ASIDOSIS METABOLIK LUKA BAKAR
MAKALAH
Disusun oleh: Kelompok 4 1. I Gusti Agung Diah Utami
(15.321.2325)
2. Ni Kadek Puspita Ary Lestari
(15.321.2345)
3. Ni Made Dwi Astarina Prajayanti
(15.321.2353)
4. Ni Nyoman Juliantari
(15.321.2354)
5. Ni Putu Eka Pratiwi
(15.321.2356)
6. Ni Wayan Risty Premiastini
(15.321.2361)
7. Ni Luh Sumartini
(15.321.2363)
8. Putu Yayang Devina Damayanti
(15.321.2369)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI DENPASAR 2019
KATA PENGANTAR
Segala puji serta rasa syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas berkah dan rahmat-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini tentang “Asidosis Metabolik Luka Bakar”. Dengan harapan makalah ini dapat membantu mahasiswa/i dalam mempelajari mata kuliah keperawatan gawat darurat. Makalah ini merupakan salah satu tugas yang di berikan kepada kami dalam rangka pengembangan dasar ilmu keperawatan gawat daruratyang berkaitan dengan luka bakar.Selain itu tujuan dari penyusunan makalah ini juga untuk menambah wawasan tentang pengetahuan keperawatan gawat darurat secara meluas. Sehingga besar harapan kami, makalah yang kami sajikan dapat menjadi konstribusi positif bagi pengembang wawasan pembaca. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini belum sempurna dan masih perlu perbaikan serta penyempurnaan, baik dari segi materi maupun pembahasan. Oleh sebab itu dengan lapang dada penulis akan menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun demi penyempurnaan makalah ini dimasa mendatang. Demikianlah, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat ikut memberikan sumbangan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Denpasar,
April 2015
Penulis
DAFTAR ISI Halaman
HALAMAN JUDUL..........................................................................
i
KATA PENGANTAR .......................................................................
ii
DAFTAR ISI ......................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ....................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ...............................................................
2
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................
2
1.4 Manfaat Penulisan ..............................................................
3
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Medis ...........................................................
4
2.1.1 Pengertian .................................................................
4
2.1.2 Anatomi Fisiologi .....................................................
4
2.1.3 Patofisiologi Teori ....................................................
9
2.1.4 Patoflow Diagram .....................................................
13
2.1.5 Penatalaksanaan ........................................................
15
2.1.6 Update Jurnal ............................................................
19
2.1.7 Penanganan Terkait Update Jurnal ...........................
24
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan .............................................
25
2.2.1 Pengkajian Primary dan Secondary Survey .............
25
2.2.2 Diagnosa Keperawatan .............................................
29
2.2.3 Perencanaan ..............................................................
29
2.2.4 Implementasi ............................................................
32
2.5.5 Evaluasi ....................................................................
33
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan .........................................................................
34
3.2 Saran ...................................................................................
34
DAFTAR PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Combutio atau luka bakar merupakan suatu kejadian yang paling sering terjadi di Indonesia dan negara lainnya. Luka bakar yang terjadi dapat disebabkan oleh panas, listrik ataupun kimia. Dan kecelakaan luka bakar ini dapat terjadi dimana-mana seperti di rumah, kantor ataupun tempat umum yang lainnya (mal, terminal). Di Indonesia angka kejadian luka bakar cukup tinggi, lebih dari 250 jiwa pertahun meninggal akibat luka bakar. Dikarenakan jumlah anak-anak dan lansia cukup tinggi di Indonesia serta ketidakberdayaan anak-anak dan lansia untuk menghindari terjadinya kebakaran, selain itu laki-laki cenderung lebih sering mengalami luka bakar dibanding wanita (Rohman Azzam, 2008). Pasien cedera luka bakar dianggap sebagai pasien trauma multiple karena efek fisiologik dari luka bakar pada sistem organ. Selain itu, pada cedera luka bakar, pasien sering mengalami cedera traumatik. Terdapat kegawatdaruratan yang dapat muncul pada penderita luka bakar salah satunya adalah asidosis metabolik dimana terjadi ketidakseimbangan asam basa yang disebabkan oleh perfusi jaringan yang tidak adekuat. Biasanya terjadi pada pasien dengan luka bakar yang cukup luas, karena kehilangan cairan yang banyak. Sehingga penderita luka bakar memerlukan perawatan secara khusus, disebabkan luka bakar terdapat keadaan seperti mengeluarkan banyak air, serum, darah, terbuka untuk waktu yang lama dan ditempati kuman dengan patogenitas tinggi atau dengan kata lain mudah terinfeksi (Pamela S. Kidd, 2010). Tujuan penatalaksanaan luka bakar di unit gawat darurat adalah menghentikan proses luka bakar, mempertahankan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi (ABC), mempertahankan jaringan yang ada, serta mencegah infeksi. Oleh sebab itu, pasien luka bakar memerlukan penanganan yang serius dimana dalam hal ini peran perawat sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian
dari
latar
belakang
tersebut
maka
dapat
dirumuskan permasalah sebagai berikut : 1. Apa yang dimaksud dengan asidosis metabolik luka bakar? 2. Bagaimana anatomi dan fisiologi yang berhubungan dengan asidosis metabolik luka bakar? 3. Bagaimana patofisiologi dan patofisiologi diagram mengenai asidosis metabolik luka bakar? 4. Bagaimana penanganan medis dan tindakan keperawatan terkait update jurnal mengenai asidosis metabolik luka bakar? 5. Bagaimana pengkajian (primary survey dan secondary survey) mengenai asidosis metabolik luka bakar? 6. Bagaimana pendokumentasian asuhan keperawatan tentang asidosis metabolik luka bakar?
1.3 Tujuan Pembahasan Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain : 1. Mahasiswa/i
mampu
mengkolaborasikan
berbagai
aspek
dalam
pemenuhan kebutuhan kesehatan klien. 2. Mahasiswa/i mampu menjamin kualitas asuhan holistik secara kontinu dan konsisten. 3. Mahasiswa/i
mampu
menggunakan
proses
keperawatan
dalam
penyelesaian masalah klien. 4. Mahasiswa/i mampu memberikan asuhan peka budaya dengan menghargai sumber-sumber etnik, agama, atau faktor lain dari setiap klien yang unik. 5. Mahasiswa/i mampu menggunakan keterampilan interpersonal yang efektif dalam kerja tim dan pemberian asuhan keperawatan dengan mempertahankan hubungan kolaboratif. 6. Mahasiswa/i mampu mendapatkan, memahami dan menganalisis jurnal gawat darurat terbaru.
1.4 Manfaat Penulisan
Sesuai dengan latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penulisan yang hendak dicapai, maka manfaat yang dapat diharapkan dari penulisan makalah ini adalah : 1. Bagi Mahasiswa Hasil penulisan makalah ini diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa memahami kegawatdaruratan asidosis metabolik luka bakar.
2. Bagi Perawat Hasil penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi tenaga kesehatan khususnya perawat agar mengetahui asidosis metabolik luka bakardan mampu menerapkan asuhan keperawatannya dalam kehidupan seharihari, sehingga dapat diaplikasikan pada pelayanan kesehatan.
3. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penulisan makalah ini diharapkan bisa meningkatkan pengetahuan dan sebagai bahan masukan bagi sekolah atau instansi kesehatan.
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1. Konsep Dasar Medis 2.1.1 Pengertian Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi, juga oleh sebab kontak
dengan suhu rendah. Luka bakar ini dapat mengakibatkan kematian, atau akibat lain berkaitan dengan problem fungsi maupun estetik (Clevo & Margareth, 2012). Luka bakar adalah kerusakanjaringan tubuh terutama kulit akibat langsung atau ekspose dengan sumber panas (thermal), kimia, elektrik, dan radiasi Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh trauma panas yang memberikan gejala, tergantung luas dalam dan lokasi lukanya (Andra & Yessie, 2013). Kegawatdaruratan yang dapat muncul pada penderita luka bakar salah satunya adalah asidosis metabolik dimana terjadi ketidakseimbangan asam basa yang disebabkan oleh perfusi jaringan yang tidak adekuat, adanya peningkatan produksi asam dari produk akhir, fungsi renal berkurang (menyebabkan retensi produk akhir tertahan), kehilangan bikarbonat serum. Kondisi ini akhirnya menyebabkan asidemia atau keasaman darah, dimana pH arteri turun hingga dibawah 7,35. Biasanya terjadi pada pasien dengan luka bakar yang cukup luas, karena kehilangan cairan yang banyak. Jika dibiarkan, kondisi ini dapat mempengaruhi sistem saraf pusat dan menyebabkan koma (Pamela S. Kidd, 2010).
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Anatomi Kulit Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai fungsi sebagai pelindung tubuh dan berbagai trauma ataupun masuknya bakteri, kulit juga mempunyai fungsi utama reseptor yaitu untuk mengindera suhu, perasaan nyeri, sentuhan ringan dan tekanan, pada bagian stratum korneum mempunyai kemampuan menyerap air sehingga dengan demikian mencegah kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan dan mempertahankan kelembaban dalam jaringan subkutan. Tubuh secara terus menerus akan menghasilkan panas sebagai hasil metabolisme makanan yang memproduksi energi, panas ini akan hilang melalui kulit, selain itu kulit yang terpapar sinar ultraviolet dapat mengubah substansi yang diperlukan untuk mensintesis vitamin D. Kulit tersusun atas 3 lapisan utama yaitu epidermis, dermis dan jaringan subkutan.
Gambar 1. Anatomi Kulit 1. Epidermis Epidermis terbagi atas empat bagian : a. Lapisan basal/stratum germinativum Terdiri atas sel-sel kuboid yang tegak lurus terhadap dermis Tersusun sebagai tiang pagar atau palisade Sebagai lapisan terbawah dari epidermis Terdapat melanosit yaitu sel dendritik yang membentuk melanin (mulindungi kulit dari sinar matahari)
b. Lapisan Malpighi/stratum spinosum Merupakan lapisan epidermis yang paling tebal Terdiri atas sel polygonal Sel-sel mempunyai protoplasma yang menonjol yang terlihat seperti duri
c. Lapisan granular/stratum granulosum Terdiri atas butir-butir granul keratohialin yang basofili
d. Lapisan tanduk/ korneum Terdiri atas 20-25 lapisan sel tanduk tanpa inti
2. Dermis (Korium) Dermis merupakan lapisan dibawah epidermis, terdiri atas jaringan ikat yang memiliki dua lapisan : a. Pars papilaris yang terdiri atas sel fibroblast yang memproduksi kolagen b. Retikularis yang memiliki banyak pembuluh darah, tempat akar rambut kelenjar keringat dan kelenjar sebaseus
3. Jaringan Subkutan (Hypodermis/Subcutis) Jaringan subkutan adalah : a. Lapisan terdalam yang banyak mengandung sel liposit yang menghasilkan lemak b. Merupakan jaringan adipose, yaitu sebagai bantalan antara kulit dan struktur internal seperti otot dan tulang c. Sebagai jaringan mobilitas kulit, perubahan kontur tubuh dan penyekatan panas d. Sebagai bantalan terhadap trauma e. Tempat penumpukan energi (Budiyono, 2011).
4. Kelenjar-kelenjar pada kulit a. Kelenjar sabasae, berfungsi mengontrol sekresi minyak ke dalam ruang antara folikel rambut dan batang rambut yang akan melumasi rambut sehingga menjadi halus lentur dan lunak. b. Kelenjar keringat Diklasifikasikan menjadi 2 katagori : Kelenjer Ekrin terdapat disemua kulit Melepaskan keringat sebagai reaksi peningkatan suhu lingkungan dan suhu tubuh.Kecepatan sekresi keringat dikendalikan oleh saraf simpatik.Pengeluaran keringat pada tangan, kaki, aksila, dahi, sebagai reaksi tubuh terhadap stress, nyeri dll. Kelenjer Apokrin
Terdapat di aksil, anus, skrotum, labia mayora, dan bermuara pada folikel rambut. Kelenjer inaktif pada masa pubertas, pada wanita akan membesar dan berkurang pada sklus haid. K.Apokrin memproduksi keringat yang keruh seperti susu yang diuraikan oleh bakteri menghasilkan bau khas pada aksila. Pada telinga bagian luar terdapat kelenjer
apokrin
khusus
yang
disebut
K.
Seruminosa
yang
menghasilkan serumen (Andra & Yessie, 2013).
Fisiologi Kulit Kulit mempunyai berbagai fungsi yaitu sebagai berikut : 1. Pelindung atau proteksi Epidermis terutama lapisan tanduk berguna untuk menutupi jaringan– jaringan tubuh di sebelah dalam dan melindungi tubuh dari pengaruh–pengaruh luar seperti luka atau serangan kuman. Lapisan paling luar dari kulit ari diselubungi dengan lapisan tipis lemak yang menjadikan kulit tahan air. Kulit dapat menahan suhu tubuh, menahan luka–luka kecil, mencegah zat kimia dan bakteri masuk ke dalam tubuh serta menghalau rangsang – rangsang fisik seperti sinar ultraviolet dari matahari.
2. Penerima rangsang Kulit sangat peka terhadap berbagai rangsangan sensorik yang berhubungan dengan sakit, suhu panas atau dingin, tekanan, rabaa, dan getaran. Kulit sebagai alat perasa dirasakan melalui ujung – ujung saraf sensasi. 3. Pengontrol/pengatur suhu Bertahan pada suhu dingin dan kondisi panas yang membuat peredaran darah meningkat sehingga terjadi penguapan keringat.
4. Sebagai penjaga keseimbangan air a. Sratum korneum dapat menyerap air sehingga mencegah kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan dari bagian internal tubuh dan mempertahankan kelembaban dalam jaringan subkutan.
b. Air mengalami evaporasi (repirasi tidak kasat mata) kurang lebih 600 ml/hari untuk orang dewasa.
5. Tempat produksi vitamin D a. Kulit yang terpapar sinar UV akan mengubah substansi untuk mensintesis vitamin D. (Budiyono, 2011).
Proses Penyembuhan Luka Proses yang kemudian pada jaringan rusak ini adalah penyembuhan luka yang dapat dibagi dalam 3 fase: 1. Fase inflamasi Fase yang berentang dari terjadinya luka bakar sampai 3-4 hari pasca luka bakar. Dalam fase ini terjadi perubahan vaskuler dan proliferasi seluler. Daerah luka mengalami agregasi trombosit dan mengeluarkan serotonin, mulai timbul epitelisasi. 2. Fase proliferasi Fase proliferasi disebut fase fibroplasia karena yang terjadi proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung sampai minggu ketiga. Pada fase proliferasi luka dipenuhi sel radang, fibroplasia dan kolagen, membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan berbenjol halus yang disebut granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasar dan mengisi permukaan luka, tempatnya diisi sel baru dari proses mitosis, proses migrasi terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar. Proses fibroplasia akan berhenti dan mulailah proses pematangan. 3. Fase maturasi Terjadi proses pematangan kolagen. Pada fase ini terjadi pula penurunan aktivitas seluler dan vaskuler, berlangsung hingga 8 bulan sampai lebih dari 1 tahun dan berakhir jika sudah tidak ada tanda-tanda radang. Bentuk akhir dari fase ini berupa jaringan parut yang berwarna pucat, tipis, lemas tanpa rasa nyeri atau gatal.
2.1.3 Patofisiologi Teori Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025 m2 pada anak baru lahir sampai 2 m2 pada orang dewasa. Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh, dapat dikelompokkan menjadi luka bakar termal, radiasi atau kimia. Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi diwajah dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnoe, stridor, suara parau, dan dahak berwarna gelap akibat jelaga. Dapat juga terjadi keracunan gas CO (karbon monoksida) sangat kuat yang terikat dengan hemoglobin sehingga hemoglobin tidak lagi mampu mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan yaitu lemas, binggung, pusing, mual dan muntah (Sjamsuhidajat, dkk, 2010). Kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya kulit kontak dengan sumber panas atau penyebabnya. Dalamnya luka bakar akan mempengaruhi kerusakan/gangguan integritas kulit dan kematian sel-sel. Kedalaman luka bakar diklasifikasikan sebagai derajat I, II, dan III sesuai dengan tabel dibawah. Kedalaman Ketebalan partial superfisial (derajat I)
Lokasi Epidermis
Penyebab Jilatan api Sinar UV (terbakar matahari)
Lebih dalam dari ketebalan partial (derajat II) a. Superfisial b. Dalam
Melewati epidermis dan sampai ke dermis
Kontak bahan air /padat Jilatan api kepada pakaian Kimiawi Sinar UV.
Penampilan Kering tidak ada gelembung. Oedem minimal atau tidak ada. Pucat bila ditekan dengan ujung jari, berisi kembali bila tekanan dilepas. Blister besar dan lembab yang ukurannya bertambah besar. Pucat bila ditekan dengan ujung jari, bila tekanan dilepas berisi kembali.
Ketebalan sepenuhnya (derajat III)
Semua lapisan melewati
Kontak dengan
Kering disertai kulit mengelupas.
Warna Bertambah merah
Perasaan Nyeri
Berbinti k-bintik kurang jelas Berwarn a putih, coklat, pink, daerah merah coklat. Putih, kering
Sangat nyeri
Tidak sakit,
dermis
bahan cair/ padat Nyala api Kimia Kontak dengan arus listrik
Pembuluh darah seperti arang terlihat dibawah kulit yang mengelupas. Gelembung jarang, dindingnya sangat tipis, tidak membesar. Tidak pucat bila ditekan.
Hitam, coklat tua. Hitam, merah.
sedikit sakit. Rambut mudah lepas bila dicabut.
(Kahan & Raves, 2011)
Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga air, natrium, klorida, dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel mengakibatkan kebocoran cairan intrakapiler ke interstisial sehingga terjadi oedema dan bula yang mengandung banyak elektrolit. Selain itu terjadi pertukaran elektrolit yang abnormal antara sel dan cairan interstisial dimana secara khusus natrium masuk kedalam sel dan kalium keluar dari dalam sel, dengan demikian mengakibatkan berkurangnya cairan intravaskuler. Diikuti penurunan curah jantung, maka terjadilah penurunan perfusi pada organ besar seperti aliran darah keginjal menurun yang akhirnya menyebabkan asidosis metabolik, aliran darah gastrointestinal menurun akibatnya resiko ileus, begitu pula aliran darah tidak lancar yang jika tidak segera diatasi menyebabkan nekrosis. Cedera panas menghasilkan efek lokal dan efek sistemik yang berkaitan dengan luasnya destruksi jaringan. Pada luka bakar yang luasnya kurang dari 20%, mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya. Bila kulit yang terbakar luas (lebih dari 20%), dapat terjadi syok hipovolemik disertai gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin berkurang (Corwin, 2000). Respon
sistemik
lainnya
adalah
anemia
yang
disebabkan
oleh
penghancuran sel darah merah secara langsung oleh panas, hemolisis sel darah merah yang cedera, dan terjebaknya sel darah merah dalam trombi mikrovaskular sel-sel yang rusak. Penurunan jumlah sel-sel darah merah dalam jangka panjang dapat mengakibatkan pengurangan masa hidup sel darah merah. Pada awalnya terdapat peningkatan aliran darah ke jantung, otak, dan ginjal dengan penurunan aliran darah ke saluran gastrointestinal. Terdapat peningkatan metabolisme untuk
mempertahankan panas tubuh, yang disediakan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energi tubuh. Fisiologi syok pada luka bakar akibat dari lolosnya cairan dalam sirkulasi kapiler secara massive dan berpengaruh pada sistem kardiovaskular karena hilangnya atau rusaknya kapiler, yang menyebabkan cairan akan lolos atau hilang dari compartment intravaskuler ke dalam jaringan interstisial. Eritrosit dan leukosit tetap dalam sirkulasi dan menyebabkan peningkatan hematokrit dan leukosit. Darah dan cairan akan hilang melalui evaporasi sehingga terjadi kekurangan cairan. Peningkatan metabolisme juga dapat menyebabkan kehilangan cairan melalui sistem pernapasan. Kompensasi terhadap syok dengan kehilangan cairan maka tubuh mengadakan respon dengan menurunkan sirkulasi sistem gastrointestinal yang mana
dapat
terjadi
ilius
paralitik, tachycardia dan tachypnea merupakan
kompensasi untuk menurunkan volume vaskuler dengan meningkatkan kebutuhan oksigen terhadap injury jaringan dan perubahan sistem. Kemudian menurunkan perfusi pada ginjal, dan terjadi vasokontriksi yang akan berakibat pada depresi filtrasi glomerulus dan oliguri. Respon luka bakar akan meningkatkan aliran darah ke organ vital dan menurunkan aliran darah ke perifer dan organ yang tidak vital. Respon metabolik pada luka bakar adalah hipermetabolisme yang merupakan hasil dari peningkatan sejumlah energi, peningkatan katekolamin, dimana terjadi peningkatan temperatur dan metabolisme, hiperglikemi karena meningkatnya pengeluaran glukosa untuk kebutuhan
metabolik
yang
kemudian
terjadi
penipisan
glukosa,
ketidakseimbangan nitrogen oleh karena status hipermetabolisme dan injury jaringan. Sehingga test diagnostic yang dapat dilakukan pada pasien luka bakar yaitu
pemeriksaan
darah
lengkap yang
menunjukkan
hemokonsentrasi
sehubungan dengan perpindahan/kehilangan cairan, dan AGD sebagai dasar penting untuk kecurigaan cedera inhalasi, penurunan PaO2 atau PaCO2.
2.1.5 Penatalaksanaan 1. Pre Hospital Seorang yang sedang terbakar akan merasa panik, dan akan belari untuk mencari air. Hal ini akan sebaliknya akan memperbesar kobaran api karena tertiup oleh angin. Oleh karena itu, segeralah hentikan (stop), jatuhkan (drop), dan
gulingkan (roll) orang itu agar api segera padam. Bila memiliki karung basah, segera gunakan air atau bahan kain basah untuk memadamkan apinya. Sedang untuk kasus luka bakar karena bahan kimia atau benda dingin, segera basuh dan jauhkan bahan kimia atau benda dingin. Matikan sumber listrik dan bawa orang yang mengalami luka bakar dengan menggunakan selimut basah pada daerah luka bakar. Jangan membawa orang dengan luka bakar dalam keadaan terbuka karena dapat menyebabkan evaporasi cairan tubuh yang terekspose udara luar dan menyebabkan dehidrasi. Orang dengan luka bakar biasanya diberikan obat-obatan penahan rasa sakit jenis analgetik : Antalgin, aspirin, asam mefenamat samapai penggunaan morfin oleh tenaga medis.
2. Hospital a. Resusitasi A, B, C. Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma, karenanya harus dicek airway, breathing dan circulation-nya terlebih dahulu.
Airway - apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka segera pasang Endotracheal Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi antara lain adalah: riwayat terkurung dalam api, luka bakar pada wajah, bulu hidung yang terbakar, dan sputum yang hitam.
Breathing - eschar yang melingkari dada dapat menghambat gerakan dada untuk bernapas, segera lakukan escharotomi. Periksa juga apakah ada trauma-trauma lain yang dapat menghambat gerakan pernapasan, misalnya pneumothorax, hematothorax, dan fraktur costae.
Circulation - luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan edema. pada luka bakar yang luas dapat terjadi syok hipovolumik karena kebocoran plasma yang luas.
b. Resusitasi Cairan Dua cara yang lazim digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan pada penderita luka bakar yaitu : 1) Cara Evans Untuk menghitung kebutuhan pada hari pertama hitunglah :
Berat badan (kg) X % luka bakar X 1cc Nacl
Berat badan (kg) X % luka bakar X 1cc Larutan Koloid
2000cc glukosa 5% Separuh dari jumlah (1), (2), (3) diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairn hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan yang diberikan hari kedua. Sebagai monitoring pemberian lakukan penghitungan diuresis. Maksimum 10.000 ml selama 24 jam. Luka bakar derajat dua dan tiga yang melebihi 50 % luas permukaan tubuh dihitung berdasarkan 50 % luas permukaan tubuh.
2) Cara Baxter Merupakan cara lain yang lebih sederhana dan banyak dipakai. Jumlah kebutuhan cairan pada hari pertama dihitung dengan rumus : Baxter = % luka bakar X BB (kg) X 4cc Separuh dari jumlah cairan yang diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam. Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu larutan ringer laktat karena terjadi hiponatremi. Untuk hari kedua diberikan setengah dari jumlah pemberian hari pertama. Terapi cairan lebih diindikasikan pada luka bakar derajat II dan III dengan luas >25% atau pasien tidak dapat minum, terapi cairan dapat dihentikan bila masukkan oral dapat menggantikan parenteral.
3) Infus, kateter, CVP, oksigen, laboratorium, kultur luka 4) Monitor urine dan CVP 5) Topikal dan tutup luka Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik Tulle Silver sulfa diazin tebal Tutup kassa tebal Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor
6) Obat – obatan Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian. Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai kultur. Analgetik : kuat (morfin, petidine) Antasida : kalau perlu
3. Tindakan Keperawatan a. Nutrisi
diberikan
cukup
untuk
menutup
kebutuhan
kalori
dan
keseimbangan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak 2.500 - 3.000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi. b. Perawatan lokal dapat secara terbuka atau tertutup. c. Antibiotik topikal diganti satu kali dalam satu hari, didahului hidroterapi untuk mengangkat sisa-sisa krim antibiotik sebelumnya. Bila kondisi luka sangat kotor atau dijumpai banyak krusta dan atau eksudat, pemberian dapat diulang sampai dengan 2 - 3 kali sehari. d. Rehabilitasi termasuk latihan pernapasan dan pergerakan otot dan sendi. e. Usahakan tak ada gangguan dalam penyembuhan; penyembuhan bisa dicapai secepatnya dengan:
Perawatan luka bakar yang baik
Penilaian segera daerah-daerah luka bakar derajat II atau III dalam
Kalau
memungkinkan
buang
kulit
yang
non
vital
dan
menambalnya secepat mungkin. f. Usahakan mempertahankan fungsi sendi-sendi. Latihan gerakan atau bidai dalam posisi baik. g. Aturlah proses maturasi sehingga tercapai tanpa ada proses kontraksi yang akan mengganggu fungsi. Bilamana luka bakar sembuh per sekundam dalam 3 minggu atau lebih selalu ada kemungkinan timbul parut hipertrofi dan kemungkinan kontraktur pada waktu proses maturasi. Sebaiknya dipasang perban ½ menekan, bidai yang sesuai dan anjuran untuk mengurangi edema dengan elevasi daerah yang bersangkutan.
h. Antibiotik sistemik spektrum luas diberikan untuk mencegah infeksi. Infeksi dapat memperburuk derajat luka bakar dan mempersulit penyembuhan. Yang banyak dipakai adalah golongan aminoglikosida yang efektif terhadap pseudomonas. i. Suplementasi vitamin yamg dapat diberikan yaitu vitamin A 10.000 unit per minggu, vitamin C 500 mg dan sulfas ferosus 500 mg.
4. Penatalaksanaan Pembedahan Eskaratomi dilakukan juga pada luka bakar derajat III yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh. Hal ini dilakukan untuk sirkulasi bagian distal akibat pengerutan dan penjepitan dari eskar. Tanda dini penjepitan berupa nyeri, kemudian kehilangan daya rasa menjadi kebal pada ujung-ujung distal. Tindakan yang dilakukan yaitu membuat irisan memanjang yang membuka eskar sampai penjepitan bebas. Debirdemen diusahakan sedini mungkin untuk membuang jaringan mati dengan jalan eksisi tangensial. (Arif, 2000)
2.2. Konsep Asuhan Keperawatan 2.2.1 Pengkajian Prioritas pertama perawatan pasien luka bakar adalah menghentikan proses luka bakar. Bila tujuan tersebut telah tercapai, pasien luka bakar ditangani sebagai pasien trauma dan pengkajian keperawatan mengikuti pengkajian primer dan sekunder.
1. Primary Survey a. Airway Periksa mulut dan hidung apakah ada jelaga, luka bakar, lepuh, dan edema. Perhatikan rambut wajah dan hidung yang hangus. Bila tanda iniada, pertahankan indeks kecurigaan tinggi adanya cedera inhalasi Pantau bunyi inspirasi abnormal pada pasien (mis.,bunyi seperti gagak, stridor, dan kasar) yang mungkin berkaitan dengan sumbatan parsial faring dan laring karen edema luka bakar Luka bakar yang mengelilingi leher dapat mengganggu jalan napas sebagai akibat efek edema tipe torniket
b. Breathing Evaluasi frekuensi pernapasan, penggunaan otot aksesori, simetrisitas dinding dada, dan ekskursi Luka bakar derajat-tiga yang mengelilingi dada dapat merusak ekspansi dada karena pembentukan krusta tebal. Pembuangan krusta mungkin perlu dilakukan untuk memungkinkan ekspansi dada saat inspirasi Auskultasi paru, apakah ada gerakan dada bilateral dan bunyi tambahan Kaji adanya agitasi atau perubahan tingkat kesadaran Selain tanda kemungkinan status cedera inhalasi pada pengkajian jalan napas, suara serak, stridor, mengi, batuk sputum mengandung karbon, takipnea, dispnea, dan agitasi mungkin ditemukan selama pengkajian pernapasan
c. Circulation Pasien luka bakar akan mengalami penurunan curah jantung dalam beberapa menit pertama cedera Takikardi
Kaji nadi, khususnya pada bagian distal luka bakar. Nadi yang tidak dapat diraba harus dievaluasi dengan Doppler. Luka bakar derajat ketiga yang mengelilingi ekstremitas mungkin memerlukan pembuangan krusta. Kaji pengisian ulang kapiler, rangka tubuh dan suhu ekstremitas serta warna kulit Kaji perfusi serebral dengan mengevaluasi tingkat kesadaran pasien. Afinitas karbon monoksida pada hemoglobin 200 kali lebih kuat dibandingkan oksigen. Tanda dan gejala perfusi jaringan yang tidak adekuat dapat menunjukkan keracunan karbon monoksida
d. Disability Mengkaji ulang AVPU (Alert, Verbal, Pain, Unrespons) pasien, melakukan pemeriksaan GCS dan tingkat kesadaran dari pasien : sadar/ somnolen/ sopor/ koma, serta kedaan pupil dengan menggunakan penlight.
2. Secondary Survey Secondary survey merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara head to toe, hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil. Beberapa pengkajian sekunder yang harus di lakukan pada pasien luka bakar antara lain : a.
Tentukan luas luka bakar Berbagai jenis formula yang digunakan untuk menghitung jumlah cairan
yang harus diberikan kepada pasien luka bakar harus berdasarkan
total
permukaan tubuh (TBSA: total body surface area) yang cedera. Luas luka bakar pada dewasa dihitung menggunakan rumus sembilan (Rule of nine) yang diprovokasi oleh Wallace, yaitu:
Dewasa
Anak
Kepala dan leher
: 9%
18%
Lengan masing-masing 9%
: 18%
18%
Badan depan 18%, badan belakang 18%
: 36%
36%
Tungkai masing-masing 18% ; 13,5 %
: 36%
27%
Genitatalia/perinium
: 1%
1%
Total : 100%
Gambar 2. Skema Pembagian Luas Luka Bakar
Pada anak-anak menggunakan tabel dari Lund atau Browder yang mengacu pada ukuran bagian tubuh terbesar pada seorang bayi atau anak (yaitu kepala). Usia (tahun) A-kepala (muka-belakang) A-kepala (muka-belakang) C-1 kaki (muka-belakang) (Moenadjat, 2009)
b.
c.
0 9½ 2¾ 2½
1 8½ 3¼ 2½
5 6½ 4 2¾
10 5½ 4¼ 3
15 4½ 4½ 3¼
Dewasa 3½ 4¾ 3½
Tentukan derajat luka bakar
Derajat I : superficial → nyeri, erythema, tanpa bullae
Derajat II : partial thickness → nyeri, cairan merembes, bullae (+)
Derajat III : full thickness → tidak nyeri, putih/ gelap
Tentukan berat badan penderita Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari
pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2007)
A
: Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester,
makanan)
M
: Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang
menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat
P
: Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit
yang pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obatobatan herbal)
L
: Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi,
dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi termasuk dalam komponen ini)
E
: Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian
yang menyebabkan adanya keluhan utama)
3. Tersier Survey a. Pemeriksaan darah
Darah lengkap
Kadar HbCO
Gula darah
Elektrolit
Analisa gas darah
Golongan darah beserta pemeriksaan lainnya
Tes kehamilan pada penderita wanita usia subur
b. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan foto toraks
Foto toraks dilakukan setelah pemasangan ET
c. Pemasangan pipa lambung Bila penderita muntah-muntah, kembung, luka bakar melebihi 20% harus dipasang pipa lambung yang dihubungkan dengan alat penghisap. Pada penderita yang memerluka transfer ke pusat luka bakar harus dipasang NGT.
d. Obat-obatan narkotik, analgesik, dan sedatif Penderita luka bakar berat sering gelisah yang disebabkan hipoksemia dan hipovolemia daripada disebabkan rasa nyeri. Oleh karena itu penderita akan membaik setelah pemberian oksigen atau cairan infus daripada narkotik, analgesik, atau sedatif. Bila obat-obatan tersebut memang diperlukan berikanlah dalm dosis kecil, bisa diberikan berulang-ulang dan diberi secara IV.
e. Antibiotika Pemberian antibiotik profilaksis tidak dianjurkan pada saat-saat pertama luka bakar baru terjadi, antibiotik hanya diberikan bila terjadi inflamasi.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Defisit volume cairan Gangguan pertukaran gas Risiko perubahan perfusi jaringan perifer Nyeri Kerusakan integritas kulit Risiko infeksi
2.2.3
Intervensi Keperawatan
1) Defisit volume cairan yang berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan volume plasma dari ruangan vaskular (pergeseran cairan). Tujuan
: Volume cairan adekuat
Kriteria hasil : tidak terjadinya edema, tidak terjadinya penurunan haluaran urine dan tekanan vena sentral, GCS: E4 V5 M6, TTV normal: TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/menit, RR 16-24 x/menit, Suhu 36,5-37,5oC.
Intervensi 1. Pantau tanda-tanda vital apakah takikardia dan hipotensi 2. Pasang dua kateter intervena (IV) diameter besar untuk resusitasi cairan 3. Pasang kateter urinarius untuk memantau haluaran
2) Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan cedera alveolar dan penurunan hemoglobin. Tujuan
: Pertukaran gas kembali normal
Kriteria hasil : peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat, mampu bernafas dengan mudah, kadar AGD normal, GCS: E4 V5 M6, TTV normal: TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/menit, RR 16-24 x/menit, Suhu 36,537,5oC. Intervensi 1. Berikan oksigen 100% dengan masker nonrebreather 2. Bantu ventilasi dengan alat berbentuk kantong dengan katup bila ada upaya pernapasan yang tidak adekuat 3. Siapkan intubasi untuk pasien dengan tanda potensial obstruksi jalan napas. 4. Tinggikan kepala tempat tidur bila pasien kemungkinan mengalami cedera inhalasi kecuali dikontraindikasikan pada trauma penyerta 5. Pantau sturasi oksigen dengan oksimetri nadi (oksimetri nadi mungkin tidak berbeda antara hemoglobin jenuh dengan karbon monoksida dan hemoglobin jenuh dengan oksigen). 6. Siapkan untuk eskarotomi pada kasus luka bakar mengelilingi dada yang menurunkan ekspansi dada dan kemampuan pasien untuk bernapas. 7. Pantau hemoglobin 8. Pantau kadar karbokasihemoglobin untuk pasien keracunan karbon monoksida
3) Perubahan perfusi jaringan perifer yang berhubungan dengan edema seluruh tubuh, jaringan avaskular, penurunan haluar jantung, dan hipovolemia. Tujuan
: Perfusi jaringan perifer kembali normal
Kriteria hasil : TTV normal TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/menit, RR 16 24 x/menit, Suhu 36,5-37,50C, nadi perifer teraba kuat dan regular, tidak pucat/ anemis, akral hangat, capillary refill <2 detik. Intervensi: 1. Evaluasi nadi perifer, fungsi sensori, suhu kulit, dan pengisisan ulang kapiler. 2. Pasang
manset
TD
pada
ekstremitas
yang
tidak
cedera
bila
memungkinkan. 3. Lepaskan perhiasan dan pakaian yang ketat 4. Siapkan untuk membantu eskarotomi pasien luka bakar yang mengelilingi ekstremitas yang berkaitan dengan defisi perfusi
4) Nyeri yang berhubungan dengan stimulasi terhadap sensor nyeri yang terpajan. Tujuan
: Nyeri teratasi atau teradaptasi
Kriteria hasil : Pasien tampak rileks, tidak gelisah, TTV normal TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/menit, RR 16 24 x/menit, Suhu 36,5-37,5oC. Intervensi 1. Dinginkan luka bakar dengan kompres air hangat sampai lembab dingin, hati-hati untuk menghindari hipotermia. 2. Tutup luka bakar yang di dinginkan dengan kain kering dan bersih untuk mencegah iritasi akibat ujung saraf terpajan aliran udara. 3. Berikan medikasi nyeri sesuai program 4. Beritahu pasien tentang semua prosedur yang akan dilakukan dan apa yang akan terjadi selama prosedur tersebut
5) Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan luka bakar, edema, dan kerusakan mobilitas fisik seperti yang ditunjukkan dengan destruksi dermis, epidermis, dan struktur dibawahnya, lepuh berisi cairan, dan bercak-bercak, berlilin, putih, merah cairan, atau warna kulit kehitaman.
Intervensi: 1. Hilangkan sumber pembakar 2. Bilas luka bakar kimiawi dengan air selama 20 sampai 30 menit 3. Bila telinga yang terbakar, amankan selang endotrakea dan lambung jauh dengan telinga 4. Tar, aspal, dan plastik yang melekat pada kulit harus di dinginkan dengan air. 5. Miringkan pasien selama 2 jam
6) Risiko infeksi yang berhubungan dengan perubahan sistem integumen yang ditunjukkan oleh destrubsi dermis dan epidermis. Intervensi: 1. Gunakan sarung tangan steril utuk semua kontak luka 2. Gunakan gown steril, masker, dan sepatu serta penutup kepala untuk luka bakar sedang atau mayor 3. Terapkan teknik aseptik dengan ketat 4. Gunakan line steril untuk pasien dengan luka bakar sedang sampai berat 5. Berikan antibiotik dan toksoid tetanus sesuai pesanan
2.2.4
Implementasi Keperawatan
Dilakukan sesuai intervensi dan kondisi pasien.
2.2.5
Evaluasi Keperawatan Hasildari evaluasi dari yang diharapkan dalam pemberian tindakan
keperawatan melalui proses keperawatan pada pasien dengan kegawatdaruratan
asidosis metabolik pada pasien luka bakar berdasarkan tujuan pemulangan adalah sebagai berikut : 1. Volume cairan adekuat 2. Pertukaran gas kembali normal 3. Perfusi jaringan perifer normal 4. Nyeri teratasi atau dapat teradaptasi 5. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit 6. Tidak ada tanda-tanda infeksi
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan Luka bakar adalah kerusakan jaringan tubuh terutama kulit akibat langsung atau ekspose dengan sumber panas (thermal), kimia, elektrik, dan radiasi Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh trauma panas yang memberikan gejala, tergantung luas dalam dan lokasi lukanya (Andra & Yessie, 2013). Cedera panas menghasilkan efek lokal dan efek sistemik yang berkaitan dengan luasnya destruksi jaringan. Pada luka bakar yang luasnya kurang dari 20%, mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya. Bila kulit yang terbakar luas (lebih dari 20%), dapat terjadi syok hipovolemik disertai gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin berkurang (Corwin, 2000). Kegawatdaruratan yang dapat muncul pada penderita luka bakar salah satunya adalah asidosis metabolik dimana terjadi ketidakseimbangan asam basa yang disebabkan oleh perfusi jaringan yang tidak adekuat, adanya peningkatan produksi asam dari produk akhir, fungsi renal berkurang (menyebabkan retensi produk akhir tertahan), kehilangan bikarbonat serum. Kondisi ini akhirnya menyebabkan asidemia atau keasaman darah, dimana pH arteri turun hingga dibawah 7,35.
3.2 Saran Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan, maka penulis berharap dengan makalah ini semoga mahasiswa/i dapat mengerti bagaimana asuhan keperawatan gawat daruratpada pasien luka bakar yang mengalami asidosis metabolik, dan paham bagaimana patofisiologi yang terjadi pada pasien yang mengalami penyakit tersebut, sehingga bisa berpikir kritis dalam melakukan tindakan keperawatan dan dapat meningkatkan wawasan tentang asuhan keperawatan asidosis metabolik pada luka bakar. Bagi perawat semoga akan terus
meningkatkan kualitas dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien asidosis metabolik dengan ikut melibatkan keluarga dalam perawatan pasien dengan cara dapat melakukannya bersamaan ketika melakukan tindakan lain sehingga dapat meminimalkan masalah
keperawatan, serta bagi penulis karya tulis ilmiah lainnya untuk lebih menggali dan meningkatkan teori-teori serta penemuan yang mendukung kasus asidosis metabolik pada luka bakar.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elisabeth, J. (2000). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC Mansjoer , A. (2002). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: FKUI
Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC R. Sjamsuhidajat, Wim De Jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC Kidd, Pamela S. (2012). Pedoman Keperawatan Emergency. Edisi 2. Jakarta : EGC Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC Brunner and Suddarth. (1997). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta : EGC C. Long Barbara. (1996). Keperawatan Medikal Bedah: Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Bandung : Yayasan IAPK Ignatavicius, Donna D. (1991). Medical Surgical Nursing. Philadelphia: WB Saunders Company Sylvia A. Price (2006). Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2. Jakarta: EGC Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat (Plus Contoh Askep dengan Pendekatan NANDA, NIC, NOC). Yogyakarta : Nuha Medika Wilkinson, Judit M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan : Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC Debby. (2012). Luka Bakar. Diakses pada tanggal 09 April 2015. http://debbyakin.blogpost.com/2012/05/luka-bakar.html?m=1 Agustianti, Yenni. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Bakar. Diakses
pada
tanggal
09
April
2015.
http://abhique.blogspot.com/2010/01/asuhan-keperawatan-pada-pasiendengan.html?m=1
Priangga, Satria Dwi. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Combustio.
Diakses
pada
tanggal
09
April
2015.
http://satriadwipriangga.blogspot.com/2014/01/asuhan-keperawatan-padapasien.html?m=1
Sophie D Roock, Jean-Paul Deleuze, Thomas Rose, Serge Jennes, and Philippe Hantson. (2012). Severe Metabolic Acidosis Following Assault Chemical Burn.
J
Emerg
Trauma
Shock.
Apr-Jun;
5
(2):
178–180.
doi: 10.4103/0974-2700.96488. PMCID: PMC3391843. Diakses pada tanggal
09
April
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3391843/
2015.