheezing -/-

Jantung

: dalam batas normal

Abdomen

: dalam batas normal

Ekstremitas

: akral hangat , capillary refill time<2 detik.

Pemeriksaan penunjang Darah: HB

: 8,4 g/dL (13-17 g/dL)

Ht

: 25.8 % (37-43%)

Trombosit

: 223.000 /µL (150.000-450.000/ µL)

Leukosit

: 13.700 /µL (4.000 – 10.000/ µL)

Radiologi Rontgen thorax

: cor tidak membesar, sinuses dan difragma normal. Pulmo : Hilus kanan normal, kiri tertutp bayangan jantung. Corakan bronkovaskuler bertambah . Tampak bercak di Suprahiler dan parakardial kanan

2

Dokter mendiagnosa : Bronkopneumonia An.R masuk ke ruang perawatan dan diberikan obat-obatan berupa : 1. IVFD KAEN 1B 20tpm 2. Ampicilin 4 x 125 tab 3. Colsancentin 4 x 100 4. Dexamenthason 3 x ¼ 5. Cefotaxim 3 x 200 6. Ottopan 3 x 0,6

3

BAB II LEARNING PROGRESS REPORT

TERMINOLOGI : 

BCG : Bacille Calmette Guerin



DPT : Difteri Pertusis Tetanus



Hilus

PROBLEM : 

Batuk sejak 3 hari yang lalu, terus-menerus disertai sesak napas



Demam yang tidak terlalu tinggi



Muntah saat diberi asi



Ibu menderita bronkhitis saat mengandung An.R dan sudah berobat



Belum imunisasi polio, DPT, hepatitis



RR↑ Nadi↑



Retraksi subcostal (+)



Ronkhi Basah (+)/(+)



Hb↓ Ht↓ Leukosit↑

HIPOTESIS : 

Pneumoni



Bronkopneumoni



Bronkitis



Bronkiolitis



Tuberculosis

4

MEKANISME :

MORE INFO : 

Sputum



Corakan Paru

5

I DON’T KNOW 

OVC



Basic Science



Clinical Science



Differential Diagnose

LEARNING ISSUE 

Clinical Science o Pneumoni – bronkopneumoni  Definisi  Etiologi  Epidemiologi  Faktor Predisposisi  Gejala klinis  Patogenesis – Patofisiologi  Tatalaksana  Prognosis



Differential Diagnose o Bronkitis o Bronkiolitis o Tuberculosis

6

OVERVIEWCASE

7

BAB III PEMBAHASAN

3. 1 BASIC SCIENCE Fisiologi Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis. Dalam keadaan normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruangan antara paru-paru dan dinding dada berada di bawah tekanan atmosfer (Guyton, 2007). Fungsi utama paru-paru yaitu untuk pertukaran gas antara darah dan atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan karbon dioksida terus berubah 14 sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang, tapi pernafasan harus tetap dapat memelihara kandungan oksigen dan karbon dioksida tersebut (West, 2004). Untuk melaksanakan fungsi tersebut, pernafasan dapat dibagi menjadi empat mekanisme dasar, yaitu: 1. Ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara alveoli dan atmosfer 2. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah 3. Transport dari oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel 4. Pengaturan ventilasi (Guyton, 2007).

8

Pada waktu menarik nafas dalam, maka otot berkontraksi, tetapi pengeluaran pernafasan dalam proses yang pasif. Ketika diafragma menutup dalam, penarikan nafas melalui isi rongga dada kembali memperbesar paru-paru dan dinding badan bergerak hingga diafragma dan tulang dada menutup ke posisi semula. Aktivitas bernafas merupakan dasar yang meliputi gerak tulang rusuk sewaktu bernafas dalam dan volume udara bertambah Inspirasi merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Inspirasi menaikkan volume intratoraks. Selama bernafas tenang, tekanan intrapleura kira-kira 2,5 mmHg relatif lebih tinggi terhadap atmosfer. Pada permulaan, inspirasi menurun sampai -6mmHg dan paru-paru ditarik ke posisi yang lebih mengembang dan tertanam dalam jalan udara sehingga menjadi sedikit negatif dan udara mengalir ke dalam paru-paru. Pada akhir inspirasi, recoil menarik dada kembali ke posisi ekspirasi dimana tekanan recoil paru-paru dan dinding dada seimbang. Tekanan dalam jalan pernafasan seimbang menjadi sedikit positif sehingga udara mengalir ke luar dari paru-paru (Syaifuddin, 2001).

9

Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan 16 volume toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi Proses setelah ventilasi adalah difusi yaitu, perpindahan oksigen dari alveol ke dalam pembuluh darah dan berlaku sebaliknya untuk karbondioksida. Difusi dapat terjadi dari daerah yang bertekanan tinggi ke tekanan rendah. Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada difusi gas dalam paru yaitu, faktor membran, faktor darah dan faktor sirkulasi. Selanjutnya adalah proses transportasi, yaitu perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan aliran darah Volume dan kapasitas paru Menurut Guyton (2007) volume paru terbagi menjadi 4 bagian, yaitu: 1. Volume Tidal adalah volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi pada setiap kali pernafasan normal. Besarnya ± 500 ml pada rata-rata orang dewasa. 2. Volume Cadangan Inspirasi adalah volume udara ekstra yang diinspirasi setelah volume tidal, dan biasanya mencapai ± 3000 ml.

10

3. Volume Cadangan Eskpirasi adalah jumlah udara yang masih dapat dikeluarkan dengan ekspirasi maksimum pada akhir ekspirasi normal, pada keadaan normal besarnya ± 1100 ml. 4. Volume Residu, yaitu volume udara yang masih tetap berada dalam paru-paru setelah ekspirasi kuat. Besarnya ± 1200 ml.

Kapasitas paru merupakan gabungan dari beberapa volume paru dan dibagi menjadi empat bagian, yaitu: 1.

Kapasitas Inspirasi, sama dengan volume tidal + volume cadangan inspirasi. Besarnya ±3500 ml, dan merupakan jumlah udara yang dapat dihirup seseorang mulai pada tingkat ekspirasi normal dan mengembangkan paru sampai jumlah maksimum.

2.

Kapasitas Residu Fungsional, sama dengan volume cadangan inspirasi + volume residu. Besarnya ± 2300 ml, dan merupakan besarnya udara yang tersisa dalam paru pada akhir eskpirasi normal.

3.

Kapasitas Vital, sama dengan volume cadangan inspirasi + volume tidal + volume cadangan ekspirasi. Besarnya ± 4600 ml, dan merupakan jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimal dan kemudian mengeluarkannya sebanyakbanyaknya.

4.

Kapasitas Vital paksa (KVP) atau Forced Vital Capacity (FVC) adalah volume total dari udara yg dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum yang diikuti oleh ekspirasi paksa minimum. Hasil ini didapat setelah seseorang menginspirasi dengan usaha maksimal dan mengekspirasi secara kuat dan cepat ( Ganong, 2005).

5.

Volume ekspirasi paksa satu detik (VEP1) atau Forced Expiratory Volume in One Second (FEV1) adalah volume udara yang dapat dikeluarkan dengan ekspirasi maksimum per satuan detik. Hasil ini didapat setelah seseorang terlebih dahulu melakukakn pernafasan dalam dan inspirasi maksimal yang kemudian diekspirasikan secara paksa sekuat-kuatnya dan semaksimal mungkin, dengan cara ini kapasitas vital seseorang tersebut dapat dihembuskan dalam satu detik.

11

6.

Kapasitas Paru Total, sama dengan kapasitas vital + volume residu. Besarnya ± 5800ml, adalah volume maksimal dimana paru dikembangkan sebesar mungkin dengan inspirasi paksa.Volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita ± 20 – 25% lebih kecil daripada pria, dan lebih besar pada atlet dan orang yang bertubuh besar daripada orang yang bertubuh kecil dan astenis

Makna dari volume dan kapasitas paru Faktor utama yang mempengaruhi kapasitas vital adalah bentuk anatomi tubuh, posisi selama pengukuran kapasitas vital, kekuatan otot pernafasan dan pengembangan paru dan rangka dada. Volume udara normal dalam paru bergantung pada bentuk dan ukuran tubuh. Posisi tubuh juga mempengaruhi volume dan kapasitas paru, biasanya menurun bila berbaring, dan meningkat bila berdiri. Perubahan pada posisi ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu kecenderungan isi abdomen menekan ke atas melawan diafragma pada posisi berbaring dan peningkatan volume darah paru pada posisi berbaring, yang berhubungan dengan pengecilan ruang yang tersedia untuk udara dalam paru

12

Berdasarkan nilai-nilai diatas fungsi paru dapat digolongkan menjadi dua yaitu gangguan fungsi paru obstruktif (hambatan aliran udara) dan restriktif (hambatan pengembangan paru). Seseorang dianggap mempunyai gangguan fungsi paru obstruktif bila nilai VEP1/KVP kurang dari 70% dan menderita gangguan fungsi paru restriktif bila nilai kapasitas vital kurang dari 80% dibanding dengan nilai standar

13

3.2 CLINICAL SCIENCE PNEUMONIA defenisi 

Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru dimana asinus terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam interstitium



Saluran pernapasan tersebut tersumbat oleh eksudat yang mukopurulen, yang membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang berdekatan.



Penyakit ini bersifat sekunder yang biasanya menyertai penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas), demam infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh.

Epidemiologi 

Menyebabkan lebih dari 5 juta kematian per tahun pada anak balita di negara berkembang



Penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia < 5 th



Insidens pd anak usia < 5 th adalah 10-20 kasus / 100 anak / tahun di negara berkembang dan 2-4 kasus / anak / tahun di negara maju

Klasifikasi Secara anatomis pneumonia dibagi 3, yaitu : a. Pneumonia lobaris b. Pneumonia intertitialis (bronkiolitis) c. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)

Berdasarkan mikroorganisme penyebab : a. Pneumonia bakteri b. Pneumonia virus c. Pneumonia mikoplasma 14

d. Pneumonia jamur

Klasifikasi WHO berdasarkan tingkat keparahan : a. Pneumonia ringan : napas cepat b. Pneumonia berat : retraksi dada c. Pneumonia sangat berat : tidak dapat makan / minum, kejang, letargis, malnutrisi

Berdasarkan asal infeksi : a. Pneumonia yang didapat dari masyarakat (community acquired pneumonia = CAP) b. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)

Berdasarkan lama penyakit a. Pneumonia akut b. Pneumonia persisten

Stadium 

Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti) Yaitu hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.



Stadium II (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.



Stadium III (3-8 hari berikutnya) Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di

15

alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. 

Stadium IV (7-11 hari berikutnya) Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

Etiologi Virus merupakan penyebab tersering pneumonia pada bayi usia 1 bulan sampai 2 tahun. Pola kuman penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai dengan distribusi umur pasien. Namun secara umum bakteri yang berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae, Staphylococcus aureus, Streptococcus group B serta kuman atipik Chlamydia pneumoniae dan Mycoplasma pneumoniae.

Diagnosis 1. Anamnesis 

Batuk



Demam tinggi terus-menerus



Sesak



Kebiruan sekitar mulut



Menggigil (pd anak)



Kejang (pd bayi)



Nyeri

Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi sering menunjukkan gejala non spesifik seperti hipotermi, penurunan kesadaran, kejang atau kembung. Anak besar kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri abdomen disertai muntah.

2. Pemeriksaan fisik Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur tertentu. 

Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada, grunting, dan sianosis.

16



Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non produktif / produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi

3. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan darah pada pneumonia umumnya didapatkan Lekositosis hingga > 15.000/mm3 seringkali dijumpai dengan dominasi netrofil pada hitung jenis. 4. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan radiologis Foto AP dan lateral dibutuhkan untuk menentukan lokasi anatomik dalam paru. Infiltrat tersebar paling sering dijumpai, terutama pada pasien bayi. Pada bronkopneumonia bercak-bercak infiltrat didapatkan pada satu atau beberapa lobus. Jika difus (merata) biasanya disebabkan oleh Staphylokokus pneumonia.

Dasar diagnosis pneumonia menurut Henry Gorna dkk tahun 1993 adalah ditemukannya paling sedikit 3 dari 5 gejala berikut ini :  sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada  panas badan  Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)  Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus  Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)

Komplikasi Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi.

Prognosis  Pada era sebelum ada antibiotik, angka mortalitas pada bayi dan anak kecil berkisar dari 20% sampai 50% dan pada anak yang lebih tua dari 3% sampai 5%.  Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan sampai kurang dari 1%, anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.

17

Upaya pencegahan Pencegahan terhadap pneumonia dapat dicegah dengan pemberian imunisasi/vaksinasi. berikut vaksin yang sudah tersedia di Indonesia dan dapat mencegah pneumonia :  vaksin PCV (imunisasi IPD) untuk mencegah infeksi pneumokokkus (Invasive Pneumococcal diseases, IPD). vaksin PCV yang sudah tersedia adalah PCV-7 dan PCV-10. PCV 13 belum tersedia di Indonesia  vaksin Hib untuk mencegah infeksi Haemophilus Influenzae tipe b  vaksin DPT untuk mencegah infeksi difteria dan pertusis  vaksin campak dan MMR untuk mencegah campak  vaksin influenza untuk mencegah influenza

BRONKOPNEUMONIA Defenisi •

Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution).



Bronkopneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratoris dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur maupun parasit.

Gambaran Bronkopneumonia •

Bronkopneumonia ditandai dengan lokus konsolidasi radang yang menyebar menyeluruh pada satu atau beberapa lobus.



Konsolidasi bercak berpusat disekitar bronkus yang mengalami peradangan multifokal dan biasanya bilateral.



Seringkali bilateral di basal sebab ada kecenderungan sekret untuk turun karena gravitasi ke lobus bawah.



Lesi yang telah berkembang penuh agak meninggi, kering granuler, abu-abu merah, sampai kuning, dan memiliki batas yang tidak jelas.



Ukuran diameter bervariasi antara 3 sampai 4 cm



Substansi paru di sekelilingi daerah konsolidasi biasanya agak hipermi dan edematosa, tetapi daerah yang luas diantaranya pada umumnya normal.

18



Dengan meredanya penyakit, konsolidasi dapat larut bila tidak ada pembentukan abses, atau dapat menjadi terorganisasi meninggalkan sisa fokus fibrosis



Secara histologis, reaksi itu terdiri dari eksudat supuratif yang memenuhi bronki, bronkioli dan rongga alveolar yang berdekatan.



Netrofil dominan dalam eksudasi ini dan biasanya hanya didapatkan sejumlah kecil fibrin.

Etiologi Disebabkan oleh : 1. Bakteri •

Mycoplasma pneumonia



Streptococcus Pneumoniae



Staphylococcus aureus



Haemophilus influenza



Chlamidophila pneumonia

2. Virus •

Respiratory syntical virus



Virus influenza



Virus sitomegalik.

3. Jamur •

Citoplasma capsulatum



Criptococcus nepromas



Blastomices dermatides



Cocedirides immitis



Aspergillus sp



Candinda albicans



Mycoplasma pneumonia.

19

Epidemiologi •

Sering menimpa anak-anak dan balita



Insidensi penyakit infeksi meningkat pada usia 1-5 tahun.

Diagnosis 1. Anamnesis 2. Pemeriksaan Fisik didapatkan: •

Inspeksi : terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.



Palpasi : ditemukan vokal fremitus yang simetris.



Perkusi : tidak terdapat kelainan



Auskultasi : ditemukan crackles sedang nyaring → Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

3. Pemeriksaan Penunjang a. Px Radiologi •

Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah

20

b. Px Lab •

Terdapat peningkatan jumlah leukosit



Peningkatan LED

Kriteria diagnosis •

Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut : 1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada 2. Demam 3. Ronkhi basah halus-sedang nyaring 4. Foto thorax menunjikkan gambaran infiltrat difus 5. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)

Tatalaksana 21

Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus : 1. Penatalaksaan Umum a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit  sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit. c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.

2. Penatalaksanaan Khusus Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis. •

Pneumonia ringan  amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).

a. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik awal. b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung

Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi : 1. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis 2. Berat ringan penyakit 3. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis 4. Ada tidaknya penyakit yang mendasari

Pemilihan antibiotik harus dipertimbangkan berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia : 1.

Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) : a. ampicillin + aminoglikosid b. amoksisillin - asam klavulanat c. amoksisillin + aminoglikosid d. sefalosporin generasi ke-3

2. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn) a. beta laktam amoksisillin 22

b. amoksisillin - asam klavulanat c. golongan sefalosporin d. Kotrimoksazol e. makrolid (eritromisin) 3. Anak usia sekolah (> 5 thn) a. amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin) b. tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)

Pemberian antibiotic harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari ketiga. •

Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam  ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga.



Tetapi, sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti emfisema, abses paru yang dapat menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif

Komplikasi •

Atelectasis



Emphysema



Lung abscess



Systemic Infection



Endocarditis



Meningitis.

Prognosis Baik

23

3.3 DIAGNOSIS BANDING BRONKIOLITIS Defenisi •

Bronkiolitis adalah suatu peradangan pada bronkiolus yang biasanya disebabkan oleh infeksi virus



Bronkiolitis adalah penyakit saluran pernapasan akut bagian bawah akibat obstruksi bronkiolus karena proses radang



Pedoman APP : bronkiolitis adalah sebuah kumpulan gejala – gejala dan tanda – tanda klinis termasuk prodormal virus pernapasan atas, diikuti peningkatan wheezing dan usaha bernapas dari anak – anak kurang dari 2 tahun.

Epidemiologi •

Banyak terjadi pada usia 2 tahun pertama: dengan puncak insidensi 2- 8 bulan (6 bulan)



Laki – laki > perempuan



Banyak terjadi pada lingkungan padat penduduk



Morbiditas dan mortilitas negara berkembang > negara maju



90% kasus disebabkan oleh RS



10% kasus disebabkan oleh parainfluenza, influenza B, adenovirus atau mycoplasma



Resiko tinggi pda anak dari ibu usia muda atau ibu yang merokok selama kehamilan

Etiologi 1. Virus 2. Inhalasi gas toksik, karbontetraklorida, asam klorida, gas klorin, amonia dan sulfat oksida 3. Penyakit jaringan ikat 4. Faktor idiopatik

24

Faktor resiko 1. Jenis kelamin laki – laki 2. Status ekonomi rendah 3. Tinggal di lingkungan padat penduduk 4. Perokok pasif 5. Bayi tanpa ASI 6. Usia dibawah 8 bulan atau lahir prematur 7. Bayi dengan PJB, bronkopulmonary dysplasia, kelainan neurologis, immunocompromais

Klasifikasi 1. Bronkiolitis akut 2. Bronkiolitis obliterans Berdasarkan gejala klinis:

Gejala klinis •

wheezing, yang tidak membaik dengan tiga dosis bronkodilator kerja cepat



ekspirasi memanjang/expiratory effort



hiperinflasi dinding dada, dengan hipersonor pada perkusi



tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam



crackles atau ronki pada auskultasi dada

25



sulit makan, menyusu atau minum.



sianosis (warna kulit kebiruan karena kekurangan oksigen)



pernafasan cuping hidung (cuping hidung kembang kempis)

Diagnosis Kriteria bronkiolitis terdiri dari: 1. Wheezing pertama kali, 2. Umur 24 bulan atau kurang, 3. Pemeriksaan fisis sesuai dengan gambaran infeksi, misalnyan batuk, pilek, demam 4. Menyingkirkan pneumonia atau riwayat atopi yang dapat menyebabkan wheezing. •

Pemeriksaan darah lengkap



Analisa gas darah

Pemeriksaan penunjang RADIOLOGI •

Umumnya terlihat paru-paru mengembang (hyperaerated).



Bisa juga didapatkan bercak-bercak yang tersebar, atau pneumonia (patchy infiltrates). Tetapi gambaran ini tidak spesifik dan dapat ditemukan pada asma, pneumonia viral atau atipikal, dan aspirasi.



Dapat pula ditemukan gambaran ateletaksis



Pada x-foto lateral, didapatkan diameter AP yang bertambah dan diafragma tertekan ke bawah.

26

Tatalaksana 1. Terapi Oksigen Oksigen harus diberikan kepada semua penderita kecuali untuk kasus-kasus yang sangat ringan. Oksigen dapat diberikan melalui nasal prongs (2 liter/menit), masker (minimum 4 liter/menit) atau head box. 2. Terapi Cairan Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila perlu dapat dengan infuse dan diet sonde/nasogastrik). Jumlah cairan disesuaikan dengan berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi. 3. Antivirus Ribavirin dengan cara nebulizer aerosol dengan dosis 20 mg/mL diberikan dalam 1218 jam per hari selama 3- 7 hari. 3. Bronkodilator dan kortikosteroid

Prognosis • • •

Tergantung berat-ringannya penyakit, cepatnya pengananan dan peny. penyerta (peny. jantung) Masa kritis 48-72 jam sesudah dispneu dimulai Angka, kematian < 1%

27

BRONKITIS

Defenisi  Bronchitis is characterized by inflammation of the bronchial tubes (bronchi), the air passages that extend from the trachea into the small airways and alveoli. It is one of the top conditions for which patients seek medical care. (medscape)  Acute bronchitis is an inflammation of the tracheobronchial tree, usually in association with a generalized respiratory infection affecting 40/1000 adults each year in the United Kingdom. (Fishman’s )  Bronkitis adalah kondisi peradangan pada daerah trakheobronkial, peradangan tidak meluar samapi alveolus (Depkes RI, 2005).  Peradangannya mengenai bronkus, bronkiole, dan trakea yang sifatnya ringan dan dapat sembuh sempurna kecuali disertai penyakit menahun.

Epidemiologi  It is the fifth most common diagnosis in patients presenting with cough.  occurs most commonly during the winter months  Pada bronkitis akut  90% disebabkan o/ virus dan sisanya o/ bakteri.  Most commonly in children and the elderly.

Etiologi Dibagi menjadi 2  Faktor lingkungan

28

 Virus : influenza virus, parainnfluenza virus, RSV, adenovirus, coronavirus, rhinovirus, etc  Bakteri : Bordatella pertussis, Mycoplasma pneumoniae, Haemophilus influenzae, Streptococcus pneumoniae, etc  Jamur  non – infeksi : polusi udara, rokok, etc  Faktor host / penderita  Umur , jenis kelamin, kondisi alergi, dan riwayat penyakit paru yang sudah ada.

Klasifikasi 1. BRONKITIS AKUT -

Singkat ( 10 – 14 hr )

-

Umumnya ringan

-

Penyebab : terkena dingin, hujan, kehadiran polutan spt virus.

-

Ditandai dengan demam, nyeri dada saat bbatuk, dyspnea, batuk.

2. BRONKITIS KRONIK -

Ditandai dgn batuk berdahak min. 3 bln dlm stahun dan tidak disebabkan penyakit lainnya.

-

Lebih rentan thp kekambuhan infx SPB

Patofisiologi Asap  iritasi jalan napas  hipersekresi lendir dan inflamasi  bcs iritasi yg konstan  kel seromukosa dan sel goblet m↑ jmlh sekret dan fx silia m↓  >> lendir  bronkioles menyempit dan tersumbat  alveoli yang berdekatan mjd rusak dan mbentuk fibrosis  perubahan fx makrofag alveolar  pasien lebih rentan thdp infx

Gejala klinik A complete history must be obtained, including information on exposure to toxic substances and smoking.  Cough (the most commonly observed symptom)  Minggu pertama sakit. 30% (rhinovirus) 80% (influenza A virus).  Often dry at first  frequently becomes productive of mucooid or mucopurulen sputum

29

 Paroxysmal cough (severe at night)  Sputum production (clear whitish, yellow, green, or even blood-tinged)  Fever (relatively unusual; in conjunction with cough, suggestive of influenza or pneumonia)  Nausea, vomiting, and diarrhea (rare)  General malaise and chest pain (in severe cases)  Dyspnea and cyanosis (only seen with underlying chronic obstructive pulmonary disease [COPD] or another condition that impairs lung function)  Sore throat  Runny or stuffy nose  Headache  Muscle aches  Extreme fatigue Diagnosis 

ANAMNESIS



PX FISIK  Diffuse wheezes, high-pitched continuous sounds, and the use of accessory muscles (in severe cases, not usually feature in adults unless the patient has chronic bronchitis or asthma)  Diffuse diminution of air intake or inspiratory stridor (indicative of bronchial or tracheal obstruction)  Sustained heave along the left sternal border (indicative of right ventricular hypertrophy secondary to chronic bronchitis)  Clubbing on the digits and peripheral cyanosis (indicative of cystic fibrosis)  Bullous myringitis (suggestive of mycoplasmal pneumonia)  Conjunctivitis, adenopathy, and rhinorrhea (suggestive of adenoviral infection)



Px. Peunjang:  Complete blood count (CBC) with differential  Procalcitonin levels (to distinguish bacterial from nonbacterial infections)  Sputum cytology (if the cough is persistent)  Blood culture (if bacterial superinfection is suspected)

30

 Chest radiography (if the patient is elderly or physical findings suggest pneumonia)  Bronchoscopy (to exclude foreign body aspiration, tuberculosis, tumors, and other chronic diseases)  Influenza tests  Spirometry  Laryngoscopy (to exclude epiglottitis) Tatalaksana Therapy is generally focused on alleviation of symptoms. Care for acute bronchitis is primarily supportive. Care for chronic bronchitis includes avoidance of environmental irritants. Agents employed for symptomatic treatment include the following: 

Central cough suppressants (eg, codeine and dextromethorphan) – Short-term symptomatic relief of coughing in acute and chronic bronchitis



Bronchodilators (eg, ipratropium bromide and theophylline) – Control of bronchospasm, dyspnea, and chronic cough in stable patients with chronic bronchitis; a long-acting beta-agonist plus an inhaled corticosteroid can also be offered to control chronic cough



Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) – Treatment of constitutional symptoms of acute bronchitis, including mild-to-moderate pain



Antitussives/expectorants (eg, guaifenesin) – Treatment of cough, dyspnea, and wheezing



Mucolytics – Management of moderate-to-severe COPD, especially in winter

Among otherwise healthy individuals, antibiotics have not demonstrated any consistent benefit in acute bronchitis. The following recommendations have been made with respect to treatment of acute bronchitis with antibiotics:  Acute bronchitis should not be treated with antibiotics unless comorbid conditions pose a risk of serious complications  Antibiotic therapy is recommended in elderly (>65 years) patients with acute cough if they have had a hospitalization in the past year, have diabetes mellitus or congestive heart failure, or are receiving steroids  Antibiotic therapy is recommended in patients with acute exacerbations of chronic bronchitis In stable patients with chronic bronchitis, long-term prophylactic therapy with antibiotics is not indicated.

31

DAFTAR PUSTAKA

Fisiologi Sheerwood Fisiologi Guyton http://digilib.unila.ac.id/6590/15/BAB%20II.pdf Dinus.ac.id IDAI NSW Health Government https://emedicine.medscape.com/article/297108-overview Fishman’s Pulmonary Diseases dan Disorders 5theditiion

32

Related Documents

Makalah
June 2020 40
Makalah
July 2020 39
Makalah
October 2019 94
Makalah
July 2020 62

More Documents from ""