Makalah Atresia Bilier Jadi-1.docx

  • Uploaded by: Dicky Aris Setiawan
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Atresia Bilier Jadi-1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,987
  • Pages: 31
MAKALAH KEPERAWATAN ANAK II “ATRESIA DUKTUS HEPATIKUS (ATRESIA BILIER)”

Di Susun Oleh : Devy Arum Sari

010116A021

Frida Sari Endarwati

010116A038

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS NGUDI WALUYO 2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu tanpa ada halangan sedikitpun. Tujuan kami membuat makalah ini sebagai tambahan referensi bagi para mahasiswa yang membutuhkan ilmu tambahan tentang Asuhan Keperawatan dengan penyakit Atresi Duktus Hepatikus atau Atresia Bilier. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pembimbing yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada orang tua yang telah memberikan dukungan bagi kami. Serta tak lupa teman – teman yang ikut bekerja sama menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa penulisan tugas makalah ini masih jauh dari kata sempurna maka dari itu saya mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Karena kesalahan adalah milik semua orang dan kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Semoga makalah ini dapat berguna dan membantu proses pembelajaran.

Ungaran, 12 Oktober 2018

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Hati terletak di belakang tulang-tulang iga (kosta) dalam rongga abdomen daerah kanan atas. Hati memiliki berat sekitar 1500 gr, dan di bagi menjadi empat lobus. Setiap lobus hati terbungkus oleh lapisan tipis jaringan ikat yang membentang ke dalam lobus itu sendiri dan membagi massa hati menjadi unit-unit yang lebih kecil, yang disebut lobulus. Sirkulasi darah ke dalam dan ke luar hati sangat penting dalam penyelenggaran fungsi hati. Saluran empedu terkecil yang disebut kanalikulus terletak di antara lobulus hati. Kanalikulus menerima hasil sekresi dari hepatosit yang membawanya ke saluran empedu yang lebih besar yang akhirnya akan membentuk duktus hepatikus. Duktus hepatikus dari hati dan duktus sistikus dari kandung empedu bergabung untuk membentuk duktus koledokus (commom bile duct) yang akan mengosongkan isinya ke dalam intestinum. Aliran empedu ke dalam intestinum di kendalikan oleh sfingter Oddi yang terletak pada tempat sambungan (junction) di mana duktus koledokus memasuki duodenum. Kandung empedu (vesika felea), yang merupakan organ berbentuk sebuah pear, berongga dan menyerupai kantong dengan panjang 7,5 hingga 10 cm, terletak dalam suatu cekungan yang dangkal pada permukaan inferior hati dimana organ tersebut terikat pada hati oleh jaringan ikat yang longgar. Kapasitas kandung empedu 30-50ml empedu. Dindingnya terutama tersusun dari otot polos. Kandung empedu dihubungkan dengan duktus koledokus lewat duktus sistikus.

Atresia Bilier adalah suatu defek kongenital yang merupakan hasil dari tidak adanya atau obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada ekstrahepatik atau intrahepatik (Suriadi dan Rita Yulianni, 2006) Atresia biliary merupakan obliterasi atau hipoplasi satu komponen

atau

lebih

dari

duktus

biliaris

akibat

terhentinya

perkembangan janin, menyebabkan ikterus persisten dan kerusakan hati yang bervariasi dari statis empedu sampai sirosis biliaris, dengan splenomegali bila berlanjut menjadi hipertensi porta.

B. Rumusan Masalah 1. Apa Pengertian Atresia Duktus Hepatikus Atau Atresia Bilier? 2. Bagaimana Manifestasi Duktus Hepatikus Atau Atresia Bilier? 3. Bagaimana Etiologi Duktus Hepatikus Atau Atresia Bilier? 4. Bagaimana Patofisiologi Duktus Hepatikus Atau Atresia Bilier? 5. Bagaimana Komplikasi Duktus Hepatikus Atau Atresia Bilier? 6. Bagaimana Pemeriksaan penunjang Duktus Hepatikus Atau Atresia Bilier? 7. Bagaimana Penatalaksanaan Duktus Hepatikus Atau Atresia Bilier? 8. Bagaimana Asuhan keperawatan Duktus Hepatikus Atau Atresia Bilier?

C. Tujuan 1. Untuk Mengetahui Pengertian Atresia Duktus Hepatikus Atau Atresia Bilier 2. Untuk Mengetahui Manifestasi Duktus Hepatikus Atau Atresia Bilier 3. Untuk Mengetahui Etiologi Duktus Hepatikus Atau Atresia Bilier

4. Untuk Mengetahui Patofisiologi Duktus Hepatikus Atau Atresia Bilier 5. Untuk Mengetahui Komplikasi Duktus Hepatikus Atau Atresia Bilier 6. Untuk Mengetahui Pemeriksaan penunjang Duktus Hepatikus Atau Atresia Bilier 7. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Duktus Hepatikus Atau Atresia Bilier 8. Untuk Mengetahui Asuhan keperawatan Duktus Hepatikus Atau Atresia Bilier

BAB II PEMBAHASAN

A. Apa Pengertian Atresia Duktus Hepatikus Atau Atresia Bilier? Atresia biliaris adalah tidak adanya sebagian atau seluruh ductus biliaris mayor, sehingga menyebabkan obstruksi aliran empedu. Obstruksi yang akan terjadi pada aliran empedu yang menyebabkan kolestasis menyebabkan icterus dan pada akhirnya menyebabkan fibrosis progresif dengan sirosis hepatis stadium akhir. Atresia biliaris terjadi pada 1 dari 10.000 hingga 15.000 ribu bayi (Schwarz, 2011). Atresia bilier adalah suatu keadaan dimana tidak adanya lumen pada traktus bilier ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu. Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi yang berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga terjadi hambatan aliran empedu (kolestasis), akibatnya di dalam hati dan darah terjadi penumpukan garam empedu dan peningkatan bilirubin direk (Julinar, Yusri Dianne Jurnalis, dan Yorva Sayoeti. 2009). Atresia billier merupakan obstruksi total aliran getah empedu yang disebabkan oleh destruksi atau tidak adanya sebagian saluran empedu ekstrahepatik. Keadaan ini terjadi pada 1:10.000 kelahiran hidup. Atresi billier merupakan satu-satunya penyebab kematian karena penyakit hati pada awal usia kanak-kanak (akibat sirosis billier yang bersifat progresif dengan cepat) dan 50-60% anak-anak yang dirujuk untuk menjalan transplantasi hati merupakan pasien atresia billier. (Hull, 2008).

B. Bagaimana Manifestasi Duktus Hepatikus Atau Atresia Bilier? Trias atresia bilier adalah kuning (kolestasis), tinja akolik, urin berwarna gelap, dan hepatomegali. Seluruh pasien dengan Atresia Bilierakan terlihat kuning (kolestasis), gejala lainnya dapat berbeda dari satu pasien dengan pasien lainnya. Gejala kuning dapat ditemukan sejak lahir, atau pada minggu pertamakehidupan. Terdapat dua tipe Atresia Bilier. tipe embrional/fetal dan tipe perinatal/acquired. Tipe embrional dijumpai pada 20% dari seluruh kasus atresia bilier, sering muncul bersama anomali kongenital lain seperti polisplenia, vena porta preduodenum, situs inversus dan juga malrotasi usus. Ikterus dan feses akolik sudah timbul pada 3 minggu pertama kehidupan,dan intraoperatif sering tidak dijumpai bile duct remnants . Sedangkan pada tipe perinatal yang dijumpai pada 80% dari seluruh kasus atresia bilier, ikterus dan feses akolik baru muncul pada minggu ke-2 sampai minggu ke-4 kehidupan. Umumnya intra operatif dijumpai bile duct remnant. Atresia biliaris secara perlahan – lahan hepar akan mengalami cirrhosis yang kemudian dapat terjadi splenomegaly. Malabsorpsi lemak dan vitamin yang erikat lemak dapat menyebabkan anemia, malnutrisi, dan gangguan perkembangan dan

pertumbuhan.

Pemeriksaan

fisik

didapatkan

adanya

hepatomegali. Pada umunya bayi Atresia Bilier lahir cukup bulan, berat badan normal, bertumbuh baik dan tampak sehat pada beberapa bulan pertama kehidupan.Pada saat pertama kali datang ke dokter, bayi dengan Atresia Bilier selalu ditemukan hepatomegali dengan perabaan kenyal-keras.Apabila ditemukan splenomegali berarti telah

terjadi fibrosis hati dan sirosis bilier dengan hipertensi portal (keadaan yang sudah lanjut).Pada AB dengan keadaan lanjut juga dapat ditemukan asites dan pruritus.Pada keadaan seperti ini bayi sudah terlihat mengalami gagal tumbuh dan koagulopati. Kadar bilirubin direk serum pada saat bayi datang pada umunya berkisar 3-12 mg/dl, aminotrasferase abnormal, dan kadar ALT dan AST berkisar antara 80-200 IU/L. Gamma-glutamyl transpeptidase (GGT) seringkali meningkat, berkisar 100-300 IU/L. Secara umum, nilai batas GGT > 250 U/L mempunyai sensitivitas 83,3% (95% IK, 55,2-95,3%) dan spesifisitas 70,6% (95% IK, 46,9-86,7%)untuk diagnosis Atresia Bilier. Apabila mempertimbangkan usia, pada usia < 4 minggu, nilai batas 150 U/L memiliki sensitivitas 91,7% dan spesifitas 88% untuk atresia bilier. Kadar kolesterol serum umumnya meningkat pada Atresia Biliertetapi trigliserida normal.Kadar albumin dan waktu protrombin pada umumnya masih normal pada awal penyakit, tetapi abnormal pada keadaan lanjut.

C. Bagaimana Etiologi Duktus Hepatikus Atau Atresia Bilier? Etiologi atresia bilier belum diketahui secara pasti, tetapi mungkin penyebabnya multifactorial.Beberapa mekanisme yang dipikirkan sebagai penyebab atresia bilier adalah defek akibat infeksi virus sebelumnya, kerusakan karena terpapar toksin, disregulasi imun atau autoimun, dan predisposisi genetik. (Hadinegoro, Sri Rezeki, Muzal Kadim, dkk. 2012) Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom trisomi 17, 18 dan 21;

serta terdapatnya anomali organ pada 30% kasus atresia bilier. Kemungkinan yang dapat memicu, mencakup satu atau kombinasi dari faktor-faktor predisposisi berikut(Richard, 2009) : 1. Infeksi virus atau bakteri 2. Masalah dengan sistem kekebalan tubuh 3. Komponen yang abnormal empedu 4. Kesalahan dalam pengembangan saluran hati dan empedu 5. Hepatocelluler dysfunction

D. Bagaimana Patofisiologi Duktus Hepatikus Atau Atresia Bilier? Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu, dan tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik juga menyebabkan obstruksi aliran empedu Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang alkoholik. Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah : sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus koledokus, karsinoma kaput pancreas, karsinoma ampula vateri, striktura pasca peradangan atau operasi. Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal empedu dari hati ke kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan menyebabkan cairan empedu balik ke hati ini akan menyebabkan peradangan, edema, degenerasi hati. Dan apabila asam empedu tertumpuk dapat merusak hati.Bahkan hati menjadi fibrosis

dan cirrhosis. Kemudian terjadi pembesaran hati yang menekan vena portal

sehingga

mengalami

hipertensi

portal

yang

akan

mengakibatkan gagal hati. Jika cairan empedu tersebar ke dalam darah dan kulit, akan menyebabkan rasa gatal. Bilirubin yang tertahan dalam hati juga akan dikeluarkan ke dalam aliran darah, yang dapat mewarnai kulit dan bagian putih mata sehingga berwarna kuning Degerasi secara gradual pada hati menyebabkan joundice, ikterik dan hepatomegaly. Karena tidak ada aliran empedu dari hati ke dalam usus, lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi, kekurangan vitamin larut lemak yaitu vitamin A, D,E,K dan gagal tumbuh. Vitamin A, D, E, K larut dalam lemak sehingga memerlukan lemak agar dapat diserap oleh tubuh. Kelebihan vitamin-vitamin tersebut akan disimpan dalam hati dan lemak didalam tubuh, kemudian digunakan saat diperlukan. Tetapi mengkonsumsi berlebihan vitamin yang larut dalam lemak dapat membuat anda keracunan sehingga menyebabkan efek samping seperti mual, muntah, dan masalah hati dan jantung (Hadinegoro, Sri Rezeki, Muzal Kadim, dkk. 2012).

E. Bagaimana Komplikasi Duktus Hepatikus Atau Atresia Bilier? A. Kolangitis Komunikasi langsung dari saluran empedu intrahepatic ke usus, dengan aliran empedu yang tidak baik, dapat menyebabkan ascending cholangitis.Hal ini terjadi terutamadalam minggu-minggu pertama atau bulan setelah prosedur Kasai sebanyak 30- 60% kasus.Infeksi ini bisa berat dan kadang-kadang fulminan. Ada tanda-tanda sepsis (demam, hipotermia,status hemodinamik terganggu), ikterus yang

berulang, feses acholic dan mungkin timbul sakitperut. Diagnosis dapat dipastikan dengan kultur darah dan / atau biopsi hati. B. Hipertensi portal Portal hipertensi terjadi setidaknya pada dua pertiga dari anakanak setelah portoenterostomy.Hal paling umum yang terjadi adalah varises esofagus. C. Hepatopulmonary syndrome dan hipertensi pulmonal Seperti pada pasien dengan penyebab lain secara spontan (sirosis atau

prehepatic

hipertensi

portal)

atau

diperoleh

(bedah)

portosystemic shunts, shunts pada arterivenosus pulmo mungkin terjadi. Biasanya, hal inimenyebabkan hipoksia, sianosis, dan dyspneu.Diagnosis dapat ditegakan dengan scintigraphyparu.Selain itu, hipertensi pulmonal dapat terjadi pada anak-anak dengan sirosis yang

menjadi

penyebab

kelesuan

dan

bahkan

kematian

mendadak.Diagnosis dalam kasus ini dapat ditegakan oleh echocardiography. Transplantasi liver dapat membalikan shunts, dan dapat membalikkan hipertensi pulmonal ke tahap semula. D. Keganasan Hepatocarcinomas, hepatoblastomas, dan cholangiocarcinomas dapat timbul padapasien dengan atresia bilier yang telah mengalami sirosis.Skrining untuk keganasan harusdilakukan secara teratur dalam tindak lanjut pasien dengan operasi Kasai yang berhasil. Hasil setelah gagal operasi Kasai: Sirosis bilier bersifat progresif jika operasi Kasai gagal untuk memulihkan aliran empedu,dari pada keadaan ini harus dilakukan transplantasi hati. Hal ini biasanya dilakukan di tahun kedua kehidupan, namun dapat dilakukan lebih awal (dari 6 bulan hidup)

untuk mengurangi kerusakan dari hati.Atresia bilier mewakili lebih dari setengah dari indikasi untuk transplantasi hati di masa kanakkanak.Hal ini juga mungkin diperlukan dalam kasuskasus dimana pada awalnya sukses setelah operasi Kasai tetapi timbul ikterus yang rekuren (kegagalan sekunder operasi Kasai), atau untuk berbagai komplikasi dari sirosis (hepatopulmonary sindrom). E. Bagaimana Pemeriksaan penunjang Duktus Hepatikus Atau Atresia Bilier? Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan evaluasi hasil dari beberapa pemeriksaan dan akhirnya diagnosis pasti didapat saat laparatomi. a. Skintigrafi Pemeriksaan

skintigrafi

untuk

kecurigaan

terhadap

AB

umumnyamenggunakan technisium-99m disofenin (DISIDA) atau membrofenin (BRIDA) sebagai radiofarmaka.Jika radiofarmaka tersebut dieksresi ke melalui traktus gastrointestinal maka AB dapat disingkirkan.Jika kegagalan ekskresi radiofarmaka tersebut dapat terjadi pada AB maupun hepatitis neonatal. b. Magnetic Resonance Cholangiography Magnetic resonance (MR) cholangiography dapat memberikan informasi patensiduktus bilier intra dan ekstra hepatik.Namun demikian MR cholangiography masih memiliki keterbatasan seperti resolusi spasial yang berhubungan dengan tubuh bayi yang kecil, artefak akibat respirasi dan harga yang relatif mahal. c. Ultrasonografi Seperti diketahui ultrasonografi (US) selain bersifat non invasif, relatif tidakmahal, tidak menggunakan sinar pengion, tidak memerlukan sedasi, dapatmemberikan gambaran real time, masih

merupakan pemeriksaan pencitraanawal yang penting pada bayi tersangka AB. Kelainan kandung empedu (KE) dansistem bilier dapat memberikan berbagai gambaran US. Gambaran US primeryang mengarah pada AB adalah KE yang abnormal, tidak ada kontraktilitas KEdan gambaran triangular cord (TC).Sedangkan gambaran US lainnya sepertihepatomegali, splenomegali dan pembesaran arteri hepatika kanan dianggapsebagai gambaran tidak spesifik untuk AB atau disebut sebagai gambaran USsekunder. d. Kandung empedu (KE) a) Deteksi KE, dilakukan untuk dapat menilai KE dengan baik maka pasienperlu

dipuasakan.

Pada

bayi

KE

dilihat

dengan

menggunakan transduserlinier frekuensi tinggi. b) Panjang KE, beberapa peneliti menentukan panjang KE sebagai abnormaljika kurang dari 1,5 cm.2-4 Akan tetapi peneliti lain menetapkan panjangKE abnormal jika kurang dari 1,9 cm.1,5 Pada AB umumnya KE tidakterdeteksi atau kecil. Walaupun demikian kurang lebih 10% bayi

denganAtresia Bilier

mempunyai KE dengan panjang yang normal. c) Bentuk dan dinding KE yang normal akan tampak berbentuk oval atauseperti buah pir pada potongan longitudinal atau berbentuk bulat/ovalpada potongan transversal dengan dinding yang reguler. d) KE abnormal, jika tidak terdeteksi, mempunyai ukuran panjang di bawahnormal, terdapat distorsi bentuk atau dinding yang ireguler. e) The gall bladder ghost triad, mencakup panjang KE kurang dari 1,9cm, dinding KE yang ireguler dan bentuk KE yang ireguler atau lobuler.Beberapa peneliti melaporkan the gall bladder ghost triad bersifat diagnostic untuk AB.

f) Kontraktilitas

KE,

dinilai

dengan

membandingkan

panjang/volumeKE saat puasa dan setelah tidak puasa/minum susu. KE yang tidakberkontraksi pada umumnya ditemukan pada AB. Akan tetapi kontraksiKE pernah dilaporkan pada sebagian kecil kasus AB. Kanagawa dkk. dalam penelitiannya menemukan 2 pasien dengan kontraksi KE danterbukti menderita AB saat operasi. Kedua pasien tersebut ternyatamempunyai morfologi porta hepatis tipe IIIa dan IIIb klasifikasi Kasai.Namun demikian mekanisme kontraksi KE tidak dapat dijelaskan. e. Gambaran triangular cord (TC) Sisa dari duktus bilier ekstrahepatik di daerah porta hepatis akan tampak sebagailesi triangular/tubuler ekogenik di daerah porta. Sebagian peneliti menetapkantebal lesi ini sebagai gambaran triangular cord jika berukuran lebih dari 0,3 cm,3,4sedangkan peneliti lain

menetapkan

tebal

lebih

dari

0,4

cm.1,6

Beberapa

penelitimenyatakan TC sebagai petanda yang sensitif dan spesifik untuk Atresia Bilier. Di lainpihak peneliti lain lebih berhati-hati menyatakan hal tersebut. Positif palsudapat terjadi bila terdapat periportal edema.Tidak ditemukannya TC padapasien dengan AB dapat juga disebabkan oleh karena TC yang sangat tipis/kecilsehingga sulit diidentifikasi atau karena memang tidak adanya TC. f. Beberapa gambaran ultrasonografi lain Gambaran hepatomegali dan splenomegali dapat ditemukan pada AB, akantetapi gambaran tersebut tidak spesifik. Pembesaran kaliber arteri hepatica kanan dapat menunjang diagnosis AB tetapi merupakan petanda AB yang lemah.Sebesar 10—20% pasien dengan

AB menderita kelainan kongenitallain seperti kista duktus koledokus, polisplenia, hernia diafragmatika dan hidronefrosis.

F. Bagaimana Penatalaksanaan Duktus Hepatikus Atau Atresia Bilier? a. Terapi medikamentosa a) Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu(asamlitokolat), dengan memberikan: 1) Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral. 2) Fenobarbital akan merangsang enzimglukuronil transferase (untuk mengubahbilirubin indirek menjadi bilirubin direk); enzimsitokrom P-450 (untuk oksigenisasi toksin), enzim Na+ K+ ATPase (menginduksi aliranempedu). Kolestiramin 1gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian susu.Kolestiraminmemotong

siklus

enterohepatik

asam

empedu sekunder. b) Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan : Asam ursodeoksikolat, 310mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis, per oral. Asam ursodeoksikolatmempunyai daya ikatkompetitif terhadap asam litokolat yang hepatotoksin. b. Terapi nutrisi Terapi yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin, yaitu: a. Pemberian

makanan

yang

mengandung

medium

chain

triglycerides (MCT) untukmengatasi malabsorpsi lemak dan mempercepat metabolisme. Disamping itu,metabolisme yang dipercepat akan secara efisien segera dikonversi menjadi

energyuntuk secepatnya dipakai oleh organ dan otot, ketimbang digunakan

sebagai

lemakdalam

tubuh.

Makanan

yang

mengandung MCT antara lain seperti lemak mentega,minyak kelapa, dan lainnya. b. Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak. Seperti vitamin A, D, E, K c. Terapi Bedah a. Kasai Prosedur Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan empedu keusus.Tetapi prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada 5-10% penderita.Untuk melompati atresia bilier dan langsung menghubungkan hati dengan usus halus, dilakukanpembedahan yang disebut prosedur Kasai. Biasanya pembedahan ini hanya merupakan pengobatan sementara dan pada akhirnya perlu dilakukan pencangkokan hati. b. Pencangkokan atau Transplantasi Hati Transplantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk atresia bilier dankemampuan hidup setelah operasi meningkat secara dramatis dalam beberapa tahunterakhir. Karena hati adalah organ satu-satunya yang bisa bergenerasi secara alami tanpa perlu obat dan fungsinya akankembali normal dalam waktu 2 bulan. Anak-anak denganatresia bilier sekarang dapat hidup hingga

dewasa,

anak.Kemajuan

beberapa dalam

bahkan

operasi

telah

transplantasi

mempunyai telah

juga

meningkatkan kemungkiananuntuk dilakukannya transplantasi pada anak-anak dengan atresia bilier.Di masa lalu, hanyahati dari anak kecil yang dapat digunakan untuk transplatasi karena ukuran

hati harus cocok.Baru-baru ini, telah dikembangkan untuk menggunakan

bagian

dari

hati

orang

dewasa,

yangdisebut"reduced size" atau "split liver" transplantasi, untuk transplantasi pada anak denganatresia bilier. d. Berdasarkan Treatment yang diberikan: a. Palliative treatment Dilakukan home care untuk meningkatkan drainase empedu dengan mempertahankanfungsi hati dan mencegah komplikasi kegagalan hati. b. Supportive treatment 1) Managing the bleeding dengan pemberian vitamin K yang berperan dalam pembekuandarah dan apabila kekurangan vitamin K dapat menyebabkan perdarahan berlebihandan kesulitan dalam penyembuhan. Ini bisa ditemukan pada selada, kubis, kol, bayam,kangkung, susu, dan sayuran berdaun hijau tua adalah sumber terbaik vitamin ini. 2) Nutrisi support, terapi ini diberikan karena klien dengan atresia bilier mengalamiobstruksi aliran dari hati ke dalam usus sehingga menyebabkan lemak dan vitaminlarut lemak tidak dapat diabsorbsi. Oleh karena itu diberikan makanan yangmengandung medium chain triglycerides (MCT) seperti minyak kelapa. 3) Perlindungan kulit bayi secara teratur akibat dari akumulasi toksik yang menyebar kedalam darah dan kulit yang mengakibatkan gatal (pruiritis) pada kulit.

4) Pemberian health edukasi dan emosional support, keluarga juga

turut

membantudalam

memberikan

stimulasi

perkembangan dan pertumbuhan klien.

G. Bagaimana Asuhan keperawatan Duktus Hepatikus Atau Atresia Bilier? A. Pengkajian 1.

Identitas Meliputi Nama,Umur, Jenis Kelamin dan data-data umum lainnya. Hal ini dilakukan sebagai standar prosedur yang harus dilakukan untuk mengkaji keadaan pasien.Umumnya Atresia billiaris lebih banyak terjadi pada perempuan.Atresia bilier dtemukan pada 1 dari 15.000 kelahiran.Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1.

2.

Keluhan Utama Keluhan utama dalam penyakit Atresia Biliaris adalah Jaundice dalam 2 minggu sampai 2 bulan Jaundice adalah perubahan warna kuning pada kulit dan mata bayi yang baru lahir. Jaundice terjadi karena darah bayi mengandung kelebihan bilirubin, pigmen berwarna kuning pada sel darah merah.

3.

Riwayat Penyakit Sekarang Anak dengan Atresia Biliaris mengalami Jaundice yang terjadi dalam 2 minggu atau 2 bulan lebih, apabila anak buang air besar tinja atau feses berwarna pucat. Anak juga mengalami

distensi

abdomen,

hepatomegali,

lemah,

pruritus.Anak tidak mau minum dan kadang disertai letargi (kelemahan). 4.

Riwayat Penyakit Dahulu Adanya suatu infeksi pada saat Infeksi virus atau bakteri masalah dengan kekebalan tubuh.Selain itu dapat juga terjadi obstruksi empedu ektrahepatik.yang akhirnya menimbulkan masalah dan menjadi factor penyebab terjadinya Atresia Biliaris ini.Riwayat Imunisasi: imunisasi yang biasa diberikan yaitu BCG, DPT, Hepatitis, dan Polio.

5.

Riwayat Perinatal a. Antenatal Pada anak dengan atresia biliaris, diduga ibu dari anak pernah menderita infeksi penyakit, seperti HIV/AIDS, kanker, diabetes mellitus, dan infeksi virus rubella b. Intra natal Pada anak dengan atresia biliaris diduga saat proses kelahiran bayi terinfeksi virus atau bakteri selama proses persalinan. c. Post natal Pada anak dengan atresia diduga orang tua kurang memperhatikan personal hygiene saat merawat atau bayinya.Selain itu kebersihan peralatan makan dan peralatan bayi lainnya juga kurang diperhatikan oleh orang tua ibu.

6.

Riwayat Kesehatan Keluarga Anak dengan atresia biliaris diduga dalam keluarganya, khususnya pada ibu pernah menderita penyakit terkait dengan

imunitas HIV/AIDS, kanker, diabetes mellitus, dan infeksi virus rubella.Akibat dari penyakit yang di derita ibu ini, maka tubuh anak dapat menjadi lebih rentan terhadap penyakit atresia biliaris.Selain itu terdapat kemungkinan adanya kelainan kongenital yang memicu terjadinya penyakit atresia biliaris ini. 7.

Pemeriksaan Tingkat Perkembangan Pemeriksaan tingkat perkembangan terdiri dari adaptasi sosial, motorik kasar, motorik halus, dan bahasa.Tingkat perkembangan pada pasien atresia biliaris dapat dikaji melalui tingkah laku pasien maupun informasi dari keluarga. Selain itu, pada anak dengan atresia biliaris, kebutuhan akan asupan nutrisinya menjadi kurang optimal karena terjadi kelainan pada organ hati dan empedunya sehingga akan berpengaruh terhadap proses tumbuh kembangnya.

8.

Keadaan

Lingkungan

yang

mempengaruhi

timbulnya

penyakit Kedaan lingkungan yang mempengaruhi timbulnya atresia pada

anak

yaitu

pola

kebersihan

yang

cenderung

kurang.Orang tua jarang mencuci tangan saat merawat atau menetekkan bayinya.Selain itu, kebersihan botol atau putting ketika menyusui bayi juga kurang diperhatikan. 9.

Pola Fungsi Kesehatan a. Pola Aktivitas/Istirahat : Pola aktivitas dan istirahat anak dengan atresia biliaris terjadi gangguan yaitu ditandai dengan anak gelisah dan rewel yang gejalanya berupa letargi atau kelemahan

b. Pola Sirkulasi : Pola sirkulasi pada anak dengan atresia biliaris adalah ditandai dengan takikardia, berkeringat yang berlebih, ikterik pada sklera kulit dan membrane mukosa. c. Pola Eliminasi : Pola eliminasi pada anak dengan atresia biliaris yaitu terdapat distensi abdomen dan asites yang ditandai dengan urine yang berwarna gelap dan pekat. Feses berwarna dempul, steatorea. Diare dan konstipasi pada anak dengan atresia biliaris dapat terjadi. d. Pola Nutrisi : Pola nutrisi pada anak dengan atresia biliaris ditandai dengan anoreksia,nafsu makan berkurang, mualmuntah, tidak toleran terhadap lemak dan makanan pembentuk gas dan biasanya disertai regurgitasi berulang. e. Pola kognitif dan persepsi sensori: pola ini mengenai pengetahuan orang tua terhadap penyakit yang diderita klien f. Pola konsep diri: bagaimana persepsi orang tua dan/atau anak terhadap pengobatan dan perawatan yang akan dilakukan. g. Pola hubungan-peran: biasanya peran orang tua sangat dibutuhkan dalam merawat dan mengobati anak dengan atresia biliaris. h. Pola seksual-seksualitas: apakah selama sakit terdapat gangguan atau tidak yang berhubungan dengan reproduksi sosial. Pada anak yang menderita atresia biliaris biasanya tidak ada gangguan dalam reproduksi.

i. Pola mekanisme koping: keluarga perlu memeberikan dukungan dan semangat sembuh bagi anak. j. Pola nilai dan kepercayaan: orang tua selalu optimis dan berdoa agar penyakit pada anaknya dapat sembuh dengan cepat. 10. Pemeriksaan Fisik Gejala biasanya timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir, yaitu berupa: a. Air kemih bayi berwarna gelap b. Tinja berwarna pucat c. Kulit berwarna kuning d. Berat badan tidak bertambah atau penambahan berat badan berlangsung lambat e. Hati membesar. f. Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut: g. Gangguan pertumbuhan h. Gatal-gatal i. Rewel j. Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut darah dari lambung, usus dan limpa ke hati). 11. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan umum TTV

: lemah.

: Tekanan Darah : terjadi peningkatan terutama

pada vena porta Suhu

: Suhu tubuh dalam batas normal

Nadi

: takikardi

RR

: terjadi peningkatan RR akibat diafragma yang

tertekan (takipnea) b. Kepala dan leher Inspeksi : Wajah : simetris Rambut

: lurus/keriting, distribusi merata/tidak

Mata

: pupil miosis, konjungtiva anemis

Hidung

: kemungkinan terdapat pernafasan cuping

Hidung Telinga

: bersih

Bibir dan mulut : mukosa biibir kemungkinan terdapat ikterik Lidah

: normal

Palpasi

: tidak ada pembesaran kelenjar

thyroid dan limfe pada leher c. Dada Inspeksi : asimetris, terdapat tarikan otot bantu pernafasan dan tekanan pada otot diafragma akibat pembesaran hati (hepatomegali). Palpasi

: denyutan jantung teraba cepat, terdapat nyeri

tekan(-) Perkusi

: Jantung

Paru

: sonor

: dullness

Auskultasi : tidak terdengar suara ronchi terdengar bunyi wheezing d. Abdomen Inspeksi

: terdapat distensi abdomen

kemungkinan

Palpasi

: dapat terjadi nyeri tekan ketika dipalpasi

Perkusi

: sonor

Auskultasi

: kemungkinan terjadi pada bising usus

e. Kulit Turgor kurang, pucat, kulit berwarna kuning (jaundice) f. Ekstremitas Tidak terdapat odem pada pada extremitas e. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium 1) Bilirubin direk dalam serum meninggi (nilai normal bilirubin total < 12 mg/dl) karena kerusakan parenkim hati akibat bendungan empedu yang luas. 2) Tidak ada urobilinogen dalam urine. 3) Pada bayi yang sakit berat terdapat peningkatan transaminase alkalifosfatase (5-20 kali lipat nilai normal) serta traksi-traksi lipid (kolesterol fosfolipid trigiliserol) b. Pemeriksaan diagnostic 1) USG yaitu untuk mengetahui kelainan congenital penyebab kolestasis ekstra hepatic (dapat berupa dilatasi kristik saluran empedu) 2) Memasukkan pipa lambung cairan sampai duodenum lalu cairan duodenum di aspirasi. Jika tidak ditemukan cairan empedu dapat berarti atresia empedu terjadi 3) Sintigrafi radio kolop hepatobilier untuk mengetahui kemampuan

hati

memproduksi

empedu

dan

mengekskresikan ke saluran empedu sampai tercurah

ke duodenum. Jika tidak ditemukan empedu di duodenum, maka dapat berarti terjadi katresia intra hepatic 4) Biopsy hati perkutan ditemukan hati berwarna coklat kehijauan dan noduler. Kandung empedu mengecil karena kolaps. 75% penderita tidak ditemukan lumen yang jelas

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif 2. Ketidakseimbangan

nutrisi

:

kurang dari

kebutuhan

tubuh

berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient 3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan pigmentasi 4. Hypertermi

b.d

inflamasi

akibat kerusakan progresif

pada

duktusbilier ekstrahepatik

DIAGNOSA 1. Kekurangan volume cairan (00027) Definisi : Penurunan cairan Intravaskuler, interstisial, dan/atau intraseluler. Ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa merubah kadar kalium.

NOC Keseimbangan cairan (0601) Definisi : Keseimbangan cairan di dalam ruang intraseluler dan ekstraseluler tubuh. Tujuan: pasien akan Batasan Karakteristik : mempertahankan keseimbangan  Kulit kering  Penurunan turgor kulit cairan dan elektrolit  Peningkatan suhu setelah dilakukan perawatan didalam tubuh

NIC Manajemen Cairan (4120) Definisi : Meningkatkan keseimbangan cairan dan pencegahan komplikasi yang dihasilkan dari tingkat cairan tidak normal atau tidak diinginkan. Aktivitas :  Timbang berat badan setiap hari dan monitor status pasien



haluaran rumah sakit selama 2 x 24 jam Kriteria Hasil: Faktor yang berhubungan:  Kembalinya pengisian  Kehilangan volume kapiler darah cairan secara aktif kurang dari 3  Kegagalan detik mekanisme  Turgor kulit pengaturan membaik  Produksi urin 12ml/kgBB/ja m Penurunan urine

2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh (00002) Definisi : Asupan nutrisi tiak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik. 



   

Berhubungan dengan : Ketidakmampua n untuk memasukkan makanan Ketidak mampuan mengabsorbsi nutrien Kurang asupan makan faktor biologis, faktor psikologis faktor ekonomi.

Status Nutrisi (1004) Definisi : Sejauh mana nutrisi dicerna dan diserap untuk memenuhi kebutuhan metabolik. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam selama proses keperawatan, diharapkan pola nutrisi pasien menjadi adekuat Kriteria Hasil:  BB pasien stabil  Konjungtiva tidak anemis



Jaga intake/asupan yang akurat dan catat outpute  Monitor status hidrasi  Berikan terapi IV  Berikan cairan dengan tepat  Konsultasikan dengan dokter jika tanda-tanda dan gejala kelebihan volume caian menetap atau memburuk Manajemen nutrisi (1100) Definisi : Menyediakan dan meningkatkan intake nutrisi yang seimbang Aktivitas :  Atur diet yang diperlukan  Anjurkan pasien terkait dengan kebutuhan makanan tertentu berdasarkan perkembangan atau usia  Monitor kalori dan asupan makanan  Berikan arahan bila diperlukan

 DS: - Nyeri abdomen - Muntah - Kejang perut - Rasa penuh tiba-tiba setelah makan DO: - Diare - Rontok rambut yang berlebih - Kurang nafsu makan - Bising usus berlebih - Konjungtiva pucat - Denyut nadi lemah 3. Kerusakan integritas kulit (00046) Definisi : Kerusakan epidermis dan/atau dermis.

Integritas Jaringan : Kulit dan Membran Mukosa (1101) Definisi : Keutuhan struktur dan fungsi fisiologis kulit dan selaput lendir Faktor yang secara normal. berhubungan : Setelah dilakukan Eksternal : tindakan Hipertermia atau keperawatan hipotermia selama 2x24 jam - Substansi kimia diharapkan - Kelembaban integritas kulit baik - Faktor mekanik Kriteria hasil : (misalnya : alat yang – tidak dapat menimbulkan ada pruritus/lecet luka, tekanan, – jaringan/ kulit restraint) utuh bebas eskortasi - Immobilitas fisik - Radiasi - Usia yang ekstrim - Kelembaban kulit - Obat-obatan

Beri obat-obatan sebelum makan,

Manajemen Pruritus (3550) Definisi : Pencegahan dan pengobatan terhadap gatal-gatal Aktivitas :  Tentukan penyebab dari pruritus  Lakukan pemeriksaan fisik untuk mengidentifikas i kerusakan kulit  Berikan anti prirutik  Berikan kompres dingin untuk meringankan iritasi  Pasang perban atau balutan pada tangan atau siku ketika

Internal : Perubahan status metabolik - Tonjolan tulang - Defisit imunologi - Berhubungan dengan dengan perkembangan - Perubahan sensasi - Perubahan status nutrisi (obesitas, kekurusan) - Perubahan status cairan - Perubahan pigmentasi - Perubahan sirkulasi Perubahan turgor (elastisitas kulit) 4. Hipertermia (00007) Definisi : Suhu inti tubuh kisaran normal diurnal karena kegagalan termoregulasi. Batasan Karakteristik :  Apnea  Kejang  Koma  Kulit Kemerahan  Takikardia  Takipnea Berhubungan dengan :  penyakit/ trauma  peningkatan metabolisme  aktivitas yang berlebih  dehidrasi

pasien tidur untuk membatasi gerakan menggaruk

Thermoregulasi (0800) Definisi : Keseimbangan antara produksi panas, mendapatkan panas, dan kehilangan panas.

Perawatan Hipertermia (3786) Definisi : Manajemen gejala dan kondisi yang berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh akibat disfungsi termoregulasi. Aktivitas :  Berikan Setelah oksigen, sesuai dilakukan kebutuhan tindakan  Longgarkan atau keperawatan lepaskan selama 2x24 pakaian jam pasien  Berikan metode menunjukkan pendinginan : eksternal Suhu tubuh dalam  Pasang akses IV batas normal  Monitor suhu dengan kreiteria tubuh hasil:  Instruksikan  Suhu 36 – 37C pasien mengenai

 Nadi dan RR dalam rentang normal  Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman

BAB IV

tindakantindakan untuk mencegah kondisi sakit yang berhubungan dengan panas.

PENUTUP A. Kesimpulan Atresia billiaris adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan dari sistem billier ekstrahepatic. Atresia billiaris merupakan proses inflamasi progresif yang menyebabkan fibrosis saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik sehingga pada akhirnya akan terjadi obstruksi saluran tersebut (Donna L. Wong, 2008). Atresia bilier banyak ditemukan pada bayi yang diakibatkan oleh faktor genetik ataua kelainan bawaan dan faktor infeksi virus.Gejala pasien dengan atresia bilier ialang dengan ditandai tubuh berwarna kuning atau ikterik.Diagnosa atresia bilier ditegakkakn melalui pemeriksaan penunjang.Pemeriksaan seperti ultrasonografi, skintigrafi, dan magnetic resonance cholangiography dapat digunakan.Akan tetapi sampai saat ini tidak ada satupun pemeriksaan penunjang preoperatif yang dapat memberikan diagnosis pasti.Pemeriksaan biokimia hati dan pemeriksaan-pemeriksaan tersebut sangat membantu. Penatalaksaan yang dibutuhkan untuk pasien dengan atresia bilier dapat dengan prosedur kasai atau dengan transplantasi hati.

B. Saran Perlu deteksi dini kasus atresia bilier dan pemberian penatalaksanaan yang tepat demi tercapainya pertumbuhan fisik dan perkembangan mental yang optimal bagi penderita atresia bilier.

DAFTAR PUSTAKA

Donna L. Wong…[et.al]. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Alih bahasa : Agus Sutarna, Neti. Juniarti, H.Y. Kuncoro. Editor edisi bahasa Indonesia : Egi Komara Yudha….[et al.]. Edisi 6.Jakarta : EGC Julinar, Yusri Dianne Jurnalis, dan Yorva Sayoeti. 2009. ATRESIA BILIER. Fakultas

Kedokteran

Universitas

Andalas/

RS

Dr.

M.

Djamil

Padang.Majalah Kedokteran Andalas.Vol 33.No. 2. Hadinegoro, Sri Rezeki, Muzal Kadim, dkk (Ed). 2012. Update Management of Infectious

Diseases and Gastrointestinal Disorders. Jakarta: Departemen

Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Heather, T. Herdman. 2015. NANDA International Nursing Diagnoses. Jakarta: EGC. Moorhead Sue, dkk.2015. Nursing Outcomes Classification. Ed.5. Indonesia: Elseveir. M. Bulechek, Gloria, dkk. 2016. Nursing Intervention Classification. Ed. 6. Indonesia: Elseveir.

Related Documents

Atresia Esofagus
May 2020 25
Atresia Intestinal.docx
December 2019 34
Atresia Yeyunal
November 2019 35
Atresia Ani.pptx
November 2019 41

More Documents from ""