Makalah Aspek Legal Dan Etik Kep Lansia Klmpk 1.docx

  • Uploaded by: Febi2594 Lestari
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Aspek Legal Dan Etik Kep Lansia Klmpk 1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,671
  • Pages: 20
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK

“ASPEK LEGAL DAN ETIK KEPERAWATAN LANSIA”

OLEH : KELAS B11-A KELOMPOK 1

Cok Istri Novia Trisna Angga Dewi

(183222903)

Devira Pradnya Pratisista

(183222904)

Dewa Ayu Lilik Saraswati

(183222905)

Febi Pramita Lestari

(183222906)

Gek Fitrina Dwi Sariasih

(183222907)

Gusti Ayu Indah Puspa Ranni

(183222908)

I Dewa Ayu Agung Yuli Umardewi

(183222909)

I Gusti Ayu Murtini

(183222910)

PROGRAM STUDI ALIH JENJANG S1 ILMU KEPERAWATAN STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI 2019

i

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur kepada Tuhan Maha Esa ,karena berkat rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas atau makalah ini dengan baik sehingga makalah yang berjudul ”Aspek Legal dan Etik Keperawatan Lansia” dapat selesai tepat pada waktunya. Kami menyimpulkan bahwa tugas makalah ini masih belum sempurna, kami merasa berbahagia bila ada pembaca yang ingin memberikan saran dan masukan bagi perbaikan tulisan ini. Semoga tulisan ini memberikan manfaat yang baik guna kemajuan ilmu pengetahuan terutama dalam study keperawatan gerontik, baik bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Semoga Tuhan Yang Maha Esa menjadikan makalah ini berguna bagi kita semua amin.

Denpasar, Februari 2019 Penulis

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI ................................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang ....................................................... Error! Bookmark not defined.

1.2

Rumusan Masalah .................................................. Error! Bookmark not defined.

1.3

Tujuan .................................................................... Error! Bookmark not defined.

BAB II PEMBAHASAN 2.1

Standar Gerontologi ................................................................................................ 3

2.2

Pengertian Etik Keperawatan Lansia ...................................................................... 5

2.3

Prinsip Etik .............................................................................................................. 6

2.4

Informed Consent .................................................................................................... 9

2.5

Peraturan yang Berkaitan dengan Kesejahteraan Lansia ...................................... 12

BAB III PENUTUP 3.1

Simpulan ............................................................................................................... 15

3.2

Saran ...................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 17

iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Semua orang akan mengalami proses menjadi tua, dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi. Proses menjadi tua menggambarkan betapa proses tersebut dapat diinteferensi sehingga dapat mencapai hasil yang sangat optimal. Secara umum orang lanjut usia dalam meniti kehidupannya dapat dikategorikan dalam dua macam sikap. Pertama, masa tua akan diterima dengan wajar melalui kesadaran yang mendalam, sedangkan yang kedua, manusia usia lanjut dalam menyikapi hidupnya cenderung menolak datangnya masa tua, kelompok ini tidak mau menerima realitas yang ada Dalam bidang geriatri, masalah etika (termasuk hukum) sangat penting artinya, bahkan diantara berbagai cabang kedokteran mungkin pada cabang inilah etika dan hukum paling berperan. Kane (1994) dkk menyatakan : ”…. ethic is fundamental part of geriatrics. While it is central to the practice of medicine it self, the dependent nature of geriatric patients, makes it a special concern………….”. Bebagai hal yang sangat perlu diperhatikan adalah, antara lain, keputusan tentang mati hidup penderita. Apakah pengobatan diteruskan atau dihentikan. Apakah perlu tindakan resusitasi. Apakah makanan tambahan per infuse tetap diberikan pada penderita kondisi yang sudah jelas akan meninggal? Dalam geriatric aspek etika ini erat dengan aspek hokum, sehingga pembicaraan mengenai kedua aspek ini sering disatukan dalam satu pembicaraan. Aspek hokum penderita denagn kemampuan kognitif yang sudah sangat rendah seperti pada penderita dementia sangat erat kaitannya dengan segi etik. Antara lain berbagai hal mengenai pengurusan harta benda enderita lansia yang tidak mempunyai anak dan lain sebagainya. Beberapa hal tersebut perlu mendapatkan perhatian di Indonesia,

1

Dimana giriatri merupakan bidang ilmu yang baru saja mulai berkembang. Oleh karena itu, beberapa dari prinsip etika yang dikemukakan berikut ini sering belum terdapat / dilaksanakan di Indonesia. Pengertian dan pengetahuan mengenai hal ini akan memberi gambaran bagaimana seharusnya masalah etika dan hukum pada perumatan penderita lanjut usia diberlakukan.

1.2 RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimanakah standar gerontologi ? 2. Apa pengertian etik keperawatan lansia ? 3. Bagaimanakah prinsip etik tersebut ? 4. Apa yang dimaksud informed consent ? 5. Apasajakah peraturan yang berkaitan dengan kesejahteraan lansia ?

1.3 TUJUAN PENULISAN 1. Mengetahui standar gerontologi 2. Mengetahui pengertian etik keperawatan lansia 3. Mengetahui prinsip etik 4. Mengetahui informed consent 5. Mengetahui peraturan yang berkaitan dengan kesejahteraan lansia

2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 STANDAR GERONTOLOGI Praktek keperawatan profesional diarahkan dengan mempergunakan standar praktek yang merefleksikan tingkat dan harapan dan pelayanan, serta dapat digunakan untuk evaluasi praktek keperawatan yang telah diberikan. Standar keperawatan gerontologi menurut American Nursing Association (ANA) adalah 1. Standar I : organisasi pelayanan keperawatan gerontologi. Yaitu semua pelayanan keperawat gerontologi harus direncanakan, diorganisasi dan dilakukan oleh seorang eksekutif perawat (has baccalaureate

or

master’s

preparation

and

experience

in

gerontological nursing and administrasion of long- term care services or acute-care services for older patients) 2. Standar II : Teori. Perawat disini harus berpartisipasi dalarn rnengernbangkan dan melakukan percobaan percobaan yang didasari oleh teori untuk mengambil keputusan klinik. Perawat juga mengunakan konsep teontik yang digunakan sebagai petunjuk untuk melaksanakan praktek keperawatan gerontologi yang lebih efektif. 3. Standar III : Pengumpulan data Status kesehatan pada klien dikaji secara terus menerus dengan komprehensive, akurat dan sistematis. Informasi yang didapatkan selama pengkajian kesehatan harus dapat dipecahkan dengan mengunakan pendekatan dan interdisipliner team kesehatan termasuk didalamnya lansia dan keluarga. 4. Standar IV: diagnose keperawatan. Perawat dengan mengunakan data yang telah diperoleh untuk

3

menentukan diagnose keperawatan yang tepat sesuai dengan prioritasnya. 5. Standar V: perencanaan dan kontinuitas dan pelayanan Perawat mengembangkan perencanaan yang berhubungan dengan klien dan orang lain yang berkaitan. Untuk mencapai tujuan dan prioritas

dan

perencanaan

perawatan

sesuai

dengan

yang

dibutuhkan oleh klien, perawat dapat mengunakan terapeutik, preventif, restoratif dan rehabilitasif. Perencanaan peraatan ini bermanfaat

untuk

membantu

klien

dalam

mencap[ai

dan

mempertahankan tingkat kesehatan, kejahtera, kualitas hidup yang yang tinggi (optimal ) dan serta mati dalam keadaan damai. 6. Standar VI : Intervensi Perencanaan pelayanan yang telah ada digunakan sebagai petunjuk dalarn membenkan intervensi untuk mengembalikan fungsi dan mencegah terjadinya komplikasi dan ‘excess disability’ pada klien. 7. Standar VII: Evaluasi Perawat harus melakukan evalusai secara terus menerus terhadap respon klien dan keluarga terhadap intervensi yang telah diberikan. Disamping itu evaluasi juga digunakan untuk menentukan . tingkat keberhasilannya dan mengevaluasi

kembali

data

dasarnya,

diagnosanya

dan

perencanaannya. 8. Standar VIII: Kolaborasi Interdisipliner Kolaborasi perawat dengan disiplin ilmu yang lain (team kesehatan) sangat penting dilakukan dalam membenkan pelayanan kesehatan terhdap klien ( lansia). Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan pertemuan yang rutin untuk menentukan perencanaan yang tepat sesuai dengan perubahan kebutuhan yang ditemukan pada klien. 9. Standar IX : Research

4

Perawat

harus

ikut

berpartisipasi

dalam

rnengernbangkan

penelitian untuk memperkuat pengetahuan dibidang keperawatan gerontoogi, menyebarluaskan hasil penelitian yang diperolehnya dan digunakan dalam praktek keperawatan. 10. Standar X: Ethics Perawat rnengunakna kode etik keperawatan (ANA) sebagai petunjuk etika dalam mengambil keputusan didalam praktek. 11. Standar XI : Professional Development Perawat harus mempunyai asumsi bahwa perkembangan dan kontribusi profesionalisme keperawatan merupakan tanggung jawabnya dan sangat berkaitan

erat

dengan

perkembngan

interdisiplin ilmu yang lain. Dalam hal ini perawat juga harus mampu mengevaluasi perkembangan dalam praktek kualitas yang diberikan. Standar ini dikembangkan oleh dan untuk perawat gerontologi sendiri sehingga

perawat hams

mempunyai

peraturan

yang

jelas

untuk

mengevaluasi bila terjadi pelanggaran yang menyimpang dan standar praktek yang seharusnya diberikan. Standar ini akan memberikan kualitas pelayanan yang terbaik bagi masyarakat.

2.2 PENGERTIAN ETIK KEPERAWATAN LANSIA Etik merupakan prinsip yang menyangkut benar dan salah, baik dan buruk dalam hubungan dengan orang lain. Etik merupakan studi tentang perilaku, karakter dan motif yang baik serta ditekankan pada penetapan apa yang baik dan berharga bagi semua orang. Secara umum, terminologi etik dan moral adalah sama. Etik memiliki terminologi yang berbeda dengan moral bila istilah etik mengarahkan terminologinya untuk penyelidikan filosofis atau kajian tentang masalah atau dilema tertentu. Moral mendeskripsikan perilaku aktual, kebiasaan dan kepercayaan sekelompok orang atau kelompok tertentu. Etik juga dapat digunakan untuk mendeskripsikan suatu pola atau cara hidup, sehingga etik merefleksikan sifat, prinsip dan standar seseorang yang mempengaruhi perilaku profesional. Cara hidup moral perawat telah 5

dideskripsikan sebagai etik perawatan. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan

bahwa

etik

merupakan

istilah

yang

digunakan

untuk

merefleksikan bagaimana seharusnya manusia berperilaku, apa yang seharusnya dilakukan seseorang terhadap orang lain. Keperawatan

adalah

suatu

bentuk

pelayanan

profesional

yang

merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Perawat sebagai profesi dan bagian integral dari pelayanan kesehatan tidak saja membutuhkan kesabaran. Kemampuannya untuk ikut mengatasi masalah-masalah kesehatan tentu harus juga bisa diandalkan. Etika keperawatan (nursing ethic) merupakan bentuk ekspresi bagaimana perawat seharusnya mengatur diri sendiri, dan etika keperawatan diatur dalam kode etik keperawatan. Aspek Legal Etik Keperawatan adalah Aspek aturan Keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk hak dan kewajibannya yang diatur dalam undang-undang keperawatan. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia (Budi Anna Keliat, 1999 dalam Buku Siti Maryam, dkk, 2008). Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. (R. Siti Maryam, dkk, 2008: 32) Etika dalam keperawatan gerontik merupakan

pola

perilaku harus

dilakukan oleh seorang perawat ( Rule of Conduct ) dalam memberikan pelayanan keperawatan pada usia lanjut.

2.3 PRINSIP ETIK 1. Respect (Hak untuk dihormati) Perawat harus menghargai atau menghormati hak-hak klien. 2. Autonomy (hak pasien memilih)

6

Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya. 3. Beneficence (Bertindak untuk keuntungan orang lain/pasien) Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi. 4. Non-Maleficence (utamakan-tidak mencederai orang lain) Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien 5. Confidentiality (hak kerahasiaan) Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada seorangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan, menyampaikan pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain harus dihindari. 6. Justice (keadilan) Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja

7

untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan. 7. Fidelity (loyalty/ketaatan) Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia klien. Ketaatan, kesetiaan, adalah kewajiban seseorang untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya. Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan. 8. Veracity (Truthfullness & honesty) Kewajiban untuk mengatakan kebenaran a.

Terkait erat dengan prinsip otonomi, khususnya terkait informedconsent

b. Prinsip

veracity mengikat pasien dan perawat

untuk

selalu

mengutarakan kebenaran Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya selama menjalani perawatan. Walaupun demikian, terdapat beberapa argument mengatakan adanya batasan untuk kejujuran seperti jika kebenaran akan kesalahan prognosis klien untuk pemulihan atau adanya hubungan paternalistik bahwa ”doctors knows best” sebab individu memiliki otonomi, mereka memiliki hak untuk mendapatkan informasi penuh tentang kondisinya. Kebenaran merupakan dasar dalam membangun hubungan saling percaya.

8

2.4 INFORMED CONSENT “Informed Consent” terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti telah mendapat penjelasan atau keterangan (informasi), dan “consent” yang berarti persetujuan atau memberi izin. Jadi “informed consent” mengandung pengertian suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi. Dengan demikian “informed consent” dapat didefinisikan sebagai persetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan dengannya. Informed Consent merupakan proses komunikasi antara tenaga kesehatan dan pasien tentang kesepakatan tindakan medis yang akan dilakukan dokter atau perawat selaku tenaga medis terhadap pasien yang kemudian dilanjutkan dengan penandatanganan formulir Informed Consent secara tertulis. Hal ini didasari atas hak seorang pasien atas segala sesuatu yang terjadi pada tubuhnya serta tugas utama tenaga kesehatan dalam melakukan upaya penyembuhan pasien. Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup untuk dapatmengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent juga berartimengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat terpenuhidengan sempurna apabila pasien telah menerima semua informasi yang ia perlukan sehinggaia dapat mengambil keputusan yang tepat. Kekecualian dapat dibuat apabila informasi yangdiberikan dapat menyebabkan guncangan psikis pada pasien. Persetujuan tertulis merupakan suatu persetujuan yang diberikan sebelum prosedur atau pengobatan diberikan kepada seorang lanjut usia atau penghuni panti. Syarat yang diperlukan bila seorang lanjut usia memberikan persetujuan ialah ia masih kompeten dan telah mendapatkan informasi tentang manfaat dan risiko dari suatu prosedur atau pengobatan tertentu yang diberikan kepadanya. Bila seoang lanjut usia inkompeten, persetujuan diberikan oleh pelindung atau seorang walui. Tiga elemen I n f o r m e d consent yaitu : 1. Threshold elements

9

Pemberi consent haruslah seseorang yang kompeten (cakap). Kompeten disini diartikan sebagai kapasitas untuk membuat keputusan medis. Dari sama sekali tidak memiliki kompetensi hingga memiliki kompetensi yang penuh. Diantaranya terdapat berbagai tingkat kompetensi membuat keputusan tertentu (keputusan yang reasonable berdasarkan alasan yang reasonable). Secara hukum seseorang dianggap cakap (kompeten) apabila telah dewasa, sadar dan berada dalam keadaan mental yang tidak di bawah pengampuan. Dewasa diartikan sebagai usia telah mencapai 21 tahun atau telah pernah menikah. Sedangkan keadaan mental yang dianggap tidak kompeten adalah apabila mempunyai penyakit mental sehingga pengambilan consent terganggu. 2. Information elements Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, disclosure (pengungkapan) dan understanding (pemahaman). Pengertian ”berdasarkan pemahaman yang adekuat membawa konsekuensi kepada tenaga medis untuk memberikan informasi (disclosure) sedemikian rupa sehingga pasien dapat mencapai pemahaman yang adekuat”. Dalam hal ini, seberapa ”baik” informasi harus diberikan kepada pasien, dapat dilihat dari 3 standar, yaitu : a. Standar Praktik Profesi Bahwa kewajiban memberikan informasi dan kriteria ke-adekuat-an informasi

ditentukan

bagaimana

“biasanya”

dilakukan

dalam

komunitas tenaga medis. Dalam standar ini ada kemungkinan bahwa kebiasaan tersebut di atas tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial setempat, misalnya resiko yang ”tidak bermakna” (menurut medis) tidak diinformasikan, Informasi yang seharusnya itu berarti untuk sisi sosial namun dianggap tidak harus disampaikan. b. Standar Subyektif

10

Bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang dianut oleh pasien secara pribadi, sehingga informasi yang diberikan harus memadai

untuk

pasien

tersebut

dalam

membuat

keputusan.

Kesulitannya adalah mustahil (dalam hal waktu/kesempatan) bagi profesional medis memahami nilai-nilai yang secara individual dianut oleh pasien. c. Standar pada reasonable person Standar ini merupakan hasil kompromi dari kedua standar sebelumnya, yaitu dianggap cukup apabila informasi yang diberikan telah memenuhi kebutuhan umumnya orang awam. 3. Elemen dari Persetujuan Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, voluntariness (kesukarelaan, kebebasan) dan authorization (persetujuan). Kesukarelaan mengharuskan tidak ada tipuan, misrepresentasi ataupun paksaan. Pasien juga harus bebas dari ”tekanan” yang dilakukan tenaga medis yang bersikap seolah-olah akan ”dibiarkan” apabila tidak menyetujui tawarannya. Consent dapat diberikan : a. Dinyatakan (expressed) 1) Dinyatakan secara lisan 2) Dinyatakan secara tertulis. Pernyataan tertulis diperlukan apabila dibutuhkan bukti di kemudian hari, umumnya pada tindakan yang invasif atau yang beresiko mempengaruhi kesehatan penderita secara bermakna. Permenkes tentang persetujuan tindakan medis menyatakan bahwa semua jenis tindakan operatif harus memperoleh persetujuan tertulis. b. Tidak dinyatakan (implied)

11

Pasien tidak menyatakannya, baik secara lisan maupun tertulis, namun melakukan tingkah laku (gerakan) yang menunjukkan jawabannya. Meskipun consent jenis ini tidak memiliki bukti, namun consent jenis inilah yang paling banyak dilakukan dalam praktik sehari-hari. Misalnya adalah seseorang yang menggulung lengan bajunya dan mengulurkan lengannya ketika akan diambil darahnya. c. Proxy Consent Adalah consent yang diberikan oleh orang yang bukan pasien itu sendiri, dengan syarat bahwa pasien tidak mampu memberikan consent secara pribadi, dan consent tersebut harus mendekati apa yang sekiranya akan diberikan oleh pasien

(bukan baik untuk orang

banyak).Umumnya urutan orang yang dapat memberikan proxy consent adalah suami/istri, anak, orang tua, saudara kandung, dst. Proxy consent hanya boleh dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan ketat. 2.5

PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN KESEJAHTERAAN LANSIA Berbagai produk hukum dan perundang-undangan yang langsung mengenai Lanjut Usia atau yang tidak langsung terkai dengan kesejahteraan Lanjut Usia telah diterbitkan sejak 1965. beberapa di antaranya adalah : 1. Undang-undang nomor 4 tahun 1965 tentang Pemberian bantuan bagi Orang Jompo (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1965 nomor 32 dan tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 2747). 2. Undang-undang Nomor 14 tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja. 3. Undang-undang Nomor 6 tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial. 4. Undang-undang Nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita. 5. Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan nasional.

12

6. Undang-undang Nomor 2 tahun 1982 tentang Usaha Perasuransian. 7. Undang-undang Nomor 3 tahun 1982 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. 8. Undang-undang Nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman. 9. Undang-undang

Nomor

10

tahun

1992

tentang

Perkembangan

Kependudukan dan Pembangunan keluarga Sejahtera. 10. Undang-undang Nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun. 11. Undang-undang Nomor 23 tentang Kesehatan. 12. Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera. 13. Peraturan Pemerintah Nomor 27 ahun 1994 tentang Pengelolaan Perkembangan Kependudukan. 14. Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia (Tambahan lembaran Negara nomor 3796), sebagai pengganti undangUndang nomor 4 tahun 1965 tentang Pemberian bantuan bagi Orang jompo. 15. Pasal 27 UUD 45 Segala warga negara bersamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjungnya hukum dan pemerinahannya itu dengan tidak ada kecualinya. Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaannya dan penghidupannya yang layak bagi kemanusiaan. 16. Pasal 34 UUD 45 Fakir miskin dan anak–anak yang terlantar dipelihara oleh negara. Berpedoman pada hukum tersebut, sebagai perawat kesehatan masyarakat

bertanggung

jawab

dalam

mencegah

penganiayaan.

Penganiayaan yang dimaksud dapat berupa : penyianyiaan, penganiayaan yang disengaja dan eksploitasi. Sedangkan pencegahan yang dapat dilakukan adalah berupa perlindungan di rumah, perlindungan hukum dan perawatan di rumah. Jenis-jenis penyiksaan (Gelles & Straus, 1988) a. Penyiksaan suami-istri b. Penyiksaan terhadap anak fisik dan seksual c. Penyiksaan terhadap lansia

13

d. Peniksaan terhadap orang tua e. Penyiksaan terhadap sibling 17. Undang-undang No.6 Tahun 1974 tentang Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial. 18. UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 19: Kesehatan manusia usia lanjut diarahkan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan agar tetap

produktif

dengan

bantuan

pemerintah

dalam

upaya

penyelenggaraannya. 19. UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan usia lanjut pasal 14 : Pelayanan kesehatan dimaksudkan untuk memelihara dan meningkatkan derajad kesehatan dan kemampuan usia lanjut agar kondisi fisik, mental, dan sosialnya dapat berfungsi secara wajar melalui upaya penyuluhan, penyembuhan, dan pengembangan lembaga. 20. Undang-undang No.13 tahun 1998 mengamanatkan bahwa pemerintah dan masyarakat berkewajiban memberikan pelayanan sosial kepada lanjut usia. Pemberikan pelayanan berlandaskan pada filosofi dan nilai budaya masyarakat Indonesia yang berasas Three Generation in One Roof yang mengandung arti yaitu adanya pertautan yang bernuansa antar 3 generasi, yaitu: anak, orang tua dan kakek/nenek. 21. UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Seseorang yang telah lulus dan mendapatkan ijasah dari pendidikan kesehatan yang diakui pemerintah. Tenaga keperawatan adalah perawat dan bidan. 22. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah Kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 4.23. UU No. 23 Tahun 1999 tentang Kesehatan.

14

BAB III PENUTUP

3.1 SIMPULAN Standar keperawatan gerontologi menurut American Nursing Association (ANA) adalah standar i : organisasi pelayanan keperawatan gerontologi, standar ii : teori, standar iii : pengumpulan data, standar iv: diagnose keperawatan, standar v: perencanaan dan kontinuitas dan pelayanan, standar vi : intervensi, standar vii: evaluasi, standar viii: kolaborasi interdisipliner, standar ix : research, standar x: ethics, standar xi : professional development. Etika dalam keperawatan gerontik merupakan pola perilaku harus dilakukan oleh seorang perawat ( Rule of Conduct ) dalam memberikan pelayanan keperawatan pada usia lanjut. Prinsip etik diantaranya respect (hak untuk dihormati), autonomy (hak pasien memilih), beneficence (bertindak untuk keuntungan orang lain/pasien), non-maleficence (utamakantidak mencederai orang lain), confidentiality (hak kerahasiaan), justice (keadilan), fidelity (loyalty/ketaatan), veracity (truthfullness & honesty). Informed Consent merupakan proses komunikasi antara tenaga kesehatan dan pasien tentang kesepakatan tindakan medis yang akan dilakukan dokter atau perawat selaku tenaga medis terhadap pasien yang kemudian dilanjutkan dengan penandatanganan formulir Informed Consent secara tertulis. Tiga elemen I n f o r m e d consent yaitu, threshold elements, information elements, elemen dari persetujuan. Peraturan yang berkaitan dengan kesejahteraan lansia diantaranya, Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia (Tambahan lembaran Negara nomor 3796), sebagai pengganti undang- Undang nomor 4 tahun 1965 tentang Pemberian bantuan bagi Orang jompo dan UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 19: Kesehatan manusia usia lanjut diarahkan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan agar tetap produktif dengan bantuan pemerintah dalam upaya penyelenggaraannya.

15

3.2 SARAN Dengan adanya makalah yang kami buat ini tentang aspek legal dan etik keperawatan lansia diharapkan pembaca atau teman-teman sejawat dapat memperoleh manfaat dari makalah yang kami buat. Jika ada pengembangan yang bermanfaat mohon untuk dilayangkan kepada kami karena masukan dari pembaca atau bapak/ ibu dosen sangat mendukung demi kesempurnaan makalah yang kami buat.

16

DAFTAR PUSTAKA Anjar,

Safira.

2014.

Informed

Consent.

Disitasi

dari

https://www.academia.edu/17530423/Informed_consent. Diakses pada tanggal 15 Februari 2019 Darmojo, Boedhi, dan Martono, Hadi. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), Edisi 2. 2000. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Halim, U. 2013. Aspek Legal Keperawatan Pada Asuhan Profesi Keperawatan. Disitasi dari http://www.jaringankomputer.org/aspek-legal-asuhan-keperawatan-pada-asuhanprofesikeperawatan/. Diakses pada tanggal 15 Februari 2019 Joelie,

Leli.

2014.

Informed

Consent.

Disitasi

dari

https://www.pdfcoke.com/document/84990586/Informed-Consent. Diakses pada tanggal 15 Februari 2019 Kayai,Sunuy.

2015.

Makalah

Etika

Keperawatan.

Disitasi

dari

http://sunuykayai.blogspot.com/2012/07/makalah-etika-keperawatan.html. Diakses pada tanggal 15 Februari 2019 SKM, Hardiwinoto, Stiabudi, Tony. Pandaun Gerontologi, Tinjauan Dari Berbagai Aspek. 2005. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

17

Related Documents


More Documents from "jeni amalia sulastri"