Makalah Askep Kecemasan.docx

  • Uploaded by: julaiha hadju
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Askep Kecemasan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,541
  • Pages: 33
KEPERAWATAN JIWA Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Kecemasan

Oleh :

1. Akmal Saputra Muhsin

751440117041

2. Asmin kiyai

751440117044

3. Dessy Angraini Rauf

751440117041

4. Dwi Sandra Moonti

751440117050

5. Ferdiana Bouti

751140116051

6. Fitri Dunggio

751440117053

7. Julaiha Hadju

751440117056

8. Margarheta R. Mahajadni

751440117059

9. Mohamad Iqbal Biya

751440117063

10. Nur Inda wantu

751440117066

11. Putri Patricia Abd Latif

751440117069

12. Siti Khairunnisa Otaya

751440117072

13. Tria Karmila Malopo

751440117076

14. Yuditya Surya P. Gafur

751440117079

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES GORONTALO 2018-2019

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah berjudul “Asuhan Keperawatan Kecemasan ”. Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak sekali mendapat bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Dan pada kesempatan kali ini, penulis menghaturkan terima kasih yang tulus kepada Dosen Pengajar, teman-teman dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari, penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karenanya penulis memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Tak lupa, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini bisa memberikan manfaat serta menambah pengetahuan dan wawasan, baik penulis pada khususnya, serta bagi para pembaca sekalian pada umumnya. Amin.

Gorontalo, April 2019

Kelompok I

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................................. 1 B. Tujuan Penulisan ............................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN A. Definisi ............................................................................................. 3 B. Gejala Umum Ansietas .................................................................... 3 C. Faktor Predisposisi ........................................................................... 4 D. Penggolongan Ansietas .................................................................... 4 E. Bentuk Gangguan Ansietas .............................................................. 7 F. Gambaran Klinis .............................................................................. 8 G. Gejala Penyerta ................................................................................ 9 H. Diagnosa Banding ............................................................................ 9 I. Gangguan Fobik ............................................................................. 10 J. Gangguan Obsesif – Kompulsif ..................................................... 11 K. Ganguan Stres Pasca – Trauma ...................................................... 12 L. Gangguan Stres Akut ..................................................................... 13 M. Gangguan Ansietas Menyeluruh .................................................... 13 BAB III ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian ...................................................................................... 15 B. Diagnosa Keperawatan .................................................................. 17 C. Intervensi Keperawatan.................................................................. 17 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................... 28 DAFTAR PUSTAKA

iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kecemasan atau ansietas merupakan salah satu bentuk emosi individu yang berkaitan dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu, biasanya dengan objek ancaman yang begitu tidak begitu jelas. Kecemasan dengan intensitas nilai ancaman yang wajar dapat dianggap memiliki nilai positif sebagai motivasi, tetapi apabila intensitasnya begitu kuat dan bersifat negatif justru akan menimbulkan kerugian dan dapat mengganggu terhadap keadaan fisik dan psikis individu yang bersangkutan. Kecemasan dapat dialami oleh siapapun dan dimanapun serta kapan pun tergantung dari faktor pencetus dari kecemasan tersebut. Fakta membuktikan bahwa di seluruh lapisan dunia kecemasan paling banyak terjadi setiap harinya.hal ini disebabkan semakin kongkretnya masalah yang terjadi saat ini. Di negara maju, gangguan jiwa berupa ansietas atau kecemasan menempati posisi pertama dibandingkan dengan kasus lain. Oleh karena itu sebagai seorang perawat, kita harus benar-benar kritis dalam menghadapi kasus kecemasan yang terjadi. Masalah gangguan jiwa yang menyebabkan menurunnya kesehatan mental ini ternyata terjadi hampir di seluruh negara di dunia. WHO (World Health Organization) badan dunia PBB yang menangani masalah kesehatan dunia, memandang serius masalah kesehatan mental dengan menjadikan isu global WHO. WHO mengangkat beberapa jenis gangguan jiwa seperti Schizoprenia,

Alzheimer,

epilepsy,

keterbelakangan

mental

ketergantungan alkohol sebagai isu yang perlu mendapatkan perhatian.

1

dan

B. Tujuan Penulisan Tujuan disusunnya makalah ini adalah agar dapat: 1. Membedakan antara ansietas normal dengan ansietas yang dialami pada gangguan ansietas 2. Membedakan antara ansietas, takut, dan stres 3. Menjelaskan akibat positif dan negatif ansietas 4. Menjelaskan tingkat ansietas dengan perubahan prilaku yang terkait dengan setiap tingkat tersebut 5. Mendiskusikan penggunaan mekanisme pertahanan oleh individu yang mengalami gangguan ansietas 6. Menjelaskan teori etiologi terbaru tentang gangguan ansietas mayor 7. Menerapkan proses keperawatan pada perawatan klien yang mengalami ansietas dan gangguan terkait stres 8. Memberi penyuluhan kepada klien, keluarga, pemberi perawatan, dan anggota masyarakat untuk meningkatkan pemahaman tentang ansietas dan gangguan terkait stres

2

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Definisi Ansietas

adalah

perasaan

yang

difius,

yang

sangat

tidak

menyenangkan, agak tidak menentu dan kabur tentang sesuatu yang akan terjadi. Perasaan ini disertai dengan suatu atau beberapa reaksi badaniah yang khas dan yang akan datang berulang bagi seseorang tertentu. Perasaan ini dapat berupa rasa kosong di perut, dada sesak, jantung berdebar, keringat berlebihan, sakit kepala atau rasa mau kencing atau buang air besar. Perasaan ini disertai dengan rasa ingin bergerak dan gelisah. (Harold I. LIEF) “Anenvous condition of unrest” (Leland E. HINSIE dan Robert S Campbell). Ansietas adalah perasaan tidak senang yang khas yang disebabkan oleh dugaan

akan

bahaya

atau

frustrasi

yang

mengancam

yang

akan

membahayakan rasa aman, keseimbangan, atau kehidupan seseorang individu atau kelompok biososialnya. (J.J GROEN)

B. Gejala Umum Ansietas 1. Gejala psikologik Ketegangan, kekuatiran, panik, perasaan tak nyata, takut mati, takut ”gila”, takut kehilangan kontrol dan sebagainya. 2. Gejala fisik: Gemetar, berkeringat, jantung berdebar, kepala terasa ringan, pusing, ketegangan otot, mual, sulit bernafas, baal, diare, gelisah, rasa gatal, gangguan di lambung dan lain-lain. Keluhan yang dikemukakan pasien dengan ansietas kronik seperti: rasa sesak nafas; rasa sakit dada; kadangkadang merasa harus menarik nafas dalam; ada sesuatu yang menekan dada; jantung berdebar; mual; vertigo; tremor; kaki dan tangan merasa kesemutan; kaki dan tangan tidak dapat diam ada perasaan harus bergerak terus menerus; kaki merasa lemah, sehingga berjalan dirasakan beret; kadang- kadang ada gagap dan banyak lagi keluhan yang tidak spesifik untuk penyakit tertentu. Keluhan yang dikemukakan disini tidak semua

3

terdapat pada pasien dengan gangguan ansietas kronik, melainkan seseorang dapat saja mengalami hanya beberapa gejala 1 keluhan saja. Tetapi pengalaman penderitaan dan gejala ini oleh pasien yang bersangkutan biasanya dirasakan cukup gawat.

C. Faktor Predisposisi 1. Teori Psikoanalitik Menurut freud,struktur kepribadian terdiri dari 3 elemen yaitu “ID, EGO Dan SUPER EGO”. Ego melambangkan dorongaqn insting dan impuls primitif. Super ego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang, sedangkan Ego digambarkan sebagai mediator antara tuntutan dari ID dan Super Ego. 2. Teori Interpersonal Ansietas terjadi dari ketakutan akan penolakan interpersonal. Hal ini juga dihubungkan akan trauma pada masa pertumbuhan, seperti kehilangan, perpisahan individu yang mempunyai harga diri rendah biasanya sangat mudah mengalami ansietas yang berat. 3. Teori Perilaku Ansietas merupakan hasil frustasi dari segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.teori

ini

meyakini

bahwa

manusia

yang

pada

awal

kehidupannya dihadapkan pada rasa takut yang berlebihan akan menunjukkan kemungkinan ansietas yang berat pada kehidupan masa dewasanya.

D. Penggolongan Ansietas 1. Ansietas ringan Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar, bertindak, menyelesaikan masalah, merasakan, dan melindungi dirinya sendiri. Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa

4

kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini lahan persepsi melebar dan individu akan berhati-hati dan waspada. a. Respon Fisiologis 1) Sesekali nafas pendek 2) Nadi dan tekanan darah naik 3) Gejala ringan pada lambung 4) Muka berkerut dan bibir bergetar 5) Ketegangan otot ringan 6) Rileks atau sedikit gelisah b. Respon Kognitif 1) Mampu menerima rangsang yang kompleks 2) Konsentrasi pada masalah 3) Menyelesaikan masalah secara efektif 4) Perasaan gagal sedikit 5) Waspada dan memperhatikan banyak hal 6) Terlihat tenang dan percaya diri 7) Tingkat pembelajaran optimal c. Respon Perilaku dan Emosi 1) Tidak dapat duduk tenang 2) Tremor halus pada tangan 3) Suara kadang-kadang meninggi 4) Sedikit tidak sabar 5) Aktivitas menyendiri 2. Ansietas Sedang Ansietas sedang merupakan perasaan yang mengganggu bahwa ada sesuatu yang benar-benar berbeda, individu menjadi gugup atau agitasi. Misalnya, seorang wanita mengunjungi ibunya untuk pertama kali dalam beberapa bulan dan merasa bahwa ada sesuatu yang sangat berbeda. Ibunya mengatakan bahwa berat badannya turun banyak tanpa ia berupaya menurunkannya. Pada tingkat ini lahan persepsi terhadap lingkungan menurun, individu lebih memfokuskan pada hal yang penting saat itu dan mengesampingkan hal yang lain.

5

a. Respon fisiologis 1) Ketegangan otot sedang 2) Tanda-tanda vital meningkat 3) Pupil dilatasi, mulai berkeringat 4) Sering mondar-mandir, memukulkan tangan 5) Suara berubah: suara bergetar, nada suara tinggi 6) Kewaspadaan dan ketegangan meningkat 7) Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyari punggung b. Respon kognitif 1) Lapang persepsi menurun 2) Tidak perhatian secara selektif 3) Fokus terhadap stimulus meningkat 4) Rentang perhatian menurun 5) Penyelesaian masalah menurun 6) Pembelajaran berlangsung dengan memfokuskan c. Respon prilaku dan emosi 1) Tidak nyaman 2) Mudah tersinggung 3) Kepercayaan diri goyah 4) Tidak sadar 5) Gembira 3. Ansietas berat Ansietas berat dialami ketika individu yakin bahwa ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman; ia memperlihatkan respon takut dan distres. Ketika individu mencapai tingkat tertinggi ansietas, panik berat, semua pemikiran rasional berhenti dan individu tersebut mengalami respon fight, flight atau freeze-yakni, kebutuhan untuk pergi secepatnya, tetap ditempat dan berjuang, atau menjadi beku atau tidak dapat melakukan sesuatu. a. Respon fisiologis 1) Ketegangan otot berat 2) Hiperventilasi

6

3) Kontak mata buruk 4) Pengeluaran keringat meningkat 5) Bicara cepat, nada suara tinggi 6) Tindakan tanpa tujuan dan serampangan 7) Rahang menegang, menggetakkan gigi 8) Kebutuhan ruang gerak meningkat 9) Mondar-mandir, berteriak 10) Meremas tangan, genetar b. Respon kognitif 1) Lapang persepsi terbatas 2) Proses berfikir terpecah-pecah 3) Sulit berfikir 4) Penyelesaian masalah buruk 5) Tidak mampu mempertimbangkan informasi 6) Hanya memerhatikan ancaman 7) Preokupasi dengan pikiran sendiri 8) Egosentris c. Respon prilaku dan emosi 1) Sangat cemas 2) Agitasi 3) Takut 4) Bingung 5) Merasa tidak adekuat 6) Menarik diri 7) Penyangkalan 8) Ingin bebas

E. Bentuk Gangguan Ansietas 1. Gangguan Panik Serangan panik adalah suatu episode ansietas yang cepat, intens, dan meningkat, berlangsung 15-30 menit, ketika individu mengalami ketakutan emosional yang besar juga ketidaknyamanan fisiologis.

7

Diagnosis gangguan panik ditegakkan ketika individu mengalami serangan panik berulang dan tidak diharapkan yang diikuti oleh rasa khawatir yang menetap sekurang-kurangnya satu bulan bahwa ia akan mengalami serangan panik berikutnya atau khawatir tentang makna serangan panik, atau perubahab prilaku yang signifikan terkait dengan serangan panik, saat gejala-gejala tersebut bukan akibat penyalahgunaan zat atau gangguan jiwa lain. Sedikitnya lebih dari 75% individu dengangangguan panik mengalami serangan awal spontan tanpa ada pemicu dari lingkungan. Sisanya mengalami serangan panik yang distimulasi oleh stimulus fobia atau karena berada di bawah pengaruh zat yang mengubah sistem saraf pusat dan menstimulasi respon hormonal, organ, tanda vital yang sama, yamg terjadi pada serangan panik. Setengah dari individu yang mengalami serangan panik juga mengalami agorafobia. Ada dua kriteria Gangguan panik: gangguan panik tanpa agorafobia dan gangguan panik dengan agorofobia kedua gangguan panik ini harus ada serangan panic

F. Gambaran Klinis Serangan panik pertama seringkali spontan, tanpa tanda mau serangan panik, walaupun serangan panik kadang-kadang terjadi setelah luapan kegembiraan, kelelahan fisik, aktivitas seksual atau trauma emosional. Klinisi harus berusaha untuk mengetahui tiap kebiasaan atau situasi yang sering mendahului serangan panik. Serangan sering dimulai dengan periode gejala yang meningkat dengan cepat selama 10 menit. Gejala mental utama adalah ketakutan yang kuat, suatu perasaan ancaman kematian dan kiamat. Pasien biasanya tidak mampu menyebutkan sumber ketakutannya. Pasien mungkin merasa kebingungan dan mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian. Tanda fisik adalah takikardia, palpitasi, sesak nafas dan berkeringat. Pasien seringkali mencoba untuk mencari bantuan. Serangan biasanya berlangsung 20 sampai 30 menit.

8

Agorafobma : pasien dengan agorafobia akan menghindari situasi dimana ia akan sulit mendapatkan bantuan. Pasien mungkin memaksa bahwa mereka harus ditemani setiap kali mereka keluar rumah.

G. Gejala Penyerta Gejala depresi seringkali ditemukan pada serangan panik dan agorafobia, pada beberapa pasien suatu gangguan depresi ditemukan bersamasama dengan gangguan panik. Penelitian telah menemukan bahwa resiko bunuh diri selama hidup pada orang dengan gangguan panik adalah lebih tinggi dibandingkan pada orang tanpa gangguan mental.

H. Diagnosa Banding 1. Penyakit kardiovaskuler : anemia, hipertensi, infark iniokardium, dsb. 2. Penyakit pulmonum : asma, hiperventilasi, emboli paru-paru. 3. Penyakit neurologis : penyakit serebrovaskular, epilepsi, inigrain, tumor, dsb. 4. Penyakit endokrin : diabetes, hipertroidisme, hipoglikemi, sindroma pramestruasi, gangguan menopause, dsb. intoksikasi obat, putus obat. 5. Kondisi lain: anafilaksis, gangguan elektrolit, keracunan logam berat, uremia dsb Pedoman Diagnosis Agrafobia 1. Kecemasan berada di dalam suatu tempat atau situasi dimana kemungkinan sulit meloloskan diri 2. Situasi dihindari, misal jarang bepergian 3. Kecemasan atau penghindaran fobik bukan karena gangguan mental lain, misal fobia sosial Pedoman Diagnostik Gangguan Panik 1. Serangan panik rekuren dan tidak diharapkan 2. Sekurangnya satu serangan, diikuti satu atau lebih : kekawatiran menetap akan mengalami serangan tambahan, ketakutan tentang arti serangan, perubahan perilaku bermakna berhubungan dengan serangan

9

3. Serangan panik bukan karena efek fisiologis langsung atau suatu kondisi medis umum 4. Serangan panik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain. misal gangguan obsesif - kompulsif. 5. Gangguan panik bisa dengan agorafobia atau tanpa agorafobia. Terapi 1. Konseling dan medikasi. Konseling: ajari pasien untuk diam di tempat sampai serangan panik berlalu, konsentrasikan diri untuk mengatasi ansietas bukan pada gejala fisik, rileks, latihan pernafasan. Identifikasikan rasa takut selama serangan. Diskusikan cara menghadapi rasa takut saya tidak mengalami serangan jantung, hanya panik, akan berlalu. Medikasi: banyak pasien tertolong melalui konseling dan tidak membutuhkan medikasi. Bila serangan sering dan berat, atau secara bermakna dalam keadaan depresi beri antidepresan (imipramin 25 mg malam hari, dosis bisa sampai 100 150 mg malam selama 2 minggu). Bila serangan jarang dan terbatas beri anti ansietas, jangka pendek (lorazepam 0,5 1 mg 3 dd 1 atau alprazolam 0,25 1 mg 3 dd 1) hindari pemberian jangka panjang dan pemberian medikasi yang tidak perlu.

I. Gangguan Fobik Penelitian epidemiologis di Amerika Serikat menemukan 5 10 persen populasi menderita gangguan ini. FOBIA adalah suatu ketakutan yang tidak rasional yang menyebabkan penghindaran yang disadari terhadap obyek, aktivitas, atau situasi yang ditakuti. 1. Fobia spesifik: takut terhadap binatang, badai, ketinggian, penyakit, cedera, dsb. 2. Fobia sosial: takut terhadap rasa memalukan di dalam berbagai lingkungan sosial seperti berbicara di depan umum, dsb. Pedoman Diagnostik 1. Rasa takut yang jelas, menetap dan berlebihan atau tidak beralasan (obyek/ situasi)

10

2. Pemaparan dengan stimulus fobik hampir selalu mencetuskan kecemasan 3. Menyadari bahwa rasa takut adalah berlebihan 4. Situasi fobik dihindari Terapi Konseling dan medikasi: dorong pasien untuk dapat mengatur pernafasan, membuat daftar situasi yang ditakuti atau dihindari, diskusikan cara-cara menghadapi rasa takut tersebut. Dengan konseling banyak pasien tidak membutuhkan medikasi. Bila ada depresi bisa diberi antidepresan lmipramin 50 150 mg/ hari. Bila ada ansietas beri antiansietas dalam waktu singkat, karena bisa menimbulkan ketergantungan. Beta blokerdapat mengurangi gejala fisik. Konsultasi spesialistik bila rasa takut menetap. J. Gangguan Obsesif – Kompulsif Prevalensi seumur hidup gangguan obsesif-kompulsif pada populasi umum diperkirakan adalah 2-3 persen. 1. OBSESIF adalah pikiran, perasaan, ide yang berulang, tidak bisa dihilangkan dan tidak dikehendaki. 2. KOMPULSIF adalah tingkah-laku yang berulang, tidak bisa dihilangkan dan tidak dikehendaki. Pedoman Diagnosis = Pikiran, impuls, yang berulang = Perilaku yang berulang = Menyadari bahwa obsesif-kompulsif adalah berlebihan atau tidak beralasan = Obsesif-kompulsif menyebabkan penderitaan = Tidak disebabkan oleh suatu zat atau kondisi medis umum. Terapi Konseling dan medikasi : mengenali, menghadapi, menantang pikiran yang berulang dapat mengurangi gejala obsesd, yang pada akhirnya mengurangi perilaku kompulsif. Latihan pernafasan. Bicarakan apa yang akan dilakukan pasien untuk mengatasi situasi, kenali dari perkuat hal yang berhasil mengatasi situasi. Bila diperlukan bisa diberi Klomipramin 100 - 150 mg, atau golongan Selected Serotonin Reuptake Inhibitors.

11

K. Ganguan Stres Pasca – Trauma Pasien dapat diklasifikasikan mendenta gangguan stres pasca-trauma, bila mereka mengalami suatu stres yang akan bersifat traumatik bagi hampir semua orang. Trauma bisa berupa trauma peperangan, bencana alam, penyerangan, pemerkosaan, kecelakaan. Gangguan stres-pasca trauma terdiri dari: - pengalaman kembali trauma melalui mimpi dan pikiran, penghindaran yang persisten oleh penderita terhadap trauma dan penumpulan responsivitas pada penderita tersebut, kesadaran berlebihan dan persisten. Gejala penyerta yang sering dan gangguan stres pasca-trauma adalah depresi, kecemasan dan kesulitan kognitif(contoh pemusatan perhatian yang buruk) Prevalensi seumur hidup gangguan stres pasaca-trauma diperkirakan I sampai 3 persen populasi umum, 5 sampai 15 persen mengalami bentuk gangguan yang subklinis. Walaupun gangguan stres pasca-trauma dapat terjadi pada setiap usia, namun gangguan paling menonjol pada usia dewasa muda. Pedoman Diagnostik 1. Telah terpapar dengan peristiwa traumatik, didapati: 2. Mengalami, menyaksikan, dihadapkan dengan peristiwa yang berupa ancaman kematian, atau kematian yang sesungguhanya atau cedera yang serius, atau ancaman integritas fisik diri sendiri atau orang lain 3. Respon berupa rasa takut yang kuat, rasa tidak berdaya 4. Keadaan traumatik secara menetap dialami kembali dalam satu atau lebih cara berikut: 5. Rekoleksi yang menderitakan, rekuren dan mengganggu tentang kejadian 6. Mimpi menakutkan yang berulang tentang kejadian 7. Berkelakuan atau merasa seakan-akan kejadian traumatik terjadi kembali 8. Penderitaan psikologis yang kuat saat terpapar dengan tanda internal atau eksternal yang menyimbolkan atau menyerupai suatu aspek kejadian traumatik 9. Reaktivitas psikologis saat terpapar dengan tanda internal atau eksternal yang menyimbolkan atau menyerupai aspek kejadian traumatik 10. Penghindaran stimulus yang persisten yang berhubungan dengan trauma

12

11. Gejala menetap, adanya peningkatan kesadaran, seperti dua atau lebih berikut: kesulitan tidur, irritabilitas, sulit konsentrasi, kewaspadaan berlebihan, respon kejut yang berlebihan. 12. Lama gangguan gejala B,C,D adalah lebih dari satu bulan. 13. Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

L. Gangguan Stres Akut Suatu gangguan sementara yang cukup parah yang terjadi pada seseorang tanpa adanya gangguan jiwa lain yang nyata, sebagai respons terhadap stres fisik maupun mental yang luar biasa dan biasanya menghilang dalam beberapa jam atau hari. Stresornya dapat berupa pengalaman traumatik yang luar biasa . Kerentanan individu dan kemampuan menyesuaikan diri memegang peranan dalam terjadinya dan keparahannya suatu reaksi stres akut. Pedoman Diagnostik Harus ada kaitan waktu yang langsung dan jelas antara terjadinya pengalaman stresor luar biasa dengan onset dan gejala. Onset biasanya setelah beberapa menit atau bahkan segera setelah kejadian. Selain itu ditemukan (a) terdapat gambaran gejala campuran yang biasanya berubah-ubah; selain gejala permulaan berupa keadaan “ terpaku”, semua gejala berikut mungkin tampak: depresif, ansietas, kemarahan, kekecewaan, overaktif dan penarikan diri, akan tetapi tidak satupun dan jenis gejala tersebut yang mendominasi gambaran klinisnya untuk waktu lama. (b) pada kasus-kasus yang dapat dialihkan dan stresomya, gejala-gejalanya dapat menghilang dengan cepat (dalam beberapa jam); dalam hal dimana stres tidak dapat dialihkan, gejala-gejala biasanya baru mulai mereda setelah 24 - 48 jam dan biasanya menghilang setelah 3 hari.

M. Gangguan Ansietas Menyeluruh Gambaran esensial dan gangguan ini adalah adanya ansietas yang menyeluruh dan menetap (bertahan lama), Gejala yang dominant sangat bervariasi, tetapi keluhan tegang yang berkepanjangan, gemetaran, ketegangan otot, berkeringat, kepala terasa ringan, palpitasi, pusing kepala dan keluhan

13

epigastnik adalah keluhankeluhan yang lazim dijumpai. Ketakutan bahwa dirinya atau anggota keluarganya akan menderita sakit atau akan mengalami kecelakaan dalam waktu dekat, merupakan keluhan yang seringkali diungkapkan. Pedoman Diagnostik Pasien harus menunjukan gejala primer ansietas yang berlangsung hampir setiap hari selama beberapa minggu, bahkan biasanya sampai beberapa bulan. Gejala-gejala ini biasanya mencakup hal-hal berikut : kecemasan tentang masa depan, ketegangan motorik, overaktivitas otonomik Terapi Konseling dan medikasi: informasikan bahwa stres dan rasa khawatir keduanya mempunyai efek fisik dan mental. Mempelajari keterampilan untuk mengurangi dampak stres merupakan pertolongan yang paling efektif. Mengenali, menghadapi dan menantang kekhawatiran yang berlebihan dapat mengurangi gejala ansietas. Kenali kekhawatiran yang berlebihan atau pikiran yang pesimistik. Latihan fisik yang teratur sering menolong. Medikasi merupakan terapi sekunder, tapi dapat digunakan jika dengan konseling gejala menetap. Medikasi ansietas : misal Diazepam 5 mg malam hari, tidak lebih dari 2 minggu, Beta bloker dapat membantu mengobati gejala fisik, antidepresan bila ada depresi. Konsultasi spesialistik bila ansietas berat dan berlangsung lebih dan 3 bulan.

14

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Pengkajian ditujukan pada fungsi fisiologis dan perubahan perilaku melalui gejala atau mekanisme koping sebagai pertahanan terhadap kecemasan. 1. Kaji faktor predisposisi Faktor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat menyebabkan timbulnya kecemasan seperti: a. Peristiwa traumatic yang dapat memicu terjadinya kecemasan dengan Akrisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional. b. Konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik antara id dan super ego atau antara keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu. c. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir secara realistis sehingga akan menimbulkan kecemasan. d. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego. e. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu. f. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani setres akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga. g. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respon individu dalam berespon terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya. h. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang mengandung benzodiepin, karena benzodizepin dapat menekan

15

neurotrasmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan. 2. Kaji Stressor Presipitasi Stressor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan timbulnya kecemasan. Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian: a. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik meliputi: 1) Sumber internal, mrliputi kegagalan mekanisme fisiologis system imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (mis.hamil) 2) Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal. b. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal. 1) Sumber internal: kesulitan dalam berhubungan interpersonal dirumah dan di tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri. 2) Sumber eksternal: kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, social budaya. 3. Kaji Perilaku Secara langsung kecemasan dapat diekspresikan melalui respon fisiologis dan psikologis dan secara tidak langsung melalui pengembangan mekanisme koping sebagai pertahanan melawan kecemasan. a. Respon fisiologis. Mengaktifkan system saraf otonom(simpatis dan parasimpatis) b. Respon psikologologis. Kecemasan

dapat

mempengaruhi

personal.

16

aspek

intrapersonal

maupun

c. Respon kognitif. Kecemasan dapat mempengaruhi kemampuan berpikir baik proses pikir

maupun

isis

pikir,

diantaranya

adalah

tidak

mampu

memperhatikan, konsentrasi menurun, mudah lupa, menurunya lapangan persepsi, bingung. d. Respon afektif. Klien akan mengekspresikan dalam bentuk kebingungan dan curiga berlebihan sebagai reaksi emosi terhadap kecemasan. 4. Kaji penilaian terhadap stressor 5. Kaji sumber dan mekanisme koping 6. Rentang perhatian menurun 7. Gelisah, iritabilitas 8. Control impuls buruk 9. Perasaan tidak nyaman, ketakutan, atau tidak berdaya 10. Deficit lapangan persepsi 11. Penurunan kemampuan berkomunikasi secara verbal

B. Diagnosa Keperawatan 1. Panik yang berhubungan dengan penolakan keluarga karena bingung dan gagal mengambil keputusan. 2. Kecemasan berat yang berhubungan dengan konflik perkawinan. 3. Kecemasan sedang berhubungan dengan tekanan financial. 4. Ketidakefektifan koping individu yang berhubungan dengan kematian saudara kandung. 5. Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan dampak anak sakit. 6. Ketakutan berhubungan dengan rencana pembedahan.

C. Intervensi Keperawatan DX 1: Panik berhubungan dengan penolakan keluarga karena bingung dan gagal mengambil keputusan. Kriteria hasil:

17

1. Klien tidak akan menciderai diri sendiri dan orang lain. 2. Klien akan berkomunikasi dengan efektif. 3. Klien akan menyampaikan pengetahuan tentang gangguan panik. 4. Klien akan mengungkapkan rasa pengendalian diri. Intervensi: 1. Bantu klien berfokus pada pernapasan lambat dan melatihnya bernapas secara ritmik. 2. Bantu klien mempertahankan kebiasaan makan teratur dan seimbang. 3. Identifikasi gejala awal dan ajarkan klien melakukan perilaku distraksi seperti: berbicara kepada orang lain, melibatkannya dalam aktivitas fisik. 4. Bantu klien melakukan bicara pada diri sendiri positif yang direncanakan sebelumnya dan telah terlatih. 5. Libatkan klien dalam mempelajari cara mengurangi stressor dan situasi yang menimbulkan ansietas.

DX 2: kecemasan berat berhubungan dengan konflik perkawinan. Kriteria hasil: 1. Klien mendiskusikan tentang perasaan cemasnya. 2. Klien mengidentifikasi respon terhadap stress. 3. Klien mendiskusiksn suatu topik ketika bertemu dengan perawat. Intervensi: 1. Eksplorasi perasaan cemas klien, perlihatkan diri sebagai orang yang hangat, menjadi pendengar yang baik. 2. Bantu klien mengenali perasaan cemas dan menyadari nilainya. 3. Melakukan komunikasi dengan teknik yang tepat dan dimulai dari topic yang ringan. 4. Bantu klien mengidentifikasi respon terhadap sters.

DX 3: Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan kematian saudara kandung Kriteria hasil: 1. Klien memiliki koping terhadap ancaman.

18

2. Strategi koping positif. 3. Untuk mengetahui sebab biologis. 4. Klien melakukan aktifitas seperti biasanya. Intervensi: 1. Dorong klien untuk menggunakan koping adaptif dan efektif yang telah berhasil digunakan pada masa lampau. 2. Bantu klien melihat keadaan saat ini dan kepuasan mencapai tujuan. 3. Bantu klien untuk menentukan strategi koping positif. 4. Konseling dan penyuluhan keluarga ataupun orang terdekat tentang penyebab biologis. 5. Dorong klien untuk melakukan aktifitas yang disukainya, hal ini akan membatasi klien untuk menggunakan mekanisme koping yang tidak adekuat.

DX 4: ketakutan yang berhubungan dengan rencana pembedahan. Kriteria hasil: 1. Meningkatkan kesadaran diri klien. 2. Klien merasakan tenang dan nyaman dengan lingkungannya. 3. Klien memahami rasa takutnya ekstrim dan berlebihan. Intervensi: 1. Perawat harus dapat menyadari perasaan cemasnya, membuka perasaan cemasnya dan menangani secara konstruktif dan gunakan cara yang dilakukan perawat secara terapeutik untuk membantu mengatasi kecemasan klien. 2. Fasilitasi lingkungan dengan stimulus yang minimal, tenang dan membatasi interaksi dengan orang lain atau kurangi kontak dengan penyebab stresnya. 3. Berikan alternatif pilihan pengganti, tidak mengonfrontasi dengan objek yang ditakutinya, tidak ada argument, tidak mendukung fobianya, terapkan batasan perilaku klien untuk membantu mencapai kepuasan dengan aspek lain.

19

STANDAR INTERVENSI KEPERAWARATAN INDONESIA No

NURSING DIAGNOSIS Ansietas

TUJUAN DAN KRITERIA HASIL

Setelahdilakukanintervensikeperawatan selama1x24jam,maka ansietas dapat

Definisi : Kondisi

ansietas berubah ( mis.

1. Tingkat ansietas 

Verbalisasi kebingungan

tidak jelas dan spesifik



Verbalisasi akibat kondisi yang

akibat antisipasi

Perilaku gelisah

memungkinkan



Perilaku tegangtegang

individu melakukan



Konsentrasi

tindakan untuk



Pola tidur

Gejala dan Tanda

Merasa



Merasa

Verbalisasi umpata



Perilaku menyerang



Perilaku melukai diri sendiri atau orang lain



dengan akibat dari kondisi yang dihadapi 

Perilaku merusak lingkungan sekitar

verbal)

untuk menumbuhkan

2. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan 3. Pahami situasi Yang membuat ansietas 4. Dengarkan dengan penuh perhatian



Perilaku agresif atau amuk



Suara keras

tenang dan meyakinkan



Bicara ketus

6. Tempatkan barang pribadi

Sulit

5. Gunakan pendekatan Yang

yang memberikan

berkonsetrasi

kenyamanan

DO : 

ansietas (verbal dan non

kepercayaan



khawatir

Monitor tanda-tanda

1. Ciptakan suasana terepeutik

Verbalisasi ancaman kepada orang lain

bingung

3.

Terapetik:

2. Kontrol diri 



2. Identifikasickemamouan mengambil keputusan



DS :

kondisi waktu dan stresor)

dihadapi

bahaya yang

mayor

Observasi : 1. Identifikasi saat tingkat

terhadap objek yang

menghadapi ancaman.

Reduksi ansietas

teratasi ,dengan kriteria hasil:

emosi dan pengalaman subjektif individu

INTERVENSI

7. Motivasi mengidentifikasi

Tampak

situasi yang memicu

20

gelisah 

Tampak tegang



Sulit tidur

kecemasan 8. Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan dating

Gejala dan Tanda Minor

Edukasi :

DS : 

1. Jelaskanprosedur termasuk

Mengeluh pusing

sensasi yang mungkin di



Anoreksia

alami



Palpitasi



Merasa tidak

mengenai diagnosis,

berdaya

pengobatan, dan prognosis

2. Informasikan secara faktual

3. Anjurkan keluarga untuk

DO : 

Frekuensi

tetap bersama pasien, jika

napas

perlu 4. Anjurkan melakukan

meningkat 

kegiatan yang tidak

Frekuensi nadi

kompetitif, sesuai kebutuhan

meningkat 

5. Anjurkan mengungkapkan

Tekanan darah

perasaan dan persepsi

meningkat 

Diaforesis



Tremor



Muka tampak

6. Latih kegiatan penglihatan untuk mengurangi ketegangan 7. Latih penggunaan

pucat 

Suara bergetar



Kontak mata

mekanisme pertahanan diri yang tepat 8. Latih teknik relaksasi

buruk 

Sering

Kolaborasi :

berkemih 

1.

Berorientasi

Kolaborasi pemberian obat anti ansietas, jika perlu

pada masa lalu

21

Kategori : Psikologi Subkategori : Integritas Ego D.0080

22

No

NURSING DIAGNOSIS Ketidakmampuan koping keluarga Definisi perilaku orang terdekat (anggota keluarga atau orang berarti) yang membatasi kemampuan dirinya dan klien untuk beradaptasi dengan masalah kesehatan yang dihadapi klien.

TUJUAN DAN KRITERIA HASIL Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama1x24jam,maka ketidakmampuan koping keluarga dapat teratasi ,dengan kriteria hasil:



Perasaan diabaikan



Kekhawatiran tentang anggota



DS : 

Merasa diabaikan



DO : 

Tidak memenuhi



kebutuhan anggota keluarga

Komitmen pada

4. Identifikasi kesesuaian

keluarga, dan tenaga

keluarga

kesehatan

2. Ketahanan keluarga

Mempertahankan kebiasaan

anggota keluarga  Gejala dan Tanda Minor

Terlalu khawatir 

keluarga

(depresi)  Perilaku 

1. Dengarkan masalah, perasaan, dan pertanyaan

Dukungan kemandirian antar

keluarga 2. Terima nilai-nilai

Verbalisasi harapan yang

keluarga dengan cara

positif antar anggota

yang tidak menghakimi

Menggunakan strategi koping yang efektif



Terapetik:

rutin keluarga

anggota keluarga 

menyerang(agresi)

3. Identifikasi pemahaman

Komunikasi antara anggota





psikologis

antara harapan pasien,

Mengabaikan

DO :

prognosis secara

perawatan/pengobatan



Merasa tertekan

2. Identifikasi beban

perawatan setelah pulang

Mendiskusikan makna krisis



emosional terhadap

anggota keluarga



dengan anggota

1. Identifikasi respons

tentang keputusan

Tidak toleran



Observasi :

Ketidakmampuan kebutuhan



DS :

Dukungan Koping Keluarga

kondisi saat ini 1. Status koping keluarga

keluarga Gejala dan Tanda mayor :

INTERVENSI

Verbalisasi perarasaan antar

3. Diskusikan rencana medis dan perawatan 4. Fasilitasi pengungkapan

anggota keluarga

perasaan antara pasien

Mencari dukungan emosional

dan keluarga atau antar

dari anggota keluarga lain

anggota keluarga

Menganggap kesulitan sebagai

23

5. Fasilitasi pengambilan



tantangan

Perilaku menghasut(agitasi)



Tidak berkomitmen



Menunjukan gejala

3. Dukungan keluarga 

keputusan dalam merencanakan perawatan

Verbalisasi keinginan untuk

jangka panjang, jika

mendukung anggota keluarga

perlu.

psikosomatis



Menanyakan kondisi pasien



Perilaku menolak



Mencari dukungan social bagi

keluarga dalam



Perawatan yang

anggota keluarga yang sakit

mengidentifikasi dan

Mencari dukungan spiritual

menyelesaikan konflik

kebutuhan dasar

bagi anggota keluarga yang

nilai

klien

sakit

mengabaikan







7. Fasilitasi pemenuhan

Mengabaikan

kebutuhan dasar keluarga

perawatan/pengobata

(mis.tempat tinggal,

n anggota keluarga

makanan, pakaian) 8. Fasilitasi anggota

Perilaku

keluarga melalui proses

bermusushan 

kematian dan berduka,

Perilaku

jika perlu.

individualistic 

9. Fasilitasi memperoleh

Upaya membangun

pengetahuan,

hidup bermakna

keterampilan, dan

terganggu 

peralatan yang

Ketergantungan

diperlukan untuk

anggota keluarga

mempertahankan

meningkat 

6. Fasilitas anggota

keputusan perawatan

Realitas kesehatan

pasien

anggota keluarga

10. Bersikap sebagai

terganggu

pengganti kelaurga untuk menenangkan pasien dan/

Kategori : Fisiologis

atau jika keluarga tidak

Subkategori : Respirasi

dapat memberikan

D.0093

perawatan 11. Hargai dan dukung

24

mekanisme koping adaptif yang digunakan 12. Berikan kesempatan berkunjung bagi anggota keluarga

Edukasi : 1. Informasikan kemajuan pasien secara berkala 2. Informasikan fasilitas perawatan kesehatan yang tersedia

Kolaborasi : 1. Rujuk untuk terapi keluarga, jika perlu

25

No

NURSING DIAGNOSIS

Koping Tidak Efektif Definisi : Ketidakmampuan menilai dan merespon stressor dan/ atau ketidakmampuan menggunakan sumber – sumber yang ada untuk mengatasi masalah. Gejala dan Tanda mayor : DS : 

Mengungkapkan tidak mampu mengatasi masalah

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama1x24jam,maka koping tidak efektif dapat teratasi ,dengan kriteria hasil:

Tidak mampu memenuhi peran yang diharapkan

4. Status koping 

Menggunakan

Kemampuan memenuhi



Perilaku koping adaptif



Verbalisasi kemampuan



Perilaku asertif



Verbalisasi menyalahkan orang lain



Verbalisasi rasionalisasi kegagalan

  

Hipersensitif terhadap kritik



Bantuan yang ditawarkan

Dukungan emosi yang disediakan oleh orang lain

Kekhawatiran kronis

DO :

Kemampuan meminta

oleh orang lain 

6. Harga diri 

Terapetik: 13. Fasilitasi mengklarifikasi

14. Diskusikan kelebihan dan



memenuhi kebutuhan dasar

konflik

membantu membuat pilihan

bantuan kepada orang lain Tidak mampu

informasi yang memicu

Verbalisasi pengakuan

Verbalisasi kelemahan diri

DS : 

5. Identifikasi persepsi

nilai dan harapan yang

5. Dukungan sosial Gejala dan Tanda Minor

Observasi :

mengatasi masalah



mekanisme koping yang tidak sesuai

Dukungan Pengambilan Keputusan

peran sesuai usia

(sesuai usia) 

INTERVENSI

mengenai masalah dan

masalah

DO : 

TUJUAN DAN KRITERIA HASIL

kekurangan dari setiap solusi 15. Fasilitasi melihat situasi secara realistic 16. Motivasi mengungkapkan tujuan perawatan yang diharapkan 17. Fasilitasi litasi pengambilan keputusan secara kolaboratif 18. Hormati hak pasien untuk menerima atau menolak informasi 19. Fasilitasi menjelaskan keputusan kepada orang lain, jika perlu 20. Fasilitasi hubungan antara pasien, keluarga, dan tenaga

Penilaian diri positif

26

kesehatan lainnya



Penyalahgunaan zat



Memanipulasi orang lain untuk

 

memenuhi



Edukasi :

Penerimaan penilaian positif

3. Informasikan alternatif solusi

terhadap diri sendiri 

Minat mencoba hal baru

sendiri



Berjalan menampakkan

Perilaku tidak

Kategori : Psikologis

secara jelas 4. Berikan informasi yang diminta pasien

wajah 

Partisipasi sosial kurang

Postur tubuh menampakkan

Kolaborasi : 2. Kolaborasi dengan tenaga

wajah 

Perasaan malu

kesehatan lain dalam



Perasaan bersalah

memfasilitasi pengambilan



Perasaan tidak mampu

Subkategori : integritas ego D.0096

atau kemampuan positif

keinginannya

efektif 

Perasaan memiliki kelebihan

melakukan apapun 

Meremehkan kemampuan mengatasi masalah

27

keputusan

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Ganggauan ansietas adalah sekelompok kondisi yang memberi gambaran penting tentang ansietas yang berlebihan, disertai respon perilaku, emosional dan fisiologis. Gangguan ansietas memiliki banyak manifestasi, tetapi ansietas adalah gambaran utama pada gangguan berikut ini (DSM-IVTR, 2000): 1. Gangguan panik dengan atau tanpa agrofobia. 2. Gangguan fobia: sosial atau spesifik. 3. Gangguan obsesif-kompulsif (ocd). 4. Gangguan stres pascatrauma. 5. Gangguan stres akut. 6. Gangguan ansietas umum. 7. Gangguan ansietas akibat kondisi medis. 8. Gangguan ansietas akibat zat. Kecemasan adalah respon emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif di alami dan dikomunikasikan secara interversonal. Hal ini bisa di kaji dengan melihat stresos predisposisi dan stresor presipitasi dan faktor yang lainnya. Sehingga kita sebagai seorang perawat bisa menerapkan proses keperawatan pada klien dengan gangguan ansietas. Dalam memberikan asuhan keperawatan kecemasan, beberapa diagnosis yang sering muncul diantaranya: 1. Panik yang berhubungan dengan penolakan keluarga karena bingung dan gagal mengambil keputusan. 2. Kecemasan berat yang berhubungan dengan konflik perkawinan. 3. Kecemasan sedang berhubungan dengan tekanan financial. 4. Ketidakefektifan koping individu yang berhubungan dengan kematian saudara kandung. 5. Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan dampak anak sakit. 6. Ketakutan berhubungan dengan rencana pembedahan.

28

DAFTAR PUSTAKA

Hawari, D. 2008. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta : FKUI. Mansjoer, A. 1999. Kapita Jakarta: Aesculapius.

Selekta

Kedokteran,

Edisi

3,

Jilid

1.

Nurjannah, I. 2004. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa Manajemen, Proses Keperawatan dan Hubungan Terapeutik Perawat-Klien. Yogyakarta: MocoMedia Stuart, G.W, dkk. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3. Jakarta : EGC. Suliswati, dkk. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC. Suliswati, dkk. 2000. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC. Videbeck, S.J. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC Buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Buku Standar Luaran Keperawatan Indonesia

29

Related Documents


More Documents from "khairani"

Makalah Askep Kecemasan.docx
December 2019 21
Pd_joule
May 2020 5