Makalah Aqidah Kel.6.docx

  • Uploaded by: Sely Noviyana
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Aqidah Kel.6.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,049
  • Pages: 22
Tugas Mata Kuliah Aqidah

URGENSI TAUHID DALAM KEHIDUPAN, PRIBADI KELUARGA, MASYARAKAT DAN PROFESI

DOSEN PENGAMPU : RISTIANTI AZHARITA Disusun oleh: Kelompok 6 ABU RIJAL ALGIFARI

(1804019011)

GUSTRIANI

(1604015099)

ROINALDO

(1804015019)

SELI NOVIYANA

(1804019008)

KELAS

: 2G

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF DR HAMKA FAKULTAS FARMASI DAN SAINS JURUSAN FARMASI 2019

BAB I PENDAHULUAN Tauhid merupakan landasan Islam yang paling penting. Seseorang yang benar tauhidnya, maka dia akan mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat. Tauhid yang tidak benar, akan menjatuhkan seseorang ke dalam kesyirikan. Kesyirikan merupakan dosa yang akan membawa kecelakaan di dunia serta kekekalan di dalam azab neraka. Allah SWT berfirman dalam Al Qur‟an surat An-Nisa‟ ayat 48, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan mengampuni yang lebih ringan dari pada itu bagi orang-orang yang Allah kehendaki”. (Al Qur‟an Tarjamah Tafsiriyah, 2013: 101) Mengajarkan tauhid kepada anak, mengesakan Allah dalam hal beribadah kepada-Nya, menjadikannya lebih mencintai Allah dari pada selain-Nya, tidak ada yang ditakutinya kecuali Allah merupakan hal pokok yang harus dilakukan seorang pendidik. Seorang pendidik harus menekankan bahwa setiap langkah manusia selalu dalam pengawasan Allah SWT. Penerapan konsep tersebut adalah dengan berusaha menaati peraturan dan menjauhi larangan-Nya. Seorang pendidik harus mampu menyesuaikan tingkah lakunya dengan nilai-nilai yang diajarkan dalam Islam. Pendidikan tauhid ini adalah pendidikan yang paling pokok di atas hal-hal penting lainnya. Allah memerintahkan hal ini secara jelas di dalam Al Qur‟an melalui kisah Luqman dengan anaknya yang tertuang dalam QS. Luqman ayat 13, “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberikan pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang amat besar”. (Al Qur‟an Tarjamah Tafsiriyah, 2013:513) Panggilan “anakku” merupakan kalimat singkat untuk menunjukan kasih sayang. Nasehat ini tidak diawali dengan perintah ibadah. Allah tidak mengawali firman-Nya dengan “beribadahlah kepada Allah”, akan tetapi dengan “janganlah menyekutukan Allah”. Kalimat tersebut menyimpulkan bahwa ibadah tidak akan bisa diterima selama masih dalam keadaan musyrik. (Lukluk Sismiati, 2012). Rasulullah SAW memberikan contoh penanaman aqidah yang kokoh ketika beliau mengajari anak paman beliau, Abdullah bin Abbas ra. Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi dengan sanad yang hasan, Ibnu Abbas bercerita “Pada suatu hari aku pernah berboncengan di belakang Nabi (di atas kendaraan), beliau berkata kepadaku: “Wahai anak, aku akan mengajari engkau beberapa kalimat: Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau akan dapati Allah di hadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah. Jika engkau meminta tolong, minta tolonglah kepada Allah”. (Shahih At-Tirmidzi nomor 2516).

Uraian diatas menjelaskan pentingnya perkara tauhid. Tauhid diperuntukan bagi anak-anak dan dewasa, sementara dasar-dasarnya diajarkan pada masa anak-anak. Thalbah Hisman dkk (2010) menjelaskan bahwa pembelajaran diwaktu kecil akan sulit dilupakan, bahkan tidak akan ditinggalkan sampai menjadi guru besar di universitas yang paling terkemuka sekalipun. (Lukluk Sismiyati, 2012:2) “Cinta kepada Allah terjadi ketika seseorang mencintai Allah lebih dari rasa cintanya kepada dirinya sendiri, kedua orang tuanya dan segala miliknya”. Anak merupakan pondasi yang paling mendasar bagi terbentuknya sebuah bangunan masyarakat. Apabila kita meletakannya dalam posisi yang benar, bangunannya secara utuh akan bisa lurus. Masa anak-anak adalah fase yang paling subur, paling panjang dan paling dominan bagi murabbi (pendidik) untuk menanamkan nilai-nilai pokok yang lurus kedalam jiwa (aqidah) dan kelakuan (akhlak) peserta didiknya. Demikian pentingnya masa anak untuk ditanamkan nilai-nilai dasar yang menjadi sumber mereka menjalani kehidupan sebagai makhluk Allah. Apabila masa ini dapat dimanfaatkan seorang pendidik dengan sebaik-baiknya, tentu harapan besar untuk berhasil akan mudah diraih pada masa mendatang. Kelak anak akan tumbuh menjadi seorang muslim yang tahan dalam menghadapi berbagai tantangan, beriman, kuat lagi kokoh (Abdurrahman, 2005)

BAB II PEMBAHASAN A. Tauhid 1. Definisi Tauhid Kata tauhid berasal dari kata-kata wahhada, yuwahhidu, tauhidan, yang artinya mengesakan, menyatukan. Jadi, tauhid adalah suatu agama yang mengesakan Allah . Arti kata tauhid adalah mengesakan, yang dimaksud dengan mengesakan Allah Swt adalah dzat-Nya, sifat-Nya, asma‟-Nya dan af‟al-Nya. 2. Urgensi Tauhid Tauhid merupakan bagian paling penting dari keseluruhan subtansi aqidah ahlus sunnah wal jamaah. Bagian ini harus dipahami secara utuh agar maknanya yang sekaligus mengandung klasifikasi jenis-jenisnya dapat terealisasi dalam kehidupan, dalam kaitan ini tercakup dua hal: Pertama, memahami ajaran tauhid secara teoritis berdasarkan dalil-dalil al-Qur‟an, sunnah dan akal sehat. Kedua, mengaplikasikan ajaran tauhid tersebut dalam kenyataan sehingga ia menjadi fenomena yang tampak dalam kehidupan manusia. Secara teoritis, tauhid dapat diklasifikasikan dalam tiga jenis: a. Tauhid Rububiyah Rububiyah adalah kata yang dinisbatkan kepada salah satu nama Allah Swt, yaitu „Rabb‟. Nama ini mempunyai beberapa arti, antara lain: al-murabbi (pemelihara),an-nasir (penolong), al-malik (pemilik), al-mushlih (yang memperbaiki), as-sayyid (tuan) dan al-wali (wali). Dalam terminologi syari‟at Islam, istilah tauhid rububiyyah berarti: “percaya bahwa hanya allah-lah satu-satunya pencipta, pemilik, pengendali alam raya yang dengan takdirnya-Nya ia menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam dengan sunnah-sunnah-Nya”. Dalam pengertian ini istilah tauhid rububiyah belum terlepas dari akar makna bahasanya. Sebab Allah adalah pemelihara makhluk, para rasul dan wali-wali-Nya dengan segala spesifikasi yang telah diberikannya kepada mereka. Rezeki-Nya meliputi semua hamba-Nya. Dialah penolong rasul-rasul-Nya dan wali-wali-Nya, pemilik bagi semua makhluk-Nya, yang senantiasa memperbaiki keadaan mereka dengan pilar-pilar kehidupan yang telah diberikannya kepada mereka, tuhan kepada siapa derajat tertinggi dan kekuasaan itu berhenti, serta wali atau pelindung yang tak terkalahkan yang mengendalikan urusan para wali dan rasul-Nya. Tauhid rububiyah mencakup dimensi-dimensi keimanan berikut ini: Pertama, beriman kepada perbuatan-perbuatan Allah yang bersifat umum.

Misalnya, menciptakan, memberi rizki, menghidupkan, mematikan, menguasai. Kedua, beriman kepada takdir Allah. Ketiga, beriman kepada zat Allah. Landasan tauhid rububiyah adalah dalil-dalil berikut ini: (QS. alFatihah: 1) Artinya:“Segala Puji Bagi Allah Tuhan Semesta Alam.”, .” (QS. al-A‟raaf: 54) Artinya:“Ingatlah menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah, (QS. albaqarah: 29) Artinya:“Dia-lah Allah yang menjadikan segla yang ada di bumi untuk kamu.” , (QS. asy-Syu‟ara‟: 80 Artinya:“ Dan apabila aku sakit, dialah yang menyembuhkan aku.” (QS. ad-Dzariyat: 58) Artinya:“Sesungguhnya Allah dialah maha pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” b. Tauhid Al-Asma Wa Ash-Shifat Definisi tauhid al-asma wa ash-shifat artinya pengakuan dan kesaksian yang tegas atas semua nama dan sifat allah yang sempurna dan termaktub dalam ayat-ayat al-Quran dan sunnah rasulullah saw. (QS. asy-Syuura: 11) Artinya:“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan dia, dan dia maha mendengar lagi maha melihat.” Disini Allah Swt, menetapkan sifat-sifat bagi diri-Nya secara rinci. Yaitu dengan menyebut bagian-bagian kesempurnaan itu satu persatu. Inilah sinyalemen dalam bagian kedua ayat tersebut: “…dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. Maka Allah Swt, menetapkan sifat mendengar dan melihat bagi diriNya sendiri. Tetapi Allah Swt, juga menafikan sifat-sifat kekurangan dari diriNya. Hanya saja itu bersifat umum. Artinya, Allah Swt, menafikan semua bentuk sifat kekurangan bagi dirinya yang bertentangan dengan kesempurnaan-Nya secara umum tanpa merinci satuan-satuan dari sifat-sifat kekurangan tersebut. Ini sinyalemen bagian pertama dari ayat tadi:” Tiada sesuatupun yang serupa dengan Dia”. Terkadang memang terjadi sebaliknya. Yaitu bahwa Allah Swt,menetapkan sifat-sifat bagi diri-Nya secara global dan merinci sifat-sifat kekurangan yang ingin dinafikan. Misalnya dalam ayat berikut": Artinya:“Segala Puji Bagi Allah Tuhan Semesta Alam.”(QS. al-Fatihah: 1)  (QS. al-Baqarah ayat: 355) Artinya:“…Tidak mengantuk dan tidak tidur…” c. Tauhid Uluhiyah Kata Uluhiyah diambil dari akar kata ilah yang berarti yang disembah dan yang dita‟ati. Kata ini digunakan untuk menyebut sembahan yang hak dan yang batil. Untuk sembahan yang hak terlihat misalnya dalam firman Allah Swt: Artinya:“Dialah Allah yang tiada tuhan selain dia, yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus urusan makhluknya…”(QS. alBaqarah: 255) Artinya:“ Apakah Engkau Telah Melihat Orang Yang Menjadikan Hawa Nafsunya Sebagai Tuhannya?” (QS. al-Jaatsiyah: 23)

Tetapi kemudian pemakaian kata lebih dominan digunakan untuk menyebut sembahan yang hak sehingga maknanya berubah menjadi: Dzat yang disembah sebagai bukti kecintaan, penggunaan, dan pengakuan atas kebesaranNya. Dengan demikian kata ilah mengandung dua makna: pertama, ibadah; kedua, ketaatan. Pengertian tauhid uluhiyah dalam terminologi syari‟at Islam sebenarnya tidak keluar dari kedua makna tersebut. Maka definisinya adalah: “Mengesakan Allah dalam ibadah dan ketaatan. Atau mengesakan Allah dalam perbuatan seperti sholat, puasa, zakat, haji, nazar, menyembelih sembelihan, rasa takut, rasa harap dan cinta. Maksudnya semua itu dilakukan: yaitu bahwa kita melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan-Nya sebagai bukti ketaatan dan semata-mata untuk mencari ridla Allah. Oleh sebab itu, realisasi yang benar dari tauhid uluhiyah hanya bisa terjadi dengan dua dasar: Pertama, memberikan semua bentuk ibadah hanya kepada Allah Swt, semata tanpa adanya sekutu yang lain. Kedua, hendaklah semua ibadah itu sesuai dengan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya melakukan ma‟siat. Kemudian pemahaman mendalam yang dijadikan fokus utama kepada anak didik adalah filsafat tentang tuhan, yakni Allah Swt. Sebagai segala sesuatu, dan segala sesuatu yang diciptakan-Nya adalah musnah, kecuali Allah. Paham ini akan melahirkan teori relativitas atau kenisbian. Bahkan, manusia sendiri merupakan bagian dari alam yang sifatnya relatif, dan karena relativitasnya, manusia dididik untuk memiliki kesadaran tentang saat-saat menuju ketiadaannya, yakni kematian yang menjadi pintu menuju kea lam yang kekal. Dengan demikian, menyajikan materi ketauhidan merupakan langkah prinsipil untuk meningkatkan kesadaran emosional dan spiritual anak didik. 3. Alasan Pentingnya Tauhid a. Tauhid adalah tujuan diciptakannya jin dan manusia Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: ‫ُون‬ َ ‫اْل‬ ِ ‫نس إِ ََّّل ِليَ ْعبُد‬ ِ ْ ‫َو َما َخلَ ْقتُ ْال ِج َّن َو‬ “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepadaKu.” (QS. adz-Dzaariyat [51]: 56) Maksud dari ayat ini adalah: “Dan tidaklah Aku (Allah) menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka mentauhidkanKu”. (al-Jami’ Li Ahkamil Quran al-Karim, Imam al-Qurthubi, 57/17) Sedangkan mentauhidkan Allah berarti mengesakanNya dengan apa-apa yang menjadi kekhususan bagiNya baik itu dalam masalah rububiyyah, uluhiyyah ataupun asma wa sifat Allah. (al-Qaul al-Mufid ‘ala Kitab at-Tauhid, Syaikh

Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, cetakan Dar Ibnu al-Jauziy, Riyadh 1419 H, hal 8) b. Tauhid merupakan inti dakwah para rasul Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: َّ ‫ّللاَ َواجْ تَنِبُواْ ال‬ ُ ‫طا‬ َ‫غوت‬ ‫سوَّلً أَ ِن ا ْعبُد ُواْ ه‬ ُ ‫َولَقَدْ َب َعثْنَا فِي ُك ِهل أ ُ َّم ٍة َّر‬ “Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut””. (QS. an-Nahl [16]: 36) Di dalam ayat tersebut Allah subhanahu wa ta’ala mengabarkan kepada kita bahwa hujjahNya telah ditegakan kepada setiap umat manusia, baik itu umat terdahulu maupun umat di zaman sekarang. Yaitu bahwasanya telah diutus kepada setiap mereka seorang rasul. Dan mereka (para rasul) seluruhnya menyeru umatnya kepada satu hal yaitu: (seruan untuk) beribadah hanya kepada Allah saja tanpa menyekutukanNya dengan sesuatu apapun. Di dalam ayat yang lain, Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman: ‫ُون‬ ِ ُ‫سو ٍل إِ ََّّل ن‬ ُ ‫س ْلنَا ِمن قَ ْبلِكَ ِمن َّر‬ َ ‫َو َما أَ ْر‬ ِ ‫وحي إِلَ ْي ِه أَنَّهُ ََّل إِلَهَ إِ ََّّل أَنَا فَا ْعبُد‬ “Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Aku, maka sembahlah Aku”.” (QS. al-Anbiyaa [21]: 25) c. Tauhid merupakan hal yang pertama diperintahkan oleh Allah kepada hambaNya sebelum kewajiaban yang lainnya Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: ً ‫سانا‬ َ َ‫َوق‬ َ ْ‫ضى َربُّكَ أََّلَّ ت َ ْعبُد ُواْ إَِّلَّ إِيَّاهُ َوبِ ْال َوا ِلدَي ِْن إِح‬ “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaikbaiknya.” (QS. al-Isra [17]: 23) Dalam ayat ini, Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kita untuk bertauhid terlebih dahulu yaitu dengan berfirman: “Jangan menyembah selain Dia”. Baru setelah itu Allah memerintahkan kita untuk berbakti kepada kedua orang tua kita. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam mengutus sahabat Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu ke negri Yaman, beliau berwasiat: ‫ ( ِإلَى أ َ ْن‬:ٍ‫ َو ِفي ِر َوا َية‬،ُ‫ش َهادَة ُ أ َ ْن ََّل إِلَهَ ِإ ََّّل هللا‬ َ ‫ فَ ْل َي ُك ْن أ َ َّو َل َما تَدْعُو ُه ْم ِإلَ ْي ِه‬،‫ب‬ ِ ‫ِإ َّنكَ ت َأ ْ ِتي قَ ْو ًما ِم ْن أ َ ْه ِل ْال ِكت َا‬ )َ‫ي َُو ِ هحدُوا هللا‬

“Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari kalangan ahli kitab, maka hendaknya hal yang pertama kali engkau dakwahkan kepada mereka adalah syahadat “laa ilaha illallah”. Dan diriwayat lain disebutkan: “Agar mereka mentauhidkan Allah ta’ala”. (HR. al-Bukhari no. 1458, Muslim no. 19) d. Tauhid adalah hak Allah atas hambaNya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam pernah bertanya kepada sahabat Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu: ”Apakah hak Allah atas hambaNya?”, beliau menjawab: “Allah dan rasulNya lebih mengetahuinya”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: ‫ش ْيئًا‬ َ ‫َح َّق هللاِ َعلَى ْال ِعبَا ِد أ َ ْن يَ ْعبُد ُوهُ َو ََّل يُ ْش ِر ُكوا ِب ِه‬ “Hak Allah atas hambanya adalah agar mereka beribadah kepadaNya dan agar mereka tidak menyekutukanNya dengan suatu apapun.” (HR. al-Bukhari dan Muslim) e. Tauhid merupakan tugas seorang muslim sepanjang hidupnya Tauhid merupakan tugas dan kewajiban seorang muslim selama hidupnya. Seorang muslim memulai hidupnya dengan tauhid, dan mengakhirinya dengan tauhid pula. Dan tugasnya di dunia ini adalah menegakan tauhid dan senantiasa mengajak manusia kepada tauhid. Karena tauhidlah yang bisa menyatukan orangorang yang beriman, dan menghimpun mereka semua di atas kalimat tauhid “laa ilaha illallah”. Implementasi kehidupan bertauhid pada dasarnya melalui dua tahap: pertama,tahapan melaksanakan segala perintahnya (yg merupakan ibadah mahdah). Kedua, ialah implementasi dari ibadah mahdah yg pada hakekatnya merupakan ibadah gairu mahdah. Ibadan yg dilakukan oleh seorang muslim yang tidak dilakukan hanya karna untuk mnggugurkan kewajibannya saja tetapi nilainilai dari ibadah tersebut harus tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Implementasi hidup bertauhid berarti menempatkan cinta kepada Allah SWT. Diatas cinta kepada yang lain. Jika seseorang istiqomah dengan sikap yang seperti itu maka niscaya ia termsuk orang yang selamat dalam kehidupannya, sebaliknya jika sesorang tidak kuat menghdapi cobaan dan rintangan sehingga cintanya kepada yang lain dapat mengalahkan cintanya kepada Allah SWT. Dipastikan prang tersebut akan menemui kesulitan dalam kehidupannya dan ia termasukorang-orang yang merugi dan celaka. Jadi,prmahaman tauhid bukan hanya sekedar percaya atau beriman kepada Allah SWT. Saja. Tetapi dicapkan atau diikrarkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan seseorang belum dapat dikatakan sebagai sesorang yang bertauhi secara sempurna dan hakiki, karena yang dimaksud dengan tauhid yang

hakiki dan sempurna dalam pandangan islam adalah tauhid yang tercermin dalam ibadah dan perbuatan manusia itu sehari – hari. B. Tantangan Tauhid dalam Kehidupan Tauhid adalah harta termahal yang dimiliki oleh seorang hamba. Karena tauhid memiliki banyak pengaruh dalam kehidupan nyata, berikut adalah banyak pengaruh tauhid dalam kehidupan muslim: Pertama, orang yang bertauhid dan beriman kepada Allah dan rasul-Nya pasti tahu mengapa Allah SWT menciptakannya sehingga ia berada di atas jalan yang lurus, ia mengetahui dari mana awal dan ke mana akhir hidupnya, jauh dari kebutaan dan kesesatan. “Maka apakah orang yang berjalan terjungkal di atas mukanya itu lebih banyak mendapatkan petunjuk ataukah orang yang berjalan tegap di atas jalan yang lurus?” (QS. Al-Mulk: 22). Kedua, tauhid menjadikan hati-hati manusia bersatu dengan Rabb yang satu, satu kitab, satu risalah, dan satu kiblat, dan iman juga menjadikan manusia saling mencintai dan bersaudara seperti firman Allah SWT : “Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujuraat: 10). Rasulullah SAW bersabda: “Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, saling menyayangi dan saling bersikap lemah lembut adalah seperti satu tubuh, jika salah satu anggota tubuh merasakan sakit maka semua anggota tubuh yang lain akan sulit tidur dan demam.” (HR. Muslim dari An-Nu’man bin Basyir RA). Masyarakat beriman adalah masyarakat yang melakukan ta’awun (saling bekerja sama) dalam kebaikan dan taqwa dimana anggota masyarakatnya saling melarang dari perbuatan dosa dan permusuhan, semua berusaha untuk sukses menggapai ridha Allah, individunya merasa takut untuk berbuat zhalim, mencuri, menipu, membunuh, berzina, menyuap atau menerima suap, berdusta, dengki, ghibah atau perbuatan jahat lain karena ia takut kepada Allah dan takut kepada hari di mana ia harus berhadapan dengan Allah SWT untuk mempertanggungjawabkan semua amalnya.

Dan ketika kaum muslimin berpegang teguh dengan tauhid mereka menjadi orang-orang yang terbaik seperti firman-Nya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali-Imran: 110) Ketiga, bila iman telah menyebar luas di masyarakat, maka pastilah akan membuahkan amal shalih yang diridhai Allah swt sehingga membuka berbagai pintu kebaikan dan mendatangkan pertolongan Allah dalam menghadapi musuhmusuh mereka. “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, Pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raaf: 96) ْ ‫ص ْر ُك ْم َويُثَ ِب‬ َّ ‫ص ُروا‬ ‫ِّت أَ ْقد‬ ُ ‫َّللاَ َين‬ ُ ‫ا َم ُك ْم ََ َيا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا ِإن تَن‬ “Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad: 7) Begitulah dulu kaum muslimin, sebelumnya mereka adalah orang-orang yang lemah dan miskin, namun mereka beriman dan beramal shalih hingga Allah membuka pintu-pintu keagungan di dunia untuk mereka, Allah cukupkan mereka dengan karunia-Nya, dan Allah tolong mereka dari musuh-musuh mereka dengan pertolongan yang gilang-gemilang. C. Urgensi Tauhid dalam Pembinaan Pribadi dan Keluarga Sebagai pendidik pertama dan utama, orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam membina anak, baik terhadap nilai-nilai tauhid, nilai-nilai akhlak karimah, yang bersumberkan ajaran agama Islam harus diberikan, ditanamkan dan dikembangkan oleh orang tua terhadap buah hatinya dalam kehidupan sehari-hari. 1. Arti keluarga dalam islam Dalam islam keluarga dikenal dengan istilah Usrah, Nash, Ali, Nasb. Keluarga dapat diperoleh melalui keturunan (anak cucu) perkawinan. Keluarga Muslim bermula dari perkawinan. Perkawinan merupakan pernyataan asasi pembentukan keluarga. Tidak ada keluarga di dalam Islam sebelum akad pernikahan.

Islam memandang keluarga sebagai lingkungan pertama bagi individu di mana ia beriteraksi. Dari interaksi pertama itu individu memperoleh unsur-unsur dan ciri-ciri dasar daripada kepribadiannya. Juga dari situ ia memperoleh akhlak, nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan dan emosinya dan dengan itu ia merubah banyak kemungkinan-kemungkinan, kesanggupan-kesanggupan dan kesediaannya menjadi kenyataan yang hidup dan tingkah laku yang tampak. Islam mewajibkan keluarga untuk mendidik dan menumbuhkan segala aspek kepribadian anak-anak. Bidang-bidang pendidikan di mana keluarga dapat memainkan peranan penting adalah enam bidang pendidikan, yaitu: a) b) c) d) e) f)

Pendidikan jasmani Pendidikan akal Psikologikal dan emosi Pendidikan agama Pendidikan akhlak Pendidikan social 2.

Pendidikan Tauhid Dalam Keluarga

Kitab Al Quran telah mengikrarkan bahwa tauhid adalah akidah universal(syamil). Maksudnya, akidah yang yang mengarahkan seluruh aspek kehidupan dan tidak mengotak-ngatikkannya. Seluruh aspek dalam hidup manusia hanya dipandu oleh hanya satu kekuatan, yaitu tauhid. Konsekuensinya ialah penyerahan (Islamisasi) manusia secara total – mulai dari kalbu, wajah, akal pikiran, qaul(ucapan), hingga amal – kepada Allah semata-mata. a.

Ruang Lingkup Pembahasan Tauhid.

Ruang lingkup pembahasan tauhid ada empat yakni: 1) Ilahiyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Ilah (Tuhan) seperti wujud, nama-nama,sifat, dan af’al Allah. 2) Nubuwat. Yakni pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan Rasul, juga termasuk pembahasan tentang kitab-kitab Allah, mu’jizat, dan lain sebagainya. 3) Ruhaniyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik seperti Malaikat, Jin, Iblis, dan Syaitan, 4) Sam’iyyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat sam’i (dalil naqli berupa Al-Quran dan Sunnah) seperti alam barzakh, akhirat, azab kubur, surga dan neraka.

Keyakinan seorang muslim akan eksistensi Tuhan Yang Maha Esa (Allah) melahirkan keyakinan bahwa sesuatu yang ada di alam ini ciptaan Tuhan;semuanya akan kembali kepada-Nya, dan segala sesuatu berada dalam urusan Yang Maha Esa itu. Dengan demikian segala perbuatan, sikap, tingkah laku, atau perkataan seseorang selalu berpokok dalam modus ini. 3. Peran keluarga dalam membina tauhid anak Lingkungan rumah dan pendidikan orang tua yang diberikan kepada anaknya dapat membentuk atau merusak masa depan anak. Oleh sebab itu masa depan anak sangat tergantung kepada pendidikan , pengajaran, dan lingkungan yang diciptakan oleh orang tuanya.. Apabila orang tua mampu menciptakan rumah menjadi lingkungan yang Islami, maka anak akan memiliki kecenderungan kepada agama. DR. M. Quraish Shihab, menjelaskan bahwa kehidupan keluarga, apabila diibaratkan sebagai satu bangunan, demi terpelihara dari hantaman badai, topan dan goncangan yang dapat meruntuhkannya, memerlukan fondasi yang kuat dan bahan bangunan yang kokoh serta jalinan perekat yang lengket. Fondasi kehidupan keluarga adalah ajaran agama, disertai dengan kesiapan fisik dan mental calon-calon ayah dan ibu. Beliau menambahkan bahwa keluarga merupakan sekolah tempat putra-putri bangsa belajar. Pendidikan anak yang paling berpengaruh dibandingkan dengan yang lain adalah keluarga sebagai pusatnya, karena seorang anak masuk Islam sejak awal kehidupannya, dan dalam keluargalah ditanamkan benih-benih pendidikan. Juga waktu yang dihabiskan seorang anak di rumah lebih banyak dibandingkan tempat lain, dan kedua orang tua merupakan figur yang paling berpengaruh terhadap anak, demikianlah pendapat Muhammad Quthub yang dikutip oleh Khatib Ahmad Santhut. 4. Dasar Dan Tujuan Pendidikan Tauhid Dalam Keluarga H. Abu Tauhid dalam bukunya Beberapa Aspek Pendidikan Islammengungkapkan bahwa arti menjaga diri serta keluarga dari siksa api neraka atau disebut (‫ )الوقاية‬di dalam ayat ini dengan mengutip pendapat Sayid Sabiq, sebagaimana dalam surat al-Tahrim: 6, Surat Luqman ayat 13, Surat Al Baqarah ayat 132-133. Menjaga diri dan keluarga dari api neraka adalah dengan pengajaran dan pendidikan, serta mengembangkan kepribadian mereka kepada akhlak yang utama, serta menunjukkan kepada hal-hal yang bermanfaat dan membahagiakan diri serta keluarga.

Setiap orang tua ingin menyelamatkan dirinya serta keluarganya dari siksa api neraka, serta ingin mendidik putra putrinya karena hal itu sudah menjadi kodrat sebagai orang tua. Namun bagi para orang tua yang beriman, mendidik anak bukan hanya mengikuti dorongan kodrat naluriah, akan tetapi lebih dari itu yakni dalam rangka melaksanakan perintah Allah SWT yang harus dilaksanakan. Oleh sebab itu orang tua harus memberikan pendidikan terutama penanaman ketauhidan kepada putra putrinya. Tauhid, berarti mengakui bahwa seluruh alam semesta beserta isinya berada dalam kekuasaan Allah SWT, hanya ada satu tuhan karena jika ada tuhan yang lain selain Allah maka niscaya alam semesta akan hancur lebur sebagaimana dalam surat al-Anbiya’: 22 Melahirkan keturunan yang berkualitas serta shalih dan shalihah merupakan tujuan hidup dalm berkeluarga bagi seorang muslim.Agar tujuan tersebut tercapai anak harus didik secara baik dan benar, karena anak yang sehat fisiknya dan psikisnya merupakan dambaan dan kebanggaan bagi setiap orang tua atau keluarga. Anak juga merupakan rahmat Allah yang bernilai tinggi serta memiliki manfaat yang sangat besar di dunia dan akhirat. Anak juga sebagai amanat Allah yang harus disyukuri dan Allah akan meminta pertanggungjawaban kelak di hari kiamat kepada para orang tuanya. Anak merupakan salah satu bagian dalam keluarga. Anak akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan selama ia masih hidup. Prof.Dr. H.M. Mahmud Yunus menyatakan bahwa tujuan pendidikan dalam bidang keimanan ialah : a) Agar memiliki keimanan yang teguh kepada Allah, Rasul-rasul, Malaikat, hari akhir, dan lain sebagainya. b) Agar memiliki keimanan berdasarkan kepada kesadaran dan ilmu pengetahuan, bukan sebagai “pengikut buta” atau taklid semata-mata. c) Agar keimanan itu tidak mudah rusak apalagi diragukan oleh orang-orang yang beriman. Seharusnya agama masuk ke dalam pribadi anak sejak dini, yakni sejak anak dilahirkan. Ia mengenal Tuhan melalui orang tuanya. Perkembangan agama anak sangat dipengaruhi oleh kata-kata, sikap, tindakan, dan perbuatan orang tuanya. Apa saja yang dikatakan orang tua akan diterima anak, meskipun belum mempunyai kemampuan memikirkan kata-kata dan informasi yang ia terima. Orang tua bagi anak adalah benar, berkuasa, pandai, dan menentukan. Oleh sebab itu hubungan antara orang tua dan anak mempunyai pengaruh signifikan bagi perkembangan agama anak. Maka pengertian pendidikan tauhid dalam keluarga adalah usaha-usaha pendidikan tauhid yang dilakukan oleh para orang tua terhadap anak-anaknya dengan menyampaikan materi-materi ketauhidan dengan metode kalimat tauhid,

keteladanan, pembiasaan, nasehat, dan pengawasan. Metode ini disesuaikan dengan materi yang akan diberikan dan juga kemampuan anak. Sehingga diharapkan anak menjadi seorang muslim sejati dengan ketauhidan yang utuh, sebagai jalan untuk menjadi hamba Allah yang bertakwa. 5. Metode yang digunakan dalam membina tauhid anak Al Ghazali mengatakan bahwa mendidik keimanan anak harus dengan cara yang halus dan lemah lembut, bukan dengan paksaan atau dengan berdebat, sehingga dengan metode yang lemah lembut materi pendidikan dapat dengan mudah diterima oleh anak. Senada dengan hal ini ada firman Allah yang dalam surat al-Maidah: 35. Sehingga dalam proses pelaksanaannya, pendidikan Islam memerlukan metode yang tepat untuk menyampaikan materi-materi kepada anak, sehingga tujuan pendidikan yang diinginkan dapat dicapai. Ada beberapa metode yang besar pengaruhnya untuk menanamkan keimanan kepada anak yakni : a) b) c) d) e) f) g)

Teladan yang baik; Kebiasaan yang baik; Disiplin, hal ini sebenarnya sebagaian dari pembiasaan; Memotivasi; Memberikan hadiah terutama yang dapat menyentuh aspek psikologis; Memberikan hukuman dalam rangka kedisiplinan; Suasana kondusif dalam mendidik.

Menurut Abdullah Nashih Ulwan metode yang paling efektif dalam mendidik anak adalah : a) b) c) d) e)

Pendidikan dengan keteladanan. Pendidikan dengan adat dan kebiasaan. Pendidikan dengan nasehat. Pendidikan dengan perhatian. Pendidikan dengan memberikan hukuman.

Pendidikan Islam memberikan ketentuan bahwa rentang usia peserta didik ialah sejak ia lahir sampai meninggal dunia. Manusia sejak lahir memerlukan pendidikan , selanjutnya pendidikan tersebut tetap diperlukan sepanjang hidunya sebagai sebuah proses. Dalam konsep pendidikan tauhid dalam keluarga menggunakan 5 metode yaitu : a) Kalimat tauhid. b) Keteladanan. Dalam surat Al-Mumtahanah: 4,6 dan surat Al-Ahzab: 21, surat AlBaqarah: 44. Ibrahim dan Nabi Muhammad dijadikan sebagai profil

keteladanan.Kebiasaan seseorang, jika dilihat dari ilmu psikologi ternyata berkaitan erat dengan orang yang ia jadikan figur dan panutan. c) Nasehat. d) Pengawasan. 6. Fungsi Pendidikan Tauhid Dalam Keluarga Fungsi merupakan bentuk operasional dari sebuah tujuan, sehingga kita dapat melihat fungsi pendidikan tauhid dalam keluarga dengan menganalisis tujuan dari pendidikan tauhid dalam keluarga. Yusron Asmuni menyebutkan bahwa pendidikan tauhid dalam keluarga adalah berfungsi untuk : a) Memberikan ketentraman dalam hati anak. b) Menyelamatkan anak dari dari kesesatan dan kemusyrikan. c) Membentuk perilaku dan kepribadian anak, sehingga menjadi falsafah dalam kehidupannya. Dari penjelasan yang diuraikan oleh Abdurrahman An-Nahlawi, dapat dilihat bahwa pendidikan tauhid dalam keluarga memiliki beberapa fungsi agar : a) Anak dapat beribadah kepada Allah secara ikhlas. b) Anak dapat mengetahui makna dan maksud beribadah kepada Allah. c) Anak dapat menjauhi hal-hal yang dilarang Allah seperti syirik dan semua hal yang dapat menghancurkan ketauhidan.[19] Keluarga merupakan tempat pertama kali anak menerima pendidikan tauhid. Dengan menanamkan kepada anak bahwa dirinya selalu berada dalam perlindungan dan kekuasaan Allah yang Maha Esa. Sehingga dengan proses yang panjang anak akan selalu mengingat Allah SWT. Allah berfirman dalam surat arra’d: 28 Dengan mengajarkan ketauhidan yang bersumber dari Al Quran dan Al Hadits, maka ketauhidan yang terbentuk dalam jiwa anak disertai dengan ilmu pengetahuan yang berdasarkan kepada argumen-argumen dan bukti-bukti yang benar, serta dapat dipertanggungjawabkan. Keyakinan yang disertai ilmu pengetahuan akan membuat keyakinan itu semakin kokoh, sehingga akan terpancar melalui amal perbuatan sehari-hari. Maka benar jika keimanan itu tidak hanya diucapkan, kemudian diyakini namun juga harus tercermin dalam perilaku seorang muslim. Ketauhidan yang telah terbentuk menjadi pandangan hidup seorang anak akan melahirkan perilaku yang positif baik ketika sendirian maupun ada orang lain, karena ada atau tidak ada yang melihat, anak yang memiliki ketuhidan yang benar akan merasakan bahwa dirinya selalu berada dalam penglihatan dan pengawasan Allah, sehingga amal dan perilaku positif yang dilakukan benar-benar karena mencari ridho Allah SWT.

7. Materi pendidikan tauhid dalam keluarga ada empat yakni : -

Ilahiyat Nubuwat Ruhaniyat Sam’iyyat

D. Urgensi Tauhid dalam Dunia Profesi Ajaran Islam sebagai agama universal sangat kaya akan pesan-pesan yang mendidik bagi muslim untuk menjadi umat terbaik, menjadi khalifa, yang mengatur dengan baik bumi dan se isinya. Pesan-pesan sangat mendorong kepada setiap muslim untuk berbuat dan bekerja secara profesional, yakni bekerja dengan benar, optimal, jujur, disiplan dan tekun. Akhlak Islam yang di ajarkan olehNabiyullah Muhammad SAW, memiliki sifat-sifat yang dapat dijadikan landasan bagi pengembangan profesionalisme. Ini dapat dilihat pada pengertian sifat-sifat akhlak Nabi sebagai berikut : 1. Sifat kejujuran (shiddiq) Kejujuran ini menjadi salah satu dasar yang paling penting untuk membangun profesionalisme. Hampir semua bentuk uasha yang dikerjakan bersama menjadi hancur, karena hilangnya kejujuran. Oleh karena itu kejujuran menjadi sifat wajib bagi Rasulullah SAW. Dan sifat ini pula yang selalu di ajarkan oleh islam melalui al-Qur’an dan sunah Nabi. Kegiatan yang dikembangkan di dunia organisasi, perusahan dan lembaga modern saat ini sangat ditentukan oleh kejujuran. Begitu juga tegaknya negara sangat ditentukan oleh sikap hidup jujur para pemimpinnya. Ketika para pemimpinya tidak jujur dan korup, maka negara itu menghadapi problem nasional yang sangat berat, dan sangat sulit untuk membangkitkan kembali. 2. Sifat tanggung jawab (amanah) Sikap bertanggung jawab juga merupakan sifat akhlak yang sangat diperlukan untuk membangun profesionalisme. Suatu perusahaan/ organisasi/ lembaga apapun pasti hancur bila orang-orang yang terlibat di dalamnya tidak amanah. 3. Sifat komunikatif (tabligh) Salah satu ciri profesional adalah sikap komunikatif dan transparan. Dengan sifat komunikatif, seorang penanggung jawab suatu pekerjaan akna dapat menjalin kerjasama dengan orang lain lebih lancar. Ia dapat juga meyakinkan rekanannya untuk melakukan kerja sama atau melaksanakan visi dan misi yang

disampaikan. Sementara dengan sifat transparan, kepemimpinan di akses semua pihak, tidak ada kecurigaan, sehingga semua masyarakat anggotanya dan rekan kerjasamanya akan memberikan apresiasi yang tinggi kepada kepemimpinannya. Dengan begitu, perjalanan sebuah organisasi akan berjalan lebih lanca, serta mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak. 4. Sifat cerdas (fathanah) Dengan kecerdasannya seorang profesional akan dapat melihat peluang dan menangkap peluang dengan cepat dan tepat. Dalam sebuah organisasi, kepemimpina yang cerdas akan cepat dan tepat dalm memahami problematikayang ada di lembaganya. Ia cepat memahami aspirasi anggotanya, sehingga setiap peluang dapat segera dimanfaatkan secara optimal dan problem dapat dipecahkan dengan cepat dan tepat sasaran. Disamping itu, masih terdapat pula nilai-nilai islam yang dapat mendasari pengembangan profesionalisme, yaitu : a. Bersikap positif dan berfikir positif (husnuzh zhan) Berpikir positif akan mendorong setiap orang melaksanakan tugastugasnya lebih baik. Hal ini disebabkan dengan bersikap dan berfikir positif mendorong seseorang untuk berfikir jernih dalam menghadapi setiap masalah. Husnuzh zhan tersebut, tidak saja ditujukan kepada sesama kawan dalam bekerja, tetapi yang paling utama adalah bersikap dan berfikir positif kepada Allah SWT. Dengan pemikiran tersebut, seseorang akan lebih lebih bersikap objektif dan optimistik. Apabil ia berhasil dalm usahanya tidak menjadi sombong dan lupa diri, dan apabila gagal tidak mudah putus asa, dan menyalahkan orang lain. Sukses dan gagl merupakan pelajaran yang harus diambil untuk menghadapi masa depan yang lebih baik, dengan selalu bertawakal kepada Allah SWT. b. Memperbanyak shilaturahhim Dalam Islam kebiasaan shilaturrahim merupakan bagian dari tanda-tanda keimanan. Namun dalam dunia profesi, shilaturahhim sering dijumpai dalam bentuk tradisi lobi. Dalam tradisi ini akan terjadi saling belajar. c. Disiplin waktu dan menepati janji Begitu pentingnya disiplin waktu, al-Qur’an menegaskan makna waktu bagi kehidupan manusia dalam surat al-Ashr, yang diawali dengan sumpah ”Demi Waktu”. Begitu juga menepati janji, al-Qur’an menegaskan hal tersebut dalam ayat pertama al-Maidah, sebelum memasuki pesan-pesan penting lainnya.

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.” (AlMaaidah/05:01). Yang dimaksud aqad-aqad adalah janji-janji sesama manusia. d. Bertindak efektif dan efisien Bertindak efektif artinya merencanakan, mengerjakan dan mengevaluasi sebuah kegitan dengan tepat sasaran. Sedangkan efisien adalah penggunaan fasilitas kerja dengan cukup, tidak boros dan memenuhi sasaran, juga melakukan sesuatu yang memang diperlukan dan berguna. Islam sangat menganjurkan sikap efektif dan efesien. e. Memberikan upah secara tepat dan cepat Ini sesuai dengan Hadist Nabi, yang mengatakan berikan upah kadarnya, akan mendorong seseorang pekerja atau pegawai dapat memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya secara tepat pula. Sementara apabila upah ditunda, seorang pegawai akan bermalas-malas karena dia harus memikirkan beban kebutuhannya dan merasa karya-karyanya tidak dihargai secara memadai. Dari uraian di atas, dapat disipulkan bahwa Islam adalah agama yang menekankanarti penting amal dan kerja. Islam mengajarkan bahwa kerja kerja harus dilaksanakanberdasarkan prinsip sebagai berikut : 1. Bahwa pekerjaan itu harus dilakukan berdasarkan kesadaran dan pengetahuan yang memadai. Sebagaimana firman Allah yang artinya : Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabnya. (QS. al-Isra/17:36). 2. Pekerjaan harus dilakukan berdasarkan keahlian. Seperti sabda Nabi : Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancuran. (Hadist Bukhari). 3. Berorientasi kepada mutu dan hasil yang baik. Dalm Islam, amal, dan kerja harus dilakukan dalam bentuk yang shalih. Sehingga makna amal shalih dapat dipahami sebagai kerja sesuai standar mutu, baik mutu dihadapan Allah maupun dihadapan manusia rekanan kerjanya. 4. Pekerjaan itu senantiasa diawasi oleh Allah, Rasulullah, dan masyarakatnya, oleh karena itu harus dilaksanakan dengan penuh tanggunga jawab. 5. Pekerjaan dilakukan dengan semangat dan etos kerja yang tinggi.

6. Pengupahan harus dilakukan secara tepat dan sesuai dengan amal atau karya yang dihasilkannya. E. Urgensi Tauhid dalam Hidup Bermasyarakat Tauhid akan mampu mengembalikan manusia ke taraf kesadaran. Jika tauhid yang murni terealisasidalam hidup seseorang, niscaya akan mampu menyelamatkan manusia dari perbudakan hawa nafsu yang semakin meraja lela. Di antara buah dari tauhid adalah sebagai berikut. 1. Memerdekakan manusia dari perbudakan serta tunduk kepada selain Allah, baik benda-benda atau makhluk lainnya Semua makhluk adalah ciptaan Allah. Mereka tidak kuasa untuk menciptakan, bahkan mereka ada karena diciptakan. Mereka tidak bias memberi manfaat atau bahaya kepada dirinya sendiri. Tidak mampu mematikan, menghidupkan atau membangkitkan. Tauhid memerdekakan manusia dari segala perbudakan dan penghambaan kecuali kepada Tuhan yang menciptakan dan membuat dirinya dalam bentuk yang sempurna. Memerdekakan hati dari tunduk, menyerah dan menghinakan diri. Hawa nafsu adalah tipu daya setan, yang menuntut setiap manusia untuk memenuhinya tanpa memperdulikan apa pun. Dengan tauhid yang tertanam dalam jiwa, manusia akan sadar bahwa tidak ada sesuatu pun yang wajib disembah, dituruti, ataupun diikuti kecuali Allah. 2. Membentuk kepribadian yang kokoh Tauhid membantu dalam pembentukan kepribadian yang kokoh. Ia menjadikan hidup dan pengalaman seseorang menjadi begitu istimewa, arah hidupnya jelas, tidak memperbudakkan dirinya kecuali hanya kepada Allah kepada-Nya ia menghadap, baik dalam kesendirian atau ditengah keramaianorang.Iaberdo'akepada-Nyadalamkeadaansempitataulapang. Berbeda dengan seseorang yang diperbudak oleh hawa nafsunya.Orang tersebut akan selalu terombang-ambing dan memikirkan cara, baikcara yang halal ataupun cara yang haram, untuk memenuhi keinginanhawa nafsunya yang sebenarnya tidak akan dapat terpenuhi. Sehingga setelah memenuhi suatu kebutuhan, orang tersebut akan terus “dihantui” ketidak puasan. Orang yang bertauhid,akan menjadikan tujuan hidupnya hanya kepada Allah. Ia mengetahui apa yang membuat-Nya ridha dan murka. Ia akan melakukan

apa yang membuat-Nya ridha, dan akan meninggalkan apa yang membuat-Nya murka, sehingga hatinya tenteram. 3. Tauhid sumber keamanan manusia Sebab tauhid memenuhi hati para seseorang dengan keamanan dan ketenangan. Tidak ada rasa takut kecuali kepada Allah. Tauhid menutuprapatcelah-celahkekhawatiranterhadaprizki,jiwadankeluarga.Ketakutan terhadap manusia, jin, kematian dan lainnya menjadi sirna.Seorang mukmin yang mengesakan Allah hanya takut kepada satu, yaituAllah. Karena itu, ia merasa aman ketika manusia ketakutan, serta merasatenang ketika mereka kalut. Hal itu diisyaratkan oleh Al-Qur'an dalamfirmanNya: yang artinya: “orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapatkeamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.”(Al-An'am: 82). Keamaan ini bersumber dari dalam jiwa, bukan oleh penjagapenjagaseperti polisi atau ibadah hanya untuk Allah dan tidak mencampuradukkan tauhid mereka dengan syirik, karena mereka mengetahui, syirikadalah kazhaliman yang besar. 4. Tauhid sumber kekuatan jiwa Tauhid memberikan kekuatan jiwa kepada pemiliknya, karena jiwanya penuh harap kepada Allah, percaya dan tawakkal kepada-Nya,ridha atas qadar (ketentuan)-Nya, sabar atas musibah-Nya, serta samasekali tak mengharap sesuatu kepada makhluk. Ia hanya menghadap danmeminta kepada-Nya. Jiwanya kokoh seperti gunung. Bila datang musibahia segeramengharap kepadaAllah agar dibebaskandarinya. Iatidakmeminta kepada orang-orang mati. Sabda Rasulullah: “Bila kamu meminta maka mintalah kepada Allah. Dan bila kamumemohon pertolongan maka mohonlah pertolongan kepada Allah.” (HR.At-Tirmidzi).

BAB III KESIMPULAN Siapa saja yang tidak mengenal tauhid maka ia buta seperti hewan yang mati berkalang tanah dalam keadaan tidak tahu mengapa ia dulu memulai kehidupan, ia meninggalkan dunia tanpa tahu mengapa dulu ia memasukinya. Mereka yang tidak beriman kepada hari akhir tidak ada yang ia pikirkan kecuali pemenuhan kesenangan dunia tanpa peduli halal atau haram. Dengan begitu kehidupan menjadi rusak dan masyarakat pun terpecah belah. Jika iman ia melemah, maka dosa akan bertambah sehingga mungkin saja Allah SWT menurunkan azabnya bagi para pendosa. Orang yang beriman mengenal Rabb dan Penciptanya, ia mengetahui mengapa Allah menciptakannya di dunia ini sehingga ia hidup dengan petunjuk dari Allah SWT, berjalan di atas jalan yang lurus. Orang yang beriman dengan iman yang benar tidak akan berbuat zhalim, mencuri, berzina, atau perbuatan haram lainnya, dengan demikian hidup masyarakat akan baik, anggota masyarakat bersaudara dan solid. Iman itu berbuah amal shalih, membuat ridha Al-Khaliq, sehingga berbagai keberkahan pun Ia bukakan, bantuan-Nya kepada kaum mukminin pun Ia kucurkan untuk menolong hamba-Nya menghadapi musuh mereka.

DAFTAR PUSTAKA Abdul Hamid, Muhyiddin. 1999. Kegelisahan Rasulullah Mendengar Tangis Anak. Yogyakarta : Mitra Pustaka. Ahmad Olgar, Maulana Musa. 2000. Mendidik Anak Secara Islami, Terjemahan Supriyanto Abdullah Hidayat. Yogyakarta : Ash-Shaff. Ahmad Santhut, Khatib. 1998. Menumbuhkan Sikap Sosial, Moral, dan Spiritual Anak Dalam Keluarga Muslim, Terjemahan Ibnu Murdah. Yogyakarta : Mitra Pustaka. Amin Rais. 1998. Tauhid Sosial Formula Menggempur Kesenjangan. Bandung : Mizan. Arif, Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta : Ciputat Pers. Bari, Rahmatul. 2003. Urgensi Tauhid dalam Kehidupan Modern. Semarang : IAIN Walisongo Semarang. Daradjat, Zakiah. 1970. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta : Bulan Bintang. Dja’far Sabran. 2006. Risalah Tauhid. Ciputat : Mitra Fajar Indonesia. Hasan Basri. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung : CV Pustaka Setia. Ihsan, Hamdani, dan Ihsan, A. Fuad. 1998. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung : Pustaka Setia. Jalaluddin. 2001. Teologi Pendidikan. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada Muhammad Bin Abdullah Al-Buraikan, Ibrahim. 1998. Pengantar Studi Aqidah Islam. Jakarta. Shihab, M.Quraish. 2002. Membumikan Alquran. Bandung : Mizan. Tafsir, Ahmad. 1997. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya. Zuhdi, M. Najmuddin. 2004. Ber Islam : Menuju Keshalehan Individual dan Sosial. Surakarta: Lembaga Studi Islam.

Related Documents

Aqidah
August 2019 54
Aqidah
June 2020 32
Aqidah
June 2020 28
Makalah Aqidah Kel.6.docx
October 2019 16
Aqidah
June 2020 28
Aqidah
June 2020 28

More Documents from ""