Makalah Blok 22 Skenario 1 (shema).docx

  • Uploaded by: 31129605
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Blok 22 Skenario 1 (shema).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,385
  • Pages: 10
Diagnosis dan Penanganan pada Pasien dengan Meningitis Tuberkulosis Shema Suluhpradipta Warella 102016150 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta, Indonesia Email address: [email protected] Abstrak Meningitis adalah sindrom klinis yang biasa dapat ditandai oleh reaksi peradangan pada meninges, 3 lapisan membrane yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang. Secara klinis, meningitis bermanifestasi dengan gejala meningeal, misalnya sakit kepala, dan fotofobia, serta pleositosis. Meningitis sendiri bisa disebabkan oleh berbagai hal seperti bakteri, virus, dan juga bisa disebabkan oleh bakter Mycobacterium tuberculosis yang biasanya disebut meningitis tuberculosis. Meningitis tuberkulosis adalah bentuk TB extra paru yang paling umum kelima. Meningitis tuberkulosis sendiri menyumbang 5,2% dari semua kasus penyakit ekstrapulmuonar dan 0,7 dari semua kasus TB yang dilaporkan. Kata Kunci

: meningitis, peradangan, Mycobacterium tuberculosis, tuberculosis

Abstract Meningitis is a clinical syndrome that can usually be characterized by an inflammatory reaction in the meninges, 3 layers of membrane that control the brain and spinal cord. Clinically, meningitis manifests with meningeal, such as headaches, and photophobia, and pleocytosis. Meningitis itself can be caused by various things such as bacteria, viruses, and can also be caused by the bacterium Mycobacterium tuberculosis, commonly called tuberculosis meningitis. Tuberculous meningitis is the most common form of extra pulmonary TB. Tuberculous meningitis alone accounts for 5.2% of all cases of extrapulmonary disease and 0.7 of all TB cases supported. Keywords

Pendahuluan

: Meningitis, inflammatory, Mycobacterium tuberculosis, tuberculous

Infeksi sistem saraf pusat (SSP) dapat dibagi menjadi 2 kategori besar, yaitu infeksi primer yang melibatkan meninges yang biasa disebut meningitis dan infeksi primer terbatas pada daerah parenkim disebut ensefalitis. Meningitis adalah sindrom klinis yang biasa dapat ditandai oleh reaksi peradangan pada meninges, 3 lapisan membrane yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang. Secara klinis, meningitis bermanifestasi dengan gejala meningeal, misalnya sakit kepala, dan fotofobia, serta pleositosis (peningkatan sel darah putih termasuk cairan serebrospinal). Meningitis dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti bakteri dan virus. Organisme biasanya masuk ke dalam meninges dengan cara melalui aliran darah dari bagian organ tubuh lain. Banyak kasus meningitis bakteri terlokalisasi di dorsum otak, namun dalam kondisi tertentu bakteri dapat terkonsentrasi hingga lapisan arachnoid hingga ke pia mater, seperti beberapa kondisi seperti penyakit yang disebabkan oleh jamur atau tuberkulosis. Meningitis tuberkulosis dapat menyebar melalui dua cara, yaitu bakteri Mycobacterium tuberculosis basili masuk ke inang melalui inhalasi. Infeksi lokal dapat meningkat di dalam paru-paru, dengan metastasis ke kelenjar getah bening regional. Bakteri akan menghasilkan pembentukan subependymal kecil dari lesi metastasis yang disebut dengan Rich focus. Langkah kedua dalam perjalanan tuberkulosis meningitis adalah peningkatan ukuran Rich fokus hingga pecah ke ruang subarachnoid.1 Anamnesis Anamnesis merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan terhadap orangtua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, yang disebut aloanamnesis.2,3 Pada anamnesis didapatkan pasien menderita nyeri kepala berat yang terus menerus dan memburuk, nyerinya seperti ditusuk-tusuk pada seluruh bagian kepala. Pasien sendiri menjadi kurang responsive dan sering mengantuk. Pasien juga disertai dengan demam, mual dan muntah, serta terdapat riwayat batuk lama sejak 5 bulan dan tidak berobat.

Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik, pertama-tama mengecek kesadaran pasien dengan glasgow coma scale (GCS) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan. Lalu lakukan pemeriksaan umum serta mengecek tanda-tanda vital pasien dan lakukan pemeriksaan neurologis. Pada pemeriksaan neurologis, dapat ditemukan adanya keterlibatan neuropati kranial VI yang sering ditemui, sementara III, IV, VI, VII. Defisit neurologis fokal dapat mencakup monoplegia (penurunan motorik atau fungsi sensorik dari gerak tubuh pada 1 anggota tubuh), hemiplegia (setengah bagian tubuh), afasia (gangguan fungsi bicara), dan tetraparesis (lemah gerakan tubuh pada keempat bagian).1 Pemeriksaaan kaku kuduk dapat dilakukan dengan cara pasien diminta berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan ke arah dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala. Pemeriksaan fisik Kernig’s dan Brudzinsky juga bisa dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis.1 Pada pemeriksaan fisik didapatkan pemeriksaan kesadaran dengan glasgow coma scale eye (respon membuka mata) dengan skor 3 (dengan rangsangan suara untuk pasien membuka mata), respon motorik dengan skor 6 (dapat mengikuti perintah), respon verbal dengan skor 4 (bingung, berbicara mengacau, sering bertanya berulang-ulang, disorientasi tempat dan waktu). Pemeriksaan GCS didapatkan total skor 13 yang ditandai adanya cidera kepala sedang. Dari pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah 110/70 mmhg, frekuensi nadi 90x/menit, frekuensi pernapasan 20x/menit, didapatkan suhu 37,5oc. Dari pemeriksaan kaku kuduk (+), brudzinsky dan kernig’s sign (+). Pupil didapatkan isokor dan refleks cahaya normal. Babinski (+) bilateral dan pada pemeriksaan neurologis didapatkan varises N.6 bilateral.

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan seperti pemeriksaan cairan otak (pungsi lumbal), Pemeriksaan darah rutin, tes tuberculin, dan pemeriksaan radiologik. Pada pemeriksaan cairan otak merupakan kunci diagnosis untuk meningitis tuberculosis. Cairan serebrospinal pada meningitis tuberkulosis jernih, tidak berwarna, dan bila didiamkan akan membentuk “cob web” atau “pellicle” atau sarang laba-laba. Tekanan sedikit meninggi dan jumlah sel kurang dari 500/ mm3 dengan dominan limfosit. Protein meninggi sampai 200mg% dan kadar glukosa menurun sampai dibawah 40mg%. Pemeriksaan darah rutin untuk mengecek darah perifer lengkap, gula darah dan elektrolit. Selain itu perlu diperiksa juga jumlah dan hitung jenis leukosit serta peningkatan laju endap darah (LED). Uji Tuberkulin atau tes mantoux, dipakai untuk memeriksa apakah pasien terkena tuberkulosis, dengan cara menyuntikkan suatu protein TBC ke lengan pasien dengan selang waktu 48-72 jam dan diteliti apakah ada pembengkakan yang terjadi. pembengkakan mungkin terjadi jika pasien positif tuberkulosis atau pernah diberi vaksin BCG. Pada pemeriksaan radiologik dapat dilakukan pemeriksaan dengan CT-scan dan MRI. CT-Scan dan MRI otak dapat memberikan gambaran hidrosefalus, penebalan basilar meningeal, infark, dan edema. Meski kedua pemeriksaan ini kurang spesifik, namun dapat membantu dalam memantau komplikasi yang memerlukan pembedahan pada saraf. 1,4,5 Diferential Diagnosis Meningitis bakteri merupakan keadaan yang sangat serius karena dipercaya dapat menyebabkan kematian dalam hitungan jam. Kebanyakan pasien yang sembuh dari meningitis bakteri akan menderita cacat permanen pada otak, gangguan pendengaran, dan ketidakmampuan untuk konsentrasi dan belajar akibat terjadinya infeksi. Ada beberpa jenis bakteri yang dapat menyebabkan meningitis seperti Streptococcus

pneumoniae,

Streptococcus

grup

B,

Neisseria

meningitides,

Haemophilus influenzae, Listeria monocytogenes yang rata-rata menyebabkan 4.100 kasus dan 500 kematian di Amerika Serikat setiap tahun 2003 dan 2007. Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat pernapasan dan gastrointestinal. Meningitis ini sendiri memiliki gejala biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernapasan atas, penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas yang tinggi, nyeri

kepala hebat, malaise, nyeri otot, dan nyeri punggung. Cairan serebrospinal tampak keruh dan purulent.6-8 Viral meningitis adalah peradangan pada leptomeninges sebagai manifestasi dari infeksi sistem saraf pusat (SSP). Viral menamai agen penyebab, dan istilah meningitis menyiratkan kurangnya keterlibatan parenkim dan sumsum tulang belakang. Meningitis virus juga sering disebut sebagai meningitis aseptik. Pada meningitis viral tanpa komplikasi, perjalanan klinis biasanya terbatas, total pemulihan dalam 7-10 hari. Namun ketika pathogen virus menyebabkan meningoensefalitis atau meningomyelitis yang lebih terlibat, tentu saja dapat secara signifikan dapat menimbulkan komplikasi. Banyak jenis virus yang diduga terlibat, di antaranya enterovirus (coxsackie A dan B, echovirus, poliovirus), herpesvirus (HSV-1), (HSV2), (Epstein-Barr virus), (Varicella zoster virus), gondongan, campak, dan adenovirus. LCS jernih dengan dengan kandungan protein normal atau meningkat, dan glukosa normal. Bisa ditemukam sel-sel mononuclear, namun tak ditemukan organisme. Gejala nyeri kepala dan meningismus bisa ditemukan pada pasien viral meningitis. Gejala yang ditemukan pada meningitis viral lebih seperti adanya demam, sakit kepala, leher pada kaku, fotofobia, rasa kantuk dan sulit bangun ketika tidur, adanya mual dan muntah, ruam merah di kulit, kurangnya nafsu makan, dan kelesuan. Gejala awal meningitis virus mirip dengan meningitis bakteri. Namun, meningitis bakteri biasanya lebih parah dan dapat menyebabkan komplikasi serius seperti sepsis.1,9,10 Working Diagnosis Diagnostik meningitis TB bisa sulit ditemukan dan mungkin hanya didasarkan pada temuan klinis tanpa bukti mikrobiologis yang pasti. Karakteristik klinis tertentu seperti durasi gejala yang lebih dari 6 hari, pleositosis, dan adanya defisit fokal yang meningkat menandakan kemungkinan adanya meningitis TB. Temuan karakteristik CSF pada meningitis TB meliputi: leukositosis dengan dominasi limfosit 10-500 sel/mm3, kadar protein 100-500 mg/dL, dan penurunan konsentrasi <45 mg/dL.6-8 Etiologi Penyebab dari meningitis tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis yang merupakan bakteri basil gram positif. Ia merupakan bakteri obligat aerob, tidak berspora dan tidak bergerak. Bakteri ini memiliki ciri khas yaitu tahan asam.11

Epidemiologi TB menduduki peringkat ketujuh penyebab utama kematian dan kecacatan di seluruh dunia. Pada tahun 1997, Meningitis tuberkulosis adalah bentuk TB extra paru yang paling umum kelima. Meningitis tuberkulosis sendiri menyumbang 5,2% dari semua kasus penyakit ekstrapulmuonar dan 0,7 dari semua kasus TB yang dilaporkan. WHO memperkirakan bahwa sepertiga populasi dunia terinfeksi oleh bakteri TB ini. Prevalensi TB di seluruh dunia pada anak-anak sulit untuk dinilai karena data yang langka dan tidak terorganisir dengan baik. Di negara berkembang, 10-20% orang meninggal karena TB adalah anak-anak. Sebelum munculnya HIV, penentu paling penting untuk perkembangan TBM adalah usia. Menurut data di Amerika Serikat yang prevalensi TBnya rendah, sebagian kasus TBM terjadi pada orang dewasa.1,11 Patofisiologi Meningitis tuberkulosis berkembang melalui dua cara. Pertama bakteri Mycobacterium tuberculosis masuk ke inang lewat inhalasi. Infeksi lokal akan meningkat di paru-paru, dengan penyebaran ke kelenjar getah bening regional untuk menghasilkan kompleks primer. Selama tahap ini, bacteremia yang walau sedikit jumlah tetapi secara signifikan dapat menginfeksi organ lain lewat basil tuberkel yang terbawa oleh darah. Bila bakteri yang berhasil mencapai meningens dalam jumlah banyak dapat segera terjadi meningitis. Namun, bila dalam jumlah sedikit bakteri akan berkolonisasi, bereplikasi, dan terbentuk tuberkel yang disebut focus rich di area subepindermal.11 Langkah kedua sekian lama setelah infeksi, focus rich yang membesar dapat ruptur dan masuk ke ruang subarachnoid yang menyebabkan meningitis tuberculosis, atau ruptur ke parenkim otak yang lebih dalam menjadi tuberkuloma atau abses. Rupturnya fokus rich tersebut mengeluarkan eksudat gelatinosa yang lengket dan menimbulkan reaksi hipersensitivitas yang terjadi pada area basal otak. Proses ini menyebabkan tersumbatnya aliran cairan serebrospinal (CSS) pada sisterna basalis sehingga sering terjadi hidrosefalus komunikans. Eksudat juga menginfiltrasi pembuluh darah di korteks dan meningens yang menyebabkan vasculitis dan obstruksi diikuti oleh infark korteks dan edema serebri dan stroke. Batang otak juga ikut terkena sampai menyebabkan paresis saraf kranial, terutama N. III, IV, VI, dan VII di area basal. Dengan adanya syndrome of inappropriate antidiuretic hormone

(SIADH) yang sering terjadi dapat menyebabkan retensi cairan dan dapat memperburuk edema serebri.11 Gejala klinis Meningitis TB biasanya merupakan penyakit subakut. Dalam 1 daru 58 kasus, gejala muncul selama 1 hari hingga paling lama 9 bulan, dengan median 10 hari sebelum diagnosis. Fase prodromal seperti demam ringan, malaise, sakit kepala, pusing, muntah, dana tau perubahan kepribadian dapat muncul selama 2 hingga 3 minggu sebelum pasien datang untuk perawatan medis. Temuan gejala khas termasuk sakit kepala yang hebat, fotofobia, pireksia, menurunnya tingkat kesadaran, perubahan status mental, stroke, hidrosegalus dan neuropati kranial. Gambaran klinis ini adalah hasil dari fibrosis meningeal basiler dan terjadinya peradangan vaskular. Gejala klasik meningitis bakterial seperti kaku leher mungkin tidak. Ketika derajat keparahan meningkat tidak menutup kemungkinan dapat terjadi koma dan kejang.11,12 Tatalaksana Terapi suportif dan penanganan sama dengan pada meningitis bakterialis. Terapi suportif berupa cairan intravena, nutrisi, antiseptic, dan antikonvulsan. Pasien jangan terlebih dahulu menerima makanan melalui mulut dan lakkan pemeriksaan tanda-tanda vital dan juga pemeriksaan neurologis seperti kesadaran, reflex pupil, gerak bola mata, saraf kranial, kekuatan motorik, dan kejang dalam waktu 72 jam pertama. Pemberian cairan iv tidak ada batasan kecuali pasien terjadi syndrome of inappropriate antidiuretic hormone (SIADH) dan tidak ada dehidrasi.13 Lalu selanjutnya terapi meningitis tuberculosis yang diterapi selama 12 bulan dan juga mengikuti konsep pengobatan tuberkulosis secara umum yaitu terdapat 2 fase, fase intensif dan fase lanjutan.13 Fase intensif sendiri berlangsung selama 2 bulan, menggunakan 4 atau 5 obat antituberkulosis (OAT) yaitu isoniazid, rifampisin, pirazinamid, etambutol, dan streptomisin. Streptomisin diberikan jika terdapat resistensis terhadap OAT.11 Selanjutnya fase lanjutan yang berlangsung selama 10 bulan berikutnya menggunakan 2 obat OAT yaitu isoniazid dan rifampisin.11

Selain tuberkulostatik dapat juga diberikan rangkaian pengboatan dengan kortikosteroid seperti deksametason untuk menghambat edema serebri dan timbulnya perlekatan antara araknoid dan otak. Selain iru kortikosteroid juga menghambat reaksi inflamasi, mencegah komplikasi infeksi, mencegah arteritis/infark otak.11 Komplikasi Meningitis tuberculosis memiliki angka komplikasi yang sangat tinggi. Baik mayor maupun minor, bahkan setelah diobati dengan tuntas dan dinyatakan sembuh masih terdapat gejala sisa neurologis berupa mayor dan minor. Gejala sisa neurologis permanen mayor berupa serebral palsi, retardasi mental, epilepsy, paraplegia dan gangguan sensorik ekstremitas. Gejala sisa neurologis minor berupa palsi saraf kranial, nistagmus, ataksia, dan kelainan ringan pada koordinasi dan spastisitas. Dapat pula terjadi komplikasi pada mata yang menyebabkan atrofi optic dan kebutaan, serta pada telinga dapat menyebabkan turunnya pendengaran hingga tuli.11,13 Prognosis Prognosis penyakit ini sangat bergantung pada stadium pasien saat terdiagnosis dan diterpi. Pada stadium awal prognosis sangat baik, namun sebagian besar pasien pada stadium dua atau tida memiliki gejala sisa neurologis permanen. Usia pasien yang semakin rendah mempunyai prognosis yang lebih buruk.11 Kesimpulan Meningitis TB merupakan salah satu komplikasi TB primer. Morbiditas dan mortalitas penyakit ini tinggi dan prognosisnya buruk. Komplikasi meningitis TB terjadi pada setiap 300 penderita TB primer yang tidak diobati. Umumnya pasien yang tidak diobati selama 3 minggu akan meninggal dan kelompok usia yang lebih muda dapat mengalami perburukan yang lebih cepat. Maka dari itu penatalaksanaan yang tepat dan cepat menentukan baik buruknya prognosis.

Daftar Pustaka

1. Ramachandran TS. Tuberculous meningitis clinical presentation.2017. Diunduh dari https://emedicine.medscape.com/article/1166190-clinical 2. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lectures notes kedokteran klinis 6th ed. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2013.h.200 3. Gleadle, Jonathan. Pengambilan Anamnesis. Dalam: at a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2014.h.64-5 4. NSW

Health.

Tuberculin

skin

test.

2005.

Diunduh

dari

https://www.health.nsw.gov.au/Infectious/tuberculosis/Documents/Language/s kintest-ind.pdf 5. Ginsberg L. Lecture notes Neurologi ed.8th.Jakarta: Penerbit Erlangga; 2011.h.128 6. Vincent JL, Abraham E, Moore FA, Kochanek PM, Fink MP. Textbook of critical care ed.6th. Philadelphia: Elsevier Saunders;2011. h.1028-9 7. Young A. Juta’s manual: health care priorities. Cape Town: Juta Academic;2005. h.20 8. Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Turana Y. Diagnosis dan tatalaksana penyakit saraf. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2009. h. 47-9 9. Rubenstein D, Wayne D, Bradlet J. Lecture notes Kedokteran Klinis ed. 6th.Jakarta: Penerbit Erlangga;2010. h. 128 10. Centers for Disease Control and Prevention. Viral Meningitis.2018. Diunduh dari https://www.cdc.gov/meningitis/viral.html 11. Török ME. Tuberculous meningitis: advances in diagnosis and treatment. British Medical Bulletin. 2015; 113:117-31. 12. Mirawati KD, Budianto P, Suroto, Hartanto OS, Subandi, Danuaji, et al. Buku pedoman keterampilan klinis pemeriksaan neurologis. Surakarta.2017. h. 6-7 13. Marx GE, Chan ED. Tuberculous meningitis: diagnosis and treatment overview.

2011.

Diunduh

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3335590/

dari

Related Documents


More Documents from ""