MAKALAH ANEMIA PADA IBU HAMIL
DISUSUN OLEH : Aulia Azizah
( S171706 )
Mariatul Qibtiah
( S171719 )
Oktafia Nita
( S171730 )
Selvia Wati
( S171737 )
Silvia Andarini
( S171738 )
D3 Kebidanan 1A AKADEMI KEBIDANAN SARI MULIA BANJARMASIN
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Anemia pada ibu hamil merupakan masalah kesehatan terkait dengan insidennya yang tinggi dan komplikasi yang dapat timbul baik pada ibu maupun pada janin. Di dunia 34 % ibu hamil dengan anemia dimana 75 % berada di negara sedang berkembang (WHO, 2005 dalam Syafa, 2010). Ibu hamil dengan anemia sebagian besar sekitar 62,3 % berupa anemia defisiensi besi (ADB) (Wiknjosastro, 2005). Pada ibu hamil dengan anemia terjadi gangguan penyaluran oksigen dan zat makanan dari ibu ke plasenta dan janin, yang mempengaruhi fungsi plasenta. Fungsi plasenta yang menurun dapat mengakibatkan gangguan tumbuh kembang janin. Anemia pada ibu hamil dapat mengakibatkan gangguan tumbuh kembang janin, abortus, partus lama, sepsis puerperalis, kematian ibu dan janin (Cunningham et al., 2005; Wiknjosastro, 2005), meningkatkan risiko berat badan lahir rendah (Karasahin et al, 2006; Simanjuntak, 2008), asfiksia neonatorum (Budwiningtjastuti dkk., 2005), prematuritas (Karasahin et al., 2006). Pertumbuhan janin dipengaruhi oleh ibu, janin, dan plasenta. Plasenta berfungsi untuk nutritif, oksigenasi, ekskresi (Wiknjosastro, 2005; Rompas, 2008). Kapasitas pertumbuhan berat janin dipengaruhi oleh pertumbuhan plasenta, dan terdapat korelasi kuat antara berat plasenta dengan berat badan lahir. Selain dampak tumbuh kembang janin, anemia pada ibu hamil juga mengakibatkan terjadinya gangguan plasenta seperti hipertropi, kalsifikasi, dan infark, sehingga terjadi gangguan fungsinya. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin (Wiknjosastro, 2005). Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah terjadinya anemia pada ibu hamil seperti perbaikan asupan gizi, program pemberian besi, dan pemberian preparat besi jauh sebelum merencanakan kehamilan. Akan tetapi upaya-upaya 3 tersebut
belum memuaskan. Hal ini berarti bahwa selama beberapa warsa ke depan masih tetap akan berhadapan dengan anemia pada ibu hamil. Gangguan pertumbuhan dan fungsi plasenta pada ibu hamil dengan anemia terkait kuat dengan kelangsungan hidup janin. Berat lahir plasenta dapat mencerminkan fungsi dan tumbuh kembang plasenta itu sendiri dan tumbuh kembang plasenta terkait dengan berat badan lahir. 2. Rumusan Masalah 1.
Apa pengertian anemia ?
2.
Apa penyebab anemia pada ibu hamil ?
3.
Bagaimana gejala anemia pada ibu hamil ?
4.
Bagaimana pencegahan dan penanganan anemia pada ibu hamil ? 3. Tujuan Makalah
1.
Agar mahasiswi mengetahui pengertian anemia.
2.
Agar mahasiswi mengetahui penyebab anemia pada ibu hamil.
3.
Agar mahasiswi mengetahui gejala anemia pada ibu hamil.
4.
Agar mahasiswi mengetahui pencegahan dan penanganan anemia pada ibu hamil.
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Anemia Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin di bawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar hemoglobin < 10,5 gr% pada trimester II ( Depkes RI, 2009 ). Anemia adalah kondisi dimana sel darah merah menurun atau menurunnya hemoglobin, sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan organ-organ vital pada ibu dan janin menjadi berkurang. Selama kehamilan, indikasi anemia adalah jika konsentrasi hemoglobin kurang dari 10,50 sampai dengan 11,00 gr/dl (Varney, 2006 ). Hemoglobin ( Hb ) yaitu komponen sel darah merah yang berfungsi menyalurkan oksigen ke seluruh tubuh, jika Hb berkurang, jaringan tubuh kekurangan oksigen. Oksigen diperlukan tubuh untuk bahan bakar proses metabolisme. Zat besi merupakan bahan baku pembuat sel darah merah. Ibu hamil mempunyai tingkat metabolisme yang tinggi misalnya untuk membuat jaringan tubuh janin, membentuknya menjadi organ dan juga untuk memproduksi energi agar ibu hamil bisa tetap beraktifitas normal sehari – hari. Fungsi Hb merupakan komponen utama eritrosit yang berfungsi membawa oksigen dan karbondioksida. Warna merah pada darah disebabkan oleh kandungan Hb yang merupakan susunan protein yang komplek yang terdiri dari protein, globulin dan satu senyawa yang bukan protein yang disebut heme. Heme tersusun dari suatu 6 senyawa lingkar yang bernama porfirin yang bagian pusatnya ditempati oleh logam besi (Fe). Jadi heme adalah senyawa-senyawa porfirin-besi, sedangkan hemoglobin adalah senyawa komplek antara globin dengan heme ( Masrizal, 2007).
B. Penyebab Anemia Pada Ibu Hamil Penyebab anemia umunya adalah kurang gizi, kurang zat besi, kehilangan darah saat persalinan yang lalu, dan penyakit – penyakit kronik (Mochtar, 2004). Dalam kehamilan penurunan kadar hemoglobin yang dijumpai selama kehamilan disebabkan oleh karena dalam kehamilan keperluan zat makanan bertambah dan terjadinya perubahan-perubahan dalam darah : penambahan volume plasma yang relatif lebih besar daripada penambahan massa hemoglobin dan volume sel darah merah. Darah bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia. Namun bertambahnya sel-sel darah adalah kurang jika dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Di mana pertambahan tersebut adalah sebagai berikut : plasma 30%, sel darah 18%, dan hemoglobin 19%. Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita hamil tersebut. Pengenceran ini meringankan beban jantung yang harusbekerja lebih berat dalam masa hamil, karena sebagai akibat hipervolemia tersebut, keluaran jantung (cardiac output) juga meningkat. Kerja jantung ini lebih ringan apabila viskositas darah rendah. Resistensi perifer berkurang pula, sehingga tekanan darah tidak naik (Wiknjosastro, 2005). Selama hamil volume darah meningkat 50 % dari 4 ke 6 L, volume plasma meningkat sedikit menyebabkan penurunan konsentrasi Hb dan nilai hematokrit. Penurunan ini lebih kecil pada ibu hamil yang mengkonsumsi zat besi. Kenaikan volume darah berfungsi untuk memenuhi kebutuhan perfusi dari uteroplasenta. Ketidakseimbangan antara kecepatan penambahan plasma dan penambahan eritrosit ke dalam sirkulasi ibu biasanya memuncak pada trimester kedua. C. Gejala Anemia Pada Ibu Hamil Ibu hamil dengan keluhan lemah, pucat, mudah pingsan, dengan tekanan darah dalam batas normal, perlu dicurigai anemia defisiensi besi. Dan secara klinis
dapat dilihat tubuh yang pucat dan tampak lemah (malnutrisi). Guna memastikan seorang ibu menderita anemia atau tidak, maka dikerjakan pemeriksaan kadar Hemoglobin dan pemeriksaan darah tepi. Pemeriksaan Hemoglobin dengan spektrofotometri merupakan standar ( Wiknjosastro, 2005). Proses kekurangan zat besi sampai menjadi anemia melalui beberapa tahap: awalnya terjadi penurunan simpanan cadangan zat besi dalam bentuk fertin di hati, saat konsumsi zat besi dari makanan tidak cukup, fertin inilah yang diambil. Daya serap zat besi dari makanan sangat rendah, Zat besi pada pangan hewan lebih tinggi penyerapannya yaitu 20 – 30 % sedangkan dari sumber nabati 1-6 %. Bila terjadi anemia, kerja jantung akan dipacu lebih cepat untuk memenuhi kebutuhan O2 ke semua organ tubuh, akibatnya penderita sering berdebar dan jantung cepat lelah. Gejala lain adalah lemas, cepat lelah, letih, mata berkunang kunang, mengantuk, selaput lendir , kelopak mata, dan kuku pucat. Derajat anemia pada ibu hamil dan penentuan kadar hemoglobin Ibu hamil dikatakan anemia bila kadar hemoglobin atau darah merahnya kurang dari 11,00 gr%. Menururt Word Health Organzsation (WHO) anemia pada ibu hamil adalah kondisi ibu dengan kadar Hb < 11 % . Anemia pada ibu hamil di Indonesia sangat bervariasi, yaitu: Tidak anemia : Hb >11 gr%, Anemia ringan : Hb 9-10.9 gr%, Anemia sedang : Hb 7-8.9 gr%, Anemia berat : Hb < 7 gr% ( Depkes, 2009 ; Shafa, 2010). Pengukuran Hb yang disarankan oleh WHO ialah dengan cara cyanmet, namun cara oxyhaemoglobin dapat pula dipakai asal distandarisir terhadap cara cyanmet. Sampai saat ini baik di Puskesmas maupun di Rumah Sakit masih menggunakan alat Sahli. Dan pemeriksaan darah dilakukan tiap trimester dan minimal dua kali selama hamil yaitu pada trimester I dan trimester III ( Depkes , 2009; Kusumah, 2009 ). Transfer zat besi ke janin Menrut Allen ( 2007) Transfer zat besi dari ibu ke janin di dukung oleh peningkatan substansial dalam penyerapan zat besi ibu selama kehamilan dan diatur
oleh plasenta. Serum fertin meningkat pada umur kehamilan 12 – 25 minggu, Kebanyakan zat besi ditransfer ke janin setelah umur kehamilan 30 minggu yang sesuai dengan waktu puncak efisiensi penyerapan zat besi ibu. Serum transferin membawa zat besi dari sirkulasi ibu untuk transferin reseptor yang terletak pada permukaan apikal dan sinsitiotropoblas plasenta, holotransferin adalah endocytosied ; besi dilepaskan dan apotransferin dikembalikan ke sirkulasi ibu. Zat besi kemudian bebas mengikat fertin dalam sel – sel plasenta yang akan dipindahkan ke apotransferrin yang masuk dari sisi plasenta dan keluar sebagai holotransferrin ke dalam sirkulasi janin. Plasenta sebagai transfortasi zat besi dari ibu ke janin. Ketika status gizi ibu yang kurang, jumlah reseptor transferrin plasenta meningkat sehingga zat besi lebih banyak diambil oleh plasenta dan ditransfortasi untuk janin serta zat besi yang berlebihan untuk janin dapat dicegah oleh sintesis plasenta fertin. Pengaruh anemia terhadap kehamilan Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik dalam kehamilan, persalinan, maupun nifas dan masa selanjutnya. Penyulit-penyulit yang dapat timbul akibat anemia adalah : keguguran (abortus), kelahiran prematurs, persalinan yang lama akibat kelelahan otot rahim di dalam berkontraksi (inersia uteri), perdarahan pasca melahirkan karena tidak adanya kontraksi otot rahim (atonia uteri), syok, infeksi baik saat bersalin maupun pasca bersalin, serta anemia yang berat (<4 gr%) dapat menyebabkan dekompensasi kordis. Hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan syok dan kematian ibu pada persalinan (Wiknjosastro, 2005; Saifudin, 2006 ). Pengaruh anemia pada kehamilan. Risiko pada masa antenatal: berat badan kurang, plasenta previa, eklamsia, ketuban pecah dini, anemia pada masa intranatal dapat terjadi tenaga untuk mengedan lemah, perdarahan intranatal, shock, dan masa pascanatal dapat terjadi subinvolusi. Sedangkan komplikasi yang dapat terjadi pada neonatus : premature, apgar scor rendah, gawat janin (Anonim,”tt”). Bahaya pada Trimester II dan trimester III, anemia dapat menyebabkan terjadinya partus premature, perdarahan ante partum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim,
asfiksia intrapartum sampai kematian, gestosis dan mudah terkena infeksi, dan dekompensasi kordis hingga kematian ibu (Mansjoer dkk., 2008 ). Bahaya anemia pada ibu hamil saat persalinan, dapat menyebabkan gangguan his primer, sekunder, janin lahir dengan anemia, persalinan dengan tindakan-tindakan tinggi karena ibu cepat lelah dan gangguan perjalanan persalinan perlu tindakan operatif (Mansjoer dkk., 2008). Anemia kehamilan dapat menyebabkan kelemahan dan kelelahan sehingga akan mempengaruhi ibu saat mengedan untuk melahirkan bayi. Bahaya anemia pada ibu hamil saat persalinan: gangguan his-kekuatan mengejan, Kala I dapat berlangsung lama dan terjadi partus terlantar, Kala II berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan tindakan operasi kebidanan, Kala III dapat diikuti retensio plasenta, dan perdarahan post partum akibat atonia uteri, Kala IV dapat terjadi perdarahan post partum sekunder dan atonia uteri. Pada kala nifas : Terjadi subinvolusi uteri yang menimbulkan perdarahan post partum, memudahkan infeksi puerperium, pengeluaran ASI berkurang, dekompensasi kosrdis mendadak setelah persalinan, anemia kala nifas, mudah terjadi infeksi mammae ( Shafa, 2010 ; Saifudin, 2006) Pertumbuhan janin yang lambat, kekurangan gizi pada janin, kelahiran prematur dan berat badan bayi lahir yang rendah, yaitu sebesar 38,85%, merupakan penyebab kematian bayi. Sedangkan penyebab lainnya yang cukup banyak terjadi adalah kejadian kurangnya oksigen dalam rahim (hipoksia intrauterus) dan kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (asfiksia lahir), yaitu 27,97%. Hal ini menunjukkan bahwa 66,82% kematian perinatal dipengaruhi pada kondisi ibu saat melahirkan. Jika dilihat dari golongan sebab sakit, kasus obstetri terbanyak pada tahun 2005 adalah disebabkan penyulit kehamilan, persalinan dan masa nifas lainnya yaitu 56,09% (Depkes, 2009).
D. Pencegahan Dan Penanganan Anemia Pada Ibu Hamil Pencegahan anemia pada ibu hamil dapat dilakukan antara lain dengan cara: meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan, mengkonsumsi pangan hewani dalam jumlah cukup, namun karena harganya cukup tinggi sehingga masyarakat sulit menjangkaunya. Untuk itu diperlukan alternatif yang lain untuk mencegah anemia gizi besi, memakan beraneka ragam makanan yang memiliki zat gizi saling melengkapi termasuk vitamin yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi, seperti vitamin C. Peningkatan konsumsi vitamin C sebanyak 25, 50, 100 dan 250 mg dapat meningkatkan penyerapan zat besi sebesar 2, 3, 4 dan 5 kali. Buah-buahan segar dan sayuran sumber vitamin C, namun dalam proses pemasakan 50- 80 % vitamin C akan rusak. Mengurangi konsumsi makanan yang bisa menghambat penyerapan zat besi seperti : fitat, fosfat, tannin ( Wiknjosastro, 2005 ; Masrizal, 2007). Kenaikan volume darah selama kehamilan akan meningkatkan kebutuhan Fe atau Zat Besi. Jumlah Fe pada bayi baru lahir kira-kira 300 mg dan jumlah yang diperlukan ibu untuk mencegah anemia akibat meningkatnya volume darah adalah 500 mg. Selama kehamilan seorang ibu hamil menyimpan zat besi kurang lebih 1.000 mg termasuk untuk keperluan janin, plasenta dan hemoglobin ibu sendiri. Kebijakan nasional yang diterapkan di seluruh Pusat Kesehatan Masyarakat adalah pemberian satu tablet besi sehari sesegera mungkin setelah rasa mual hilang pada awal kehamilan. Tiap tablet mengandung FeSO4 320 mg (zat besi 60 mg) dan asam folat 500 μg, minimal masing-masing 90 tablet. Tablet besi sebaiknya tidak diminum bersama teh atau kopi, karena akan mengganggu penyarapannya ( Depkes RI, 2009). Menurut Shafa (2010) kebutuhan Fe selamaibu hamil dapat diperhitungkan untuk peningkatan jumlah darah ibu 500 mgr, pembentukan plasenta 300 mgr, pertumbuhan darah janin 100 mgr.
BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Anemia adalah kondisi dimana sel darah merah menurun atau menurunnya hemoglobin, sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan organ-organ vital pada ibu dan janin menjadi berkurang. Penyebab anemia umunya adalah kurang gizi, kurang zat besi, kehilangan darah dan penyakit – penyakit kronik. Gejala anemia adalah lemah, pucat, dan mudah pingsan. Penyulit-penyulit yang dapat timbul akibat anemia adalah : keguguran (abortus), kelahiran prematur, persalinan lama, perdarahan post partum. Pencegahan anemia pada ibu hamil dapat dilakukan dengan meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan atau mengkonsumsi suplemen zat besi.
B. SARAN Diperlukannya penangangan yang tepat terhadap faktor lingkungan (fisik, biologis dan sosial ekonomi), terlebih faktor sosial ekonomi. Kondisi sosial berupa dukungan dari keluarga dan komunitas akan mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil. Jika keluarga mendukung terhadap intake nutrisi yang adekuat pada ibu hamil dan memotivasi dalam memeriksakan kehamilannya secara rutin, maka kemungkinan kecil terjadi a
DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Varney, Helen, dkk. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC