MAKALAH BIOTEKNOLOGI FARMASI “WESTERN BLOT” Diajukan sebagai Tugas Mata Kuliah Bioteknologi Farmasi
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER 2018
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentangWestern Blot ini dengan baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Endah Puspitasari, S.Farm., M.Sc., Apt. selaku Dosen mata kuliah Bioteknologi Farmasi yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kami mengenai teknik untuk mendeteksi protein, dan juga bagaimana langkah-langkah dalam teknik Western Blot ini. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi pembaca.Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
Jember, 01 Maret 2018
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Dalam dunia kesehatan sering ditemukan berbagai penyakit yang dapat mengancam kesehatan makhluk hidup. Salah satu contoh dari penyakit itu adalah HIV/AIDS. Penyakit ini memiliki gejala-gejala yang mirip dengan penyakit lainnya, sehingga besar kemungkinan untuk terjadi kesalahan diagnose penyakit yang dapat membahayakan bagi penderita. Oleh karena itu, diperlukan suatu teknik yang dapat mendeteksi keberadaan substrat penyebab suatu penyakit di dalam tubuh secara spesifik. Substrat tersebut ditemukan ditemukan dalam bentuk protein yang spesifik berupa antigen (antibodi generator / pemicu antibody). Antigen merupakan protein asing yang berbahaya dan dapat menyerang tubuh sehingga akan memicu munculnya antibody spesifik pada tubuh. Antibodi yang terdapat pada tubuh merupakan bagian system dari kekebalan tubuh yang dapat mencegah tubuh dari serangan penyakit yang disebabkan oleh antigen yang masuk ke dalam tubuh. Untuk dapat mendeteksi keberadaan suatu antigen pada tubuh, diperlukan suatu teknik diagnose sistematis yaitu Western Blotting. Teknik ini pertama kali dibuat oleh W.Neal dan dinamai Western Blot. Western blotting adalah teknik penting yang digunakan dalam biologi sel dan molekuler. Dengan menggunakan blot ini, peneliti dapat mengidentifikasi protein spesifik dari campuran protein kompleks yang diambil dari sel. Teknik ini menggunakan tiga elemen untuk menyelesaikan tugas ini: pemisahan berdasarkan ukuran,beralih ke dukungan padat, dan menandai target protein dengan menggunakan antibodi primer dan sekunder yang tepat untuk di visualisasikan. Maka dalam makalah yang di susun kali ini akan membahas secara spesifik mengenai pengertian, prinsip kerja, langkah kerja, dan manfaat dari teknik Western Blot.
1.2. Rumusan Masalah Dibawah ini merupakan rumusan masalah pada makalah kami yaitu: 1. Bagaimana pengertian atau teori secara umum dari teknik Western Blot? 2. Bagaimana prinsip kerja dari teknik Western Blot? 3. Bagaimana langkah kerja dari teknik Western Blot?
4. Apa saja aplikasi dan manfaat yang bisadiambildariteknik Western Blot dalam dunia kesehatan? 5. Apa saja masalah yang terdapat pada Western Blot?
1.3. Tujuan Adapun tujuan yang dapat diambil dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Mampu memahami serta mengetahui pengertian atau teori secara umum dari teknik Western Blot. 2. Mampu mengetahui secara rinci mengenai prinsip kerja dari teknik Western Blot. 3. Mampu mengetahui secara rinci langkah kerja teknik Western Blot. 4. Mampu mengetahui aplikasi dan manfaat dari penggunaan teknik Western Blot dalam dunia kesehatan. 5. Mampu mengetahui apa saja masalah yang terdapat pada Western Blot
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Teknik Western Blot Sebelum membahas mengenai teknik Western Blot ini, kita terlebih dahulu harus mengetahui apa itu protein? Protein sendiri memiliki pengertian. Protein berasal dari bahasa Yunani proteios yang berarti pertama atau utama. Protein berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Juga sebagai sumber asam amino yang mengandung unsur C,H,O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak maupun karbohidrat. Selain itu protein juga memiliki fungsi sebagai bahan struktural sepert halnya polimer lainnya. Protein juga berperan dalam biokatalisis suatu reaksi-reaksi kimia dalam makhluk hidup. Makromolekul itulah yag mengendalikan metabolisme yang kompleks dan menjaga kelangsungan hidup suatu mikroorganisme (Santoso, 2008). Sehubungan dengan hal tersebut, jika terjadi suatu kelainan dalam biokatalisis suatu makhluk hidup maka akan terlihat dengan jelas kelainan proteinnya. Sehingga diperlukan beberapa uji yang dibutuhkan untuk mengetahuinya. Protein menentukan ukuran dan struktur sel, komponen utama dari sistem komunikasi antar sel serta sebagai katalis berbagai reaksi biokimia di dalam sel. Karena itulah sebagian besar aktivitas penelitian biokimia tertuju pada protein khususnya hormon, antibody dan enzim. Western blot merupakan teknik untuk mendeteksi protein spesifik pada sampel jaringan yang homogenate / homogenya
ataupun dari suatu ekstraksi berdasarkan
kemampuan protein tersebut berikatan dengan antibodi. Teknik ini menggunakan gel elektroforesis untuk memisahkan protein berdasarkan panjang polipeptida atau berdasarkan struktur 3D-nya. Protein tersebut kemudian ditransfer ke sebuah membran, biasanya nitroselulosa atau PVDF, dimana mereka kemudianakan dilacak dengan menggunakan antibodi yang spesifik kepada protein target. Teknik ini dapat memberikan informasi mengenai ukuran dan ekspresi protein tersebut. Menurut
Attwood et
al., (2006)
menyatakan
bahwa Western
Blot
(WB)
merupakan suatu teknik untuk menandai suatu protein pada membran nitroselulosa, nilon, atau membran transfer lain setelah protein tersebut terpisahkan melalui elektroforesis. Protein tersebut kemudian dapat dideteksi dengan cara direct dan indirect.
Metode ini digunakan di bidang biologi molekuler, biokimia, imunogenetik dan ilmu molekuler lainnya.Metode ini berasal dari laboratorium Harry Towbin di Friedrich Miescher Institute. NamaWesternBlot ini diberikan oleh W. Neal Burnette yang merupakan nama dari pembuat teknik ini. Southern Blot, teknik deteksi DNA yang dikembangkan sebelumnya oleh Edwin Southern. Deteksi dari RNA disebut Northern Blot dan dikembangkan oleh George Stark di Stanford.
2.2. Prinsip Kerja Teknik Western Blot Prinsip teknik western blotting yaitu mendeteksi protein spesifik pada sampel jaringan yang homogeny ataupun dari suatu ekstraksi berdasarkan kemampuan protein tersebut berikatan dengan antibodi. Teknik ini menggunakan gel elektroforesis untuk memisahkan protein berdasarkan panjang polipeptida atau berdasarkan struktur 3D-nya. Protein tersebut kemudian ditransfer ke sebuah membran, biasanya nitroselulosa atau PVDF, dimana mereka kemudian akan dilacak dengan menggunakan antibodi yang spesifik kepada protein target.
Membran tersebut (PVDF) dapat diperlakukan lebih fleksibel daripada gel sehingga protein yang terblot pada membrane dapat dideteksi dengan cara visual maupun fluoresensi. Deteksi ekspresi protein pada organism dilakukan dengan prinsip
imunologi menggunakan antibodi primer dan antibody sekunder. Setelah pemberian antibody sekunder, deteksi dilakukan secara visual dengan pemberian kromogen atau secara fluoresensi. Pada deteksi secara fluoresensi, reaksi antara antibodi primer dengan antibody sekunder akan memberikan hasil fluoresens yang selanjutnya akan membakar film X-ray, deteksi ini dilakukan di kamar gelap. Immunodeteksi tidak dilakukan langsung pada gel karena sifat gel yang rapuh untuk dapat melalui proses inkubasi yang lama dan pencucian yang berulang kali. Untuk mengatasi hal ini, maka protein terlebih dahulu ditansfer dari gel ke membrane nitroselulosa (NC) atau membrane polivinilidendifluorida (PVDF). Membrandigunakansebagaitempatmelekatnya protein yang diujikarena: 1. Mengurangi lama inkubasi dan pencucian 2. Hasil protein yang di transfer (hasil blot) dapat dipakai lagi untuk immunodeteksi protein yang lain. 3. Blot dapat disimpan sampai 1 bulan. 4. Blot sesuai untuk berbagai prosedur deteksi (fatchiyah dkk, 2011).
Proses mendeteksi protein target dapat dilakukan secara direct dan indirect. Pendetksian secara direct (langsung) tidak membutuhkan antibody sekunder karena antibodi primer sudah langsung dilabeli oleh enzim maupun pewarna fluorescent. Sedangkan pendeteksian secara indirect (tidak langsung) yaitu antibodi primer ditambahkan lebih dahulu supaya berikatan dengan protein antigen dalam sampel, lalu diikuti penambahan antibody sekunder sehingga antibody sekunder dapat langsung berikatan dengan antibodi primer. Label yang digunakan adalah konjugat enzim (substrat) chemiluminescent horseradish peroxidase (HRP). Pendeteksian protein target secara indirect lebih banyak digunakan karena memiliki lebih antara lain antibody sekunder dapat memperkuat sinyal pendeteksi, pelabelan tidak mempengaruhi imunoreaktivitas antibodi primer, dan satu antibody sekunder dapat digunakan untuk beberapa antibodi primer (Rockoff dan Cole, 2011).
2.3. Langkah Kerja Teknik Western Blot
Berdasarkan pengertian dari Western Blot tersebut, Western Blot dapat dilakukan melalui beberapa tahapan. 1.
Tahap pertama yaitu elektoforesis Pada tahap pertama ini, protein yang diinginkan dipisahkan dari sampel secara elektroforesis. Elektroforesis merupakan pemisahan protein berdasarkan ukuran molekul dalam suatu tegangan listrik tertentu. Dalam elektroforesis, biasanya sampel yang mengandung protein biasanya dicampur dengan SDS. SDS merupakan suatu detergen yang memiliki muatan negatif. Muatan negatif SDS tersebut mengganggu kestabilan protein, sehingga protein mengalami denaturasi. Interaksi ionik, jembatan disulfida, ikatan hidrogen yang menyebabkan suatu protein mengalami folding untuk menjaga kestabilannya menjadi terganggu akibat adanya SDS. Suatu protein multimer juga akan terurai menjadi monomer penyusunnya. Akibatnya, protein-protein yang ada dalam sampel membentuk suatu rantai polipeptida lurus. Semakin besar berat molekul suatu protein, maka rantai polipeptida tersebut semakin panjang. Sampel dengan protein rantai polipeptida lurus tersebut dimasukkan dalam suatu membran poliakrilamid yang dialiri arus listrik. Protein yang telah bermuatan negatif akan bergerak dari kutub negatif menuju kutub positif. Laju pergerakan protein dalam membran poliakrilamid tersebut berbeda-beda tergantung pada daya hambat antara protein dan membran.
Protein yang berukuran lebih besar akan memiliki daya hambat lebih besar sehingga pergerakannya menjadi lebih lambat dibandingkan dengan pergerakan protein yang berukuran lebih kecil. Setelah dialiri arus listrik selama beberapa waktu, masing-masing protein akan terpisah berdasarkan ukuran molekulnya. Protein yang lebih kecil atau memiliki berat molekul rendah akan bergerak lebih jauh dibanding protein yang lebih besar. Dalam gel poliakrilamid tersebut akan terbentuk pita-pita yang merupakan protein-protein yang telah terpisah berdasarkan berat molekul.
2.
Tahap kedua yaitu elektotransfer Gel poliakrilamida baik untuk memisahkan protein, tetapi tidak cocok untuk pewarnaan dan mendeteksi lebih lanjut. Dalam rangka untuk membuat protein yang dapat diakses untuk deteksi antibodi, protein pindah dari dalam gel ke membran yang terbuat dari nitroselulosa atau PVDF. Membran ditempatkan berhadapan dengan gel. Protein yang bermuatan bergerak dari dalam gel ke membran sambil mempertahankan susunan dalam gel. Sebagai hasil dari proses "blotting", protein dipaparkan pada permukaan lapisan tipis untuk dideteksi. Kedua macam membran dipilih untuk sifat protein pengikat non-spesifik mereka (yaitu mengikat semua protein sama baiknya). Protein pengikat didasarkan pada interaksi hidrofobik, seperti interaksi antara membran dan protein. Membran nitroselulosa lebih murah daripada PVDF, tetapi jauh lebih rapuh dan tidak berdiri dengan baik untuk penelitian diulang (Yang & Hongbao, 2009). Tahap kedua dalam Western Blot yaitu pemindahan protein dari gel poliakrilamid
menuju
membran
transfer.
Tahap
pemindahan
tersebut
menggunakan arus listrik sebagai faktor pendorong transfer protein. Oleh karena itu, proses pemindahan tersebut disebut juga elektrotransfer. Menurut Bollag et al., (1996), elektrotransfer dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu: a.
Blotting Semi Kering Blotting semi kering menggunakan kertas saring yang telah dibasahi dengan
buffer transfer. Kertas saring tersebut diletakkan diantara gel poliakrilamid dan membran transfer. Transfer seperti ini dapat dilakukan selama 10-30 menit dengan listrik tertentu.
b.
Blotting Basah Blotting basah tidak menggunakan kertas saring diantara gel poliakrilamid
dan membran transfer, tetapi keduanya diimpitkan dan direndam dalam buffer transfer (Wenk dan Fernandis, 2007). Transfer dengan blotting basah dapat dilakukan 45 menit hingga 1 malam. Metode blotting basah lebih umum digunakan karena fleksibilitas metode tersebut yang lebih baik. Transfer protein dari gel poliakrilamid menuju membran transfer merupakan tahap yang sangat penting dalam western bolt. Oleh karena itu, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam proses transfer protein tersebut. a. Arus listrik yang digunakan harus diperhatikan karena arus yang terlalu tinggi dapat menghasilkan panas selama transfer yang dapat menimbulkan masalah b. Kekuatan ion rendah buffer transfer dapat digunakan pada tegangan listrik yang tinggi tanpa perlu dikhawatirkan menghasilkan panas yang tinggi. c. Salah satu arus listrik yang dapat digunakan adalah 200 mA selama 2 jam d. Untuk transfer protein dengan ukuran molekul besar, penggunaan gel dengan konsentrasi poliakrilamid yang rendah.
3.
Tahap ketiga yaitu deteksi. Tahap ini merupakan deteksi protein yang telah dipindahkan ke membran transfer. Deteksi protein tersebut memanfaatkan interaksi antara antigen dan antibodi yang bersifat spesifik. Variasi metode-metode tersebut terutama terletak pada penggunaan antibodi primer dan sekunder, serta penggunaan molekul penanda. Berdasarkan penggunaan antibodi primer dan antibodi sekunder, ada dua metode deteksi, yaitu: metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung menggunakan antibodi primer yang telah terkonjugasi dengan molekul marker. Metode tidak langsung menggunakan antibodi primer dan antibodi sekunder. Antibodi primer berfunsi mengikat protein target, sedangkan antibodi sekunder berfungsi mengikat antibodi primer dan terkonjugasi dengan molekul penanda. Molekul penanda yang digunakan juga bervariasi. Molekul penanda yang umum digunakan diantaranya adalah enzim alkalin fosfatase (AP), enzim horsedish peroksidase (HRP).
2.4. Aplikasi dan Manfaat Western Blot 2.4.1
Aplikasi Teknik Western Blot Western Blot dapat di aplikasikan untuk mendeteksi beberapa kasus penyakit.
Beberapa kasus tersebut diantaranya : 1. HIV Dalam kasus penyakit HIV, Western Blot yang digunakan adalah metode ELISA. Suatu binti-bintik darah kering pada urin yang ada pada hasil tes dapat diaplikasikan sebagai strategi alternatif dalam diagnosa HIV. Metode ini juga dapat digunakan untuk melakukan tes terhadap seorang individu yang sifatnya rahasia dan menghindari adanya diskriminasi jika individu tersebut melakukan tes HIV. Langkah yang dilakukan dalam pengaplikasian metode Western Blot untuk diagnose HIV diantaranya : Menentukan subjek yang akan didiagnosa, Memproses sample berupa darah dan urin yang telah dikumpulkan Sentrifugasi pada darah dan urin Penambahan reagen pada hasil sentrifugasi sebelum dilakukan pengetesan Pengetesan prosedur dengan cara membandingkan darah dan urin dengan jika positif mengidap HIV maka hasil dari kedua bintik-bintik darah kering dan urin pada tes ELISA adalah garis pararel, jika hasilnya negative maka indikasi yang tertera berupa garis ganda (Feng, et al., 2016). 2. Toksoplasmosis pada Bayi Bayi yang mengidap toksoplasma biasanya tidak menunjukkan tanda tanda atau gejala sejak lahir hingga terjadinya gejala gejala sisa, terutama pada mata dan syaraf. Bayi menderita toksoplasma dikarenakan ibu yang menderita toksoplasma akut selama masa kehamilan, hal awal yang dilakukan untuk mengetahui seorang anak mengidap toksoplasma adalah dengan investigasi serologis dengan deteksi antibody toksoplasma gondii. Namun diagnosa serologis menggunakan infeksi T.gondii harus melalui antibodi IgM atau IgA dan hal ini belum tentu berhasil bagi semua bayi. Maka ditemukan suatu metode baru yang lebih cepat dan kompleks seperti immunofluorescence (IIF), enzyme-linked immunoassay (ELISA), dan immunoassay dari mikropartikel menggunakan chemiluminescence (CL). Tujuan dari penggunaan metode ini secara tidak langsung adalah mengevaluasi metode Western Blot untuk mendeteksi antibodi IgG dalam serum ibu hamil yang menderita
toksoplasma akut sehingga kemungkinan toksoplasma yang terjadi pada bayi dapat dideteksi sejak dini. Langkah yang dilakukan adalah :
1. Diagnosis pada bayi 2. Pemeriksaan serologi untuk mendeteksi anti-T. gondii IgM and IgG 3. Penggunaan antigen T.gondii 4. Metode IgG-Western Blot, dengan cara elektroforesis, pemeriksaan menunjukkan hasil yang positive jika bayi menghasilkan antibodi yang dikenali oleh minimal satu pita protein yang berbeda dari ibu atau dengan intensitas lebih tinggi daripada pita yang sesuai dengan protein dari serum ibunya (Capobiango, et al., 2016).
2.4.2 Manfaat Western Blot Adapun manfaat secara umum dari analisis westrern blot antara lain: a. Untuk
mengidentifikasi
dan
memposisikan
protein
berdasarkan
kemampuannya untuk berikatan dengan antibodi yang spesifik b. Dapat memberikan informasi tentang ukuran dari protein Berdasarkan penguraian aplikasi teknik western blot , salah satu manfaat yang telah diperoleh dari analisis western blot ini yaitu konstruksi antibodi anti eRF3 telah dilakukan meskipun antibodi belum terkarakterisasi dengan baik. Sehingga dilakukanlah analisis western blot dengan cara mengukur tingkat spesifitas dan sensitifitas antibodi anti eRF3 terhadap protein eRF3. Spesifitas antibodi ditentukan berdasarkan kemampuan antibodi ini dalam mengenali epitop protein eRF3 dari berbagai protein yang terdapat pada crude extract ragi, sedangkan sensitifitasnya ditentukan melalui variasi jumlah antigen (eRF3) yang berinteraksi dengan antibodi tersebut.
2.5. Masalah yang terdapat pada metode Western Blot Terbentuk pita yang tidak biasa dan diluar perkiraan dalam proses deteksi. Tidak terbentuknya pita. Terbentuknya pita yang lemah atau sinyal yang jelek. Tingginya background pada blot. Adanya bintik atau ketidakrataan pada hasil blot (Mahmood, 2012).
BAB III PENUTUP 3.1.
Kesimpulan Metode Western Blot adalah suatu metode dalam molekul biologi / biokimia / immunogenetik untuk mendeteksi protein dalam sampel yang diberikan dari homogenat jaringan atau ekstrak. Western Blotting menggunakan elektroforesis gel untuk memisahkan protein terdenaturasi oleh massa. Protein kemudian dipindahkan dari gel dan ke membran (biasanya nitroselulosa atau PVDF membran) dan menggabungkan dengan antibodi spesifik untuk protein. Berbagai jenis metode dari Western Blot dapat di aplikasikan untuk mendeteksi pada beberapa kasus penyakit seperti HIV dan toksoplasmosis pada bayi.
DAFTAR PUSTAKA Atwood, T.K., P.N. Campbell, J.H. Parish, A.D. Smith, J.L. Stirling dan F. Vella (Ed). 2006. Oxford Dictionary of Biochemistry and Molecular Biology, Revised Edition. Oxford. University Press.
Capobiango, J. D., Monica, T. C., Ferreira, F. P., Mitsuka-Breganó, R., Navarro, I. T., Garcia, J. L., et al. (2016). Evaluation of the Western blotting method for the diagnosis of congenital toxoplasmosis. Jornal de Pediatria, 616-623. Fatchiyah, dkk. 2011. Biologi Molekular. Jakarta. Erlangga. Feng, X., Wang, J., Gao, Z., Tian, Y., Zhang, L., Chene, H., et al. (2016). An alternative strategy to western blot as a confirmatory diagnostic An alternative strategy to western blot as a confirmatory diagnostictest for HIV infection. Journal of Clinical Virology, 8-11. Mahmood, T. a.-C. (2012, September). Western Blot: Technique, Theory, and Troubleshooting. North American Journal of Medical Sciences, hal. 429-434. Rockoff, A. dan G.W. Cole. 2011. Hives (urticaria & angioedema).http://www.medicinenet.com/hives/article.html. Diakses pada tanggal 3 Maret 2018. Santoso. (2008). Protein dan Enzim. Yogyakarta: Yayasan Farmasi Indonesia. Yang, Y., & Hongbao, M. (2009). Western Blotting and ELISA Techniques. Sciencepub Researcher, 67-86.