Makalah Biokimia.docx

  • Uploaded by: irfandana
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Biokimia.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,996
  • Pages: 12
MAKALAH SISTEM PENCERNAAN PADA SAPI POTONG

Nama NIM

Disusun oleh : : Irfandana Fikri Darmawan : 18/430675/PT/07830

LABORATORIUM BIOKIMIA NUTRISI DEPARTEMEN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2019

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya, semua makhluk hidup harus memenuhi kebutuhan energinya dengan cara mengkonsumsi makanan. Makanan tersebut kemudian diuraikan dalam sistem pencernaan menjadi sumber energi, sebagai komponen penyusun sel dan jaringan tubuh, dan nutrisi yang membantu fungsi fisiologis tubuh. Proses pencernaan makanan melibatkan alat-alat pencernaan makanan yang dikonsumsi. Alat pencernaan makanan dapat di bedakan atas saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan. Saluran pencernaan memanjang dari mulut sampai anus, terdiri dari mulut (kaum olis), kerongkongan (esofagus), lambung (entlikulus), usus halus (intestinum), usus besar (kolon), dan anus. Kelenjar pencernaan menghasilkan enzim-enzim yang membantu proses pencernaan kimiawi. Kelenjar air liur, kelenjar getah lambung, hati (hepar), dan pankreas. B. Tinjauan Pustaka Hewan memiliki sistem pencernaan yang berfungsi sebagai tempat pengolahan makanan menjadi sumber energi dan nutrisi, melalui proses mekanis maupun kimiawi. Sistem pencernaan melibatkan enzim dan hormon yang membantu dalam menyediakan energi dengan memanfaatkan nutrisi dari makanan yang dikonsumsi (Kore et al., 2010). Saluran pencernaan terdiri atas rongga mulut, esofagus, lambung, usus halus, usus besar, rektum, dan anus, serta dilengkapi dengan hati, limpa, dan pankreas yang membantu proses pengolahan makanan (Sebastiani dan Fishbeck, 2005). Saluran pencernaan anjing (karnivora) memiliki saluran pencernaan bawah lebih pendek dibandingkan dengan hewan herbivora maupun omnivora, dan anjing tidak memiliki enzim ptyalin (amylase saliva) (Kore et al., 2010). Makanan yang masuk ke dalam mulut dihancurkan melalui proses mekanis oleh gigi, kelenjar saliva, dan lidah menjadi bolus yang lebih kecil. Gigi dan lidah bekerja sinergis memperkecil ukuran makanan, sedangkan kelenjar saliva mensekresikan saliva agar lingkungan mulut menjadi basah yang memicu proses difusi molekul makanan ke reseptor-reseptor lidah sehigga menciptakan sensasi rasa. Saliva juga berperan mengurangi mikroba yang berasal dari makanan dan menjadi pembungkus bolus-bolus makanan sebelum masuk ke esofagus (Barret, 2006). Makanan yang melewati faring akan masuk ke dalam esofagus. Esofagus merupakan otot berbentuk pipa memanjang yang berfungsi

mengantarkan makanan dari mulut menuju lambung dengan gerakan peristaltik (Barret, 2006). Makanan yang melewati esofagus akan masuk ke dalam lambung. Lambung merupakan tempat pencernaan makanan secara kimiawi. Lambung terbagi atas lambung proksimal dan lambung distal. Pada mamalia yang bertumpu dengan empat kaki, lambung proksimal disebut juga dengan lambung kranial dan lambung distal disebut juga dengan lambung kaudal. Lambung proksimal terdiri dari cardia, fundus, dan corpus. Cardia berada di dekat esofagus yang merupakan batas antara lambung dan esofagus. Fundus terletak di kiri lambung dan di cranial corpus lambung, sedangkan corpus merupakan bagian terbesar dari lambung yang menghubungkan fundus dengan pylorus (Suchodolski, 2008). Lambung proksimal menghasilkan sekresi cairan lambung. Lambung distal terdiri dari antrum pylorus, canal pylorus, dan spinchter pylorus. Batas pilorus ditandai adanya penebalan otot-otot sirkuler (Steiner, 2008). Lambung distal berfungsi menggiling makanan dan membantu pengosongan lambung (Steiner, 2008). Makanan yang masuk ke dalam lambung bergerak menuju usus halus, usus besar, rektum, dan sisa-sisa makanan hasil pencernaan akan dikeluarkan melalui anus. Saluran gastrointestinal anjing dapat digunakan sebagai model dalam pengembangan obat-obatan baru (Baum et al., 2007) dan dapat menjadi model pada pelatihan endoskopi yang menggunakan teknik-teknik baru (Latorre et al. 2007). Gambaran histopatologi gastrointestinal dapat digunakan untuk menentukan distribusi dan tingkat keparahan penyakit gastrointestinal (Willard et al., 2010). C. Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui gambaran normal serta karakteristik pencernaan pada sapi potong serta proses metabolisme yang terjadi pada pencernaan sapi potong. D. Manfaat Hasil ini dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran maupun juga sebagai acuan untuk mendiagnosis penyakit pencernaan serta mendalami proses metabolisme pada pencernaan sapi potong.

BAB II PEMBAHASAN Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging. Sapi pedaging memiliki ciri-ciri seperti tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok, kualitas dagingnya maksimum, laju pertumbuhan cepat, cepat mencapai dewasa, dan efisiensi ransumnya tinggi (Haryanti, 2009). Menurut Blakely dan David (1992), tujuan pemeliharaan sapi potong adalah untuk digemukkan, sapi sapi ini umumnya dijadikan sebagai sapi bakalan, dipelihara secara intensif selama beberapa bulan, sehingga diperoleh pertambahan bobot badan ideal untuk dipotong. Saat sapi menyusu pada induknya, susu akan mengalir dari mulut langsung menuju omasum, tanpa melewati rumen. Susu akan melewati sebuah saluran yang disebut dengan esophageal groove. Pada sapi dewasa, volume rumen mencapai 81%, reticulum 3%, omasum 7%, dan abomasum 9% dari volume total perut (Rianto, 2011). Perut sapi mengalami 3 fase perkembangan, yaitu fase non ruminansi, fase transisi, dan fase ruminansia. Pada saat sapi berumur 2 minggu anak sapi hanya mampu mendapatkan nutrisi hanya melalui susu induknya. Setelah berumur 2 minggu anak sapi akan belajar memakan pakan hijauan, pada saat ini rumen juga mulai berkembang. II. 1. Organ pencernaann pada sapi Pada proses penyerapan nutrisi, dibutuhkan organ pencernaan. Berikut ini adalah organ-organ dalam pencernaan sapi : a. Mulut Pakan mengalami penghancuran di dalam mulut secara mekanik karena menggunakan gigi. Selain itu pakan juga mengalami penghancuran dengan pencampuran saliva. Menurut Rianto (2011), saliva disekresikan ke dalam mulut oleh 3 pasang glandula saliva, yaitu glandula parotid yang terletak di depan telinga, glandula submandibularis (submaxillaris) yang terletak pada rahang bawah, dan glandula sublingualis yang terletak di bawah lidah. Saliva pada sapi tidak mengandung enzim amylase sehingga proses pencernaan hanya berlangsung secara mekanik. Saliva memiliki kandungan bikarbinat sehingga memiliki sifat buffer (penyangga), saliva yang masuk ke dalam rumen akan berguna dalam menjaga pH rumen agar tidak naik atau turun terlalu tajam. b. Rumen Pakan yang telah melewati mulut maka akan melewati pharynx dan melalui oesophagus menuju rumen. Menurut Rianto(2011), rumen merupakan

kantong yang besar sebagai tempat persediaan dan pencampuran bahan pakan untuk fermentasi oleh mikroorganime. Fungsi utama rumen adalah tempat untuk mencerna serat kasar dan zat-zat pakan dengan bantuan mikroba. Mikroba tersebut dalam suasana anaerob dan sebagian dapat hidup dalam suasana fakultatif anaerob. Saluran pencernaan sapi tidak menghasilkan enzim untuk mencerna selulosa yang merupakan bagian terbesar dari pakan serat, yaitu sekitar 30-60% dari total bahan kering. Karena enzim yang digunakan dalam pencernaan serat berasal dari mikroba. Hal ini sesuai dengan pendapat Blakely (1994), rumen volumenya dapat mencapai 200 liter, rumen mengandung mikroorganisme, bakteri, dan protozoa yang akan menghancurkan bahan-bahan berserat, mencerna bahan-bahan itu untuk kepentingan mikroba itu sendiri, membentuk asam-asam lemak mudah terbang, serta mensintesis vitamin B serta asam-asam amino. c. Retikulum Retikulum disebut honey comb, hal ini dikarenakan wujudnya yang berbentuk seperti rumah lebah. Menurut Blakely (1994), bentuk reticulum mencegah benda- benda asing seperti misalnya kawat untuk tidak terus bergerak ke saluran pencernaan lebih lanjut. Retikulum seringkali tertusuk oleh benda-benda tajam sehingga menyebabkan keadaan yang disebut penyakit hardware. Keadaan ini bersifat fatar karena jantung letaknya berdekatan. Menurut Rianto (2011), retikulum berfungsi mengatur aliran digest dari rumen ke omasum. d. Omasum Permukaan dinding omasum berlipat dan kasar. Menurut Rianto (2011), omasum berdinding berlipat-lipat dan kasar, terdapat 5 lamina(daun) yang menyerupai duri (spike). Lamina adalah penyaring partikel digesti yang akan masuk ke abomasum. Menurut Blakely (1994), omasum menerima campuran pakan dan air, dan sebagian besar air itu diserap oleh luasnya daerah penyerapan yang terdiri dari banyak lapis. e. Abomasum Menurut Rianto (2011), abomasum disebut perut sejati pada ternak ruminansia (termasuk sapi). Pada dinding abomasum memiliki kelenjar pencernaan yang menghasilkan cairan lambung yang mengandung pepsinogen, garam, onorganik, mukosa, asam hidrokhlorat dan faktor interisnsik yang penting untuk absorpsi vitamin B 12 secara efisien. Menurut Blakely (1994), sebagian besar pekerjaan pencernaan diselesaikan oleh abomasum, disebut perut sejati karena kemiripan fungsi perut tunggal pada hewan-hewan bukan ruminansia. Di dalam abomasum terdapat unsurunsur penyusun berbagai nutrient yang dihasilkan melalui proses kerja cairan lambung terhadap bakteri dan protozoa dan diserap melalui dinding usus halu. Bahan-

bahan yang tidak tercerna bergerak ke cecum dan usus besar. Kemudian diekskresikan sebagai feses. f. Intestin (usus halus) Menurut Rianto (2011), intestine terdiri atas tiga bagian, yaitu duodenum, jedunum, dan ileum. Panjang intestine pada sapi adalah 22-30 kali panjang tubuhnya. Kelenjar duodenum menghasilkan cairan alkalin yang berguna sebagai pelumas dan melindungi dinding duodenum dari asam hidroklorat yang masuk dari abomasum. Pada ujung duodenum terdapat kelenjar empedu dan pancreas, kelenjar empedu menghasilkan cairan yang berisi garama sodium dan potassium dari asam empedu. Garam-garam ini berfungsi mengaktifkan enzim lipase yang dihasilkan pancreas dan mengemulsikan lemak digesta sehingga mudah diserap lewat dinding usus. g. Usus Besar Menurut Rianto (2011), ada tiga pokok yang terdapat dalam kelompok usus besar, yaitu colon, caecum, dan rectum. Pada saat digesta masuk ke dalam colon, sebagian besar digesta yang mengalami hidrolisis sudah terserap sehingga materi yang masuk ke dalam colon adalah materi yang tidak dicerna. Hanya sedikit sekali digesta yang terserap lewat dinding usus besar. Materi yang tidak terserap kemudian dikeluarkan lewat anus sebagai feses. Materi yang keluar dari feses meliputi air, sisasisa pakan yang tidak tercerna, sekresi saluran pencernaan, sel-sel ephitelium saluran pencernaan, garam-garam anorganik, bakteri, dan produk-produk dari proses dekomposisi oleh mikrobia. II. 2. Metabolisme Energi Karbohidrat dalam pakan dapat dikelompokkan menjadi karbohidrat struktural (fraksi serat) dan karbohidrat non struktural (fraksi yang mudah tersedia). Selulosa dan hemiselulosa termasuk dalam karbohidrat fraksi struktural (fraksi serat) yang merupakan komponen utama dari dinding sel tanaman. Sering Sellulosa dan Hemisellulosa ini berikatan dengan lignin sehingga menjadi sulit dicerna oleh mikroba rumen. Lignifikasi tanaman akan meningkat seiring dengan meningkatnya umur tanaman. Untuk itu penggunaannya dalam ransum ternak ruminansia memerlukan pengolahan terlebih dulu guna merenggangkan ikatan lignoselulosa atau lignohemisellulosa sehingga lebih fermentabel dalam rumen. Proses pencernaan karbohidrat dalam rumen merupakan proses yang komplek. Karbohidrat yang komplek (selulosa, hemiselulosa, pati dan pectin) akan mengalami dua tahap pencernaan yaitu pencernaan oleh enzim ekstraseluler dan enzim intraseluler mikroba. Tahap pertama karbohidrat yang masuk rumen akan difermentasi oleh enzim ektraseluler menghasilkan monomernya berupa oligosakarida, disakarida dan

gula sederhana. Tahap kedua monomer itu difermentasi/metabolisme lebih lanjut oleh enzim intraseluler membentuk piruvat melalui lintasan Embden-Meyerhoft dan pentosa fosfat. Piruvat adalah produk intermedier yang segera dimetabolisasi menjadi produk akhir berupa asam lemak berantai pendek yang sering disebut dengan Volatil Fatty Acid ( VFA ) yang terdiri dari : asam asetat, asam propionat dan asam butirat dan sejumlah kecil asam valerat. Piruvat yang dihasilkan dalam proses fermentasi karbohidrat dalam rumen akan dimetabolisasi lebih lanjut menjadi produk-produk seperti dibawah ini. 1. Produksi asam laktat Laktat dalam rumen dibentuk dari piruvat melalui enzym NAD linked laktat dehidrogenase. Piruvat + NADH2 → Laktat + NAD 2. Pembentukan Asetil CoA Asetil Coa yang diperlukan untuk berbagai reaksi selanjutnnya dibentuk melalui beberapa reaksi yaitu: a. Produksi acetyl CoA melalui pyruvate–ferredoxin oxidoreductase Pyruvate + CoASH → 2-α-lactyl-TPP-CoA Enzyme →2- Hydroxyethyl-TPPCoA + FD → Acetyl CoA + FDH2 + CO2 b. Produksi acetil CoA dan asam format melalui pyruvate-formate lyase. Pyruvate + CoASH →Acetyl CoA + Formate c. Produksi acetyl CoA and formate melalui reduksi CO2 Pyruvate + CoASH→ Acetyl CoA + CO2CO2 + XH2 → Formate + X 3. Produksi VFA dalam Rumen. II. 3. Metabolisme Protein Metabolisme Protein terbagi menjadi 2 macam : 1. Anabolisme yaitu pembentukan yang mengubah senyawa kecil menjadi besar (memerlukan ATP). Proses sintesis protein dapat dibedakan menjadi dua tahap. Tahap pertama adalah transkripsi yaitu pencetakan ARNd oleh ADN yang berlangsung di dalam inti sel. ARNd inilah yang akan membawa kode genetik dari ADN. Tahap kedua adalah translasi yaitu penerjemahan kode genetik yang dibawa ARNd oleh ARNt. ARNd keluar dari dalam inti bergabung dengan ribosom di sitoplasma. Datang ARNt membawa asam amino yang sesuai dengan kodon. Terjadi ikatan antar asam amino sehingga terbentuk protein. 2. Katabolisme yaitu pemecahan yang mengubah makromolekul menjadi mikromolekul ( menghasilkan ATP ).Pemecahan protein jadi asam amino terjadi di hati dengan 2 proses: a. Deaminasi yang merupakan proses pembuangan gugus amino dari asam amino ( asam amino + NAD+ → asam keto + NH3 )

b. Transaminasi yang merupakan proses perubahan asam amino menjadi asam keto ( alanin + alfa-ketoglutarat→ piruvat + glutamate ). Tiga jenis proses utama mendahului deretan proses-proses metabolisma asam amino itu, diantaranya : 1. Proses dekarbolisasi adalah memisahkan gugusan karboksil dari asam amino, sehingga terjadi ikatan baru yang merupakan zat-antara yang masih mengandung unsure nitrogen. 2. Proses transaminasi adalah yang menghasilkan pemindahan gugusan amino (NH2) dari suatu asam amino ke ikatan lain, yang biasanya suatu asam keton, sehingga terjadi asam amino lagi yang berbeda dari asam amino yang pertama. 3. Proses deaminasi adalah di sini gugusan amino dipisahkan dari asam amino untuk di jadikan ureum, atau garam-garam amonium yang kemudian di buang ke luar tubuh.Deaminasi maupun transaminasi merupakan proses perubahan protein menjadi zat yang dapat masuk kedalam siklus Krebs. Zat hasil deaminasi / transaminasi yang dapat masuk siklus Krebs adalah: alfa ketoglutarat, suksinil ko-A, fumarat, oksaloasetat, sitrat. Pembongkaran protein menjadi asam amino memerlukan bantuan dari enzimenzim protease dan air untuk mengadakan proses hidrolisis pada ikatan-ikatan peptida. Hidrolisis ini juga dapat terjadi, jika protein dipanasi, diberi basa, atau diberi asam. Dengan cara demikian, kita dapat mengenal macam-macam asam amino yang tersusun di dalam suatu protein. Namun, kita tidak dapat mengetahui urut-urutan susunannya ketika masih berbentuk molekul protein yang utuh. Di samping itu, asam amino dapat dikelompokkan menjadi asam amino esensial dan asam amino nonesensial. II. 4. Metabolisme Lemak Ternak memperoleh lemak dari tiga sumber, yaitu dari metabolisme lemak, protein dan karbohidrat. Karbohidrat dan protein yang sudah dicerna dan diserap, sebagian akan diubah menjadi lemak. Sedangkan lemak dari pakan dapat diubah menjadi pati dan gula, yang kemudian bisa digunakan untuk energi dan sebagian disimpan dalam jaringan sel sebagai lemak cadangan (Sugeng, 2003). Konsentrasi asam lemak bebas yang tinggi menghambat pencernaan serat kasar dan sebagai akibatnya menghasilkan proporsi asam asetat yang lebih sedikit, pada saat yang bersamaan jumlah substrat yang terfermentasi menurun (Soebarinoto et al., 1991).

Bila lemak (trigliserida, glikolipida, fosfolipida) dikonsumsi oleh ternak ruminansia, maka ketika masuk ke dalam rumen, akan terjadi dua proses besar yaitu proses hidrolisis ikatan ester dalam lemak yang berasal dari pakan dan proses biohidrogenasi asam lemak yang tidak jenuh yang terjadi setelah lemak dihidrolisis menjadi asam lemak bebas (Bauman dan Lock, 2006). lemak bila dikonsumsi oleh ruminansia dan mengalami proses metabolisme di dalam rumen dan pasca rumen. Lemak yang masuk ke dalam rumen akan mengalami proses hidrolisis oleh bakteri rumen seperti Anaerovibrio lipolytica dan Butyrivibrio fibrisolvens yang akan mengeluarkan enzim lipase, galactosidase dan phospholipase (Doreau dan Chilliard 1997). II. 5. Metabolisme Mineral Mineral, (kecuali K dan Na), membentuk garam dan senyawa lain yang relatif sukar larut, sehingga sukar diabsorpsi. Absorpsi mineral sering memerlukan protein pengemban spesifik (spesific carrier proteins), sintesis protein ini berperan sebagai mekanisme penting untuk mengatur kadar mineral dalam tubuh. Ekskresi sebagian besar mineral melalui ginjal, ada juga disekresi kedalam getah pencernaan, empedu dan hilang dalam feses. Kelainan akibat kekurangan mineral. Kekurangan intake semua mineral esensial dapat menyebabkan sindroma klinik. Bila terjadi difisiensi biasanya sekunder, akibat malabsorpsi, perdarahan, berlebihan (besi), penyakit ginjal(kalsium), atau problem klinis lain. Kelaianan akibat kelebihan mineral. Kelebihan intake dari hampir semua mineral menyebabkan gejala toksik. Sumber dan kebutuhan mineral sehari-hari. Mineral esensial dan unsur runutan ditemukan dalam sebagian besar makanan, terutama biji-bijian utuh, buah, sayuran, susu, daging dan ikan. Biasanya dalam makanan hanya dalam jumlah yang sedikit. II. 6. Metabolisme Vitamin Vitamin yang larut lemak atau minyak, jika berlebihan tidak dikeluarkan oleh, tubuh, melainkan akan disimpan. Sebaliknya, vitamin yang larut dalam air, yaitu vitamin B kompleks dan C, tidak disimpan, melainkan akan dikeluarkan oleh sistem pembuangan tubuh. Akibatnya, selalu dibutuhkan asupan vitamin tersebut setiap hari. Vitamin yang alami bisa didapat dari sayur, buah dan produk hewani. Seringkali vitamin yang terkandung dalam makanan atau minuman tidak berada dalam keadaan bebas, melainkan terikat, baik secara fisik maupun kimia. Proses pencernaan makanan, baik di dalam lambung maupun usus halus akan membantu melepaskan vitamin dari makanan agar bisa diserap oleh usus. Vitamin larut lemak diserap di dalam usus bersama dengan lemak atau minyak yang dikonsumsi.

Vitamin diserap oleh usus dengan proses dan mekanisme yang berbeda. Terdapat perbedaan prinsip proses penyerapan antara vitamin larut lemak dengan vitamin larut air. Vitamin larut lemak akan diserap secara difusi pasif dan kemudian di dalam dinding usus digabungkan dengan kilomikron (lipoprotein) yang kemudian diserap sistem limfatik, baru kemudian bergabung dengan saluran darah untuk ditransportasikan ke hati. Sedangkan vitamin larut air langsung diserap melalui saluran darah dan ditransportasikan ke hati.

BAB III PENUTUP Kesimpulan Organ pencernaan pada sapi potong terdapat 7 bagian, diantaranya yaitu mulut, rumen, retikulum, omasum, abomasum, intestine (usus halus), serta usus besar. Dari semua organ tersebut didalamnya terjadi proses pencernaan baik kimiawi maupun mekanik. Ada pula proses metabolisme dalam proses pencernaan sapi potong, yaitu metabolisme energi, metabolisme protein, metabolisme lemak, metabolisme mineral, serta metabolisme vitamin.

DAFTAR PUSTAKA

Barrett, K E. 2006. Gastrointestinal Physiology. The McGraw-Hill Companies Inc. USA. Baum, B, Meneses F, Kleinschmidt S, Nolte I, Trautwein H. 2007. Agerelated histomorphologic changes in the canine gastrointestinal tract: a histologic and immunohistologic study. World Journal of Gastroenterology. 13(4):152157. Bauman, D E, Lock A L. 2006. Concepts in lipid digestion and metabolism in dairy cows. In: Eastridge ML, editor. Proceeding of Tri-State Dairy Nutrition Conference. The Oiho State University. Port Wayne (Indiana): p. 1-14. Blakely, J dan David H B. 1994. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Doreau, M C Y. 1997. Digestion and metabolism of dietary fat in farm animals. Br J Nutr. 78 Suppl 1:S15-S35. Kore, K B, Patil S S, Phondaba BT. 2010. Gastrointestinal Microbial Ecology and Its Health Benefit in Dog. Veterinary World. 3 (3): 140-141. Latorre, R, Ayala I, Soria F, Carballo F, Ayala MD, Cuadrado P. 2007. Doubleballoon enteroscopy in two dogs. Veterinary Record. 161(2): 587-590. Rianto, E dan Endang P. 2011. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar Swadaya. Bogor. Sebastiani, A M, Fishbeck DW. 2005. Mammalian Anatomy of The cat, 2nd Ed. Morton Publishing Company. USA. Soebarinoto, S C dan Masudi. 1991. Ilmu Gizi Ruminansia. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang. Steiner, J M. 2008. Small Animal Gastroenterology. Schlutersche Verlagsgesellschaft mbH & Co.KG. Hannover. Suchodolski, J S. 2008. Stomach. Small Animal Gastroenterology. Steiner JM. Editor. Schultersche. Jerman. Sugeng, B. 2003. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta. Willard, D, Moore G E, Denton B D, Day M J, Mansell J, Bilzer T, Wilcock B, Gualtieri M, Olivero D, Lecoindre P, Twedt D C, Collett M G, Hall E J, Jergens A E, Simpson J W, Else R W, Washabau R J. 2010. Effect of tissue processing on assessment of endoscopic intestinal biopsies in dogs and cats. J Vet Intern Med. 24(9): 84-89.

Related Documents

Makalah
June 2020 40
Makalah
July 2020 39
Makalah
October 2019 94
Makalah
July 2020 62
Makalah
November 2019 85
Makalah
October 2019 95

More Documents from ""

Urin Kuantitatif Tipus.docx
November 2019 14
Jurnal Protein.pdf
November 2019 3
Makalah Biokimia.docx
November 2019 10