BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kesalahan berbahasa merupakan pemakaian bentuk-bentuk tuturan berbagai unit kebahasaan yang meliputi kata, kalimat, paragraf, yang menyimpang dari sistem kaidah bahasa Indonesia baku, serta pemakaian ejaan dan tanda baca yang menyimpang dari sistem ejaan dan tanda baca yang telah ditetapkan sebagaimana dinyatakan dalam buku Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. S. Piet Corder dalam bukunya Introducing Applied Linguistik menjelaskan bahwa kesalahan berbahasa adalah pelanggaran terhadap kode bahasa. Pelanggaran ini disebabkan kurang sempurnanya penguasaan dan pengetahuan terhadap kode. Kesalahan berbahasa tidak hanya dibuat oleh siswa yang mempelajari B2 (bahasa yang dipelajari siswa), tetapi juga dibuat siswa yang belajar B1 (bahasa ibu). Sedangkan analisis kesalahan berbahasa adalah suatu cara atau langkah kerja yang biasa digunakan oleh peneliti atau guru bahasa untuk mengumpulkan data, mengidentifikasi kesalahan, menjelaskan kesalahan, mengklasifikasikan kesalahan dan mengevaluasi taraf keseriusan kesalahan berbahasa. Kesalahan berbahasa biasanya ditentukan berdasarkan ukuran keberterimaan. Apakah bahasa (ujaran atau tulisan) si pembelajar bahasa itu berterima atau tidak bagi penutur asli atau pengajarnya. Jadi, jika pembelajar bahasa Indonesia membuat kesalahan, maka ukuran yang digunakan adalah apakah kata atau kalimat yang digunakan pembelajar benar atau salah menurut penutur asli bahasa Indonesia. Jika kata atau kalimat yang digunakan pembelajar bahasa tadi salah, dikatakan pembelajar bahasa membuat kesalahan. Ukuran berbahasa yang baik ini adalah ukuran intrabahasa atau intralingual. Ukuran kesalahan dan ketidaksalahan intrabahasa adalah ukuran kebahasaan. Ukuran kebahasaan meliputi :
1
a. fonologi(tata bunyi) b. morfologi(tata kata) c. sintaksis(tata kalimat) d. semantic(tata makna) Kekeliruan dalam berbahasa disebabkan karena faktor performansi, sedangkan kesalahan berbahasa disebabkan faktor kompetensi. Faktor performansi meliputi keterbatasan ingatan atau kelupaan sehingga menyebabkan kekeliruan dalm melafalkan bunyi bahasa, kata, urutan kata, tekanan kata atau kalimat. Kekeliruan ini bersifat acak, maksudnya dapat terjadi pada berbagai tataran linguistik. Kekeliruan biasanya dapat diperbaiki sendiri oleh siswa yang bersangkutan dengan cara lebih mawas diri dan lebih memusatkan perhatian pada pembelajaran. Sedangkan kesalahan yang di sebabkan faktor kompetensi adalah kesalahan yang disebabkan siswa belum memahami sistem linguistik bahasa yang digunakannya. Kesalahan berbahasa akan sering terjadi apabila pemahaman siswa tentang sistem bahasa kurang. Kesalahan berbahasa dapat berlansung lama apabila tidak diperbaiki. Guru dapat melakukan perbaikan dengan melalui remedial, latihan, praktik, dan lain sebagainya. Sebab-sebab terjadinya kesalahan berbahasa diantaranya : a. Pengertian kacau b. Interferensi c. Logika yang belum masak d. Analogi e. Sembrono Proses terjadinya kesalahan berbahasa berhubungan erat dengan proses belajar bahasa, oleh karena itu untuk memahami proses terjadinya kesalahan berbahasa diperlukan pemahaman tentang konsep-konsep belajar bahasa. Belajar bahasa terdiri atas proses penguasaan bahasa pertama dan penguasaan kedua. Proses penguasaan pertama disebut pemerolehan bahasa (language acquisition). Proses ini bersifat ilmiah dan tampak adanya suatu perencanaan terstruktur. Setiap anak yang normal secara fisik psikis,
2
dan sosiologis pasti mengalami proses pemerolehan bahasa pertama melalui kehidupan sehari-hari dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Proses ini berlangsung tanpa disadari anak dan anakpun tidak menyadari motivasi apa yang mendorongnya untuk menguasai bahasa tersebut. Proses berbahasa kedua terjadi setelah penguasaan bahasa pertama dan disebut belajar bahasa (language learning) proses ini umumnya berlangsung secara terstruktur dan siswa menyadari bahwa dia sedang belajar bahasa dan juga menyadari motivasi apa yang mendorongnya untuk menguasai bahasa tersebut. Dalam proses belajar bahasa kedua, seorang pembelajar bahasa akan mempelajari intrabahasa yang dipelajarinya atau B2, sedangkan pelajar itu sendiri telah menguasai kaidah intrabahasa sendiri atau B1, selama belajar inilah si pembelajar akan menggunakan seperangkat ujaran dalam sistem bahasa tersendiri, yang bukan atau belum mempunyai model dalam dua bahasa tersebut ( B1 dan B2). Sistem bahasa pembelajar ini disebut oleh Larry Salinker dengan nama interlanguage (bahasa antara).Istilah lain untuk menyebut interlanguage adalah ideosynraticdialect (PietCorder,1971), appr oximative
system (William
Nemser,
1971) atau tradisional
competence (Richard. Untuk memperkenalkan bahasa antara, salinker memperkenalkan pula konsep bahasa warisan atau bahasa ibu (B1) dan bahasa ajar (B2). Berikut proses belajar bahasa: Bahasa warisan → bahasa antara → bahasa ajaran Sebagian dari unsur-unsur interlanguage (bahasa antara) ini sama dengan unsur bahasa kedua yang dipelajari dan sebagian yang lain tidak sama. Kesalahan berbahasa terjadi pada sistem interlanguage ini, yaitu unsur-unsur atau bentuk tuturan pada interlanguage yang tidak sama dengan bentuk-bentuk tuturan pada bahasa kedua yang dipelajari. Secara teoritis, unsur-unsur sistem interlanguage itu terdiri atas pembauran antara unsurunsur bahasa pertama dan bahasa kedua yang di pelajari. kesalahan-
3
kesalahan ini bersifat sistematik dan terjadi pada setiap orang yang belajar bahasa. Kurangnya ketrampilan berbahasa yang salah satunya disebabkan oleh kesalahan-kesalahan berbahasa dapat menjadi hambatan dalam proses komunikasi. Salah satu pendekatan pengajaran berbahasa yang berkembang pada
dasawarsa
50-an
dan
60-an
yakni
pendekatan audiolingualisme menekankan pentingnya latihan-latihan untuk menguasai bahasa yang dilaksanakan secara intensif. Dalam pelajaran bahasa, murid-murid dipaksa selama berjam-jam menghafalkan dialog, latihan-latihan menguasai pola serta generalisasi gramatika. Pendekatan ini memandang kesalahan berbahasa sebagai sesuatu yang bersifat puritanistis, artinya kesalahan berbahasa dipandang sebagai dosa yang harus dihindari. Metode yang digunakan pendekatan ini untuk menghindari terjadi kesalahan dalam berbahasa adalah dengan melatihkan kepada si pembelajar model-model yang benar dalam waktu yang cukup lama. Berbanding
terbalik
dengan
pandangan
audiolinguisme,
aliran psikologi kognitifjustru memandang kesalahan berbahasa sebagai suatu yang wajar. Pendapat ini berangkat dari proses penguasaan bahasa pada anak, setiap anak hampir bisa dipastikan akan membuat kesalahan berbahasa, akan tetapi orang tua atau orang dewasa di lingkungannya memandang hal ini sebagai sesuatu yang wajar. 1.2
Rumusan Masalah 1. Apa yang di maksud dengan kesalahan berbahasa ? 2. Bagaiaman penjelasan mengenai teori ejaan yang benar ? 3. Bagaimana cara aga dapat berbahasa indonesai yang baik dan benar ? 4. Bagaimana penjelasan mengenai kesalahan penggunaan kata baku ? 5. Apa saja contoh kesalahan berbahasa atau penulisan pada plang,baleho atau poster ?
4
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Landasan Teori Ejaan Ejaan ialah pelambangan fonem dengan huruf (Badudu, 1985:31). Dalam sistem ejaan suatu bahasa, ditetapkan bagaimana fonem-fonem dalam bahasa itu dilambangkan. Lambang fonem itu dinamakan huruf. Susunan sejumlah huruf dalam suatu bahasa disebut abjad. Selain pelambangan fonem dengan huruf, dalam sistem ejaan termasuk juga 10 ketetapan tentang bagaimana satuan-satuan morfologi seperti kata dasar, kata ulang, kata majemuk, kata berimbuhan dan partikelpartikel dituliskan. ketetapan tentang bagaimana menuliskan kalimat dan bagian-bagian kalimat dengan pemakaian tanda-tanda baca seperti titik, koma, titik koma, titik dua, tanda kutip, tanda tanya, tanda seru. Ejaan didasarkan pada konvensi semata-mata, jadi lahir dari hasil persetujuan para pemakai bahasa yang bersangkutan. Ejaan itu disusun oleh seorang ahli bahasa atau oleh suatu panitia yang terdiri atas beberapa orang ahli bahasa, kemudian disahkan atau diresmikan oleh pemerintah. Masyarakat pemakai bahasa mematuhi apa yang telah ditetapkan itu. Ejaan yang kita pakai dewasa ini disebu Ejaan yang Disempurnakan yaitu ejaan yang telah disusun oleh Lembaga Bahasa Nasional (LBN).
2.2
Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar Peranan bahasa yang utama adalah sebagai sarana komunikasi, sebagai alat penyampai maksud dan perasaan seorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Disikapi dari sudut ini, sudah baiklah bahasa seseorang apabila sudah mampu mengemban amanat tersebut. Namun, mengingat bahwa situasi kebahasaan itu bermacam-macam adanya, tidak selamanya bahasa yang baik itu benar, atau sebaliknya, tidak selamanya bahasa yang benar itu baik. Demikian pula halnya dalam bahasa
5
Indonesia, yakni bahasa Indonesia yang baik tidak selalu benar dan bahasa Indonesia yang benar tidak selalu baik (Sloka, 2006:112). Sedangkan menurut (Hasan Alwi, 2010:20). Pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah yang dibakukan atau yang dianggap baku itulah yang merupakan bahasa yang benar. Kata-kata baku adalah kata-kata yang standar sesuai dengan aturan kebahasaaan yang berlaku, didasarkan atas kajian berbagai ilmu, termasuk ilmu bahasa dan sesuai dengan perkembangan zaman. 2.3
Kesalahan Berbahasa Ada dua pandangan yang bertolak belakang mengenai kesalahan berbahasa. Yakni pandangan dari sudut guru dan pandangn dari sudut siswa . Dari sudut guru, kesalahan itu adalah suatu aib atau cacat cela bagi pengajaran bahasa. Kesalahan berbahasa yang dibuat oleh siswa itu menandakan bahwa pengajaran bahasa tidak berhasil atau gagal. Karena itu kesalahan berbahasa itu harus dihindari agar pengajaran bahasa berhasil. Sementara dari sudut pandang siswa kesalahan berbahasa merupakan bagian integral dari proses belajar bahasa. Kesalahan itu tentunya dapat diperkecil atau bahkan dihilangkan dengan menata lebih sempurna komponen proses belajar-mengajar bahasa. Lalu akan timbul apa yang dimaksud kesalahan berbahasa? Untuk menjawab pertanyaan ini, menurut Djago Tarigan (1997:29) dapat dilihat dengan berpedoman pada semboyan “Pakailah bahasa Indonesia yang baik dan benar”. Dalam semboyan itu, ada dua ukuran yang dapat dijadikan dasar. Ukuran pertama berkaitan dengan faktor-faktor penentu dalam berkomunikasi. Faktor-faktor penentu dalam berkomunikasi itu ialah: siapa berbahasa dengan siapa, untuk tujuan apa, dalam situasi apa (tempat dan waktu), dalam konteks apa (peserta lain, kebudayaan, dan suasana), dengan jalur mana (lisan atau tulisan), media apa (tatap muka, telepon, surat, buku, koran, dsbnya), dan dalam peristiwa apa (bercakap-cakap, ceramah, upacara,
laporan,
lamaran
kerja,
pernyataan
cinta
dan
6
sebagainya). Sementara ukuran kedua berkaitan dengan aturan kebahasaan yang dikenal dengan istilah tatabahasa. Dengan demikian bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia yang sesuai dengan faktor-faktor penentu berkomunikasi dan benar dalam penerapan aturan kebahasaannya. Penggunaan bahasa yang tidak sesuai dengan faktror-faktor penentu berkomunikasi bukanlah bahasa Indonesia yang baik. Bahasa Indonesia yang menyimpang dari kaidah bahasa jelas pula bukan bahasa Indonesia yang benar. Menurut Tarigan (1997), kesalahan berbahasa dianggap sebagai bagian dari proses belajar mengajar. Langkah kerja analisis kesalahan berbahasa menurut Ellis dan Sridhar (dalam Tarigan, 1998) dapat dilakuan melalui lima langkah. a. Mengumpulkan data b. Mengidentifikasikan kesalahan c. mengklasifikasikan kesalahan d. menjelaskan frekuensi kesalahan e. mengoreksi kesalahan. Secara lebih detail, metode analisis kesalahan berbahasa itu dilakukan dengan mengumpulkan sampel kesalahan yang diperbuat siswa baik dalam karangan atau bentuk lainnya secara cermat dan detail. Kesalahan berbahasa yang sudah terkumpul ini dianalisis dengan langkahlangkah sebagai berikut: Pertama, mengklasifikasikan kesalahan berbahasa itu berdasarkan tataran kebahasaan misalnya kesalahan bidang fonologi, morfologi, sintaksis, wacana atau semantik. Kedua mengurutkan kesalahan itu berdasarkan frekuensinya. Ketiga, menggambarkan letak kesalahan dan memperkirakan penyebab kesalahan. Keempat, memperkirakan atau memprediksi daerah atau butir kebahasaan yang rawan kesalahan. Kelima, mengoreksi kesalahan atau memperbaiki kesalahan.
7
2.4
Kesalahan Penggunaan Kata Baku Kata baku adalah kata yang standar sesuai dengan aturan kebahasaaan yang berlaku, didasarkan atas kajian berbagai ilmu, termasuk ilmu bahasa dan sesuai dengan perkembangan zaman. Kebakuan kata amat ditentukan oleh tinjauan disiplin ilmu bahasa dari berbagai segi yang ujungnya menghasilkan satuan bunyi yang amat berarti sesuai dengan konsep yang disepakati terbentuk. Kata baku dalam bahasa Indonesia memedomani Pedoman Umum Pembentukan Istilah yang telah ditetapkan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa bersamaan ditetapkannya pedoman sistem penulisan dalam Ejaan Yang Disempurnakan. Di samping itu, kebakuan suatu kata juga ditentukan oleh kaidah morfologis yang berlaku dalam tata bahasa bahasa Indonesia yang telah dibakukan dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indoensia. Dalam Pedoman Umum Pembentukan istilah (PUPI) diterangkan sistem pembentukan istilah serta pengindonesiaan kosa kata atau istilah yang berasal dari bahasa asing. Bila kita memedomani sistem tesebut akan telihat keberaturan dan kemanapan bahasa Indonesia. Kata baku sebenanya merupakan kata yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang telah ditentukan. Konteks penggunaannya adalah dalam kalimat resmi, baik lisan maupun tertulis dengan pengungkapan gagasan secara tepat. Contoh Kata Baku dan Tidak Baku Kata Baku
Kata Tidak Baku
mengubah
merubah
mengesampingkan
mengenyampingkan
struktur
structure
8
monarki
monarkhi
devaluasi
defaluasi
abstrak
abstrac
akomodasi
akomodir
legalisiasi
legalisir
diagnosis
diadnosa
hipotesis
hipotesa
kultur
culture
deputi
deputy
sekuritas
Security
aktivitas
aktifitas
relatif
relative
teknologi
tekhnologi; technologi
elektronik
electronik
direktur
director
konduite
kondite
akuarium
aquarium
kongres
konggres
hierarki
hirarkhi
aksi
action
kultur
culture
deputi
deputy
9
sekuritas
Security
aktivitas
aktifitas
relatif
relative
teknologi
tekhnologi; technologi
elektronik
electronik
direktur
director
konduite
kondite
akuarium
aquarium
kongres
konggres
hierarki
hirarkhi
aksi
action
grup
group
rute
route
institut
institute
aki
accu
taksi
taxi
memesona
mempesona
imbau
himbau
berpikir
berfikir
nasihat
nasehat
pukul 19.30 WIB
jam 19.30 WIB
standardisasi
standarisasi
10
objek
obyek
Ciri Kata Baku Karena wilayah pemakaiannya yang amat luas dan penuturnya yang beragam, bahasa Indonesia pun mempunyai banyak ragam. Berbagai ragam bahasa itu tetap disebut sebagai bahasa Indonesia karena semua ragam tersebut memiliki beberapa kesamaan ciri. Ciri dan kaidah tata bunyi, pembentukan kata, dan tata makna pada umumnya sama. Itulah sebabnya kita dapat saling memahami orang lain yang berbahasa Indonesia dengan ragam berbeda walaupun kita melihat ada perbedaan perwujudan bahasa Indonesianya. Di samping ragam yang berdasar wilayah penuturnya, ada beberapa ragam lain dengan dasar yang berbeda, dengan demikian kita mengenal bermacam ragam bahasa Indonesia (ragam formal, tulis, lisan, bidang, dan sebagainya); selain itu ada pula ragam bidang yang lazim disebut sebagai laras bahasa. Yang menjadi pusat perhatian kita dalam menulis di media masa adalah “bahasa Indonesia ragam baku”, atau disingkat “bahasa Indonesia baku”. Namun demikian, tidaklah sederhana memerikan apa yang disebut “ragam baku” Bahasa Indonesia ragam baku dapat dikenali dari beberapa sifatnya. Seperti halnya dengan bahasa-bahasa lain di dunia, bahasa Indonesia menggunakan bahasa orang yang berpendidikan sebagai tolok ukurnya. Ragam ini digunakan sebagai tolok ukur karena kaidah-kaidahnya paling lengkap diperikan. Pengembangan ragam bahasa baku memiliki tiga ciri atau arah, yaitu: 1.
Memiliki kemantapan dinamis yang berupa kaidah dan aturan yang
tetap. Di sini, baku atau standar berarti tidak dapat berubah setiap saat.
11
2.
Bersifat kecendikiaan. Sifat ini diwujudkan dalam paragraf, kalimat,
dan satuan-satuan bahasa lain yang mengungkapkan penalaran dan pemikiran yang teratur, logis dan masuk akal. 3.
Keseragaman. Di sini istilah “baku” dimaknai sebagai memiliki kaidah
yang seragam. Proses penyeragam bertujuan menyeragamkan kaidah, bukan menyeragamkan ragam bahasa, laras bahasa, atau variasi bahasa.
12
BAB III ISI 3.1
Contoh Kesalahan Penulisan Berbahasa
Kata “apotik” yang dilingkari di atas adalah kata yang tidak baku. Seharusnya kata tersebut ditulis “apotek” yang merupakan kata bakunya. Perlu diingat dari kata tersebut “apotek-apoteker”. Dan bukan “apotik-apotiker”.
13
Kata “bis” yang ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-3 menerangkan bahwa, kata tersebut tidak mengartikan sebuah kendaraan besar. Oleh karena itu kata “bis” yang ada pada gambar diatas adalah kata yang tidak baku. Seharusnya kata “bis” itu diganti menjadi kata “bus” yang merupakan kata bakunya.
Kata “praktek” dan “jam” pada gambar di atas merupakan kata yang tidak baku. Kata “praktek” seharusnya ditulis “praktik” dan perlu diingat dari kata tersebut. “praktik-praktikum” dan bukan “praktek-pratekum” dan kata “jam” menunjukan jangka waktu.
14
Kata “standart” pada gambar di atas merupakan kata yang tidak baku. Kata “standart” seharusnya ditulis “standar” dan tidak menggunakan huruf “t” di akhir kata tersebut dan perlu di ingat bahwa kata “standart” lebih ke Bahasa inggris bukan Bahasa Indonesia
Kata “pijet” pada gambar dia atas merupakan kata yang tidak baku. Kata “pijet” seharusnya ditulis “pijat” huruf “e” di ganti dengan “a”
15
Kata “senen” pada gambar diatas merupakan kata yang tidak baku dan salah. Kata “senen” seharusnya ditulis “senin” huruf “e” kedua diganti dengan “i” terlebih kata “senen” adalah Bahasa daerah yang sudah melekat pada kalangan masyarakat sehingga terjadi kesalahan penulisan. Kata “jum’at” pada gambar diatas merupakan kata yang tidak baku dan salah. Kata “jum’at” seharusnya ditulis “jumat” dan tidak menggunakan tanda petik ditengah katanya.
Kata “tengok” pada gambar diatas merupakan kata yang tidak baku. Kata “tengok” seharusnya ditulis “melihat” terlebih kata tersebut lebih baik digunakan
16
Kata “helem” pada gambar diatas merupakan kata yang tidak baku atau salah. Kata “helem” seharusnya ditulis “ helm” dan tidak menggunakan dua kali huruf “e” pada kata tersebut terlebih kata “helem” dapat ditinjau dari pengucapannya saja namun tidak dengan penulisannya
Kata “ juwal” pada gambar diatas merupakan kata yang salah. Kata “juwal” seharusnya ditulis “jual” dan tidak menggunakan hurf “w” ditengah katanya karena “juwa” lebih ke pengucapan nya namun tidak dalam penulisan dan berbahasa,
17
Kata “photo” pada gambar diatas merupakan kata yang tidak baku dan salah. Kata ‘photo” seharusnya ditulis “foto” dan tidak menggunakan huruf “h”
Kata “do’a” pada gambar diatas merupakan kata yang salah. Kata “do’a” seharusnya ditulis “doa” tanpa menggunakan tanda petik di tengah kata tersebut. Karena dalam berbahasa Indonesia tidak ada yang berhubungan dengan tanda petik “ ‘ “ disetiap kata yang baku.
18
Kata “optikal” pada gambar diatas merupakan kata yang salah. Kata ‘optikal” seharusnya ditulis “optik” tanpa menggunakan menggunakan huruf “al” diakhir katanya. Perlu diketahui bahwa kata “optikal” adalah kata dari Bahasa inggris yaitu “optical”.
Kata “di laksanakan” pada gambar diatas merupakan kata yang salah. Kata “di laksanaan” seharusnya ditulis “dilaksanakan”. Perlu diingat bahwa awalan “ di + kata kerja atau menjadi kata kerja pasif maka harus disambung, kalua “ di + selain kata kerja” makan dipisah.
19
BAB IV PENUTUP 4.1
Kesimpulan Bila dilihat dari pengertian kesalahan dan kata diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kesalahan kata adalah kekeliruan terhadap bahasa yang di ucapkan atau dituliskan baik itu morfem tunggal ataupun morfem gabungan. Kesalahan kata tersebut dapat diperbaiki sehingga menjadi kata yang sempurna atau baku. Kita sebagai warga negara Indonesia harus mempunyai sikap seperti itu karena siapa lagi yang harus menghargai bahasa Indonesia selain warga negaranya. Kita, sebagai bangsa Indonesia harus bersyukur, bangga, dan beruntung karena memiliki bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa Negara. Menggunakan bahasa baku memang sudah seharusnya diterapkan, karena hal itu akan menunjukan jati diri kita sebagai bangsa Indonesia.
4.2
Saran Penggunan bahasa baku memang seharusnya kita terapkan, mengingat bahasa baku adalah bahasa Indonesia yang benar. Didalam penulisan memang seharusnya mengikuti kaidah-kaidah penulisan. Untuk itu sabaiknya kita harus mengikuti peraturan yang sudah disepakati tersebut. Saran saya kepada pembaca setiap kali pembaca ingin menulis. Ada baiknya pembaca memahami dulu kaidah-kaidah penulisan, salah-satunya yaitu penggunaan kata yang baku dan penggunaan EYD. Agar tulisannya sesuai dengan kaidah penulisan yang sudah disepakati penggunaan kata dan tanda bacanya.
20
DAFTAR PUSTAKA 1. www.acemedia.edu/7440902/MAKALAH_ANALISIS_KESALAHAN_B ERBAHASA_INDONESIA 2. www.scrib.com 3. https://hanahanifah22.blogspot.com 4. https://ourlz.blogspot.co.id
21