Makalah Blok 23.docx

  • Uploaded by: アイス
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Blok 23.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,058
  • Pages: 17
Pendahuluan Perkembangan auditorik pada manusia sangat erat hubungannya dengan perkembangan otak. Neuron di bagian otak mengalami proses pematangan dalam waktu 3 tahun pertama kehidupan, dan masa 12 bulan pertama kehidupan terjadi perkembangan otak yang sangat cepat. Berdasarkan pertimbangan tersebut, upaya untuk melakukan deteksi gangguan pendengaran harus dilakukan sedini mungkin agar habilitasi pendengaran sudah dapat dimulai pada saat perkembangan otak masih berlangsung.1

Anamnesis Dalam kasus ini sudah pasti anamnesis yang dilakukan secara alloanamnesis. Ada beberapa hal yang mungkin dapat kita tanyakan untuk membantu kita: a. Ibunya terinfeksi virus rubella pada saat usia kendungan berapa bulan? b. Apakah ibunya telah menerima vaksin rubella? c. Ada menkonsumsi obat-obat apa saja pada saat mengandung? d. Cara persalinannya bagaimana?apakah ada kesulitan atau tidak? e. Keluhan pada bayi?

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik yang bisa dilakukan, kita dapat melihat tahapan perkembangan bicara pada bayi dan anak sehingga kita dapat memperkirakan ada atau tidak adanya gangguan pendengaran pada bayi dan anak. Table 1. Tahapan perkembangan bicara.1 Usia Neonatus

Kemampuan Menangis(reflex vocalization). Mengeluarkan suara mendengkur seperti suara burung(cooing). Suara seperti berkumur(gurgles).

2-3 bulan

Tertawa dan megoceh tanpa arti(babbling).

4-6 bulan

mengeluarkan

suara

yang

merupakan

kombinasi huruf hidup(vowel) dan huruf mati(konsonan). Suara berupa ocehan yang bermakna(true

1

babbling atau lalling), seperti pa pa da da… 7-11 bulan

Dapat menggabungkan kata/suku kata yang tidak mengandung arti, terdengar seperti bahasa asing(jargon). Usia

10

bulan

mampu

meniru

suara

sendiri(echolalia). Memahami arti tidak, mengucapkan salam. Mulai memberi perhatian terhadap nyanyian atau musik. 12-18 bulan

Mampu menggabungkan kata atau kalimat pendek. Mulai mengucapkan kata pertama yang mempunyai arti(true speech). Usia

12-14

bulan

mengerti

instruksi

sederhana, menunjukan bagian tubuh dan nama mainannya. Usia 18 bulan mampu mengucapkan 6-10 kata. Table 2. Perkiraan adanya gangguan pendengararan pada bayi dan anak.1 Usia 12 bulan

Kemampuan Bicara Belum

dapat

mengoceh(babbling)

atau

meniru bunyi. 18 bulan

Tidak dapat menyebutkan 1 kata yang mempunyai arti.

24 bulan

Perbendaharaan kata kurang dari 10 kata.

30 bulan

Belum dapat merangkai 2 kata.

Pemeriksaan Penunjang Beberapa pemeriksaan pendengaran yang dapat dilakukan pada bayi dan anak, antara lain: Behavioral observation audiometry(BOA). Tes ini berdasarkan respon aktif pasien terhadap stimulus bunyi dan merupakan respon yang disadari(voluntary response). Metoda ini dapat mengetahui seluruh system auditorik

2

termasuk pusat kognitif yang lebih tinggi. Tes ini penting untuk mengetahui respon subyektif auditorik pada bayi dan anak, dan juga bermanfaat untuk penilaian habilitasi pendengaran yaitu pada pengukuran alat bantu dengar(hearing aid fitting). Pemeriksaan ini dapat digunakan pada setiap tahap perkembangan bayi, namun pilihan jenis tes harus disesuaikan denagn usia bayi.1 Pemeriksaan ini harus dilakukan pada ruangan yang cukup tenang(bising lingkunagn tidak lebih dari 60 dB), idealnya pada ruangan kedap suara(sound proof room). Sebagai sumber bunyi sederhana dapat digunakan tepukan tangan, tambur, bola plastic berisi pasir, remasan kertas minyak, bel, terompet karet, maianan yang mempunyai bunyi frekuensi tinggi(squaker toy).1 Yang dinilai adalah kemampuan anak dalam memberikan respon terhadap sumber bunyi tersebut. Pemeriksaan ini juga dibedakan menjadi behavioral reflex audiometry dan behavioral response audiometry.1 Behavioral reflex audiometry, dilakuakn pengamatan respon behavioral yang bersifat refleks sebagai reaksi terhadap stimulus bunyi. Respon yang dapat diamati antara lain: a. Mengejapkan mata(auropalpebral reflex). b. Melebarkan mata(eye widening). c. Mengerutkan wajah(grimacing). d. Berhenti menyusu(cessation reflex). e. Denyut jantung meningkat. f. Refleks moro.1 Refleks aupalpebral dan moro rentan terhadap efek habituasi, maksudnya bila stimulus diberikan berulang-ulang bayi menjadi bosan sehingga tidak memberi respon walaupun dapat mendengar. Pemeriksaan ini tidak dapat menentukan ambang dengar.1 Behavioral response audiometry, dilakukan pada bayi normal pada usia 5-6 bulan, stimulus akustik akan menghasilkan pola respons khas berupa menoleh atau menggerakan kepala kea rah sumber bunyi diluar lapangan pandang. Awalnya gerakan kepala hanya pada bidang horizontal, dan dengan bertambahnya usia bayi dapat melokalisir sumber bunyi dari arah bunyi. Pada bayi normal kemampuan melokalisir sumber bunyi dari segala arah akan tercapai pada usia 13-16 bulan. Teknik ini yang sering digunakan adalah: a. Tes distraksi. Tes ini dilakukan pada ruangan kedap suara, menggunakan stimulus nada murni. Bayi dipangku oleh ibu. Diperlukan 2 pemeriksa, pemeriksa pertama bertugas untuk menjaga konsentrasi bayi, sedangkan pemeriksa kedua yang berperan memberikan stimulus bunyi. 3

Respon terhadap stimulus bunyi berupa menggerakan bola mata atau menoleh kearah sumber bunyi. Bila tidak ada respon lakukan pengulangan sekali lagi. Kalau tetap tidak berhasil lakukan pemeriksaan ketiga 1 minggu kemudian. Seandainya tetap tidak ada respon, harus dilakukan pemeriksaan audiologik lanjutan yang lebih lengkap.1 b. Visual reinforcement audiometry. Mulai dapat dilakukan pada bayi berusia 4-7 bulan dimana kontrol neuromotor berupa kemampuan mencari sumber bunyi sudah berkembang. Pada masa ini respon unconditioned beralih menjadi respon conditioned. Pemeriksaan pendengaran berdasarkan respon conditioned yang diperkuat dengan stimulus visual dikenal sebagai VRA. Stimulus bunyi diberikan bersamaan dengan stimulus visual, bayi akan memberikan respon orientasi atau melokalisir bunyi dengan cara menolehke arah sumber bunyi. Pada tes ini juga diperlukan 2 orang pemeriksa. Pemeriksaan VRA dapat menntukan ambang pendengaran, namun karena stimulus diberikan menggunakan pengeras suara maka respon yang terjadi merupakan tajam pendengaran pada telinga yang baik.1 Timpanometri. Pemeriksaan ini diperlukan unrtuk menilai kondisi dari telinga tengah. Gambaran timpanometri yang abnormal merupakan petunjuk adanya gangguan pendengaran yang konduktif.1 Melalui probe tone yang dipasang di Hang telinga maka dapat diketahui besarnya tekanan di Hang telinga berdasarkan energi suara yang dipantulkan kembali oleh gendang telinga. Pada bayi diatas usia 7 bulan maka digunakan probe tone dengan frekuensi suara 226 Hz. Khusus bayi di bawah 6 bulan tidak digunakan frekuensi diatas karena akan menimbulkan resonansi di telinga sehingga yang digunakan dengan frekuensi 668, 678 dan lOOOHz. Terdapat 4 jenis timpanogram yaitu: a. Tipe A(normal). b. Tipe AD(diskontinuitas tulang pendengaran). c. Tipe AS(kekakuan rangkaian tulang pendengaran). d. Tipe B(cairan di telinga tengah). e. Tipe C( gangguan tuba eustachius). Pada bayi usia kurang dari 6 bulan ketentuan jenis timpaninogram tidak mengikuti ketentuan diatas. Timpanometri merupakan pemeriksaan pendahuluan sebelum OAE dan apabila ada gangguan pada telinga tengah maka pemeriksaan OAE harus ditunda samapai telinga tengah tidak bermasalah.1

4

Refleks akustikus pada bayi juga berbeda dengan dengan orang dewasa. Dengan menggunakan probe tone frekuensi tinggi, reflek akustik bayi usia 4 bulan atau lebih sudah mirip dengan dewasa.1 Audiometri bermain(play audiometry). Pemeriksaan ini meliputu teknik melatih anak untuk mendengar stimulus bunyi disertai pengamatan respon motorik spesifik dalam suatu aktivitas permaianan. Misalnya sebelum pemeriksaan anak dilatih untuk memasukan benda tertentu kedalam kotak segera setelah mendengar bunyi. Diperlukan 2 pemeriksa. Dengan mengatur frekuensi dan menentukan intensitas stimulus bunyi terkecil yang dapat menimbulkan respon dapat ditentukan ambang pendengaran pada frekuensi tertentu(spesifik).1 Audiometri nada murni. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan audiometer, dan hasil pencatatannya disebut audiogram. Dapat dilakukan pada anak yang usianya diatas 4 tahun yang koperatif. Sebagai sumber suara digunakan suara yang murni yang hanya terdiri dari satu frekuensi. Pemeriksaan dilakukan di ruangan kedap suara dengan menilai hantaran suara oleh udara melalui headphone dengan frekuensi 5000, 1000, 2000, 4000 dan 8000 Hz. Hantaran suara melalui tulang diperiksa dengan menggunakan bone vibrator pada prosesus mastoid yang dilakukan pada frekuensi 500, 1000, 2000, 4000 Hz. Intensitas yang biasa digunakan biasanya antara 10-100 dB secara bergantian pada kedua telinga. Suara dengan intensitas rendah yang dapat didengar dicatat di audiogram untuk memperoleh informasi tentang jenis dan derajat ketulian.1 Oto acoustic emission(OAE). Suara yang berasal dari dunia luar akan diproses koklea menjadi stimulus listrik, selanjutnya dikirim ke batang otak melalui saraf pendengaran sebahagian energi bunyik tidak diteruskan ke saraf pendengaran melainkan kembali ke Hang telinga. Produk sampingan ini disebut emisi otoaukustik. Koklea tidak hanya menerima dan memproses bunyi tetapi juga memproses bunyi menjadi energi dengan intensitas rendah yang berasal dari sel rambut luar koklea.1 Terdapat 2 jenis OAE yaitu spontaneus OAE, evoked OAE . pada yang spontan, mekanisme koklea untuk menghasilkan OAE tanpa harus diberikan stimulus namun tidak semua orang normal memilikinya. Sedangkan pada evoked maka harus diberikan stimulus terlebih dahulu(transient evoked OAE dan distortion product OAE).1

5

Pemeriksaan OAE merapakan pemeriksaan yang elektofisiologik untuk menilai fungsi koklea yang objektif, otomatis, tidak invasi, murah tidak membutuhkan waktu lama dan praktis sehingga efisien untuk program skrining pendengaran pada bayi.1 Pemeriksaan ini juga dimanfaatkan untuk memonitor efek negative dari obat ototoksik, diagnosis neuropati audiotonik, membantu proses pemilihan alat bantu dengar, skrining pe,aparan bising(noise induced hearing loss) dan sebagai pemeriksaan penunjang untuk kasus-kasus yang berkaitan dengan gangguan koklea.1 Brainstem evoked response audiometry(BERA). BERA merupakan pemeriksaan elektrofisiologis untuk menilai integritas sistim auditorik, bersifat obyektif, tidak invasive. Dapat memeriksa bayi, anak, dewasa, penderita koma.1 BERA merupakan cara pengukuran evoked potensial sebagai respon terhadap stimulus auditorik. Stimulus bunyi yang dugunakan berupa bunyi clik atau toneburst yang diberikan melalui headphone pada pemeriksaan ini perlu dipertimbangkan faktor maturitas jaras saraf auditorik pada bayi dan anak yang usianya kurang dari 12-18 bulan karena terdapat perbedaan masa laten, amplitude, dan morfologi gelombang dibandingkan anak yang lebih besar maupun dewasa. Autometed auditory brainstem response(AABR) AABR adalah pemeriksaan BERA otomatis sehingga tidak diperlukan analisis gelombang evoked potential karena hasil pencatatannya sangat mudah dibaca, hanya berdasarkan kriteria lulus(pass) atau tidak lulus(refer). Merupakan pemeriksaan elektrofisiologik sistim audiotorik yang obyektif, mudah, praktis, tidak infasif, dan cepat(5-10 menit).karena sangat praktis dan memiliki sensitivitas yang tinggi maka AABR ditetapkan sebagai baku emas untuk skrining pendengaran pada bayi.1 Universal newborn hearing screening(UNHS) UNHS bertujuan melakukan deteksi dini gangguan pendengaran pada semua bayi yang baru lahir. Upaya skrining pendengaran ini sudah dimulai pada saat usia 2 hari atau sebelum meninggalkan rumah sakit. Untuk bayi yang lahir pada fasilitas kesehatan yang tidak memiliki program UNHS paling lambat pada usia 1 bulan sudah melakukan skrining pendengaraan.1

Diagnosis Banding Otitis media akut(OMA) Otitis Media Akut (OMA) merupakan peradangan sebagian atau seluruh bagian mukosa telinga tengah, tuba eusthacius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid yang berlangsung 6

mendadak yang disebabkan oleh invasi bakteri maupun virus ke dalam telinga tengah baik secara langsung maupun secara tidak langsung sebagai akibat dari infeksi saluran napas atas yang berulang.2 Prevalensi kejadian OMA banyak diderita oleh anak-anak maupun bayi dibandingkan pada orang dewasa tua maupun dewasa muda. Pada anak-anak makin sering menderita infeksi saluran napas atas, maka makin besar pula kemungkinan terjadinya OMA disamping oleh

karena

system

imunitas

anak

yang

belum

berkembang

secara

sempurna.

Tuba eusthacius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring yang berfungsi sebagai ventilasi, drainase sekret dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke telinga tengah.2 Otitis media akut terjadi karena faktor pertahanan tubuh yang terganggu, sumbatan dan obstruksi pada tuba eusthacius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media sehingga invasi kuman ke dalam telinga tengah juga gampang terjadi yang pada akhirnya menyebabkan perubahan mukosa telinga tengah sampai dengan terjadinya peradangan berat.2 Manifestasi klinik pasien biasanya sering demam dan menjadi mudah marah serta kadang menarik-narik telinganya.penyakit ini biasanya muncil 1-7 hari setelah nasofaringitis. Pengobatannya dengn pemberian antibiotika yang tepat.2

Diagnosis Kerja Untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran maka diagnosis dini perlu dilakukan pada bayi baru lahir sebelum keluar dari rumah sakit dengan tujuan untuk mengetahui sedini mungkin kejadian gangguan pendengaran pada bayi karena tuli berat sejak lahir memiliki dampak luas pada perkembangan berbicara berbahasa, gangguan kognitif perilaku sosial emosi dan kesempatan bekerja.1 Dengan demikian tuli sejak dini dapat diintervensi dapat dilakukan sedini mungkin dan bukti memberikan peluang perkembangan yang lebih baik daripada ketulian yang ditemukan pada anak yang lebih lanjut. Skrining sebaiknya pada semua bayi yang baru lahir normal maupun bayi normal tanpa resiko. Negara bagian Montana di AS merekomendasikan program 3-6 bulan untuk deteksi dan intervensi dini yaitu skrining yang dilakukan sampai umur 1 bulan, diagnosis dilakukan sebelum 3 bulan dan intervensi dilakukan pada umur 6 bulan dan program ini disebut juga Joint Committe on Infant Hearin(2000) menetapkan pedoman penegakan diagnosa terhadap ketulian sebagai berikut: Untuk bayi 0-28 hari : 7

a. Riwayat keluarga dengan tuli sensori neural sejak lahir. b. Infeksi masa hamil (TORCHS). c. Kelainan kraniofasialis termasuk kelainan pada pinna dan Hang telinga. d. Berat badan lahir < ISOOgr. e. Hiperbilirubinemia yang memerlukan transfusi tukar. f. Obat ototoksik. g. Meningitis bacterial. h. Nilai apgar 0-4 pada menit pertama; 0-6 pada menit kelima. i. Ventilasi mekanik 5 hari lebih di NICU. j. Sindroma yang berhubungan sengan riwayat keluarga dengan tuli sensorineural sejak lahir.1 Untuk bayi 29 hari - 2 tahun a. Kecurigaan orang tua atau pengasuh tentang gangguan pendengaran, keterlambatan bicara, berbahasa tau keterlambatan perkembangan. b. Riwayat keluarga dgn gangguan pendengaran yang menetap sejak anak-anak. c. Keadaan atau stigmata yang berhubungan dengan sindroma tertentu yang diketahui mempunyai hubungan yang erat dengan tuli sensorineural, konduktif dan gangguan tuba eustachius. d. Infeksi postnatal yang menyebabkan gangguan pendengaran sensorineural termasuk meningitis bakterial. e. Infeksi intrauterin seperti toksoplasmosis, rubella, cytomegallo, herpes dan sifillis. f. Adanya faktor resiko tertentu pada masa neonatus terutama hiperbilirubinemia yang memerlukan transfusi tukar, hipertensi pulmonal yang membutuhkan ventilator serta kondisi lainnya yang memerlukan extracorporeal membrane oxygenation (ECMO). g. Sindroma tertentu yang berhubungan dengan gangguan pendengaran yang progresif usher syndrome neurofibromatosis dan osteoporosis. h. Adanya kelainan neurogeneratif seperti Hnter syndrome dan kelainan neuropathy sensomotorik misalnay Freiderick ataxia, Charrot Marie Tooth Syndrome. i. Trauma kapitis. j. Otitis media yang berulang dan menetap disertai effusi telinga tengah minimal 3 bulan.1 Bayi yang mempunyai salaha satu faktor resiko tersebut mempunyai kemungkinan mengalami ketulian 10,2 kali lebih besar dibandingkan dengan bayi yang tidak memiliki faktor resiko. Bila terdapat 3 faktor resiko kecendrungan menderita ketulian diperkirakan 63

8

kali lebih besar dibandingkan bayi yang tidak mempunyai faktor resiko. Pada bayi baru lahir yang dirawat di ruang intensif resiko mengalami ketulian 10 kali dibandingkan bayi normal.1 Namun indikator risiko gangguan pendengaran tersebut hanya mendeteksi sekitar 50% gangguan pendengaran karena banyaknya bayi yang mengalami gangguan pendengaran tanpa memiliki faktor resiko dimaksud. Berdasarkan pertimbangan tersebut makas saat ini upaya melakukan deteksi dini gangguan pendengaran pada bayi ditetapkan melalui program Newborn Hearing Screening(NHS).1 Saat ini baku emas pemeriksaan skrining pendengaran pada bayi adalah pemeriksaan otoacoustic emission dan automated ABR.1 Infeksi kongenital perinatal(TORCH) Mewakili kelompok umum patogen parasit, bakteri, dan virus yang menghasilkan infeksi didapat kongenital atau perinatal, seperti toxoplasmosis, lain-lain, rubella, cytomegalovirus, dan herpes simpleks. Yang lain-lain adalah agen yang menyebabkan infeksi janin yang jumlahnyasemakin meningkat, seperti sifilis, varisela zoster, parvovirus, HIV, malaria, enterovirus, borrelia burgdorferi, dan hepatitis B/C/G.2 Table 3. infeksi kongenital perinatal.2 Agen Virus rubela

Epidemiologi Ibu

Tanda-tanda Neonatus

Ibu seronegatif tidak diimunisasi.

Retradasi pertumbuhan intra

Demam dengan/tanpa ruam.

uterin,

mikrosefali,

Defek yang dapat dideteksi dengan infeksi: mikroftalmia,

katarak,

pada 8 minggu 85%, 9-12 minggu 50%, 13- glaucoma, korioretinitis salt 20 minggu 16%.

and

papper,

Virus mungkin ada pada tenggorokan bayi hepatosplenomegali, icterus, selama 1 tahun.

PDA,

ketulian,

ruam

Pencegahan: vaksin.

blueberry muffin, anemia, trombositopenia, leukopenia, metaphyseal

lucencies,

defisiensi sel B dan sel T. Sitomegalovirus

Penyakit yang ditularkan secara seksual: Sepsis, infeksi genital primer dapat tidak bergejala.

pertumbuhan

Mononucleosis heterofil negative, bayi dapat korioretinitis, mengalami viruria 1-6 tahun.

kalsifikasi

retradasi intra

uterin,

mikrosefali, periventricular,

9

ruam

blueberry

anemia,

muffin,

trombositopenia,

neutropenia, hepatosplenomegali, icterus, ketulian, pneumonia. Banyak yang tidak bergejala pada saat lahir Pencegahan: produk darah CMV negative Kemungkinan pengobatan

Etiologi Gangguan pendengaran pada anak dapat berkembang dari penyebab yaitu prenatal, perinatal dan post natal. Prenatal Selama kehamilan periode yang paling penting adalah trimester pertama sehingga setiap gangguan yang terjadi pada masa itu akan menyebabkan ketulian pada bayi. Infeksi bakteri maupun virus pada masa tersebut dapat berakibat buruk pada pendengaran bayi yang akan dilahirkan. Beberapa jenis obat yang ototoksik dan teratogenik yang dapat mengganggu organogenesis dan merusak sel silia seperti salisilat, kina, neomisin, barbiturat, gentamisin dan lain-lain. Adapun yang mempengaruhi masa prenatal ini adalah: a. Infant faktor Janin dapat lahir dengan kelainan pada telinga dalam yang dapat disebabkan genetik maupun faktor nongenetik. Kelainan yang muncul dapat sendiri maupun dapat merupakan bagian dari suatu syndrome. Kelainan pada telinga dalam dapat berupa kelainan membranous labyrinth atau kombinasi dari kelainan membranous labyrinth dan tulang labyrinth. Yang termasuk dari gangguan ini adalah:  Sheibe's dysplasia  Alexander's dysplasia  Bing-Siebeman dysplasia  Michel dysplasia  Mondini's dysplasia  Enlarge vestibular aqueduct 10

 Semicircular canal malformation b. Maternal faktor Adapun yang termasuk dari maternal faktor adalah  Infeksi  Penggunaan obat-obatan semasa kehamilan  Terpapar radiasi pada trimester pertama Perinatal Beberapa keadaan yang dialami bayi pada saat lahir juga merupakan faktor resiko terjadinay gangguan pendengaran. Umumnya ketulian yang terjadi akibat factor pranatal dan perinatal adalah tuli sensorineural bilateral dengan derajat ketulian berat atau sangat berat. Faktor-faktor yang mempengaruhi tuli kongenital saat kelahiran adalah:  Anoxia  Prematuritas dan berat badan lahir yang rendah  Trauma lahir  Jaundice neonatus  Meningitis neonates  Penggunaan obat-obat ototoksik sewaktu terapi meningitis Postnatal Adanya infeksi bakteri atau virus seperti rubela, campak, parotis, infeksi selaput otak, perdarahan pada telinga tengah, trauma temporal juga menyebabkan tuli saraf dan konduktif. Adapun faktor yang mempengaruhi tuli kogenital setelah kelahiran adalah: a. Genetik Pada keadaan ini tuli yang dialami akan muncul pada masa kanak-kanak dan dewasa dimana didapati anggota keluarga yang mengalami tuli sensorineural yang progresif atau adanya sindrome yang berhubungan. b. Nongenetik Bagian ini juga terjadi pada saat dewasa yang dapat disebabkan oleh:  Infeksi virus 

Sekret otitis media



Obat yang bersifat ototoksik



Trauma



Noise-induced deafness

11

Epidemiologi Di negara maju angka tuli kogenital berkisar antara 0,1-0,3% kelahiran hidup, sedangkan di Indonesia berdasarkan survey yang dilakukan Depkes di 7 propinsi pada tahun 1994-1996 yaitu sebesar 0,1% . di Indonesia diperkirakan 214.000 orang bila jumlah penduduk sebesar 214.100.000 juta.3 Jumlah ini akan bertambah setiap tahunnya seiring dengan pertambahan jumlah penduduk akibat tingginya angka kelahiran sebesar 0,22%. Hal ini akan berdampak pada penyediaan sarana pendidikan dan lapangan pekerjaan di masa mendatang. Pertemuan WHO di Colombo pada tahun 2000 memutuskan bahwa tuli kogenital sebagai salah satu penyebab ketulian yang angka prevalensinya harus diturunkan. Ini tentu saja memerlukan kerja sama dengan bidang lainnya dan masyarakat selain tenaga kesehatan.3

Patofisiologi Tuli kongenital paling sering mempengaruhi sel-sel rambut koklea dan menyebabkan kehilangan pendengaran. Kehilangan pendengaran umumnya bilateral dan frekuensi tinggi lebih sering daripada frekuensi rendah meskipun audiogram menunjukkan hasil yang berbeda. Kebanyakan penyebab tuli kogenital tidak diketahui , tetapi kondisi lain dapat terjadi selama kehanilan karena infeksi Rubella atau CMV yang menyebabkan terjadinya tuli kogenital. Tuli kogenital dapat memburuk setelah kelahiran dan tingkat keparahan bervariasi. Kehilangan pendengaran juga dapat gangguan genetic. Faktor genetik berperan setidaknya 50% dari semua tuli kogenital. Jarang terjadi malformasi kogenital termasuk atresia meatus auditory internal. Sangat penting untuk mendiagnosa ini karena anak-anak dengan kehilangan pendengaran tidak menerima implant koklea. Mereka seharusnya memiliki auditory brainstem implant dimana saraf-saraf pendengaran di bypass perangsangan langsung nucleus koklear. Sejak kebanyakan masalah tuli kogenital mempengaruhi sel-sel rambut bagian luar, bayi yang baru lahir sekarang perlu diskrinig dengan menggunakan rekaman otoucustic emission. Infeksi sering mengenai telinga bagian tengah dan koklea. bakterial menginitis salah satu penyebab gangguan pendengaran pada anak-anak sebelum imunisasi. Bakteri menyebabkan meningitis dan kehilangan pendengaran akibat inflamasi pada labirin yang mengganggu sel rambut dan mengganti labirin membrane dan jaringan ikat yamg biasanya bilateral dan permanen.

12

Manifestasi Klinis Gejala awal yang dijumpai pada bayi atau anak didapat alloanamnesa dari orangtuanya, biasanaya apabila orang tua bersuara maka tidak ada reaksi dari anaknya dan apabila dipanggil tidak ada reaksi. Lambat laun jika bayi bertambah besar maka perkembangannya menjadi aneh dimana ada variasi dalam pengucapan kata-kata, tidak dapat berbicara yang keras yang dihasilkan dari perbendaharaan kata dimana pada usia 9 bulan bayi sudah dapat mengucapkan 4 perbendaharaan kata. Pada anak yang muda tidak dapat perhatian penuh, bingung terus menerus, tidak adanya perhatian seolah-olah tidak mendengar dan tidak mau mendengarkan. Terkadang anak dituduh nakal, malas dan lambat perkembangannya. Banyak gejala dari ketulian ini seperti adanya kemunduran mental, gangguan emosi, psikotik, kesalahan orientasi sekeliling kelainan saraf, cerebral palsy, gangguan fisik dan belajar berbicara yang sulit. Gamgguan diketahui rata-rata 18-24 bulan 50% tanpa faktor resiko terhadap ketulian. Anak yang lahir tuli atau tuli sebelum dapat berbicara dapat dicurigai apabila anak tersebut: a. Tidak ada tanggapan suara terutama suara ibunya b. Tidak terkejut ataupun tidak menoleh apabila ada suara keras disampingnya. c. Tidak menunjuknya ada ekspresi pada wajahnya. Adanya gangguan perkembangan dari bahasa dan bicara yaitu pada usia 12 bulan anak belum bisa berbicara dan usia 18 bulan tidak bisa menyahut satu kata.

Penatalaksanaan Ada atau tidaknya ketulian sebenarnya bisa dideteksi sejak bayi berusia 3 bulan. Pada pendengaran normal suara masuk akan diproses masuk dalam koklea, sebuah saluran atau tuba yang berputar spiral mirip rumah siput dan berisi organ-organ pendengaran. Getaran gelombang suara digetarkan ke koklea sehingga terjadi gerakan pada cairan sel-sel rambut dam membrane-membrane di dalamnya. Sel-sel rambut inilah yang mengirim sinyal saraf ke otak. Jika terjadi kerusakan dan gangguan otomatis suara tidak dapat ditangkap dan diterjemahkan otak. Perlu untuk mengetahui derajat dan jenis dari tuli yang diperoleh dan kelainan yang mengikuti seperti retardasi mental atau kebutaan serta kehilangan pendengaran yang bersifat prelingual atau post lingual. Tujuan dari habilitasi pada anak-anak dengan gangguan pendengaran adalah perkembangan bahasa dan berbicara, bersosialisasi dan dapat mengeluarkan suara. Adapun penatalaksanaan tuli kogenital adalah: a. Pengawasan orang tua 13

Orang tua yang mempunyai anak yang tuli haruslah secara emosional menerima kekurangan yang dihadapi anak mereka. Mereka haruslah diberitahu tentang kekurangan yang dihadapi anak mereka dan bagaimana cara menanganinya. Peran orang tua dalam habilitasi sangat penting dimana untuk penjagaan dan pemakaian dari alat bantu dengar, pemasangan telinga palsu selama pertumbuhan menjadi dewasa, sering melakukan pemeriksaan, memberikan pendidikan di rumah dan pemilihan dalam besuara. b. Habilitasi Orang yang terdeteksi gangguan pendengaran biasanya diberikan terapi alat bantu dengar atau hearing aids sekitar enam bulan. Selama ini pula dilakukan serangkaian tes untuk mengetahui respon pendengaran dan kemampuan berkomunikasi. Jika tidak berpengaruh signifikan implantasi kokhlea menjadi solusi berikutnya tuli akibat infeksi dan tuli konduktif atau gangguan luar dan tengah umumnya bisa diobati atau dibantu dengan alat bantu dengar begitupun tuli kogenital. c. Pengembangan berbicara dan berbahasa Komunikasi adalah merupakan proses dua arah, tergantung dari kemampuan menerima dan mengekspresi. Penerimaan informasi melalui visual, pendengaran atau perabaan sementara ekspresi secara oral atau bahasa sinyal. Pada penderita gangguan pendengaran, fungsi auditorik jelek atau tidak ada sama sekali. Oleh sebab itu untuk mendapatkan informasi yang baik, mereka perlu untuk meningkatkan kualitas pendengaran dengan amplifikasi pendengaran atau implan koklea. d. Komunikasi oral auditorik Metode ini digunakan orang yang normal dan cara komunikasi yang paling baik. Metode ini dapat digunakan pada gangguan pendengaran sedang hingga berat atau penderita dengan tuli post lingual. Alat bantu dengar digunakan untuk menambahkan penerimaan auditori. Pada masa yang sama, latihan untuk komunikasi melalui pembacaan bicara diterapakan seperti membaca gerakan bibir, muka dan gerakan alami dari tangan dan tubuh. Kemampuan ekspresi dirangsang dengan pembicaraan oral. e. Komunikasi manual Komunikasi ini dengan bahasa isyarat atau metode penulisan jari tetapi mempunyai kekurangan dimana ide yang sangat abstrak untuk diekspresikan dan masyarakat umum tidak mengerti. f. Komunikasi total Komunikasi ini memerlukan semua kemampuan input sensorium. Dimana anak diajarkan untuk mengembangkan fungsi berbicara, membaca bahasa bibir dan bahasa isyarat. Semua 14

anak dengan tuli prelingual harus menjalani ini. Alat bantu dengar berguna untuk penderita yang tuli total dan buta. g. Pendidikan untuk orang yang tuli Anak dengan penderita tuli sedang atau total dapat dimasukkan ke sekolah anak dimana mereka diberikan tempat khusus di dalam kelas. Dengan menggunakan alat batu dengar guru memakai mikrofon dan transmitter dan anak yang tuli dapat mendengarkan suara guru mereka dengan lebih baik tanpa gangguan kebisingan lingkungan h. Pembedahan Tergantung pada tuli kogenital yang tipe dan beratnya ketulian dan adanya gangguan lain seperti cogenital stapes fixation, choloesteatoma dan lain-lain. Atau dengan tindakan implan koklea untuk gangguan pendengaran karena kerusakan dan efek dari fungsi kokhlea. Caranya dengan menanamkan sejenis peranti digital di dalam telinga untuk menggantikan fungsi koklea yang rusak. Lalu disambungkan dengan perangkat pengatur digital dan mikrofon di bagian luar. Alat bekerja dengan menghindari bagian-bagian yang rusak di telinga bagian dalam untuk menstimulasi serta pendengaran yang masih tersisa kemudian mengirim sinyal ke otak sehingga pendengar tidak hanya mampu mendengar kembali namun dapat juga mendengarkan musik. Teknologi implan koklea juga sebenarnya sudah dilakukan 40 tahun yang lalu. Orang dengan implan kokhlea biasanya dapat mendengarkan percakapan dengan baik tetapi musik pendengaran masih buruk.

Pencegahan Deteksi dini kemungkinan-kemungkinan yang mungkin muncul pada saat ibu mengandung dan selalu periksa kandungan secara rutin agar menghindari infeksi-infeksi virus ataupun bakteri yang mungkin dapat menggangu perkembangan janin terutama pada usia janin trimester I.

Prognosis Prognosis tergantung dari derajat pendengaran yang dialami, apabila tuli sebagian maka masih dapat dibantu dengan alat bantu pendengaran sehingga prognosis menjadi baik dan sebaliknya pada tuli total.

Kesimpulan Kelainan kongenital pada bayi sangatlah mungkin terjadi, mungkin karena herediter, infeksi bakteri maupun virus, obat-obatan yang dikonsumsi selama mengandung, ataupun 15

karena bayi lahir premature. Karena itu cek segera kondisi bayi agar dapat segera ditangani apabila kondisi bayi ada mengalami kelainan.

16

Daftar Pustaka 1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher. Ed-6. Jakarta: FK UI; 2007. h. 31-42. 2. Behrman RE, Kliegmen RM. Nelson esensi pediatri. Ed-4. Jakrta: EGC; 2010. h. 194269, 415-18, 490-92. 3. Tuli kongenital. Di unduh dari: http://ketulian.com/v1/web/index.php?to=article&id=14. 26 Maret 2013.

17

Related Documents