Makalah Biokimia I “AGAROSA”
Disusun oleh: Nama
: Rizqi Amaliyah
NIM
: K1A016063
Kelas
:A
Dosen Pengampu
: Puji Lestari, S.Si., M.Si.
JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2018
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Karbohidrat adalah polihidroksi aldehida atau keton atau senyawa yang menghasilkan senyawa-senyawa ini bila dihidrolisa. Karbohidrat dibentuk dari satuansatuan gula atau disebut sakarida. Sekumpulan sakarida-sakarida membentuk karbohidrat melalui reaksi pelepasan molekul air dan membentuk rangkaian polimer. Rangkaian sakarida-sakarida pembentuk karbohidrat dibagi menjadi beberapa jenis yakni 1). Monosakarida atau sakarida tunggal, 2). Disakarida yakni karbohidrat yang terdiri dari dua monomer sakarida, baik jenis yang sama atau tidak sama, 3). Oligosakarida yakni gabungan dari sakarida dengan sakarida melalui ikatan glikosidik. Ikatan glikosidik yakni ikatan yang terjadi antara monosakarida dengan monosakarida yang lain membentuk molekul oligosakarida atau polisakarida, 4). Polisakarida yakni gabungan dari banyak molekul sakarida-sakarida. Polisakarida terbentuk dari rangkaian banyak monosakarida. Rangkaian polisakarida sama halnya oligosakartida atau pun disakarida terjadi akibat adanya ikatan glikosidik. Ikatan glikosidik pada polisakarida karena reaksi kondensasi. Pembentukan ikatan glikosisk pada polisakarida dapat menimbulkan rantai polimer lurus atau bercabang yang kompleks. Pilisakarida yang terbentuk dari gabungan monoskaarida yang sejenis disebut homopolisakarida, sedangkan yang terbentuk dari monosakaridamonosakarida yang tidak sama disebut heteropolisakarida. Ikatan glikosidik yang ada di polisakarida dapat berupa glikosidik-α atau glikosidik-β. Ikatan glikosidik α(14) membentuk rangkaian polimer polisakarida bercabang, sedangkan ikatan glikosidik α(16) dan β(16) membentuk rangkaian polisakarida rantai lurus. Polisakarida merupakan polimer yang terbentuk di alam. Ada tiga jenis polisakarida yang paling banyak ditemukan, yaitu selulosa, pati (starch), dan glikogen. Selulosa dan pati dihasilkan dalam tanaman dan terbentuk dari karbon dioksida dan air melalui proses fotosintesis, sedangkan glikogen terdapat di dalam tubuh manusia dan binatang sebagai cadangan energi. Sementara itu ada agarosa yang merupakan gel yang diolah dari rumput laut atau alga. Serta beberapa polisakarida kompleks yang memiliki atom tambahan misalnya nitrogen, seperti pektin, kitin, dan lignin.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang maka rumusan masalah yang terdapat dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: -
Apakah agarosa itu dan dari mana sumbernya?
-
Apa perbedaan agarosa dengan agaropektin?
-
Apa kegunaan agarosa?
-
Bagaimana cara pembuatan gel agarosa?
1.3. Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah -
Memenuhi tugas matakuliah Biokimia I
-
Mengetahui apa itu agarosa dan sumbernya
-
Mengetahui perbedaan agarosa dengan agaropektin
-
Mengetahui kegunaan agarosa
-
Mengetahui cara pembuatan gel agarosa
1.4. Metode Penyusunan Metode penyusunan dalam pembuatan makalah ini yaitu berusaha mengumpulkan informasi dari refrensi khususnya berasal dari media web (internet) dan dari buku.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agarosa dan Sumbernya di Alam Agar-agar atau agarosa adalah zat yang biasanya berupa gel yang diolah dari rumput laut atau alga. Di Jepang dikenal dengan nama kanten. Jenis rumput laut yang biasa diolah untuk keperluan ini adalah Eucheuma spinosum (Rhodophycophyta). Beberapa jenis rumput laut dari golongan Phaeophycophyta (Gracilaria dan Gelidium) juga dapat dipakai sebagai sumber agar-agar. Agar-agar sebenarnya adalah adalah karbohidrat dengan berat molekul tinggi yang mengisi dinding sel rumput laut. Ia tergolong kelompok pektin dan merupakan suatu polimer yang tersusun dari monomer galaktosa. Agar-agar dapat dibentuk sebagai bubuk dan diperjualbelikan. Gel terbentuk karena pada saat dipanaskan di air, molekul agar-agar dan air bergerak bebas. Ketika didinginkan, molekul-molekul agar-agar mulai saling merapat, memadat dan membentuk kisi-kisi yang mengurung molekul-molekul air, sehingga terbentuk sistem koloid padat-cair. Apabila dilarutkan dalam air panas dan didinginkan, agar-agar bersifat seperti gelatin: padatan lunak dengan banyak pori-pori di dalamnya sehingga berstruktur ‘kenyal’. Sifat ini menarik secara inderawi sehingga banyak olahan makanan melibatkan agar-agar: pengental sup, puding (jelly), campuran es krim, anmitsu (di Jepang). Agar-agar dikenal luas di daerah Asia Tropika sebagai makanan sehat karena mengandung serat (fiber) lunak yang tinggi dan kalori yang rendah. Kandungan serat lunak yang tinggi membantu melancarkan pembuangan sisa-sisa makanan di usus (laksatif).
Gambar 1 Molekul agarosa
Struktur agar terdiri atas dua komponen utama, yaitu agarosa (salah satu fraksi pembentuk agar) dan agaropektin. Agarosa merupakan suatu polimer netral dan agaropektin merupakan suatu polimer sulfat. Agarosa adalah suatu polisakarida netral yang terdiri dari rangkaian D- galaktosa dengan ikatan β-1,3 dan L- galaktosa dengan ikatan α-1,4. Agaropektin bersifat lebih kompleks dan mengandung polimer sulfat. Rasio kedua polimer sangat bervariasi dan persentase agarosa dalam ekstrak agar berkisar antara 50% sampai 80%. Secara umum struktur agarosa dan agaropektin dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 2 Struktur agarosa (1,4) -3,6anhidro L-galaktosa dan (1,3) D-galaktosa dan agaropektin Standar mutu agar digunakan untuk menentukan kualitasnya. Agar yang dapat dipakai dalam industri adalah agar yang tinggi kekuatan gel dan hasil rendemennya namun rendah kadar sulfat, abu, dan air serta warnanya sudah menjadi putih dan terang. Rata-rata rendemen agar yang dihasilkan rumput laut G. verrucosa adalah 8 - 14 %.
Tabel 1 Standar mutu agar menurut SNI (Standr Nasional Indonesia) Nilai
Spesifikasi Kandungan air
15-24 %
Kandungan abu
< 4%
Kadar karbohidrat (galaktosa)
> 30 %
Kandungan logam berat (Cu, Hg, dan Pb)
-
Kandungan Arsen
-
Zat Pewarna Tambahan
Diizinkan
Kekenyalan
Baik
1.2. Perbedaan Agarosa dan Agaropektin Agarosa adalah salah satu fraksi penyusun agar, merupakan polimer pembentuk gel yang netral dan sedikit mengandung sulfat. Fraksi yang lain dari agar adalah agaropektin, dikenal sebagai polimer sulfat. Rasio kedua jenis polimer tersebut bervariasi dan persentase agarosa dalam agar berkisar antara 50- 90%, tergantung pada spesiesnya. Beberapa perbedaan kandungan abu, ion sulfat dan asam piruvat komposisi kimia dari agarosa dan agaropektin disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Perbedaan kandungan abu, ion sulfat dan asam piruvat antara agarosa dan agaropektin Senyawa penyusun
Agarosa
Agaropektin
Abu (% )
0,06-0,20
5,1-9,9
Ion Sulfat (%)
0,02-0,04
3,7-9,7
-
1,3
Asam Piruvat (% )
Kriteria agarosa dapat dikelompokkan berdasarkan: 1. Sifat fisiko-kimia. Kriterianya sama dengan agar pada umumnya, yaitu: warna,
transparansi larutan, kadar air, kadar abu, kekuatan gel, titik jendal dan titik leleh. 2. Kriteria kemurnian. Agarosa yang kandungan senyawa anionnya lebih kecil
menunjukkan tingkat kemurnian yang lebih tinggi. Senyawa anion yang sangat kecil akan memberikan efek meningkatkan elektroendosmis. 3. Spesifikasi diperlukan untuk aplikasi prakteknya, seperti elektroforesis protein, residu
DNA, fiksasi non-selektif dari protein. Kandungan dan spesifikasi agarosa serta perbandingannya dengan agaropektin tergantung pada spesies rumput laut dan metode produksinya. Spesies yang berbeda akan menghasilkan perbandingan agarosa dan agaropektin berbeda pula. Kandungan agarosa juga ditentukan oleh metode produksi dan kandungan sulfat dari agar yang diekstraksi. Rendemen agar yang diperoleh dari setiap jenis rumput laut berbeda. Rendemen rumput laut Gracilaria verrucosa sebesar 25-35% dan Gelidium amansii sebesar 23%. Kandungan agarosa dari beberapa spesies rumput laut disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Kandungan agarosa dari agar yang diperoleh dari beberapa jenis rumput laut Jenis rumput laut %
Kandungan agarosa
Gelidium amansii
61
Gelidium subcostatum
89
Gelidium japonicum
69
Pteroclodia tenuis
85
Acanthopeltis japonicum
28
Campylaephora hypnoides
55
Gracilaria verrucosa
61
Geranium bodydenii
82
1.3. Kegunaan Agarosa Gel agarosa adalah zat yang digunakan dalam biokimia dan bioteknologi untuk elektroforesis gel dan kromatografi ukuran molekul khusus, yang merupakan metode penyortiran molekul besar oleh ukuran dan muatan listrik. Proses ini menggunakan agarose untuk memisahkan dan menganalisis protein dan DNA. Hal ini sangat cocok untuk aplikasi ini karena struktur molekulnya, yang memungkinkan molekul berbeda ukuran dapat bergerak melalui agarosa pada tingkat yang berbeda. Bahan agarosa berasal dari berbagai jenis rumput laut, dan biasanya ditemukan di laboratorium dalam bentuk bubuk. Untuk membuat suatu media yang cocok untuk uji tertentu, bubuk dilarutkan ke dalam air pada konsentrasi yang tepat, didihkan, dan kemudian dibiarkan mendingin menjadi gel. Produk agar selain dapat menjadi agar untuk makanan, farmasi dan kosmetik, juga dapat menghasilkan agarosa dan agar sebagai media mikrobiologi. Di Indonesia penelitian tentang pembuatan agarosa dan agar mikrobiologi masih terbatas dan belum diperoleh metode yang cocok untuk menghasilkan agarosa dan agar mikrobiologi yang memenuhi persyaratan standar mutu komersial. Selama ini kedua jenis produk agar tersebut masih diimpor dengan harga yang relatif mahal. Oleh karena itu merupakan tantangan bagi Indonesia untuk dapat menghasilkan teknologi pengembangan produk jadi dari rumput laut yang memberikan nilai tambah lebih baik. Penelitian tentang agarosa diawali oleh Hjerten dari Universitas Uppsala untuk mendapatkan polisakarida elektrik netral yang cocok untuk elektroforesis dan
kromatografi. Setelah mendapatkan metode pemisahan agarosa dari agaropektin dengan menggunakan garam amonium kuarterner, penelitian tentang metode pembuatan agarosa yang kemudian banyak dilakukan, diantaranya yaitu: 1. Metode asetilasi. Metode ini di lakukan berdasarkan perbedaan kelarutan
dalam kloroform dari agarosa dan agaropektin asetat. 2. Metode larutan yang diseleksi. Metode ini berdasarkan perbedaan kelarutan
antara agarosa (kurang larut) dan agaropektin (lebih mudah larut) dalam media yang kondisinya stabil. 3. Metode poli etilen glikol (PEG). Metode ini dilakukan oleh Polson, Russel, dan
Mead tahun 1964 dan Polson pada tahun 1965. Metode ini berdasarkan kelarutan agarosa yang tereduksi dalam media yang mengandung poli etilen glikol. 4. Metode ekstraksi dimetil sulfoksida. Metode ini berdasarkan perbedaan kelarutan
dari agarosa dan agaropektin dalam larutan dimetil sulfoksida, dilakukan oleh Tagawa tahun 1966. 5. Metode presipitasi ammonium sulfat. Metode ini berdasarkan presipitasi dari
agaropektin dengan ammonium sulfat yang dilakukan oleh Azhitskii dan Kobozep tahun 1967. 6. Metode pertukaran ion dilakukan oleh Zabin pada tahun 1969, metode ini
berdasarkan pertukaran ion dalam sitrat atau asetat. 7. Metode absorpsi zat yang tidak larut. Metode ini berdasarkan absorpsi agaropektin
di zat non reaktif seperti gel aluminium hidroksida dilakukan oleh Barteling pada tahun 1969. 8. Metode kromatografi yang dilakukan oleh Izumi pada tahun 1970. Metode ini
berdasarkan separasi kromatografi dari agarosa dan agaropektin. 9.
Metode presipitasi acrinol yang dilakukan oleh Fuse dan Gotto pada tahun 1971.
10. Metode elektrofhoresis yang dilakukan oleh Hjerten pada tahun 1971,
metode ini menggunakan elektrofhoresis diatas gel agar granulasi dan non granulasi atau diatas agar bubuk. 11. Metode presipitasi rivanol. Metode ini dilakukan oleh Sridov, Berdnikov, dan
Ivanov pada tahun 1971, metode ini merupakan presipitasi agaropektin dengan rivanol. 12. Metode presipitasi kitin dan khitosan. Metode ini dilakukan oleh Allan pada tahun
1971. Metode ini menggunakan absorben kitin atau khitosan untuk eliminasi
agaropektin. 13. Metode presipitasi etanol atau 2-metoksietanol dari agarosa yang dilarutkan dalam
larutan bufer urea. Agarosa dihasilkan melalui proses isolasi dari rumput laut jenis Agarofit yaitu Gracilaria dan Gelidium. Metabolit primer yang dikandung oleh kedua jenis rumput laut tersebut adalah agar. Agarosa memiliki muatan listrik mendekati netral, oleh karena itu, senyawa ini memiliki kemampuan membentuk gel yang kuat. Kandungan galaktosa yang disyaratkan SNI adalah lebih dari 30%. 1.4. Cara Pembuatan Gel Agarosa
Gambar 3 Agarosa powder
Gel Agarose digunakan untuk memisahkan (separation), dan purifikasi DNA. Fragmen DNA bisa divisualisasikan setelah dicat dengan dye (EtBr). Sampel DNA bisa dimasukkan (loading) dalam sumur (well) gel yang kemudian bisa terpisah dengan menggunakan arus listrik. Ukuran DNA-nya bisa berkisar antara 0.2 kb sampai 20 kb. Konsentrasi gel yang dipakai berkisar 0.6% sampai 3%, tergantung dari ukuran (size) sampel yang diloading. Makin besar konsentrasi gel, maka makin kecil ukuran fragment DNA yang bisa dipisahkan. Ada 2 komponen dasar untuk membuat Gel Agarose, yaitu 1) Agarose powder, dan 2) Buffer. Kedua komponen ini harus dicampur dan dipanaskan terlebih dahulu agar homogen. Untuk membuat gel, timbanglah agarose powder dengan tepat dan siapkan buffer dengan volume yang akurat, sesuai dengan berapa konsentrasi gel yang akan dibuat. Campurkan agarose dan larutan buffer, kocok perlahan sampai bercampur. Tutuplah wadah botol dengan longgar, untuk menghindari kelebihan tekanan yang bisa
menyebabkan peluapan (explosive). Lalu masukkan dalam pemanas microwave, kira-kira 1 menit. Gunakan sarung tangan, cek sekali lagi, dan kocoklah perlahan. Jika belum larut sempurna, masukkan lagi ke dalam microwave, panaskan kira-kira 15-30 detik. Yang terpenting, gel harus larut sempurna, karena jika gel tidak larut sempurna, maka hasil pemisahan fragmen DNA tidak akan akurat. Setelah larut sempurna, dinginkan gel sampai 60 derajat celcius. Hal ini untuk menghindari kerusakan pada tank pencetak gel. Setelah gel agak dingin, tambahkan cat (staining). Ada 2 macam cat yang digunakan, yaitu SYBR dan EtBr. EtBr merupakan cat yang umum dan seringkali digunakan. Perlu diingat bahwa setiap kali kita menggunakan EtBr, kita harus selalu menggunakan sarung tangan. Karena sifat EtBr yang bisa menyebabkan mutasi (mutagenic). Segera buang sarung tangan setelah kita menggunakan untuk bekerja dengan EtBr. Sebelum menuang gel ke dalam pencetaknya (gel tray), terlebih dulu tapelahbagian depan dan belakang pencetak. Yakinkan tape melekat erat dan tidak akan menyebabkan kebocoran. Lalu letakkan pencetak untuk sumur (comb) yang akan digunakan sebagai tempat loading sample. Selanjutnya tuanglah gel pada pencetak gel secara perlahan. Gunakan tip untuk menghilangkan gelembung, terutama di bagian comb. Biarkan gel memadat, yang kira-kira butuh waktu 20 menit. Perlahan ambillah comb dan tape dengan hati-hati. Gel siap digunakan.
Gambar 4 Gel agarosa
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan 1. Agar-agar sebenarnya adalah adalah karbohidrat dengan berat molekul tinggi yang mengisi dinding sel rumput laut. Ia tergolong kelompok pektin dan merupakan suatu polimer yang tersusun dari monomer galaktosa. 2. Agarosa adalah salah satu fraksi penyusun agar, merupakan polimer pembentuk gel yang netral dan sedikit mengandung sulfat. Fraksi yang lain dari agar adalah agaropektin, dikenal sebagai polimer sulfat. 3. Gel agarosa adalah zat yang digunakan dalam biokimia dan bioteknologi untuk elektroforesis gel dan kromatografi ukuran molekul khusus, yang merupakan metode penyortiran molekul besar oleh ukuran dan muatan listrik. 4. Cara membuat gel agarosa adalah dengan menimbang agarosa powder dan melarutkannya dengan buffer dengan volume yang akurat. Setelah itu dimasukkan ke dalam microwave sampai larut sempurna, kemudian didinginkan. 3.2. Saran Rumput laut merupakan salah satu komoditas potensial Indonesia yang digunakan sebagai bahan baku berbagai industri. Dengan tingginya konsumsi agarosa dalam bidang penelitian, diharapkan ke depan Indonesia dapat mengembangkan pembuatan agarosa sehingga nilai tambah rumput laut yang diperoleh tinggi dan kebutuhannya dapat dipenuhi dari produk dalam negeri.
DAFTAR PUSTAKA
Fransiska, D. dan Murdinah. 2007. Prospek Produksi Agarosa Dan Agar Mikrobiologi di Indonesia. Squalen. Vol. 2 No. 2. Kusuma, W. I., dkk. 2013. Pengaruh Konsentrasi Naoh Yang Berbeda Terhadaap Mutu Agar Rumput Laut Gracilaria Verrucosa. Journal Of Marine Research. Hal. 120129. Maftuchah, dkk. 2015. Teknik Dasar Analisis Biologi Molekuler. Yogyakarta: Deepublish. Martinah, S., dkk. 2014. Optimasi Perlakuan Polyethylene Glikol (Peg) 6000 Terhadap Isolasi Agarosa Rumput Laut Glacilaria sp. Jurnal Sains Natural. Vol. 4 No. 2 Su’udi.
2009.
Membuat
Gel
Agarose.
[Online].
Diunduh
https://biotektanaman.wordpress.com/2009/09/05/membuat-gel-agarose/, tanggal 10 April 2018. Sumbono, A. 2016. Biokimia Pangan Dasar. Yogyakarta: Deepublish.
dari pada