Makalah Asuhan Keperawatan Mitral Stenosis - Copy.docx

  • Uploaded by: Toni Frasetio
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Asuhan Keperawatan Mitral Stenosis - Copy.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,663
  • Pages: 13
STIKes FALETEHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN MITRAL STENOSIS

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah KMB IV

MUHAMAD TONI FRASETO (1018032058) BAGUS SYEHNAM PRADHANA PUTRA (101803200)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FALETEHAN SERANG TAHUN 2019

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang Mitral stenosis merupakan kondisi obstruksi aliran darah ke ventrikel kiri

akibat adanya halangan pembukaan katup atau yang disebut juga dengan pengurangan mitral valve area (MVA) secara sempurna saat fase pengisian diastolik ventrikel kiri (Vijayalakhsmi dan Narasimhan, 2011). Pengurangan MVA terjadi akibat inflamasi seperti penyakit jantung rematik

yang

mengakibatkan penebalan, perlengketan serta fibrosis katup. Penyebab lain yang cukup jarang terjadi berupa mitral stenosis kongenital, karsinoid, systemic lupus eritematosus (SLE), deposit amiloid, rheumatoid arthritis dan kalsifikasi annulus daun katup (Indrajaya dan Ghanie, 2014). Kondisi penyempitan MVA mengakibatkan berkurangnya pengisian pasif ventrikel kiri serta peningkatan tekanan atrium kiri yang memunculkan berbagai komplikasi berupa atrial fibrilasi, emboli, PH dan gagal jantung kanan (Indrajaya dan Ghanie, 2014; Vahanian et al., 2012; Le, 2014). Komplikasi mitral stenosis tersebut dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas seperti atrial fibrilasi dengan risiko stroke 5 kali lebih besar, gagal jantung 3 kali lebih besar, dan kematian 2 kali lebih besar. Komplikasi mitral stenosis berupa emboli memiliki risiko infark miokardium dan gangguan neurologis lainnya (Otto dan Bonow, 2012). Peningkatan risiko mortalitas tersebut juga dilaporkan oleh Magoni et al (2002) akibat komplikasi berupa pulmonary hypertension (PH) dan gagal jantung yang mengenai hampir setengah pasien mitral stenosis (Bui et al., 2011; Dar dan Cowie, 2011; Magoni et al., 2002). Risiko komplikasi yang lambat laun mengancam nyawa serta menurunkan kualitas kehidupan tersebut terus menjadi perhatian karena diperkirakan sekitar 15 juta penduduk dunia menderita penyakit jantung rematik (penyebab utama mitral stenosis) dengan 282,000 kasus baru serta 233,000 jiwa meninggal setiap tahunnya (Seckeler dan Hoke, 2011). Prevalensi kejadian mitral stenosis di Amerika Serikat yaitu 0,1% dan di Eropa berdasarkan Euro Heart Survey mencapai 9% (Lung dan Vahanian, 2011).

Angka kejadian di negara maju 4 kali lebih rendah dibandingkan di negara berkembang walaupun penurunan insidensi di negara maju cenderung tidak tampak karena angka imigrasi yang cukup tinggi. Negara berkembang yang menempati 67% total penduduk dunia diperkirakan mempunyai tendensi multipel episode infeksi yang tinggi sehingga mengakibatkan severitas stenosis lebih berat dan lebih dini (Le, 2011; Chandrashekhar et al., 2009). Angka kejadian penyakit mitral stenosis di Indonesia tidak diketahui dengan pasti. Berdasarkan data pola etiologi penyakit jantung di poliklinik Rumah Sakit Moehammad Hoesin Palembang selama 5 tahun (1990-1994), mitral stenosis terjadi sebanyak 13,94% dari seluruh penyakit katup (Indrajaya dan Ghanie, 2014). Berdasarkan data yang dilaporkan oleh Hasnul et al (2015), mitral stenosis yang diakibatkan demam rematik di RSUP Dr. M. Djamil Padang selama 4 tahun (2009-2012) sebanyak 17,6 % dari seluruh katup (Hasnul et al., 2015). Berdasarkan uraian diatas, penyakit mitral stenosis masih menjadi problematika dengan berbagai komplikasi dan tentunya membutuhkan intervensi yang tepat. Hal ini membuat penulis ingin melakukan penelitian mengenai manajamen dan komplikasi yang terdapat pada pasien mitral stenosis di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Diharapkan dengan penelitian ini dapat bermanfaat dalam penatalaksanaan dan penurunan angka komplikasi kejadian mitral stenosis kedepannya.

1.2

Rumusan Masalah 1. Bagaimana manajemen dan komplikasi pasien mitral stenosis ?

1.3

Tujuan Penelitian 1. Tujuan Utama Mengetahui gambaran komplikasi dan manajemen mitral stenosis. 2. Tujuan Khusus 1.

Mengetahui gambaran karakteristik pasien mitral stenosis.

2.

Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien mitral stenosis.

1.4

Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian dapat menambah pengetahuan mengenai gambaran komplikasi dan manajemen pasien mitral stenosis. 2. Sebagai sumber informasi bagi pihak lain.

1.5

Manfaat Bagi Peneliti 1. Hasil penelitian dapat menambah ilmu pengetahuan bagi peneliti . 2. Hasil penelitian dapat menjadi data dasar untuk penelitian selanjutnya.

1.6

Manfaat Bagi Masyarakat Meningkatkan

pengetahuan

pembaca

bahwa

mitral

stenosis

mengakibatkan komplikasi dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.

BAB II KONSEP MEDIS PENGERTIAN Regurgitasi Katup Mitral (Inkompetensia Mitral, Insufisiensi Mitral), (Mitral Regurgitation) adalah kelainan katup mitral yang ditandai dengan aliran balik Pada saat ventrikel kiri medari sebagian volume darah dari ventrikel kiri kembali menuju atrium kiri (raditya, 2011) Insufisiensi mitral adalah daun katup mitral yang tidak dapat menutup dengan rapat sehingga darah dapat mengalir balik atau akan mengalami kebocoran ( Arif Muttaqin, 2009). Insufisiensi mitralis merupakan keadaan dimana terdapat refluks darah dari ventrikel kiri ke atrium kiri pada saat sistolik, akibat katup mitral tidak menutup secara sempurna.Kelainan katup mitralis yang disebabkan karena tidak dapat menutupnya katup dengan sempurna pada saat systole (Dinda, 2008 dalam ). Jadi insufisiensi mitral adalah kelainan katup mitral dimana terdapat refluks darah dari ventrikel kiri ke atrium kiri pada saat sistolik, akibat katup mitral tidak menutup secara sempurna. ETIOLOGI Dulu demam rematik menjadi penyebab utama dari regurgitasi katup mitral. Tetapi saat ini, di negara-negara yang memiliki obat-obat pencegahan yang baik, demam rematik jarang terjadi. Misalnya di Amerika Utara dan Eropa Barat, penggunaan antibiotik untuk strep throat (infeksi tenggorokan karena streptokokus), bisa mencegah timbulnya demam rematik. Di wilayah tersebut, demam rematik merupakan penyebab umum dari regurgitasi katup mitral, yang terjadi hanya pada usia lanjut, yang pada masa mudanya tidak memperoleh antibiotik. Di negara-negara yang memiliki kedokteran pencegahan yang jelek, demam rematik masih sering terjadi dan merupakan penyebab umum dari regurgitasi katup mitral. Di Amerika Utara dan Eropa Barat, penyebab yang lebih sering adalah serangan jantung, yang dapat merusak struktur penyangga dari katup mitral. Penyebab umum lainnya adalah degenerasi miksomatous (suatu keadaan dimana katup secara bertahap menjadi terkulai/terkelepai), disfungsi/ruptur muskulus papilaris sebagai dampak iskemik jantung ( cepat menimbulkan edema paru akut dan syok), endokarditis infektif, dan anomali kongenital. Jadi berdasarkan etiologinya insufisiensi mitral dapat di bagi atas reumatik dan non reumatik ( endokarditis, degenaratif, penyakit jantung koroner, penyakit jantung bawaan, trauma dan sebagainya). Di negara berkembang seperti Indonesia penyebab terbanyak insufisiensi mitral adalah demam reumatik.

PATOFISIOLOGI Regurgitasi mitral akibat reumatik terjadi karena katup tidak bisa menutup sempurna waktu sistol. Perubahan-perubahan katup mitral tersebut adalah kalsifikasi, penebalan dan distorsi daun katup. Hal ini mengakibatkan koaptasi yang tidak sempurna waktu sistol. Selain itu, pemendekan korda tendinea mengakibatkan katup tertarik ke ventrikel terutama bagian posterior dan dapat juga terjadi annulus atau rupture korda tendinea. Selama fase sistol terjadi aliran regurgitan ke atrium kiri, mengakibatkan gelombang V yang tinggi di atrium kiri, sedangkan aliran ke aorta berkurang.Waktu diastole, darah mengalir dari atrium kiri ke ventrikel. Darah atrium kiri tersebut berasal dari paru-paru melalui vena pulmonalis dan juga darah regurgitan yang berasal dari ventrikel kiri waktu sistol sebelumnya. Ventrikel kiri cepat distensi, apeks bergerak ke bawah secara mendadak, menarik katup, kordae dan otot papilaris. Hal ini menimbulkan vibrasi membentuk bunyi jantung ketiga. Pada insufisiensi mitral kronik, regurgitasi sistolik ke atrium kiri dan vena-vena pulmonalis dapat ditoleransi tanpa meningkatnya tekanan di baji dan aorta pulmonalis. Adapun demam reumatik merupakan kelanjutan dari infeksi faring yang disebabkan streptokok beta hemolitik grup A. Reaksi autoimun terhadap infeksi streptokok secara hipotetif akan menyebabkan kerusakan jaringan atau manifestasi demam reumatik, sebagai berikut (1) Streptokok grup A akan menyebabkan infeksi faring, (2) Antigen streptokok akan menyebabkan pembentukan antibody pada hospes yang hiperimun, (3) antibody akan bereaksi dengan antigen streptokok, dan dengan jaringan hospes yang secara antigenic sama seperti streptokok ( dengan kata lain antibody tidak dapat membedakan antara antigen streptokok dengan antigen jaringan jantung, , (4) autoantibody tesebut bereaksi dengan jaringan hospes sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan. Adapun kerusakan jaringan ini akan menyebabkan peradangan pada lapisan jantung khususnya mengenai endotel katup, yang mengakibatkan pembengkakan daun katup dan erosi pinggir daun katup. Hal ini mengakibatkan tidak sempurnanya daun katup mitral menutup pada saat systole sehingga mengakibatkan penurunan suplai darah ke aorta dan aliran darah balik dari ventrikel kiri ke atrium kiri,hal ini mengakibatkan penurunan curah sekuncup ventrikel sehingga jantung berkompensasi dengan dilatasi ventrikel kiri, peningkatan kontraksi miokardium, hipertrofi dinding ventrikel dan dinding atrium sehingga terjadi penurunan kemampuan atrium kiri untuk memompa darah hal ini mengakibatkan kongesti vena pulmonalis dan darah kembali ke paru-paru mengakibatkan terjadi edema intertisial paru, hipertensi arteri pulmonalis, hipertensi ventrikel kanan sehingga dapat mengakibatkan gagal jantung kanan. MANIFESTASI KLINIS Regurgitasi katup mitral yang ringan bisa tidak menunjukkan gejala. Kelainannya bisa dikenali hanya jika dokter melakukan pemeriksaan dengan stetoskop, dimana terdengar murmur yang khas, yang disebabkan pengaliran kembali darah ke dalam atrium kiri ketika ventrikel kanan berkontraksi. Gejala yang sering timbul adalah palpitasi jantung, nafas pendek saat latihan, dan batuk akibat kongesti paru pasif kronis. Denyut nadi mungkin teratur dengan volume yang cukup, namun kadang tidak teratur akibat ekstra sistole atau fibrilasi

atrium yang bisa menetap selamanya, peningkatan JVP, hepatomegali, pitting edema (akibat gagal jantung kanan).

Gejala yang ditimbulkan : Sesak napas yang meningkat ketika berbaring telentang (orthopnea) Merasakan sensasi jantung berdetak (palpitasi) Nyeri dada - berhubungan dengan penyakit arteri koroner atau serangan jantung Batuk PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah: EKG remature Atria Contraction ( PAC), Atria Fibrillation (AF) Gelombang P mitral Hipertrofi atrium dan ventrikel kiri Kelainan gelombang T dan segmen ST yang non spesifik Right axis deviation (RAD). Perubahan EKG pada penderita regurgitasi mitral tergantung pada derajat insufisiensi, lamanya insufisiensi dan ada tidaknya penyakit penyerta. Pada insufisiensi mitral yang ringan mungkin hanya terlihatgambaran P mitral dengan aksis dan kompleks QRS yang masih normal. Padatahap yang lebih lanjut akan terlihat perubahan aksis yang akan bergeser ke kiridan kemudian akan disertai dengan gambaran hipertrofi ventrikel kiri. Blok berkaskanan yang tidak komplit (rsR di V1) didapatkan pada 5% penderita regurgitasi mitral. Semakin lama insufisiensi mitral, kemungkinan timbulnya aritmia atrium semakin besar. Kadang-kadang timbul ekstra sistol atrium, takikardia atrium danflutter atrium; paling sering adalah fibrilasi atrium, yang awalnya paroksismal dan akhirnya menetap. Rontgen thoraks Hipertrofi atrium dan ventrikel kiri ipertensi pulmonal dan kongesti pembuluh darah paru. Pada regurgitasi mitral ringan tanpa gangguan hemodinamik yang nyata, besar jantung pada foto toraks biasanya normal. Pada keadaan yang lebih berat akan terlihat pembesaran jantung akibat pembesaran atrium kiri dan ventrikel kiri, dan mungkin terlihat tanda-tanda bendungan paru. Kadang-kadang terlihat pula perkapuran pada annulus mitral. Kateter Cor Refluks zat kontras melalui mitral selama sistolik Peningkatan gelombang V pada pulmonary capillary wedge pressure Peningkatan tekanan arteri pulmonalis, atrium kiri, PWP Fonokardiogram Fonokardiogram dilakukan untuk mencatat konfirmasibising dan mencatat adanya bunyi jantung ketiga pada insufisiensi mitral sedang sampai berat. Arteriogram pada arteri karotis mungkin memperlihatkan kontraksiisovolumik yang

memanjang. Apeks kardigram memperlihatkan gambarangelombang pengisian cepat (rapid filling) yang curam dan besar. Ekokardiogram Ekokardiogram pada insufisiensi mitral digunakan untukmengevaluasi gerakan katup, ketebalan serta adanya perkapuran pada aparatmitral. Eko Doppler dapat menilai derajat regurgitasi insufisiensi mitral.Pengukuran diameter end diastolic, diameter end systolic, ketebalan dinding danbesarnya dapat dipakai untuk menilai fungsi ventrikel kiri. Laboratorium Laboratorium pada insufisiensi mitral tidak memberikangambaran yang khas. Pemeriksaan laboratorium berguna untuk menentukan adatidaknya reuma aktif/ reaktivasi. Penyadapan jantung atau Angiografi Penyadapan jantung dan angiografi dilakukan terutama untuk konfirmasi diagnostik insufisiensi mitral sertaderajatnya, menentuk an fungsi ventrikel kiri, menilai lesi katup lainnya dan secaraselektif menilai anatomi pembuluh darah koroner. Insufisiensi mitral adalahpenyebab tersering dari meningkatnya gelombang V pada kurva tekanan baji(wedge). Pada keadaan yang lanjut akan didapatkan pula peningkatan tekanan diarteri pulmonalis. Derajat insufisiensi mitral dinilai dari opasitas atrium kirisewaktu dilakukan ventrikulografi kiri. Fungsi ventrikel kiri dapat dinilai daritekanan akhir diastolic, fraksi ejeksi dan volume regurgitan. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN Jika penyakitnya berat, katup perlu diperbaiki atau diganti sebelum ventrikel kiri menjadi sangat tidak normal sehingga kelainannya tidak dapat diatasi. Mungkin perlu dilakukan pembedahan untuk memperbaiki katup (valvuloplasti) atau menggantinya dengan katup mekanik maupun katup yang sebagian dibuat dari katup babi. Memperbaiki katup bisa menghilangkan regurgitasi atau menguranginya sehingga gejala dapat ditolerir dan kerusakan jantung dapat dicegah. Setiap jenis penggantian katup memiliki keuntungan dan kerugian. Katup mekanik biasanya efektif, tetapi menyebabkan meningkatnya resiko pembentukan bekuan darah, sehingga biasanya untuk mengurangi resiko tersebut diberikan antikoagulan. Katup babi bekerja dengan baik dan tidak memiliki resiko terbentuknya bekuan darah, tetapi tidak mampu bertahan selama katup mekanik. Jika katup pengganti gagal, harus segera diganti. Fibrilasi atrium juga membutuhkan terapi. Obat-obatan seperti beta-blocker, digoxin dan verapamil dapat memperlambat denyut jantung dan membantu mengendalikan fibrilasi. Permukaan katup jantung yang rusak mudah terkena infeksi serius (endokarditis infeksius). Karena itu untuk mencegah terjadinya infeksi, seseorang dengan katup yang rusak atau katup buatan harus mengkonsumsi antibiotik sebelum menjalani tindakan pencabutan gigi atau pembedahan. Terapi medikamentosa:

1. Digoxin Digoxin amat berguna terhadap penanganan fibrilasi atrium. Ia adalah kelompok obat digitalis yang bersifat inotropik positif. Ia meningkatkan kekuatan denyut jantung dan menjadikan denyutan jantung kuat dan sekata. 2. Antikoagulan oral. Antikoagulan di berikan kepada pasien untuk mengelakkan terjadinya pembekuan darah yang bisa menyebabkan emboli sistemik. Emboli bisa terjadi akibat regurgitasi dan turbulensi aliran darah.

3. Antibiotik profilaksi. Administrasi antibiotic dilakukan untuk mengelakkan infeksi bacteria yang bisa menyebabkan endokarditis. Terapi surgikal Dalam kasus insufisiensi mitralis kronik, terapi surgical adalah penting untuk memastikan survival pasien. Untuk itu katu prostetik digunakan untuk menggantikan katup yang rusak. KOMPLIKASI Kongesti vena pulmonalis Edema paru Hipertensi arteri pulmonalis Hipertrofi ventrikel kanan, Fibrilasi atrium, Emboli sistem, Hipertensi pulmonal, Dekompensasi kordis kiri ( LVF), Endokarditis

ASUHAN KEPERAWATAN Pengkajian Gejala paling awal dari regurgitasi mitral atau insufisiensi mitral adalah perasaan lemas dan lelah yang disebabkan karena berkurangnya aliran darah, dispnea saat beraktifitas dan palpitasi. Gejala-gejala yang berat akan tercetus oleh gagal ventrikel kiri sehingga menyebabkna penurunan curah jantung dan kongesti paruparu. Temuan berikut ini khas menyertai regurgitasi mitral kronis yang berat. Auskultasi terdengar murmur sepanjang fase sistolik (bising holosistolik dan pansistolik). Elektrokariogram pembesaran atrium kiri (P mitrale) bila irama sinus normal; fibrilasi atrium hipertrofi ventrikel kiri.

Radiogram toraks: pembesaran atrium kiri; pembesaran ventrikel kiri; kongesti vaskular paru-paru dalam berbagai derajat. Temuan hemodinamika peningkatan tekanan atrium kiri dengan gelombang v yang bermakna; peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri; peningkatan paru-paru bervariasi. Diagnosa keperawatan Penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakmampuan ventrikel kiri memompa darah. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan perembesan cairan, kongesti paru akibat sekunder dari perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan intersisial. Gangguan aktifitas sehari-hari yang berhubungan dengan penurunan curah jantung ke jaringan. Intervensi Diagnosa Keperawatan: Penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakmampuan ventrikel kiri memompa darah. Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam penurunan curah jantung dapat teratasi dan menunjukkan tanda vital dalam batas yang diterima (disritmia terkontrol atau hilang dan gejala gagal jantung misalnya parameter hemodinamika dalam batas normal, output urine adekuat. Kriteria evaluasi: klien melaporkan episode dispnea berperan dalam aktivitas mengurangi beban kerja jantung, tekana darah dalam batas normal (120/80mmhg, nadi 80x/menit), tidak terjadi aritmia, denyut jantung dan irama jantung teratur, CRT kurang dari 3 detik.

Intervensi Kaji dan lapor tanda penurunan curah jantung.

Catat bunyi jantung

Palpasi nadi perifer

Pantau adanya output urine, catat out put dan kepekatan urine

Rasional Kejadian mortalitas dan morbiditas sehubungan dengan infark miokardium yang lebih dari 24 jam pertama. S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa, irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah kedalam serambi yang distensi murmur dapat menunjukkan regurgitasi mitral. 3. Tanda penurunan curah jantung dapat diperlihatkan dengan ciri menurunnya nadi, poplteal, dorsalis peds, dan post-tibial, nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan gangguan pulsasi (denyut kuat disertai dengan denyut lemah) mungkin ada.

Istirahatkan klien dengan tirah baring optimal. 6. Atur posisi tirah baring yang ideal. Kepala tempat tidur harus ditinggikan (20-30cm) atau klien didudukkan dikursi. 7. Kaji perubahan sensorik contoh cemas, letargi dan depresi. 8. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/ masker sesuai indikasi. Hindari maneuverdinamik seperti berjongkok sewaktu melakukan BAB dan mengepal-ngepalkan tangan. Implementasi Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/ pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Evaluasi Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan

telah

dicapai.

Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta. Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3.EGC. Jakarta. Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 1. Media Aesculapius. Jakarta Suparman (2000), Ilmu Penyakit Dalam Julid I Jakarta : FKUI

Related Documents


More Documents from ""