MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN ALERGI ANAFILAKSIS
DISUSUN OLEH: KELOMPOK 5
CHINTYA REZKY AMALIYA PUTRI C051171007 ARMAWATI
C051171320
NALCHE KECHIA RANGAN
C051171036
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2019
i
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis persembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah menganugerahkan segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Gangguan Alergi Anafilaksis” dapat diselesaikan. Makalah ini disusun untuk menyelesaikan tugas kelompok dari dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II. Dalam penulisan makalah ini tidak jarang penulis menemukan kesulitan-kesulitan mendasar. Akan tetapi, berkat motivasi dan dukungan dari berbagai pihak, kesulitan-kesulitan itu akhirnya bisa diatasi. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, demi kesempurnaan makalah ini penulis sangat mengharapkan masukan yang sifatnya membangun. Penulis berharap makalah ini bermanfaat bagi semua. Makassar, 16 Februari 2019
TIM PENULIS
ii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 4 A. Latar Belakang ................................................................................................................ 4 B. Rumusan Masalah.............................................................................................................. 4 C. Tujuan Penulisan ............................................................................................................... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 5 A. Definisi ............................................................................................................................ 5 B. Etiologi ............................................................................................................................ 5 C. Tanda dan Gejala ............................................................................................................ 6 D. Patofisiologi .................................................................................................................... 8 E. Pathway ........................................................................................................................... 9 F.
Pemeriksaan Penunjang ................................................................................................ 11
G. Asuhan Keperawatan .................................................................................................... 12 BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 19 A. Kesimpulan ................................................................................................................... 19 B. Saran ............................................................................................................................... 19 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 20
iii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anafilaksis merupakan reaksi alergi sistemik yang berat dan dapat menyebabkan kematian, terjadi secara tiba-tiba segera setelah terpapar oleh allergen atau pencentus lainnya. Reaksi anafilaksis termasuk ke dalam hipersensivitas Tipe I menurut klasifikasi Gell dan Coombs. Penyebab anafilaksis secara umum diantaranya ialah obat-obatan, makanan, paparan lateks, dan segatan serangga. Alergen makanan, antara lain kacang, biji, dan kerang. Segatan serangga dapat menyebabkan kematian setiap tahunnya di Amerika serikat. Insiden anafilaksis terkait segatan serangga berkisar dari 0,3 hingga 3% populasi umum. Awalnya gejala anafilaksis cenderung ringan, akan tetapi pada akhirnya bisa menyebabkan kematian akibat syok anafilaktik. Syok anafilatik dapat berlangsung sangat cepat, tidak terduga, dan dapat terjadi dimana saja yang berpotensi menyebabkan kematian. Identifikasi awal adalah hal yang penting, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan pemberian asuhan keperawatan pada penderita anafilaksis. (Black & Hawks, 2014). B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dari makalah ini yaitu: 1. Apa yang dimaksud dengan gangguan alergi anafilaksis? 2. Menjelaskan apa etiologi gangguan alergi anafilaksis? 3. Apa tanda dan gejala dari gangguan alergi anafilaksis? 4. Bagaimana patofisiologi dari gangguan alergi anafilaksis? 5. Jelaskan asuhan keperawatan dari gangguan alergi anafilaksis? C. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan dari makalah ini yaitu dapat memahami tentang konsep medis dari gangguan alergi anafilaksis, mulai dari definisi, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi dan lainnya. Dan untuk mendapatkan pemahaman tentang asuhan keperawatan pada pasien gangguan alergi anafilaksis, mulai dari pengkajian, diagnosa sampai intervensinya.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Anafilaksis (anaphylaxis) adalah reaksi yang berat dan bisa mengancam jiwa dan harus selalu ditangani sebagai hal darurat medis. Anafilaksis terjadi setelah seseorang terpapar dengan alergen (makanan, serangga, dan obat) yang dapat menimbulkan alergi padanya (ASCIA, 2015). Reaksi anafilaksis merupakan reaksi cepat dimana gejala muncul segera setelah alergen masuk ke dalam tubuh. Para pakar sepakat bahwa anafilaksis merupakan keadaan darurat yang potensial dan dapat mengancam nyawa. Jika reaksi tersebut cukup hebat sehingga menibulkan syok disebut sebagi syok anafilaksis yang dapat berakibat fatal. Reaksi anafilaksis dapat terjadi setelah paparan terhadap allergen dari sumber seperti makanan, gigitan serangga, obat-obatan, dan imunisasi (BADAN POM RI, 2014). Respon anafilaksis berlangsung cepat dan diperantarai IgE. Aleregen berkaitan dengan IgE yang menarik sel mast dan basofil mengakibatkan dilepaskannya mediator seperti histamin, bradikinin, hepain, mediator lipid atau SRS-A (Leukotrien, prostaglandin D, Sitokinin IL-4, IL-5, TNFα. Manajemen medis anafilaksis dirawat dengan pemberian epinefrin setiap saat dalam bentuk EpiPen atau Ana-Kit untuk injek sendiri(waspada keamannya), meghilangkan atau menghentikan agen pencentus, rekomendasi kepada mereka untuk menggunakan gelang atau kewaspadaan dan kartu identitas pada dompet atau tas dan mendaftar pada pihak berwenang, memberikan oksigen darurat, menjaga jalan napas tetap terbuka, memposisikan klien pada posisi trendelenbrug, memberikan cairan IV seperti salin normal 0,9% atau ringer laktat jika diperlukan (Black & Hawks, 2014). B. Etiologi Faktor pemicu timbulnya anafilaksis pada anak-anak, remaja, dan dewasa muda adalah sebagian besar oleh makanan. Sedangkan gigitan serangga dan obat-obatan menjadi pemicu timbulnya reaksi ini. AGEN UMUM PENYEBAB ANAFILAKSIS 1.
Obat-obatan Pensilin (paling umum), Sefalosporin, Tetrasiklin, Streptomisin, Kanamisin, Neomisin, Heparin, Protamin, Vanomisin, Amfoterisin B, Polimiksin,
5
Bacterasin,Aspirin, agen antiinflamsi lainnya, Kolkisin Tranquilizer/ obat penenag 2.
Makanan Kacang, Seafood,Telur, Biji-bijian, Susu, Buah jeruk, Stoberi, Legume
3.
Racun serangga Hymenoptera (lebah madu, tawon, yellow jacket, lebah, semut api)
4.
Biologi Antisera heterolog, Enzim, Hormon, Vaksin (terutama jenis yang dikultur di telur)
5.
Produk darah Plasma, Kriopresipitasi/pemicu krio, Darah total, Gamma globulin
6.
Ekstrak alergen Agen uji kulit, Desensitisasi
7.
Agen diagnosis Sulfobromoftalein, Media kontras iodinasi
Tabel 1. Agen Umum Penyebab Anafilaksis (Black & Hawks, 2014)
C. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala dari anafilaksis dapat berupa: 1.
Kulit, subkutan, mukosa Kemerahan, gatal, urtikaria, angioedema penderitanya tidak merasakan gatal tetapi kulitnya terasa terbakar, pilor erection. Pembengkakan lidah atau tenggorokan dapat terjadi pada hampir 20% kasus. Gejala lain yang dapat timbul adalah hidung berair dan pembengkakan kongjugtiva. Kulit dapat menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen.
6
Gambar 2. Angioedema, dan Urtikaria(Sumber wikipedia) 2.
Respirasi Gejala pada organ pernapasan didahului dengan rasa gatal di hidung, bersin dan hidung tersumbat, diikuti dengan batuk, sesak, mengi, rasa tercekik, suara serak, dan stridor timbul karena pembengkakan yang menyebabkan penyempitan di saluran napas bagian atas. Di samping itu, terjadi pula edema pada lidah, edema laring, spasme laring dan spasme bronkus.
3.
Sistem Kardiovaskuler Spasme arteri koroner dapat terjadi disertai dengan infark miokardium,gangguan irama jantung, atau henti jantung. Penderita dengan riwayat penyakit jantung memiliki resiko lebih besar untuk mendapatkan efek anafilaksis pada jantung. 10% orang yang mengalami anafilaksis dapat memiliki denyut jantug yang lambat akibat tekanan darah rendah. Penderita akan merasakan pening atau bahkan kehilangan kesadaran karena penurunan tekanan darah.
4.
Sistem Gastrointestinal Gejala gastrointestinal berupa disfagia, mual-muntah, rasa kram diperut, diare yang kadang-kadang disertai darah, dan peningkatan peristaltic usus.
5.
Sistem saraf pusat Perubahan mood mendadak seperti iritabilitas, sakit kepala, perubahan status mental, kebingungan.
6.
Lain-lain Metalic taste di mulut, kram dan pendarahan karena kontraksi uterus.
7
D. Patofisiologi Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di tangkap oleh Makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL4, IL13) yang menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi IgE spesifik untuk antigen tersebut kemudian terikat pada reseptor pemukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil. Mastosit dan basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh IgE spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamine, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah preformed mediators. Fase Efektor adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek bronkospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin leukotrien yang dihasilkan menyebabkan bronkokonstriksi. Vasodilatasi pembuluh darah yang terjadi mendadak menyebabkan terjadinya fenomena maldistribusi dari volume dan aliran darah. Hal ini menyebabkan penurunan aliran darah balik sehingga curah jantung menurun yang diikuti dengan penurunan tekanan darah. Kemudian terjadi penurunan tekanan perfusi yang berlanjut pada hipoksia ataupun anoksia jaringan yang berimplikasi pada keadaan syok yang membahayakan penderita.
Gambar 2.Hipsensitivitas tipe I yang mendasari Reaksi Anafilaksis 8
E. Pathway
Makanan, obat-obatan dan sengatan serangga
Faktor sensitisasi
Faktor efektor Faktor aktivasi
Alergen masuk dan ditangkap makrofag
Pelebaran PD (Vasodilatasi) Mastosit & basophil dilepaskan
Makrofag mempresentasi antigen pada limfosir T
Mesekresikan sitokinin (IL-4, IL 13)
Alergen sama masuk ke dalam tubuh
Maldistribusi volume sirkulasi
↓ Aliran Darah Balik (Venous Return) Allergen diikat IgE spesifik ↓Tekenan darah
Limfosit B berpoliferasi plasmosit
Plasmosit memproduksi IgE spefisik
Pelepasan mediator vasoaktif (histamine, serotine, bradykinin)
Ikatan antigen & antibody mendegradasi asam arakidonat
↓Tekanan perfusi
Hipoksia jaringan
Syok anafilaktik Antigen terikat IgE di permukaan sel mast & basophil
9
Syok anafilaktik
B1 (breathing)
B2 (Blood)
Peningkatan pengeluran histamin
Peningkatan pengeluran histamin
Kontraksi otot polos bronkiolus
vasodilatasi
Dispnue, bronkospasme, stridor.
Arus balik vena & volume darah menurun
B3 (Brain)
Peningkatan pengeluran histamin
Suplai darah ke organ vital (otak) menurun
B4 (Bladder)
Peningkatan pengeluran histamin
Kontrasi otot polos
iskemia Permabilitas kapiler Asidosis respirasi
Ketidakefektifan pola napas
Maldistribusi volume darah
Pergeseran cairan intravaskuler
↓Tekanan perfusi
Peningkatan pengeluran histamin
Kontraksi otot polos
Suplai darah ke organ vital (lambung) menurun
Asam lambung
Penurunan kesadaran oedema
Penurunan curah jantung
↓Tekenan darah
B5 (Bowel)
Risiko ketidakefektif an perfusi jaringan otak
B6 (Bone)
Peningkata pengeluran histamine & bradikinin
Reaksi hipersensitivitas
Eritema, urtikaria, angioedema
Gangguan integritas kulit
Mualmuntah,diare
Hipovolemi intravaskuler
Dehidrasi
Miksi menurun
Kekurangan volume cairan
Hipotensi, bradikardi, keringat dingin dan pucat Gangguan eliminasi urine Ketidakefektifan perfusi jaringan
10
F. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan laboratorium dapat membantu menentukan diagnosis, memantau keadaan awal, dan beberapa pemeriksaan digunakan untuk memonitor hasil pengobatan serta mendekteksi komplikasi lanjut. Hitung eosinofil darah tepi normal atau meningkat, begitupun IgE total sering menunjukkan nilai normal. Pemeriksaan ini berguna untuk memprediksikan kemungkinan alergi pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga dengan derajat alergi tinggi. b. Pemeriksaan lainnya yaitu IgE pesifik dengan RAST(radio-immunosorbent test) atau ELISA
(Enzym
Linked
Immunosorbent
Assay
Test)
menggunakan
prinsip
imunoabsorbsi dan menunjukkan peningkatan kadar IgE pada darah klien. Alergen biasanya menempel pada permukaan yang solid, biasanya cakram kertas. Darah klien diinkubasi pada cakram. Jika klien memiliki antibodi terhadap antigen yang diuji, maka mereka akan meningkat alergen. Antibodi yang tidak berikatan akan tercuci dan kadar antigen IgE dapat diukur. Uji imi kurang sensitif dibanding uji kulit, memakana waktu, dan mahal. c. Pemeriksaan secara invito secra uji kulit untuk mencari alergen penyebab yaitu dengan uji cukit (prick test), uji gores (scratch test), dan uji intrakutan atau intradermal yang tunggak atau berseri (skin end tiration/SET). Uji cukit paling sesuai karena mudah dilakukan dan dapat ditoleransi oleh sebagian penderita termasuk anak. d. Pemeriksaan lain seperti analisa gas darah, elektrolit dan guka darah, tes fugsi hati, tes fungsi ginjal, elektrokardiografi, rontgen thorak, dan lain-lain.
11
G. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Identitas klien meliputi : Nama/nama panggilan, usia, jenis kelamin,, agama, pendidikan, alamat, dan bangsa. b. Keluhan utama : biasanya meliputi sesak napas, mual muntah, diare, gatal/pruritus, hipotensi, dan lainnya. c. Riwayat kesehatan sekarang : mengkaji alasan masuk rumah sakit, keluhan utama, riwayat alergi dan tipe allergen misal serbuk debu, tanaman, kosmetik, makanan, dan lainnya. d. Riwayat kesehatan dahulu : mengkaji apakah pasien pernah diberikan imunisasi sewaktu kecil, misal imunisasi campak dan penyakit yang diderita pada masa kanak-kanak. e. Riwayat kesehatan keluarga : mengkaji apakah dari anggota keluarga mempunyai atau pernah mengalami alergi. 2. Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi : amati permukaan kulit apakah terdapat ruam atau bercak kemerahan pada pasien dan apakah pasien terlihat sesak. b. Palpasi : rasakan permukaan kulit, pasien yang dehidrasi permukaan kulitnya terasa kering. Pengkajian
Diagnosis
Outcome
Intervensi
keperawatan a. Identitas klien
Ketidakefektifan
Setelah dilakukan
Manajamen Jalan Nafas
meliputi :
pola napas
perawatan, masalah
Aktivitas-aktivitas:
berhubungan dengan
pasien dapat teratasi
panggilan, usia, jenis
pembengkakan
dengan kriteria hasil:
kelamin,, agama,
dinding mukosa
pendidikan, alamat,
hidung (NANDA
lagi suara napas
dan bangsa.
Domain 4.
tambahan/stridor
b. Keluhan utama :
Aktivitas/istirahat
Nama/nama
Tidak
Posisikan pasien untuk
terdapat
memaksimalkan ventilasi
Posisikan untuk
Pernafasan
meringankan
biasanya meliputi
Kelas 4. Respons
kembali normal
sesak napas (NIC
sesak napas, mual
Kardiovaskuler/Pul
(NOC hal.159)
hal.186)
muntah, diare, gatal/pruritus,
monal hal. 243)
Manajemen Anafilaksis
Identifikasi dan
12
hipotensi, dan
bersihkan semua
lainnya.
sumber alergi,
c. Riwayat kesehatan
jika
sekarang : mengkaji alasan masuk rumah
memungkinkan
sakit, keluhan utama, riwayat alergi dan
Berikan posisi yang aman
Berikan oksigen
tipe allergen misal
konsentrasi
serbuk debu,
tinggi (10-15
tanaman, kosmetik,
L/menit) (NIC
makanan, dan
hal.150)
lainnya. d. Riwayat kesehatan dahulu : mengkaji apakah pasien pernah diberikan imunisasi sewaktu kecil, misal imunisasi campak dan penyakit yang diderita pada masa kanak-kanak. e. Riwayat kesehatan keluarga : mengkaji apakah dari anggota keluarga mempunyai atau pernah mengalami alergi.
13
Ketidakefektifan
Setelah dilakukan
Manajemen Syok
perfusi jaringan
perawatan, masalah
Aktivitas-aktivitas:
perifer berhubungan
pasien dapat teratasi
dengan penurunan
dengan kriteria hasil:
aliran darah
(NANDA Domain 4. Aktivitas/Istirahat Kelas 4. Respons Kardiovaskuler/Pul
monal hal. 253)
Monitor tandatanda vital dan
Tekanan darah kembali normal
tekanan darah
Posisikan pasien
Pasien tidak
untuk
terlihat pucat
mendapatkan
Pasien tidak
perfusi yang
mengalami
optimal
diaforesis (NOC
hal.115)
Berikan vasopressor, sesuai kebutuhan
Berikan agen antiinflamasi dan/atau bronkodilator, sesuai kebutuhan
Berikan kortikosteroid, sesuai kebutuhan (NIC hal. 210)
Kekurangan volume
Setelah dilakukan
Terapi intravena
cairan berhubungan
perawatan, masalah
Aktivitas-aktivitas:
dengan kekurangan
pasien dapat teratasi
cairan (NANDA
dengan kriteria hasil:
Domain 2. Nutri Kelas 5. Hidrasi hal. 193)
Asupan
cairan
pasien
dapat
Verifikasi perintah untuk terapi IV
Periksa tipe
terpenuhi (NOC
cairan, jumlah
hal.553)
dan kadaluarsa, karakteristik dari cairan
Lakukan 14
[prinsip] lima benar sebelum memulai infus atau pemberian pengobatan
Berikan pengobatan IV, sesuai yang diresepkan, dan monitor untuk hasilnya
Monitor tanda vital (NIC hal. 435)
Kerusakan integritas
Setelah dilakukan
Manajemen pengobatan
kulit berhubungan
perawatan, masalah
Aktivitas-aktivitas:
dengan reaksi alergi
pasien dapat teratasi
(NANDA Domain 2.
dengan kriteria hasil:
Nutrisi Kelas 5.
Hidrasi hal. 193)
Tentukan obat apa yang
Rasa gatal dapat
diperlukan dan
berkurang
kelola menurut
Edema
resep dan/atau
berkurang (NOC
protokol
hal. 513)
Kaji ulang pasien dan/atau keluarga secara berkala mengenai jenis 15
dan jumlah obat yang dikonsumsi
Monitor respon terhadap perubahan pengobatan dengan cara yang tepat
Ajarkan pasien dan/atau anggota keluarga mengenai metode pemberian obat yang sesuai
Dorong pasien untuk [bersedia dilakukan] uji skrining dalam menentukan efek obat (NIC hal. 199)
Resiko
Setelah dilakukan
Manajemen Pengobatan
ketidakefektifan
perawatan, masalah
Aktivitas-aktivitas:
perfusi jaringan otak
pasien dapat teratasi
berhubungan dengan
dengan kriteria hasil:
asidosis respirasi
Tentukan obat apa yang
Tidak terjadinya
dieprlukan, dan
lagi penurunan
kelola menurut
Aktivitas/Istirahat
kesadaran
resep dan/atau
Kelas 4. Respons
(NOC hal. 451)
protocol
(NANDA Domain 4.
Kardiovaskuler/Pul
monal hal. 252)
Monitor efek samping obat
Kaji ulang 16
pasien dan/atau keluarga secara berkala mengenai jenis dan jumlah obat yang dikonsumsi
Monitor respon terhadap perubahan pengobatan yang dengan cara yang tepat (NOC hal. 199)
Gangguan eliminasi
Setelah dilakukan
Bantuan Berkemih
urine berhubungan
perawatan, masalah
Aktivitas-aktivitas:
dengan hipovolemi
pasien dapat teratasi
intravaskuler
dengan kriteria hasil:
(NANDA Domain 3.
Pertimbangkan kemampuan
Pola eliminasi
dalam rangka
Eliminasi dan
urine kembali
mengenal
Pertukaran Kelas 1.
normal (NOC
keinginan untuk
hal. 83)
BAK
Fungsi Urinarius hal. 199)
Lakukan pencatatan mengenai spesifikasi kontinensia selama 3 hari untuk mendapatkan pola pengeluaran (urin)
Berikan pendekatan 17
dalam 15 menit interval yang disarankan untuk bantuan berkemih
Diskusikan catatan kontinensia dengan staf untuk memberikan penguatan dan dukungan kepatuhan terhadap jadwal berkemih yang tepat perminggunya dan sesuai dengan kebutuhan. (NIC hal. 72)
18
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Anafilaksis merupakan reaksi sistemik yang berat dan termasuk ke dalam reaksi hipersensitivitas tipe I menurut klasifikasi Gell dan Coombs. Reaksi anafilaksis dapat disebabkan oleh beragam macam sebab, diantaranya makanan, lateks, obat-obatan, reaksi sengatan serangga serta masih banyak penyebab lainnya. Manajemen medis anafilaksis dirawat dengan pemberian epinefrin setiap saat dalam bentuk EpiPen atau Ana-Kit untuk injek sendiri(waspada keamannya), meghilangkan atau menghentikan agen pencentus, rekomendasi kepada mereka untuk menggunakan gelang atau kewaspadaan dan kartu identitas pada dompet atau tas dan mendaftar pada pihak berwenang, memberikan oksigen darurat, menjaga jalan napas tetap terbuka, memposisikan klien pada posisi trendelenbrug, memberikan cairan IV seperti salin normal 0,9% atau ringer laktat jika diperlukan (Black & Hawks, 2014). B. Saran Dalam penulisan makalah ini ada begitu banyak hal kompleks yang akan ditemui, oleh karenanya akan lebih baik jika makalah ini dibaca berdampingan dengan textbook terkait agar tidak ada dualisme persepsi
19
DAFTAR PUSTAKA
ASCIA. (2015, Junin). The Australasian Socitey of Clinical Immnuology and Allergy( ASCIA). Dipetik Januari 7, 2019, dari www.allergy.arg.au Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis Untuk Hasil yang Diharapkan Edisi 8 Buku 3 . Singapore : Elsevier . Blackwell, Wiley. 2015-2017. Nursing Diagnoses Definition and Classification Edisi 10. Jakarta: EGC Bulechek, Gloria M, dkk. 2013. Nursing Intervention Classification Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Elsevier. Moorhead, Sue, dkk. 2013. Nursing Outcome Classification Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Elsevier. Jessenger, Vinoshalni, & Sidemen, G.P. 2016. Penatalaksanaan Syok Anafilaktik. Bagian/SMF Anestesioogi dan Reanimasi. FK Universitas Udayana. https://id.m.wikipedia.org/wiki/anafilaksis
20