Makalah Bab Ii Penalaran Teori Akuntansi.docx

  • Uploaded by: septiani
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Bab Ii Penalaran Teori Akuntansi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,304
  • Pages: 11
BAB II PENALARAN

Dosen Pembimbing Mujibur Rahmat S.E M.Acc Mata Kuliah Teori Akuntansi

Disusun Oleh : Muhammad Shoiman Efendi (16.01.032.044) Sangap Padang (16.01.032.055) Septiani (16.01.032.056) Sonia (16.01.032.058) Zuhriah (16.01.032.065)

Kelas : AK16-2

Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Teknologi Sumbawa 2019

Pembahasan PENALARAN Penalaran adalah proses berpikir logis dan sistematis untuk membentuk dan mengevaluasi suatu keyakinan (belief) terhadap suatu pernyataan atau asersi (assertion). Pernyataan dapat berupa teori (penjelasan) tentang suatu fenomena atau realitas alam, ekonomik, politik, atau sosial. Penalaran perlu diajukan dan dijabarkan untuk membentuk, mempertahankan, atau mengubah keyakinan bahwa sesuatu (misalnya teori, pernyataan, atau penjelasan) adalah benar. Penalaran melibatkan inferensi (inference) yaitu proses penurunan konsekuensi logis dan melibatkan pula proses penarikan simpulan/konklusi (conclusion) dari serangkaian pernyataan atau asersi. Proses penurunan simpulan sebagai suatu konsekuensi logis dapat bersifat deduktif maupun induktif. Penalaran mempunyai peran penting dalam pengembangan, penciptaan, pengevaluasian, dan pengujian suatu teori atau hipotesis. Teori (pernyataan-pernyataan teoretis) merupakan sarana untuk menyatakan suatu keyakinan sedangkan penalaran merupakan proses untuk mendukung keyakinan tersebut. Oleh karena itu, keyakinan (terhadap suatu teori atau pernyataan) berkisar antara lemah sampaikuat sekali atau memaksa (compelling) bergantung pada kualitas atau keefektifan penalaran dalam menimbulkan daya bujuk atau dukung yang dihasilkan. Struktur dan proses penalaran dibangun atas dasar tiga konsep penting yaitu :asersi (assertion), keyakinan (belief) ,dan argument (argument). Struktur penalaran menggambarkan hubungan ketigakonsep tersebut dalam menghasilkan daya dukung atau bukti rasional terhadap keyakinan tentang suatu pernyataan. Asersi Asersi adalah suatu pernyataan (biasanya positif) yang menegaskan bahwa sesuatu (misalnya teori) adalah benar. Bila seseorang mempunyai kepercayaan (confidence) bahwa statemen keuangan itu bermanfaat bagi investor adalah benar, maka pernyataan statemen keuangan itu bermanfaat bagi investor” merupakan keyakinannya. Asersi mempunyai fungsi ganda dalam penalaran yaitu sebagai elemen pembentuk (ingredient) argument dan sebagai keyakinan yang dihasilkan oleh penalaran (berupa simpulan). Artinya, keyakinan yang dihasilkan dinyatakan dalam bentuk asersi pula. Dengan demikian, asersi merupakan unsur penting dalam penalaran karena asersi menjadi komponen argument (sebagai masukan penalaran) dan merupakan cara untuk merepresentasi atau mengungkapkan keyakinan (sebagai keluaran penalaran). 

Interpretasi Asersi

Untuk menerima kebenaran suatu asersi, harus dipastikan lebih dahulu apa arti atau maksud asersi. Sangat penting sekali untuk memahami arti asersi untuk menentukan keyakinan terhadap kebenaran asersi tersebut. maksud asersi, orang juga harus mempunyai pengetahuan tentang subjek atau topik yang dibahas. Kesalahan interpretasi dapat terjadi

karena dua bentuk asersi yang berbeda dapat berarti dua hal yang sama atau dua hal yang sangat berbeda.  Asersi untuk Evaluasi Istilah



Representasi asersi dalam bentuk diagram dapat digunakan untuk mengevaluasi ketepatan makna suatu istilah. Jenis Asersi (Pernyataan)

Untuk menimbulkan keyakinan terhadap kebenaran suatu asersi, asersi harus didukung oleh bukti atau fakta. Untuk keperluan argumen, suatu asersi sering dianggap benar atau diterima tanpa harus diuji dahulu kebenarannya. Bila dikait-kan dengan fakta pendukung, asersi dapat diklasifikasi menjadi asumsi (assump-tion), hipotesis (hypothesis), dan pernyataan fakta (statement of fact). 1. Asumsi adalah asersi yang diyakini benar meskipun orang tidak dapat menga-jukan atau menunjukkan bukti tentang kebenarannya secara meyakinkan atau asersi yang orang bersedia untuk menerima sebagai benar untuk keperluan disku-si atau debat. 2. Hipotesis adalah asersi yang kebenarannya belum atau tidak diketahui tetapi diyakini bahwa asersi tersebut dapat diuji kebenarannya. Untuk disebut sebagai hipotesis, suatu asersi juga harus mengandung kemungkinan salah. 3. Pernyataan fakta adalah asersi yang bukti tentang kebenarannya diyakini sangat kuat atau bahkan tidak dapat dibantah.  Fungsi Asersi Asersi dapat berfungsi sebagai premis (premise) dan konklusi (conclusion). Premis adalah asersi yang digunakan untuk mendukung suatu konklusi. Konklusi adalah asersi yang diturunkan dari serangkaian asersi. Suatu argumen paling tidak berisi satu premis dan satu konklusi. Karena premis dan konklusi keduanya merupakan asersi, konklusi (berbentuk asersi) dalam suatu argumen dapat menjadi premis dalam argumen yang lain.

Keyakinan Keyakinan terhadap asersi adalah tingkat kebersediaan untuk menerima bahwa asersi tersebut benar. Keyakinan diperoleh karena kepercayaan (confidence) ten-tang kebenaran yang dilekatkan pada suatu asersi. Suatu asersi dapat dipercaya karena adanya bukti yang kuat untuk menerimanya sebagai hal yang benar. Orang dikatakan yakin terhadap suatu asersi bila dia menunjukkan perbuatan, sikap, dan pandangan seolah-olah asersi tersebut benar karena dia percaya bahwa asersi tersebut benar.10 Kepercayaan diberikan kepada suatu asersi biasanya sete-lah dilakukan evaluasi terhadap asersi atas dasar argumen yang digunakan untuk menurunkan asersi. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa keyakinan merupa-kan produk, hasil, atau tujuan suatu penalaran. Berbagai faktor mempengaruhi tingkat keyakinan seseorang atas suatu asersi. Karakteristik (sifat) asersi menen-tukan mudah-tidaknya keyakinan seseorang dapat diubah melalui penalaran.

Keyakinan terhadap asersi adalah tingkat kebersediaan untuk menerima bahwa asersi tersebut benar. Keyakinan diperoleh karena kepercayaan (confidence) ten-tang kebenaran yang dilekatkan pada suatu asersi. Suatu asersi dapat dipercaya karena adanya bukti yang kuat untuk menerimanya sebagai hal yang benar. Orang dikatakan yakin terhadap suatu asersi bila dia menunjukkan perbuatan, sikap, dan pandangan seolah-olah asersi tersebut benar karena dia percaya bahwa asersi tersebut benar.10 Kepercayaan diberikan kepada suatu asersi biasanya sete-lah dilakukan evaluasi terhadap asersi atas dasar argumen yang digunakan untuk menurunkan asersi. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa keyakinan merupa-kan produk, hasil, atau tujuan suatu penalaran. Berbagai faktor mempengaruhi tingkat keyakinan seseorang atas suatu asersi. Karakteristik (sifat) asersi menen-tukan mudah-tidaknya keyakinan seseorang dapat diubah melalui penalaran. 

Properitas Keyakinan Semua penalaran bertujuan untuk menghasilkan keyakinan terhadap asersi yang menjadi konklusi penalaran. Pemahaman terhadap beberapa properitas (sifat) keyakinan sangat penting dalam mencapai keberhasilan berargumen. Argumen dianggap berhasil kalau argumen tersebut dapat mengubah keyakinan. Berikut ini dibahas properitas keyakinan yang perlu disadari dalam berargumen.



Keadabenaran Keadabenaran atau plausibilitas (plausibility) suatu asersi bergantung pada apa yang diketahui tentang isi asersi atau penge-tahuan yang mendasari (the underlying knowledge) dan pada sumber asersi (the source).



Bukan pendapat Keyakinan adalah sesuatu yang harus dapat ditunjukkan atau dibuktikan secara objektif apakah tia salah atau benar dan sesuatu yang diharapkan menghasilkan kesepakatan (agreement) oleh setiap orang yang mengevaluasinya atas dasar fakta objektif.  Berbias Selain kekuatan bukti objektif yang ada, keyakinan dipengaruhi oleh preferensi, keinginan, dan kepentingan pribadi yang karena sesuatu hal perlu dipertahankan.  Bermuatan nilai  Orang melekatkan nilai (value) terhadap suatu keyakinan. Nilai keyakinan adalah tingkat penting-tidaknya suatu keyakinan perlu dipegang atau dipertahankan seseorang. Nilai keyakinan bagi seseorang akan tinggi apabila perubahan keya-kinan mempunyai implikasi serius terhadap filosofi, sistem nilai, martabat, penda-patan potensial, dan perilaku orang tersebut. 

Berkekuatan Kekuatan keyakinan adalah tingkat kepercayaan yang dilekatkan seseorang pada kebenaran suatu asersi. Orang yang nyatanya tidak mengerjakan apa yang terkandung dalam asersi menandakan bahwa keyakinannya terhadap kebenaran asersi lemah. Dapat dikatakan bahwa semua properitas keyakinan merupakan faktor yang menentukan tingkat kekuatan keyakinan seseorang.



Veridikal Veridikalitas (veridicality) adalah tingkat kesesuaian keyakinan dengan realitas. Realitas yang dimaksud di sini adalah apa yang sungguh-sungguh benar tentang asersi yang diyakini.12 Dengan kata lain, veridikalitas adalah mudah tidaknya fak-ta ditemukan dan ditunjukkan untuk mendukung keyakinan. Misalnya keyakinan bahwa besi yang dipanasi akan memuai lebih mudah ditunjukkan (lebih veridikal) daripada keyakinan bahwa sistem sosialis dapat mengurangi kemiskinan. Dalam banyak hal, penilaian apakah benar suatu asersi sesuai dengan realitas merupa-kan hal yang sangat pelik dan bersifat subjektif. Oleh karena itu, untuk tujuan ilmiah tingkat veridikalitas keyakinan dievaluasi berdasarkan kaidah pengujian ilmiah (scientific rules of evidence).



Berketertempaan Ketertempaan (malleability) atau kelentukan keyakinan berkaitan dengan mudahtidaknya keyakinan tersebut diubah dengan adanya informasi yang rele-van. Berbeda dengan veridikalitas, ketertempaan tidak memasalahkan apakah suatu asersi sesuai atau tidak dengan realitas tetapi lebih memasalahkan apakah keyakinan terhadap suatu asersi dapat diubah oleh bukti. Kelentukan ini biasanya ditentukan oleh kesungguhan pemegang keyakinan, lamanya keyakinan telah dipegang (baik secara pribadi maupun secara sosial/umum), dan konsekuensi perubahan keyakinan bagi diri pemegang. Tujuan suatu argumen adalah untuk mengubah keyakinan kalau memang keyakinan tersebut lentuk untuk berubah.

Argumen Argumen adalah serangkaian asersi beserta keterkaitan (artikulasi) dan inferensi atau penyimpulan yang digunakan untuk mendukung suatu keyakinan. Bila dihubungkan dengan argumen, keyakinan adalah tingkat kepercayaan yang dilekatkan pada suatu pernyataan konklusi atas dasar pemahaman dan penilaian suatu argumen sebagai bukti yang masuk akal. Oleh karena itu, argumet menjadi unsur penting dalam penalaran karena tidak digunakan untuk membentuk, memelihara, atau mengubah suatu keyakinan.  Anatomi Argumen Dapat dikatakan bahwa argumen terdiri atas serangkaian asersi. Asersi berkaitan dengan yang lain dalam bentuk inferensi atau penyimpulan. Asersi dapat berfungsi sebagai premis atau konklusi (atau asersi kunci) yang merupakan komponen argumen. Berikut ini adalah beberapa contoh argumen (beberapa merupakan argumen dalam akuntansi): 1. Argumen Deduktif Telah disebutkan bahwa argumen atau penalaran deduktif adalah proses penyimpulan yang berawal dari suatu pernyataan umum yang disepakati (premis) ke pernyataan khusus sebagai simpulan (konklusi). Argumen deduktif disebut juga argumen logis (logical argument) sebagai pasangan argumen ada benarnya (plausible argument). Argumen logis adalah argumen yang asersi konklusinya tersirat (implied) atau dapat diturunkan/dideduksi dari (deduced from) asersi-asersi lain

(premis-premis) yang diajukan. Disebut argumen logis karena kalau premispremisnya benar konklusinya harus benar (valid). Kebenaran konklusi tidak sela-lu berarti bahwa konklusi merefleksi realitas (truth). Hal inilah yang membedakan argumen sebagai bukti rasional dan bukti fisis/langsung/empiris berupa fakta. Salah satu bentuk penalaran deduktif adalah suatu penalaran yang disebut silogisma. Silogisma terdiri atas tiga komponen yaitu premis major (major premise), premis minor (minor premise), dan konklusi (conclusion). Dalam silogis-ma, konklusi diturunkan dari premis yang diajukan



Evaluasi Penalaran Deduktif Tujuan utama mengevaluasi argumen adalah untuk menentukan apakah konklusi argumen benar dan meyakinkan

2. Argumen Induktif Penalaran ini berawal dari suatu pernyataan atau keadaan yang khusus dan berakhir dengan pernyataan umum yang merupakan generalisasi dari keadaan khusus tersebut. Berbeda dengan argumen deduktif yang merupakan argumen logis (logi-cal argument), argumen induktif lebih bersifat sebagai argumen ada benarnya (plausible argument). Dalam argumen logis, konklusi merupakan implikasi dari premis. Dalam argumen ada benarnya (plausible), konklusi merupakan generalisa-si dari premis sehingga tujuan argumen adalah untuk meyakinkan bahwa proba-bilitas atau kebolehjadian (likelihood) kebenaran konklusi cukup tinggi atau sebaliknya, ketakbenaran konklusi cukup rendah kebolehjadiannya (unlikely). Penalaran Induktif Dalam Akuntansi Penalaran induktif dalam akuntansi pada umumnya digunakan untuk menghasilkan pernyataan umum yang menjadi penjelasan (teori) terhadap gejala akuntansi tertentu. Pernyataan-pernyataan umum tersebut biasanya berasal dari hipotesis yang diajukan dan

diuji dalam suatu penelitian empiris. Hipotesis merupakan generalisasi yang dituju oleh penelitian akuntansi. Bila bukti empiris konsisten dengan(mendukung) generalisasi tersebut maka generalisasi tersebut menjadi teori yang valid dan mempunyai daya prediksi yang tinggi. Contoh pernyataan umum sebagai hasil penalaran induktif (generalisasi) antara lain adalah: 1) Perusahaan besar memilih metode akuntansi yang menurunkan laba 2)Tingkat likuiditas perusahaan perdagangan lebih tinggi daripada tingkat likuiditas perusahaan pemanufakturan. 3) Tingkat solvensi berasosiasi positif dengan probabilitas kebankrutan perusahaan. 4) Partisipasi manajer divisi dalam penyusunan anggaran mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja divisi. 5) Ambang persepsi etis wanita lebih tinggi dibanding ambang persepsi etis pria dalam menilai kasus pelanggaran etika atau hukum. 6) Ukuran atau besar-kecilnya (size) perusahaan berasosiasi positif dengan tingkat pengungkapan sukarela (voluntary disclosures) dalam statemen keuangan. Secara statistis, generalisasi berarti menyimpulkan karakteristik populasi atas dasar karakteristik sampel melalui pengujian statistis.Misalnya, suatu teori harus diajukan untuk menjelaskan mengapa terjadi perbedaan luas atau banyaknya pengungkapan dalam statemen keuangan antar perusahaan. Teori tersebut misalnya dinyatakan dalam pernyataan umum (proposisi) terakhir dalam daftar di atas yaitu ukuranperusahaan berasosiasi positif dengan tingkat pengungkapan sukarela. Untuk sampai pada proposisi dalam contoh tersebut, tentu saja diperlukan argumen dalam bentuk rerangka atau landasan teoretis.Dalam proposisi ini, “ukuran perusahaan” dan “tingkat pengungkapan sukarela” merupakan konsep sedangkan “ berasosiasi positif merupakan hubungan yang diteorikan. Agar proposisi dapat diuji,konsep dalam proposisi harus didefinisi secara operasional menjadi suatu variabel yang dapat diamati dalam dunia nyata sehingga konsep abstrak dapat diukur. Dalam contoh ini, aset (dapat juga penjualan) dijadikan definisi operasional (proksi) ukuran perusahaan sedangkan banyaknya butir pengungkapan yang tidak diatur oleh standar akuntansi merupakan definisi pengungkapan sukarela. Dalam pengujian statistis, hubungan teoretis antar variabel sering dinyatakan dalam bentuk hipotesis. Setelah definisi operasional diukur untuk sampel amatan, konsep-konsep yang diteorikan direpresentasi dalam bentuk variabel dan diberinotasi (misalnya X dan Y) agar analisis data mudah dilakukan. Untuk menguji hipotesis, hubungan antara variabel diuji dengan alat statistis tertentu (misalnya regresi). Bila pengujian secara statistis menunjukkanbahwa hubungan antara variabel secara statistis signifikan, berarti adakeyakinan tinggi (misalnya tingkat keyakinan 95%) bahwa teori yang diajukan didukung secara empiris sehingga dapat dilakukan generalisasi. Dari contoh di atas, generalisasi secara formal dapat dinyatakan dalam penalaran induktif sebagaimana tampak pada argument Di bawah ini. Premis:

Pengamatan (sampel) menunjukkan bahwa makin besar asset perusahaan makin banyak butir pengungkapan yang disajikan perusahaan dalam statemen keuangan. Hubungan ini secara statistik yang signifikan pada. Konklusi: Ukuran atau besar-kecilnya (size) perusahaan berasosiasi positif dengan tingkat pengungkapan sukarela (voluntary disclosures) dalam statemen keuangan. Dalam praktiknya, penalaran induktif tidak dapat dilaksanakan terpisah dengan penalaran deduktif atau sebaliknya. Kedua penalaran tersebut saling berkaitan. Premis dalam penalaran deduktif, misalnya,dapat merupakan hasil dari suatu penalaran induktif. Demikian juga, proposisi-proposisi akuntansi yang diajukan dalam penelitian biasanya diturunkan dengan penalaran deduktif. Bila dikaitkan dengan perspektif teori yang lain, teori akuntansi normatif biasanya berbasis penalaran deduktif sedangkan teori akuntansi positif biasanya berbasis penalaran induktif. Secara umum dapat dikatakan bahwa teori akuntansi sebagai penalaran logis bersifat normatif, sintaktik, semantik, dan deduktif sementara teori akuntansisebagai sains bersifat positif, pragmatik, dan induktif. Buku ini memandang teori akuntansi sebagai penalaran logis dalam bentuk perekayasaan pelaporan keuangan. Oleh karena itu, pembahasan buku ini lebih berhaluan normatif sehingga banyak menerapkan penalarandeduktif dengan focus bahasan yang bersifat structural (sintaktik) dan semantik. Kecohan (Fallacy) Dalam kehidupan sehari-hari (baik akademik maupun nonakademik), acapkali dijumpai bahwa argumen yang jelek, lemah, tidak sehat, atau bahkan tidak masuk akal ternyata mampu meyakinkan banyak orang sehingga mereka terbujuk oleh argumen tersebut padahal seharusnya tidak. Bila hal ini terjadi, akan banyak praktik, perbuatan, atau tindakan dalam masyarakat yang dilandasi oleh teori atau alasan yang tidak sehat. Akibatnya praktik itu sendiri menjadi tidak sehat. Telah dibahas sebelumnya bahwa keyakinan mempunyai beberapa sifat yang menjadikan perubahan atau pemertahanan keyakinan tidak semata-mata dilan-dasi oleh validitas dan kekuatan argumen tetapi juga oleh faktor manusia. Stratagem Stratagem adalah pendekatan atau cara-cara untuk mempengaruhi keyakinan orang dengan cara selain mengajukan argumen yang valid atau masuk akal (rea-sonable argument). Stratagem merupakan salah satu bentuk argumen karena merupakan upaya untuk menyakinkan seseorang agar dia percaya atau bersedia mengerjakan sesuatu. Berbeda dengan argumen yang valid, stratagem biasanya digunakan untuk membela pendapat yang sebenarnya keliru atau lemah dan tidak dapat dipertahankan secara logis. Karenanya, stratagem dapat mengandung kebo-hongan (deceit) dan muslihat (trick). Biasanya, stratagem digunakan dengan niat semata-mata untuk memaksakan kehendak, membujuk orang agar meyakini sesuatu, menjadikan hal yang tidak baik/benar

kelihatan baik/benar, atau menja-tuhkan lawan bicara dalam debat atau perselisihan. Stratagem dapat melibatkan salah nalar walaupun tidak harus selalu demikian. Artinya, argumen yang logis tidak selalu dapat membujuk. Oleh karena itu, keyakinan kadang-kadang dianut bukan karena kekuatan argumen semata-mata tetapi juga karena stratagem. Salah Nalar (Reasoning Fallacy) Suatu argumen boleh jadi tidak meyakinkan atau persuasif karena argumen tersebut tidak didukung dengan penalaran yang valid. Dengan kata lain, argumen men-jadi tidak efektif karena tia mengandung kesalahan struktur logika atau karena tia tidak masuk akal (unreasonable). Salah nalar terjadi apabila penyimpulan tidak didasarkan pada kaidah-kaidah penalaran yang valid. Jadi, salah nalar adalah kesalahan struktur atau proses formal penalaran dalam menurunkan sim-pulan sehingga simpulan menjadi salah atau tidak valid. Berbeda dengan stratagem yang lebih merupakan taktik atau pendekatan yang sengaja digunakan untuk meyakinkan kebenaran suatu asersi, salah nalar merupakan suatu bentuk kesalahan penyimpulan lantaran penalarannya mengan-dung cacat sehingga simpulan tidak valid atau tidak dapat diterima. Demikian juga, salah nalar biasanya bukan kesengajaan (intentional) dan tidak dimaksud-kan untuk mengecoh atau mengelabuhi (to deceive). Kalau toh kecohan atau pengelabuhan terjadi, hal tersebut semata-mata karena penalar tidak menyadari bahwa proses atau struktur penalarannya keliru sehingga dia sendiri terkecoh. Jadi, kecohan atau salah nalar terjadi lantaran penalar salah dalam mengaplikasi kaidah penalaran. Walaupun salah nalar dapat dipakai sebagai suatu stratagem atau penalaran yang layak sering didukung dengan stratagem, tidak selayaknyalah kaidah pena-laran yang sangat baik ditolak semata-mata karena tia sering disalahgunakan. Penalaran juga bersifat kontekstual. Artinya, penalaran valid yang efektif dalam konteks yang satu belum tentu efektif dalam konteks yang lain. Demikian juga, stratagem yang efektif dalam suatu situasi belum tentu efektif dalam situasi yang lain. Berikut ini dibahas beberapa salah nalar yang banyak dijumpai dalam diskusi atau karya tulis profesional, akademik, atau ilmiah.

Aspek Manusia Dalam Penalaran Stratagem dan salah nalar yang dibahas diatas belum mencakup semua stratagem dan kecohan yang mungkin terjadi. Masih banyak cara atau proses yang mengakibatkan kecohan. Uraian di atas juga belum menyinggung aspek manusia dalam penalaran. Namun, pembahasan diatas memberi gambaran bahwa penalaran untuk meyakinkan kebenaran atau validitas suatu pernyataan bukan merupakan proses yang sederhana. Telah disinggung sebelumnya bahwa mengubah keyakinan melalui argument dapat merupakan proses yang kompleks karena perubahan tersebut menyangkut dua hal yang berkaitan yaitu manusia yang meyakini dan asersi yang menjadi objek keyakinan. Manusia tidak selalu rasional dan bersedia berargumen sementara itu tidak semua asersi dapat ditentukan kebenarannya secara objektif dan tuntas. Hal ini tidak hanya terjadi dalam kehidupan umum sehari-hari tetapi jug dalam dunia ilmiah dan akademik yang menuntut keobjektifan tinggi. Yang memprihatikan dunia akademik adalah kalau para pakar pun lebih suka berstratagem daripada berargumen secara ilmiah. Berikut ini dibaha sbeberapa aspek manusia yang dapat menjadi penghalang (impediments) penalaran dan pengembangan ilmu, khususnya dalam dunia akademik atau ilmiah.

Hambatan untuk bernalar sering muncul akibat orang mempunyai kepentingan tertentu (vested interest) yang harus dipertahankan.Kepentingan sering memaksa orang untuk memihak suatu posisi (keputusan) meskipun posisi tersebut sangat lemah dari segi argumen.Dalam dunia akademik dan ilmiah, kepentingan untuk menjaga harga diri individual atau kelompok (walaupun semu) dapat menyebabkan orang (akademisi atau ilmuwan) berbuat yang tidak masuk akal. Hal ini terjadi umumnya pada mereka yang sudah mendapat julukan pakar atau ilmuwan yang kebetulan mem- punyai kekuasaan politis (baik formal atauinformal). Kebebasan akademik merupakan suatu ciri penting lingkungan akademik yang kondusif untuk pengembangan pengetahuan dan profesi (khususnya akuntansi). Kebebasan akademik harus diartikan sebagai kebebasan untuk berbeda pendapat secara akademik dalam suatu forum yang memungkinkan akademisi berargumen. Sikap akademisi yang patut dihargai adalah kebersediaan untuk berargumen. Sikap, ilmiah menuntut akademisi (termasuk pengelola suatu institusi) untuk berani membaca dan memahami gagasan alternatif dan kalau gagasan tersebut valid dan menuju ke perbaikan, bersedia membawa gagasan tersebut ke kelas atau diskusi ilmiah dan bukan malahan mengisolasinya. Keberanian dan keberse- diaan seperti itu merupakan suatu ciri sikap ilmiah dan akademik yang sangat terpuji (respected). ini tidak berarti bahwa ilmuwan/akademisi harus selalu setuju dengan suatu gagasan. Ketidaksetujuan dengan suatu gagasan itu sendiri (setelah berani membaca) merupakan suatu sikap ilmiah asal dilandasi dengan argumen yang bernalar dan valid. Ketidakberanian dan ketidakbersediaan itulah yang merupakan sikap tidak ilmiah (akademik) dan justru hal ini sering terjadi dalam dunia akademik tidak hanya pada masa sekarang tetapijuga masa lalu.

Kesimpulan Praktik yang sehat harus dilandasi oleh teori yang sehat pula.Teori yang sehat harus dilandasi oleh penalaran yang sehat karena teori akuntansi menuntut kemampuan penalaran yang memadai.Penalaran merupakan proses berpikir logis dan sistematis untuk membentuk dan mengevaluasi suatu keyakinan akan asersi. Unsur-unsur penalaran adalah asersi, keyakinan, dan argumen.Interaksi antara ketiganya merupakan bukti rasional untuk mengevaluasi kebenaran suatu pernyataan teori. Asersi merupakan pernyataan bahwa sesuatu adalah benar atau penegasan tentang suatu realitas. Keyakinan merupakan kebersediaan untuk menerima kebenaran suatu pernyataan. Argumen adalah proses penurunan sim- pulan atau konklusi atas dasar beberapa asersi yang berkaitan secara logis. Asersi dapat dinyatakan secara verbal atas struktural. Asumsi, hipotesis, dan pernyataan fakta merupakan jenis tingkatan asersi. Jenis tingkatan konklusi tidak dapat melebihi jenis tingkatan asersi yang terendah. Keyakinan merupakan hal yang dituju oleh penalaran. Keyakinan mengandung beberapa sifat penting yaitu: keadabenaran, bukan pendapat, bertingkat, mengandung bias, memuat nilai, berkekuatan,veridikal, dan tertempa. Aspek manusia sangat berperan dalam argumen khususnya apabila suatu kepentingan pribadi atau kelompok terlibat dalam suatu perdebatan. Orang cenderung bersedia menerima penjelasan sederhana atau penjelasan yang pertama kali didengar. Sebagai manusia, orang tidak selalu dapat mengakui kesalahan. Sindroma tes klinis dan mentalitas Djoko Tingkir dapat menghalangi terjadinya argumen yangsehat. Bila keputusan telanjur diambil padahal keputusan tersebut mengandung kesalahan, orang cenderung melakukan rasionalisasi bukan lagi argumen untuk mendukung keputusan. Karena tradisi atau kepentingan, orang sering bersikap persisten terhadap keyakinan yang terbukti salah. Sampai tingkat tertentu persistensi mempunyai justifikasi yang dapat dipertanggung jelaskan. Namun, bila sikap persisten menghalangi atau menutup diri untuk mempertimbangkan argumen-argumen baru yang kuat dan lebih mengarah untuk meninggalkan keyakinan atau paradigm yang tidak valid lagi, sikap persisten menjadi tidak layak lagi. Lebih-lebih,bila sikap tersebut dilandasi oleh motif untuk melindungi kepentingan tertentu (vested interest) Persistensi semacam ini akan menjadi resistensiterhadap perubahan yang pada gilirannya akan menghambat pengembangan pengetahuan.

Related Documents


More Documents from "natsu uzumaki"

Laporan Kerja 05 April 2019
October 2019 24
Instrumen Deriv.doc
June 2020 14
Obesitas
November 2019 14
Khutbah 3.docx
November 2019 22