BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Lingkungan kita sedang terancam. Secara mengejutkan udara yang kita hirup, air yang kita minum dan tanah yang kita andalkan untuk menanam bahan makanan telah terkontaminasi secara langsung oleh hasil aktivitas manusia. Polusi dari sampah industri seperti tumpahan bahan kimia, produk rumah tangga dan peptisida telah menyebabkan kontaminasi pada lingkungan. Bertambahnya jumlah bahan kimia beracun menyebabkan ancaman bagi kesehatan lingkungan dan organisme hidup yang ada di dalamnya. Perkembangan pembangunan di Indonesia khususnya bidang industri, senantiasa meningkatkan kemakmuran dan dapat menambah lapangan pekerjaan bagi masyarakat kita. Namun di lain pihak, perkembangan industri memiliki dampak terhadap meningkatnya kuantitas dan kualitas limbah yang dihasilkan termasuk di dalamnya adalah limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Bila tidak ditangani dengan baik dan benar, limbah B3 akan menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Pencemaran atau polusi bukanlah merupakan hal baru, bahkan tidak sedikit dari kita yang sudah memahami pengaruh yang ditimbulkan oleh pencemaran atau polusi lingkungan terhadap kelangsungan dan keseimbangan ekosistem. Polusi dapat didefinisikan sebagai kontaminasi lingkungan oleh bahan-bahan yang dapat mengganggu kesehatan manusia, kualitas kehidupan, dan juga fungsi alami dari ekosistem. Walaupun pencemaran lingkungan dapat disebabkan oleh proses alami, aktivitas manusia yang notabenenya sebagai pengguna lingkungan adalah sangat dominan sebagai penyebabnya, baik yang dilakukan secara sengaja ataupun tidak. Berdasarkan kemampuan terdegradasinya di lingkungan, polutan digolongkan atas dua golongan:
1.
Polutan yang mudah terdegradasi (biodegradable pollutant), yaitu bahan seperti sampah yang mudah terdegradasi di lingkungan. Jenis polutan ini akan menimbulkan masalah lingkungan bila kecepatan produksinya lebih cepat dari kecepatan degradasinya.
2.
Polutan yang sukar terdegradasi atau lambat sekali terdegradasi (nondegradable pollutant), dapat menimbulkan masalah lingkungan yang cukup serius. Bahan polutan yang banyak dibuang ke lingkungan terdiri dari bahan
pelarut (kloroform, karbontetraklorida), pestisida (DDT, lindane), herbisida (aroklor,
antrazin,
2,4-D),
fungisida
(pentaklorofenol),
insektisida
(organofosfat), petrokimia (polycyclic aromatic hydrocarbon [PAH], benzena, toluena, xilena), polychlorinated biphenyls (PCBs), logam berat, bahanbahan radioaktif, dan masih banyak lagi bahan berbahaya yang dibuang ke lingkungan, seperti yang tertera dalam lampiran Peraturan Pemerintah RI Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun. Untuk mengatasi limbah (khususnya limbah B3) dapat digunakan metode biologis sebagai alternatif yang aman, karena polutan yang mudah terdegradasi dapat diuraikan oleh mikroorganisme menjadi bahan yang tidak berbahaya seperti CO2 dan H2O. Cara biologis atau biodegradasi oleh mikroorganisme, merupakan salah satu cara yang tepat, efektif dan hampir tidak ada pengaruh sampingan pada lingkungan. Hal ini dikarenakan tidak menghasilkan racun ataupun blooming (peledakan jumlah bakteri). Mikroorganisme akan mati seiring dengan habisnya polutan dilokasi kontaminan tersebut. Hanya bioteknologi yang dipertimbangkan untuk menjadi kunci dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah kesehatan manusia. Bioteknologi juga menjadi peralatan yang bagus untuk pembelajaran atau perbaikan terhadap buruknya kesehatan akibat polusi lingkungan. B. Rumusan Masalah 1. Apakah pengertian bioremediasi? 2. Apakah tujuan dari bioremediasi? 3. Bagaimana proses bioremediasi dalam pengelolaan limbah?
C. Tujuan 1. Untuk mengetahui apa itu bioremediasi 2. Untuk mengetahui tujuan dilakukan bioremediasi 3. Untuk mengetahui proses dari bioremediasi dalam pengelolaan limbah cair maupun padat
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Bioremediasi Bioremediasi berasal dari dua kata yaitu bio dan remediasi yang dapat diartikan sebagai proses dalam menyelesaikan masalah. Menurut Munir (2006), bioremediasimerupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran. Menurut Sunarko (2001),bioremediasi mempunyai potensi untuk menjadi salah satu teknologi lingkungan yang bersih, alami, dan paling murah untuk mengantisipasi masalah-masalah lingkungan. Menurut Ciroreksoko(1996), bioremediasi diartikan sebagai proses pendegradasian bahan organik berbahaya secara biologis menjadi senyawa lain
seperti karbondioksida (CO2), metan, dan air. Sedangkan menurut Craword (1996), bioremediasi merujuk pada penggunaan secara produktif proses biodegradatif untuk menghilangkan atau mendetoksi polutan (biasanya kontaminan tanah, air dan sedimen) yang mencemari lingkungan dan mengancam kesehatan masyarakat. Jadi bioremediasi adalah salah satu teknologi alternatif untuk mengatasi masalah
lingkungan
dengan
memanfaatkan
bantuan
mikroorganisme.
Mikroorganisme yang dimaksud adalah khamir, fungi (mycoremediasi), yeast, alga dan bakteri yang berfungsi sebagai agen bioremediator. Selain dengan memanfaatkan mikroorganisme, bioremediasi juga dapat pula memanfaatkan tanaman air. Tanaman air memiliki kemampuan secara umum untuk menetralisir komponen-komponen tertentu di dalam perairan dan sangat bermanfaat dalam proses pengolahan limbah cair ( misalnya menyingkirkan kelebihan nutrien, logam dan bakteri patogen). Penggunaan tumbuhan ini biasa dikenal dengan istilah fitoremediasi. Bioremediasi juga dapat dikatakan sebagai proses penguraian limbah organik/anorganik polutan secara biologi dalam kondisi terkendali. B. Tujuan Bioremediasi Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air) ataudengan kata lain mengontrol, mereduksi atau bahkan mereduksi bahan pencemar dari lingkungan. C. Proses Bioremediasi dalam Pengelolaan Limbah Proses utama pada bioremediasi adalah biodegradasi, biotransformasi dan biokatalis. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut. Enzim mempercepat proses tersebut dengan cara menurunkan energi aktivasi, yaitu energi yang dibutuhkan untuk memulai suatu reaksi. Pada proses ini terjadi biotransformasi atau biodetoksifikasi senyawa toksik menjadi senyawa yang kurang toksik atau tidak toksik. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi. Degradasi senyawa kimia oleh mikroba di lingkungan merupakan proses yang sangat penting untuk
mengurangi kadar bahan-bahan berbahaya di lingkungan, yang berlangsung melalui suatu seri reaksi kimia yang cukup kompleks dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun. Misalnya mengubah bahan kimia menjadi air dan gas yang tidak berbahaya misalnya CO2. Dalam proses degradasinya,
mikroba
menggunakan
senyawa
kimia
tersebut
untuk
pertumbuhan dan reproduksinya melalui berbagai proses oksidasi. Enzim yang dihasilkan juga berperan untuk mengkatalis reaksi degradasi, sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai keseimbangan. Lintasan biodegradasi berbagai senyawa kimia yang berbahaya dapat dimengerti berdasarkan lintasan mekanisme dari beberapa senyawa kimia alami seperti hidrokarbon, lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Sebagian besar dari prosesnya, terutama tahap akhir metabolisme umumnya berlangsung melalui proses yang sama. Supaya proses tersebut dapat berlangsung optimal, diperlukan kondisi lingkungan
yang
sesuai
dengan
kebutuhan
pertumbuhan
dan
perkembangangbiakan mikroorganisme. Tidak terciptanya kondisi yang optimum akan mengakibatkan aktivitas degradasi biokimia mikroorganisme tidak dapat berlangsung dengan baik, sehingga senyawa-senyawa beracun menjadi persisten di lingkungan. Agar tujuan tersebut tercapai diperlukan pemahaman akan prinsip-prinsip biologis tentang degradasi senyawa-senyawa beracun, pengaruh kondisi lingkungan terhadap mikroorganisme yang terkait dan reaksi-reaksi yang dikatalisnya. Salah satu cara untuk meningkatkan bioremediasi adalah melalui teknologi genetik. Teknologi genetik molekular sangat penting untuk mengidentifikasi gen-gen yang mengkode enzim yang terkait pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan dapat meningkatkan
pemahaman
kita
tentang
bagaimana
mikroba-mikroba
memodifikasi polutan beracun menjadi tidak berbahaya. a. Dalam Pengelolaan Limbah Cair Air dari rumah tangga yang masuk ke dalam saluran air dipompa menuju fasilitas pengolahan di mana feses dan produk kertas dibuang ke tanah dan disaring menjadi partikel yang lebih kecil sehingga dihasilkan
material berlumpur yang disebut sludge. Sedangkan air yang mengalir keluar disebut effluent yang digunakan untuk aerasi tangki karena bakteri aerobik dan mikroba lain akan mengkoksidasi bahan organik yang terdapat effluent. Di dalam tangki ini, air disemprotkan di atas batu atau plastik yang ditutupi dengan biofilm mikroba pendegradasi sampah yang secara aktif
mendegradasi
bahan
organik
dalam
air.
Effluent dialirkan
melalui system sludge dengan menggunakan tangki yang mengandung sejumlah besar mikroba pendegradasi sampah yang tumbuh pada lingkungan yang dikontrol. Effluent didesinfeksi dengan klorin sebelum air dialirkan ke sungai atau laut. Sludge dialirkan ke dalam tangki pengolah anaerob
yang
mengandung
bakteri
anaerob
yang
akan
mendegradasi sludge. Bakteri ini menghasilkan gas karbon dioksida dan metana. Gas metana yang dihasilkan ini sering dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan bakar untuk menjalankan peralatan pada pengolahan sampah dengan menggunakan tanaman. Cacing-cacing kecil yang
sering
muncul
menghancurkan sludge menjadi
pada sludge, juga partikel-partikel
kecil.
membantu Sludge ini
kemudian dikeringkan dan dapat digunakan sebagai lahan pertanian atau pupuk. b. Groundwater Clean-Up Biasanya terjadi adalah tumpahan gasolin, dimana tumpahan tersebut mencemari air dalam tanah. Hal ini dapat ditangani dengan mengkombinasikan antara bioremidiasi ex situ (bagian atas permukaan tanah) dan bioremidiasi in-situ (di dalam tanah).
1.
1.
B
ioremidiasi e
x
situ.
Minyak dan
gas
dipompa
keluar
ke permukaan tanah menggunakan bioreaktor à dalam bioreaktor terdapat bakteri yang tumbuh pada biofilm à bakteri ini mendegradasi polutan à pupuk/ nutrien dan oksigen ditambahkan pada bioreaktor
Gambar 1 Bioremediasi Ex Situ
2.
Bioremidiasi
in-situ.
Air
hasil dari
bersih
bioreaktor
yang
terdiri
atas
pupuk,
bakteri
dan
oksigen à
dikembalikan lagi di dalam tanah (sebagai air tanah).
Gambar 2 Layout Bioremediasi In Situ
c. Mengubah Limbah menjadi Energi Pada waktu proses bioremidiasi, bakteri anaerobik menghasilkan soil nutrients dan metana. Gas metana yang dihasilkan ini sering dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan bakar, sedangkan soil nutrients digunakan sebagai pupuk. Contoh. Bakteri anaerobik Desulfuromonas acetoxidans merupakan bakteri anerobik laut yang menggunakan sulfur dan besi sebagai penerima elektron untuk mengoksidasi molekul organik dalam endapan dimana bisa menghasilkan energi. Karena bakteri ini menggunakan reaksi redoks untuk mendegradasi molekul pada lapisan sedimen à elektron ditangkap oleh elektroda à elektroda ini berfungsi mentransfer elektron ke generatorà arus listrik.
Gambar 3 Diagram Pengubahan Limbah menjadi Energi