BAB I PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) secara nasional mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan laju konsumsi BBM tersebut diperparah lagi dengan semakin menurunnya kemampuan produksi minyak bumi di dalam negeri secara alami, sehingga perlu diambil langkah-langkah untuk mendapatkan sumber energi alternatif seperti biodiesel (Risnoyatiningsih, 2010). Biodiesel adalah bahan bakar minyak (BBM) yang dibuat dari bahan nabati berupa lemak atau minyak untuk digunakan pada mesin genset diesel, mobil atau otomotif lainnya. Biodiesel termasuk bahan energi yang dapat diperbaharui, karena dapat ditanam pada areal kehutanan, pertanian, lahan rakyat dan lain-lain. Biodiesel merupakan salah satu bentuk pengubahan biomassa yang dapat mensubtitusi BBM yang dihasilkan melalui proses transesterifikasi. Dalam suatu transesterifikasi atau reaksi alkoholisis satu mol gliserida bereaksi dengan tiga mol alkohol untuk membentuk satu mol gliserol dan tiga mol alkil ester asam lemak berikutnya. Proses tersebut merupakan suatu rangkaian dari reaksi reversibel (dapat balik), dimana molekul trigliserida diubah satu tahap demi tahap menjadi digliserida, monogliserida, dan gliserol (Prihandana & Handoko, 2006). Beberapa jenis bahan bakar yang telah dikenal secara luas didunia dan diaplikasikan dalam skala pilot dan komersial yaitu: minyak kacang kedelai dengan nama pasar SME (Soybean-oil metyl Ester) yang dikembangkan di Amerika, minyak biji lobak dengan nama pasar RME (Rapseed-oil Metyl Ester) dikembangkan di Eropa dan Nikaragua, CME (Coconut-oil Metyl Ester) dikembangkan di Filipina dan POME (Palm-oil metal ester) yang dikembangkan di Malaysia (Sudradjat dkk, 2005). Beberapa hasil pertanian yang mengandung minyak, seperti minyak sawit dan minyak jarak pagar (Jatropha curcas ,L) juga dapat dimanfaatkan sebagai biodiesel. Minyak jarak mempunyai komposisi asam lemak yaitu asam oleat dan asam linoleat, asam palmitat dan asam sterat (Hambali, 2006). Sebelum diaplikasikan pada berbagai mesin diesel terlebih dahulu harus diuji sifat fisika-kimia biodiesel sehingga biodiesel dapat bekerja efektif pada mesin. Beberapa sifat fisika-kimia yang menjadi standar mutu dari biodiesel adalah viskositas, densitas, bilangan asam, bilangan iodium dan bilangan penyabunan. Sifatsifat fisika-kimia tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu rasio molar antara trigliserida dan alkohol, jenis alkohol yang digunakan pada reaksi transesterifikasi, jenis katalis yang digunakan, suhu reaksi, waktu reaksi, kandungan air dan kandungan asam lemak bebas pada bahan baku yang dapat menghambat reaksi (Hambali, 2006). 1
Para peneliti mulai mengembangkan metode proses pembuatan biodiesel, salah satunya melalui sintesa transesterifikasi langsung dari biji-bijian. Metode ini memiliki langkah proses lebih singkat yang dapat menghemat biaya dan waktu karena biji tidak perlu di press dan melewati proses pemurnian terlebih dahulu. Menurut American Society for Testing Materials (ASTM Internasional), biodiesel didefinisikan sebagai mono-alkil ester rantai panjang asam lemak yang berasal dari sumber yang terbarukan, yang digunakan untuk mesin diesel. Biodiesel merupakan bahan bakar terbarukan, biodegradable, tidak beracun, dan ramah lingkungan. Biodiesel menghasilkan emisi yang lebih rendah, memiliki titik flash tinggi, daya pelumas yang lebih baik, dan cetane number tinggi. Penggunaan biodiesel memiliki potensi untuk mengurangi tingkat polusi dan kemungkinan karsinogen (Novalina, 2015). Di Indonesia, pengembangan biodiesel dari bahan-bahan nabati, khususnya biji jarak pagar, telah mendapat perhatian banyak pihak. Pengembangan pesat biodiesel berbahan baku jarak pagar ini tidak terlepas dari keunggulankeunggulan yang dimilikinya dibandingkan dengan biodiesel dari bahan nabati lainnya seperti sifat fisikokimianya yang lebih baik. Selain itu, tanaman jarak pagar dapat dibudidayakan dengan mudah, tidak memerlukan lahan yang subur dan biaya yang mahal (Openshaw, 2000; Achten et al., 2008; Kumar dan Sharma, 2008)
1. 2 Rumusan Masalah 2. Apa saja sifat kimia biji jarak pagar sehingga dapat dijadikan bahan alternatif pembuatan biodiesel? 3. Apa yang dimaksud dengan proses esterifikasi dan transesterifikasi dalam pembuatan biodiesel dari biji jarak pagar? 4. Apa perbedaan katalis asam dan basa dalam pembuatan biodiesel dari biji jarak pagar?
1. 3 Tujuan 1. Untuk mengetahui sifat kimia biji jarak pagar sehingga dapat dijadikan bahan alternatif pembuatan biodiesel 2. Untuk mengetahui proses esterifikasi dan transesterifikasi dalam pembuatan biodiesel dari biji jarak pagar 3. Untuk mengetahui perbedaan katalis asam dan basa dalam pembuatan biodiesel dari biji jarak pagar
2
BAB II PEMBAHASAN 2. 1 Komposisi kimia biji jarak pagar Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L) telah lama dikenal masyarakat Indonesia, yaitu semasa penjajahan oleh bangsa Jepang pada tahun 1942. Jarak pagar termasuk dalam familia Euphorbiaceae satu famili dengan tanaman karet dan ubi kayu. Adapun klssifikasi Jarak pagar sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Jatropha Spesies : Jatropha curcas L.
Gambar 1. Biji jarak dan buah jarak Biji jarak terdiri dari 75% kernel (daging biji) dan 25% kulit dengan komposisi kimia. Minyak jarak kepyar (ricinus communis) dihasilkan dari biji buah jarak dengan proses ekstraksi menggunakan mesin pengepres atau menggunakan pelarut. Adapun komposisi kimia dari biji jarak seperti pada Tabel 2.1 sedangkan kandungan asam lemak pada minyak jarak kepyar (ricinus communis).
3
Tabel 1. Komposisi kimia biji jarak Komponen Minyak Karbohidrat Serat Abu Protein
Jumlah (%) 54 13 12.5 2.5 18
Tabel 2. Kandungan asam lemak minyak biji jarak Asam Lemak Asam Risinoleat Asam Oleat Asam linoleat Asam Stearat Asam Dihidroksi Stearat
Jumlah (%) 86 8.5 3.5 0.5 – 2.0 1-2
Minyak jarak kepyar (ricinus communis) berwarna kuning pucat, tetapi setelah dilakukan proses refining dan bleaching warna tersebut hilang sehingga menjadi hampir tidak berwarna. Minyak jarak kepyar (ricinus communis) ini tidak mudah tengik. Minyak jarak kepyar (ricinus communis) larut dalam alkohol, eter, klorofom, dan asam asetat glasial. Minyak jarak kepyar (ricinus communis) tidak larut dalam minyak mineral. Minyak jarak kepyar (ricinus communis) hampir keseluruhan berada dalam bentuk trigliserida, terutama resinolenin dengan asam risinoleat sebagai komponen asam lemaknya (Weiss, 1983). Minyak jarak kepyar (ricinus communis) mempunyai rasa asam dan dapat dibedakan dengan trigliserida lainnya karena bobot jenis. Kekentalan dan bilangan asetil serta kelarutan dalam alkohol relatif tinggi. minyak jarak kepyar (ricinus communis) mempunyai ikatan rangkap dan mempunyai gugus OH sehingga minyaknya lebih kental. Pada suhu 25⁰C viskositas minyak jarak kepyar (ricinus communis) mencapai 600-800 cP dan pada suhu 100⁰C mencapai 15-20 cP (Departemen Teknologi Pertanian, 2005). Minyak jarak kepyar (ricinus communis) dan turunannya dimanfaatkan dalam industri cat, varnish, lacquer, pelumas, tinta cetak, linoleum,oil cloth dan sebagi bahan baku dalam industri – industri plastic dan nilon. Dalam jumlah kecil minyak jarak kepyar (ricinus communis) dan turunannya juga digunakan untuk pembuatan kosmetik, semir dan lilin (Ketaren, 1986). Dalam konversi trigliserida menjadi metil ester melalui reaksi transesterifikasi dengan katalis basa dapat berjalan efektif jika bahan baku minyak nabati yang digunakan mempunyai kadar FFA kurang dari 2%.
4
2. 2 Proses esterifikasi dan transesterifikasi dalam pembuatan biodiesel dari biji jarak pagar 2. 2. 1 Ekstraksi Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan kelarutan terhadap dua cairan yang tidak saling larut. Yang merupahkan tahap awal dalam pembuatan biodiesel dari biji jarak pagar, dimana biji jarak pagar dikupas dan dikeluarkan daging bijinya dengan cara manual. Daging biji yang diperoleh digiling sampai halus dan selanjutnya dikeringkan di oven pada suhu 1050 C selama 2 jam. Untuk memperoleh minyak jarak sebanyak 150 g, daging biji halus kering dimasukkan ke dalam alat kempa hidrolik manual berkekuatan 20 ton (total). Alat kempa dipanaskan sampai mencapai suhu 60oC, kemudian dilakukan pengempaan menggunakan tuas hidrolik dan minyak akan keluar melalui lubang-lubang yang terdapat di bagian pinggir blok piston. Minyak ditampung dalam gelas piala, sedangkan bungkilnya dikeluarkan, digiling dan dikempa kembali dengan cara yang sama seperti di atas. 2. 2. 2 Esterifikasi Pembuatan biodisel pada umumnya cukup dilakukan dengan proses transesterifikasi satu tahap, tetapi berdasarkan hasil penelitian pendahuluan ternyata menunjukkan bahwa minyak jarak pagar sebelum dilakukan proses transesterifikasi terlebih dahulu harus E Reaksi asam lemak menjadi metil ester sebagai berikut: RCOOH
+
Asam Lemak
CH3OH Metanol
↔
RCOOH3
Metil Ester
+ H2O
(2.1)
Air
Reaksi esterifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah rasio mol metanol dengan minyak, waktu reaksi, suhu, konsentrasi katalis dan kandungan air pada minyak. Semakin tinggi rasio mol metanol dengan minyak yang digunkan, maka semakin tinggi rendemen metil ester dan semakin kecil kandungan asam lemak bebas di akhir operasi. Suhu operasi yang optimum adalah 60⁰C (Kasim, 2012). Esterifikasi dilakukan jika bahan yang digunakan adalah minyak mentah yang memiliki kadar FFA tinggi.
2. 2. 3 Transesterifikasi Transesterifikasi adalah proses reaksi antara trigliserida dengan alkohol membentuk alkyl ester (biodiesel) dan gliserol. Proses transesterifikasi adalah pengeluaran gliserin dari minyak dan mereaksikan asam lemak bebasnya dengan alkohol (misal metanol) menjadi metil ester atau bidiesel (Nur, 2014). Adapun reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
5
O
O
H2C –O-C-R1 O
R1-C-OCH3 O
H2C-OH
HC-O C-R2 + 3 CH3OH O
R1-C-OCH3 O
+ HC-OH
H2C-O-C-R3 Trigliserida
Metahnol
R1-C-OCH3
H2C-OH
Metil Ester
Gliserol
R dalam merupakan alkil berupa hidrokarbon rantai panjang yang biasa disebut sebagai asam lemak. Produk yang diingikan dari proses transesterifikasi adalah metil ester asam – asam lemak. Menurut Hikmah, ada beberapa cara agar kesetimbangan lebih kearah produk, yaitu menambahkan metanol berlebih kedalam reaksi, memisahkan gliserol, menurunkan temperatur reaksi (transesterifikasi merupakan reaksi eksoterm). R dalam merupakan alkil berupa hidrokarbon rantai panjang yang biasa disebut sebagai asam lemak. Produk yang diingikan dari proses transesterifikasi adalah metil ester asam – asam lemak. Menurut Hikmah, ada beberapa cara agar kesetimbangan lebih kearah produk, yaitu menambahkan metanol berlebih kedalam reaksi, memisahkan gliserol, menurunkan temperatur reaksi (transesterifikasi merupakan reaksi eksoterm). Tujuan reaksi transesterifikasi adalah untuk menghilangkan secara utuh kandungan trigliserida, titik didih, titik nyala, viskositas dari minyak yang direaksikan, agar metil ester yang dihasilkan dapat digunakan pada mesin diesel tanpa merusak atau merubah mesin diesel.
6
Berikut ini diagram alir pembuatan minyak dari biji jarak:
Biji Jarak
Pengeringan
Pemecahan / pengempaan
Leaching
Minyak jarak mentah CCO = Crude Castor Proses pengolahan
Katalisator
Minyak Jarak
Alkohol
Transesterifikasi
Pemisahan
Glysero l
Ester
Destilasi Gliserol
Destilasi
Residu
Ester
Alkohol
Pencuci
Pengkondisian
Biodiesel
Gambar 2. Diagram Alir Proses Pembuatan Minyak Bio-diesel Dari Biji Jarak
7
2. 2. 4 Faktor – faktor yang memengaruhi proses transesterifikasi Biodiesel yang diperoleh melalui proses transesterifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sebgai berikut (freedman dalam Hikmah, 2010): a. Pengaruh air dan asam lemak bebas. Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam yang lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan asam lemak bebas lebih kecil dari 0.5%. Selain itu, semua bahan yang akan digunakan harus bebas dari air. Karena air akan bereaksi dengan katalis, sehingga jumlah katalis menjadi berkurang. Katalis harus terhindar dari kontak dengan udara agar tidak mengalami reaksi dengan uap air dan karbon dioksida. b. Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah. Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3 mol untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol gliserol. Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4,8:1 dapat menghasilkan konversi 98% (Bradshaw, 1944). Secara umum ditunjukkan bahwa semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan, maka konversi yang diperoleh juga akan semakin bertambah. Pada rasio molar 6:1, setelah 1 jam konversi yang dihasilkan adalah 9899%, sedangkan pada 3:1 adalah 74-89%. Nilai perbandingan yang terbaik adalah 6:1 karena dapat memberikan konversi yang maksimum. c. Pengaruh jenis alkohol. Alkohol yang digunakan dalam reaksi transesterifikasi adalah etanol atau metanol. Penggunaan jenis alkohol akan mempengaruhi hasil produk. Produk biodiesel yang dihasilkan dapat berupa metil ester atupun etil ester. Alkohol jenis metanol akan menghasilkan produk berupa metil ester sedangkan alkohol jenis etanol akan menghasilkan produk berupa etil ester. d. Pengaruh jenis katalis. Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila dibandingkandengan katalis asam. Katalis basa yang paling populer untuk reaksi transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH), natrium metoksida (NaOCH3), dan kalium metoksida (KOCH3). Katalis sejati bagi reaksi sebenarnya adalah ion metilat (metoksida). Reaksi transesterifikasi akan menghasilkan konversi yang maksimum dengan jumlah katalis 0,5-1,5%-b minyak nabati. Jumlah katalis yang efektif untuk reaksi adalah 0,5%-b minyak nabati untuk natrium metoksida dan 1%-b minyak nabati untuk natrium hidroksida.
8
e. Pengaruh temperatur. Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30-65°C (titik didih metanol sekitar 65°C). Semakin tinggi temperatur, konversi yang diperoleh akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat.
2. 3 Perbedaan katalis asam dan basa dalam pembuatan biodiesel dari biji
jarak 2. 3. 1 Katalis Katalis adalah zat yang berfungsi untuk mempercepat laju reaksi dan dapat menurunkan kondisi operasi. Reaksi estererifikasi dan transesterifikasi adalah reaksi yang lambat. Oleh karena itu dibutuhkan katalis guna mempercepat laju reaksi. 2. 3. 2 Katalis Asam Katalis asam dipilih untuk memproduksi biodiesel dengan kadar FFA tinggi melalui reaksi esterifikasi. Katalis asam seperti H2SO4, HPO4, dan HCl merupakan katalis yang efektif untuk reaksi esterifikasi (Budiman dkk, 2014). Akan tetapi katalis asam bersifat korosif sehingga diperlukan reaktor yang mampu bertahan dari sifat katalis ini. 2. 3. 3 Katalis Basa Katalis yang biasa digunakan dalam reaksi transesterifikasi adalah katalis asam dan katalis basa. Katalis yang bersifat basa lebih unggul karena menghasilkan metil ester yang tinggi konversinya dan lebih cepat reaksinya (Laksono, 2013). Katalis basa yang umum digunakan adalah NaOH dan KOH. Penggunaan KOH banyak digunakan karena performanya lebih baik daripada NaOH dan lebih mudah pemisahannya (Budiman dkk, 2014). Katalis basa lebih disukai karena katalis basa ini tidak korosif. Menurut Knothe (2002) produksi biodiesel saat ini lebih sering menggunakan KOH, dengan reaksi yang dilakukan pada suhu ruang, tingkat konversi 80-90% dapat dicapai dalam waktu 5 menit. Tingkat konversi metil ester bahkan bisa mencapai 99% pada proses transesterifikasi dua tahap. Penggunaan katalis KOH sebanyak 1% b/b menghasilakan konversi paling bagus dengan yield terbanyak dan viskositas biodiesel yang bagus (Refaat dkk, 2008 dalam Majid dkk., 2012). Katalis basa dinilai lebih baik dari katalis asam karena dengan katalis basa reaksi dapat berjalan pada suhu lebih rendah, bahkan pada suhu kamar. Adapun reaksi dengan katalis asam membutuhkan suhu yang lebih tinggi (Dmytryshyn et al., 2004). Katalis basa yang umum digunakan adalah NaOH, KOH, karbonat dan alkoksida dari Natrium dan Kalium seperti Natrium metoksida, etoksida, propoksida dan 9
butoksida (Khan,2002). Menurut Knothe (2002) produksi biodiesel saat ini lebih sering menggunakan KOH, dengan reaksi yang dilakukan pada suhu ruang, tingkat konversi 8090 % dapat dicapai dalam waktu 5 menit. Tingkat konversi metil ester bahkan bisa mencapai 99 % pada proses transesterifikasi dua tahap. Pemakaian katalis KOH pada reaksi transesterifikasi telah berhasil pada berbagai jenis minyak, antara lain minyak biji canola (Dmytryshyn et al., 2004), minyak biji rami (linseed), minyak rapeseed (Lang et al., 2001), minyak kelapa sawit (Darnoko dan Cheryan, 2000), minyak zaitun dan minyak kelapa sawit bekas (Dorado et al.,2002) dan minyak jarak pagar (Foidl et al., 1996). Katalis KOH juga dipilih karena harganya lebih murah dari NaOH. Pada reaksi dengan menggunakan katalis basa minyak yang digunakan harus netral. Kadar asam lemak bebas yang lebih dari 0.5 % dapat menurunkan rendemen trasesterifikasi minyak (Freedman et al., 1984). Goff et al. (2004) menyatakan bahwa minyak dengan kadar air kurang dari 0.1 % dapat menghasilkan metil ester lebih dari 90 %. Menurut Darnoko dan Cheryan (2000), transesterifikasi minyak kelapa sawit menggunakan katalis KOH kurang dari 1,0 % bobot minyak menunjukkan gejala terjadinya jeda reaksi selama 6 menit, sebelum terbentuknya metil ester. Vicente et al. (1998) dalam Darnoko dan Cheryan (2000) merekomendasikan penggunaan katalis dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari 1 %. Beberapa penelitian melaporkan reaksi transesterifikasi yang dilangsungkan pada beberapa suhu. Semakin tinggi suhu reaksi, konstanta laju reaksi semakin meningkat. Reaksi transesterifikasi dengan menggunakan katalis basa dapat dilakukan dalam satu tahap atau dua tahap. Reaksi tiga tahap bahkan dapat mengurangi pemakaian alkohol hingga 1,2 kali jumlah teoritis (Swern, 1982). Pada proses satu tahap minyak direaksikan dengan metanol dan KOH sekaligus, sedangkan pada proses dua tahap minyak direaksikan dengan sebagian larutan metanolik-KOH, kemudian metil ester yang terbentuk dipisahkan dari gliserol dan direaksikan kembali dengan sisa larutan metanolik-KOH (Van Gerpen, 2004a). 2. 3. 4 Metanol Alkohol merupakan komponen utama yang diperlukan dala pembuatan biodiesel. Alkohol diperlukan dalam jumlah berlebih dalam reaksi esterifikasi maupun reaksi transesterifikasi untuk menggeser keseimbangan reaksi ke arah produk. Oleh karena itu keberadaan alkohol sangat penting dalam reaksi eterifikasi maupun transesterifikasi (Budiman dkk, 2014). Alkohol yang paling umum digunakan adalah metanol (Laksono, 2013). Metanol mempunyai rumus kimia CH3OH. Metanol mempunyai toksisitas yang tinggi. Metanol mempunyai densitas sebesar 0,792 g/ml, Titik lelehnya -104⁰C dan titik didihnya yaitu 64,7⁰C, sedikit larut dalam air, eter, dan etanol dengan kelarutan kurang dari 10%.
10
Metanol murni sangat mudah terbakar dan memiliki fase cair pada suhu 30⁰C tekanan 1 atm (Budiman dkk, 2014). Pemilihan penggunaan metanol disebabkan metanol memiliki reaktivitas yang paling tinggi diantara alkohol jenis lainnya. Sifat metanol ini terkait dengan rantai atom C yang dimilkinya pendek. Semakin pendek rantai atom C akan memperkecil hambatan sterik saat penyerangan gugus karbonil trigliserida berlangsung. Kelebihan lain yang dimiliki metanol adalah harganya yang relatif lebih murah, mudah direcorvery, dan kelarutan yang cukup baik dibandingkan dengan alkohol jenis lainnya. Kelemahan metanol yaitu sifatnya yang beracun. (Budiman dkk, 2014). Menurut Swern (1982), jumlah alkohol yang dianjurkan sekitar 1,6 kali jumlah yang dibutuhkan secara teoritis. Jumlah alkohol yang lebih dari 1,75 kali jumlah teoritis tidak mempercepat reaksi bahkan mempersulit pemisahan gliserol selanjutnya. Freedman (1984) menyebutkan bahwa untuk transesterifikasi menggunakan katalis basa, nisbah mol metanol:minyak sebesar 6:1 adalah optimal.
11
BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L) telah lama dikenal masyarakat Indonesia, yaitu semasa penjajahan oleh bangsa Jepang pada tahun 1942, dengan komposisi kimia minyak 54%, karbohidrat 15%, serat 12.5%, abu 2.5%, dan protein 18%. Proses pembuatan biodiesel dari biji karena melalui beberapa proses meliputi: Ekstraksi Esterifikasi proses esterifikasi adalah untuk menghilangkan asam lemak bebas dengan jalan mengkonversinya menjadi metil ester. Esterifikasi merupakan reaksi antara asam lemak dengan alkohol meggunakan katalis asam. Esterifikasi dengan katalis asam mengkonversi FFA menjadi ester alkil. Esterifikasi umumnya menggunakan katalis asam homogen seperti asam sulffat (H2SO4) dan asam klorida (HCl). Tahap esterifikasi biasa diikuti dengan tahap transesterifikasi (Kasim, 2012). Transesterifikasi Transesterifikasi adalah proses reaksi antara trigliserida dengan alkohol membentuk alkyl ester (biodiesel) dan gliserol. Proses transesterifikasi adalah pengeluaran gliserin dari minyak dan mereaksikan asam lemak bebasnya dengan alkohol (misal metanol) menjadi metil ester atau bidiesel (Nur, 2014). Faktor – faktor yang memengaruhi proses transesterifikasi dalam pembuaan biodiesel sebagai berikut Pengaruh air dan asam lemak bebas Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah. Pengaruh jenis alkohol. Pengaruh jenis katalis. Katalis dalam pembuatan biodiesel pada proses tersesterifikasi terdapat dua macam yaitu katalis asam dan basa,namun katalis basa dinilai lebih baik dari katalis asam karena dengan katalis basa reaksi dapat berjalan pada suhu lebih rendah, bahkan pada suhu kamar. Adapun reaksi dengan katalis asam membutuhkan suhu yang lebih tinggi (Dmytryshyn et al., 2004).
3. 2 SARAN Berdasarkan makalah pembuatan biodiesel dari biji jarak banyak sekali kekurangan yang terdapat baik dari materi yang dijelaskan maupun penulisannya, sebaiknya memperdalam materi dengan memperbanyak membaca jurnal atau buku-buku mengenai pembutan biodiesel dari biji jarak. 12
DAFTAR PUSTAKA
Sefrinus M.D Kolo1, Rikson A.F Siburian2, Theodore Y.K Lulan3,. 2015. Produksi Biodiesel dari Minyak Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Jurnal penelitian tentang pengaruh variasi konsentrasi metanol terhadap sifat fisika-kimia biodiesel dari minyak biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) Suhartanta dan Zainal Arifin,. 2008. Pemanfaatan Minyak Jarak Pagar Sebagai Bahan Bakar Alternatif Mesin Diesel. Jurnal Penelitian Saintek. Fitri Hadiah*, Oki Alfernando, Yudi Sumbarin,. 2011. PENGARUH JUMLAH KATALIS DAN TEMPERATUR TERHADAP KUANTITAS DAN KUALITAS BIODIESEL DARI BIJI JARAK PAGAR DENGAN METODE ESTER-TRANSESTERIFIKASI INSIT. Jurnal Teknik Kimia. Retno Atika Putri1, Azhari Muhammad1, Ishak1,. 2017. Optimasi Proses Pembuatan Biodiesel Biji Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) Melalui Proses Ekstraksi Reaktif. Jurnal Teknologi Kimia Unimal. Desy Carlina Dewi,. 2015. PRODUKSI BIODIESEL DARI MINYAK JARAK(RICINUS COMMUNIS) DENGAN MICROWAV. Tugas Akhir, Teknik Kimia, Universitas Negeri Semarang. ARIZA BUDI TUNJUNG SARI,. 2007. Proses Pembuatan Biodiesel Minyak Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) dengan Transesterifikasi Satu dan Dua Tahap. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Ika Amalia Kartika, Mohamad Yani, Dede Hermawan,. TRANSESTERIFIKASI IN SITU BIJI JARAK PAGAR: PENGARUH JENIS PEREAKSI, KECEPATAN PENGADUKAN DAN SUHU REAKSI TERHADAP RENDEMEN DAN KUALITAS BIODIESEL. Jurnal Teknologi Indonesia. Moch, Setyadji, Mashudi, Endang Susiantini,. 2003. Studi Pembuatan Minyak Bio-diesel dari Biji Jarak. Puslitbang Teknologi Maju BATAN, Yogyakarta. R. Sudradjat, Hendra A., W. Iskandar & D. Setiawan,. Manufacture Technology of Biodiesel from Jarak Pagar Plant Seed Oil, JURNAL TEKNOLOGI PEMBUATAN BIODISEL DARI MINYAK BIJI TANAMAN JARAK PAGAR.
13