ALIRAN FILSAFAT
MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH PENGANTAR ILMU FILSAFAT Yang di bina oleh Bapak Abd. Mu’id Aris Shofa, S.Pd.,M.Sc
Oleh : Kelompok 5 Cici Indah Sari Riris Masruroh
180711638599 180711638528
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SEPTEMBER 2018
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum. Wr. Wb Puji syukur selalu penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis mampu menyelasaikan tugas yang diberikan oleh dosen kepada penulis. Shalawat dan salam tak lupa kita haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat-sahabat dan para pengikut beliau sampai akhir zaman. Makalah ini memuat materi tentang ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU FILSAFAT yang bertujuan untuk mengetahui Aliran Dualisme,Pluralisme dan Multikulturalisme. Dalam pembuatan makalah ini penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak. Karena itu penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua dan teman-teman yang telah memberikan dukungan yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi. Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak khususnya Bapak Abd. Mu’id Aris Shofa, S.Pd.,M.Sc selaku dosen mata kuliah Filsafat Umum agar dapat lebih baik lagi dalam penulisan makalah selanjutnya. Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Penyusun
20 September 2018
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu..Penjelasan mengenai makna kehidupan dan bagaimana seharusnya kita menjalankannya merupakan masalah klasik yang hingga sekarang susah untuk ditetapkan filsafat mana yang paling benar yang seharusnya kita anut. Para filsuf tersebut menggunakan sudut pandang yabg berbeda-beda sehingga menghasilkan filsafat yang berbeda pula. Dari beberapa banyak aliran filsafat kami hanya membahas aliran filsafat Dualisme,Pluralisme dan Multikulturalisme. Suatu sistem filsafat berkembang berdasarkan ajaran seseorang atau beberapa orang tokoh pemikir filsafat.sistem filsafat sangat ditentukan oleh potensi dan kondisimasyarakat atau bangsa itu.Tegasnya oleh kerjasama faktor dalam dan faktor luar .Faktor-faktor ini diantaranya yang utama ialah sikap dan pandangan hidup, citakarsa dan kondisi alam lingkungan,Apabila citakarsanya tinggi dan kuat tetapi kondisi alamnya tidak menunjang maka bangsa itu tumbuhnya tidak subur atau tidak berjaya. Tujuan dari makalah ini sendiri selain mmemenuhi kewajiban membuat tugas , adalah untuk memenuhi rasa ingin tahu dan keterkaitan penulis terhadap bab aliran filsafat Dualisme,Pluralisme dan Multikulturalise. 1.2 Rumusan Masalah a) Apa pengertian Dualisme,Pluralisme dan Multikulturalisme? b) Jelaskan pandangan para ahli mengenai paham Dualisme,Pluralisme dan Multikulturalisme? c) Apa yang melatarbelakangi munculnya Aliran Filsafat Pluralisme? d) Studi kasus 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian Dualisme,Pluralisme dan Multikulturalisme 2. Untuk mengetahui pandangan para ahli mengenai paham Dualisme,Pluralisme dan Multikulturalisme? 3. Untuk mengetahui alasan yang melatarbelakangi lahirnya aliran filsafat Dualisme,Pluralisme dan Multikulturalisme?
BAB II. PEMBAHASAN A. Pengertian Aliran Dualisme adalah aliran yang coba memadukan antara dua paham yang saling bertentangan yaitu Materialisme dan Idealisme. Menurut aliran dualisme materi maupun ruh sama-sama merupakan hakikat. Materi muncul bukan karena adanya ruh, begitupun ruh muncul bukan karena materi. Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya aliran ini masih memiliki masalah dalam menghubungankan dan menyeleraskan kedua aliran tersebut. Aliran Dualisme memandang bahwa alam terdiri dari dua macam hakikat sebagai sumbernya. Aliran dualisme merupakan paham yang serba dua, yaitu antara materi dan bentuk. Menurut paham dualisme, di dalam dunia ini selalu di hadapkan kepada dua pengertian yaitu ‘Yang ada sebagai potensi’ dan ‘Yang ada secara terwujud’. Keduanya adalah sebutan yang melambangkan materi (Hule) dan bentuk (Eidos) Aliran Pluralisme berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas. Aliran Multikulturalisme adalah sebuah filosofi terkadang ditafsirkan sebagai ideology yang menghendaki adanya persatuan dari berbagai kelompok kebudayaan dengan hak dan status sosial politik yang sama dalam masyarakat modern. Istilah multicultural juga sering digunakan untuk menggambarkan kesatuan berbagai etnis masyarakat yang berbeda dalam suatu negara.
B.Pengertian Menurut Para Ahli 1. Aliran Dualisme Orang yang pertama kali menggunakan konsep ini adalah Thomas Hyde (1700) yang mengungkapkan bahwa antara zat dan kesadaran (pikiran) yang berbeda secara subtatif . Jadi adanya segala sesuatu terdiri dari dua hal yaitu zat dan pikiran , Yang termasuk dalam aliran ini adalah Plato (427-347) , yang mengatakan bahwa dunia lahir adalah dunia pengalaman yang selalu berubah-ubah dan berwarna-warni. Semua itu adalah bayangan dari dunia idea. Sebagai bayangan ,hakikatnya hanya tiruan dari yang asli yaitu idea. Karenanya maka dunia ini berubah – ubah dan bermacam-macam sebab hanyalah merupakan tiruan yang tidak sempurna dari idea yang sifatnya bagi dunia pengalaman.Barang-barang yang ada di dunia ini semua ada contohnya yang ideal didunia idea.Lanjut plato mengakui adanya dua subtansi yang masing-masingmandiri dan tidak saling bergantung yakni dunia yang dapat diindera dan dunia yang dapat dimengerti. Dunia tipe kedua adalah dunia idea yang bersifat kekal dan hanya ada satu.Sedang dunia tipe pertama adalah dunia nyata yang selalu berubah dan tak sempurna .Apa yang dikatakan Plato dapat dimengerti seperti yang dibahaskan oleh Surajiyo(2005), bahwa dia membedakan antara dunia indera (dunia baying-bayang) dan dunia ide (dunia yang terbuka bagi rasio manusia).
Menurut Aristoteles Dualisme merupakan paham yang serba dua yaitu antara materi dan bentuk. Materi adalah dasar terakhir segala perubahan dari hal-hal yang berdiri sendiri dan unsur bersama yang terdapat di dalam segala sesuatu yang menjadi dan binasa. Materi dalam arti mutlak adalah asas atau lapisan bawah yang paling akhir dan umum. Tiap benda yang dapat di amati di susun dari materi oleh karena itu materi mutlak di perlukan bagi pembentukan segala sesuatu. Bagi Aristoteles, Eides adalah asas yang berada di dalam benda yang konkrit yang secara sempurna menentukan jenis benda itu, yang menjadikan benda yang konkrit itu di sebut demikian ( misalnya di sebut meja,kursi dan lain-lain). Jadi, segala pengertian yang ada pada manusia, seperti meja,kursi tersebut bukanlah sesuai dengan realitas ide yang berada di dunia ide melainkan sesuai dengan jenis benda yang tampak pada benda konkrit. Demikianlah materi dan bentuk tidak dapat di pisahkan. Materi tidak dapat terwujud tanpa bentuk begitupun sebaliknya.
2. Aliran Pluralisme Aliran Pluralisme menyatakan bahwa realitas tidak terdiri dari satu substansi atau dua substansi tetapi banyak substansi yang bersifat independen satu sama lain. Sebagai konsekuensinya alam semesta pada dasarnya tidak memiliki kesatuan, kontinuitas, harmonis dan tatanan yang koheren, rasional, fundamental.Teori ini sesuai dengan pandangan filosuf yunani kuno yang menganggap kenyataan terdiri dari udara, tanah, api dan air. Dari pemahaman diatas dapat dikemukakan bahwa aliran ini tidak mengakui adanya satu substansi atau dua substansi melainkan banyak substansi,karena menurutnya manusia tidak hanya terdiri dari jasmani dan rohani tetapi juga tersusun dari api, tanah dan udara yang merupakan unsur substansial dari segala wujud. Para filsuf yang termasuk dalam aliran ini antara lain: Empedakles (490-430 SM), yang menyatakan hakikat kenyataan terdiri dari empat unsur, yaitu api, udara, air dan tanah. Anaxogoras (500—428 SM) yang menyatakan hakikat kenyataan terdiri dari unsur-unsur yang tidak terhitung banyaknya , sebab jumlah sifat berada dan semuanya dikuasai oleh suatu tenaga yang dinamakan nodus yaitu suatu zat yang paling halus yang memiliki sifat pandai bergerak dan mengatur. 3.Aliran Multikulturalisme Multikulturalisme ternyata bukanlah pengertian yang mudah. Dimana mengandung dua pengertian yang kompleks, nyaitu “multi” yang berarti plural dan “kulturalisme” berisi tentang kultur atau budaya. Istilah plural mengandung arti yang berjenis-jenis, karena pluralisme bukan sekedar pengakuan akan adanya hal yang berjenis-jenis tetapi pengakuan tersebut memiliki implikasi politis, sosial, ekonomi dan budaya. Dalam pengertian tradisonal tentang multikulturalisme memiliki dua ciri utama; pertama, kebutuhan terhadap pengakuan (the need of recognition). Kedua, legitimasi keragaman budaya atau pluralisme budaya. Dalam gelombang pertama multikulturalisme yang esensi terhadap perjuangan kelakuan budaya yang berbeda (the other). (H.A.R. Tilaar, Multikulturalisme). Dalam filsafat multikulturalisme tidak dapat lepas dari dua filosof kontemporer nyakni, John Rawls dari Harvard University dan Charles Taylor dari McGill University. Rawls adalah
penganut liberalisme terutama dalam bidang etika dan Taylor dalam filsafat budaya dan politik. Rawls mengemukakan teorinya dalam bukunya A Theory Justice, yang berusaha menghidupkan kembali “social contrac” dan melanjutkan kategori imperatif Kant, serta mengemukakan pemikiran alternative dari utilitarianisme. Masyarakat yang adil bukanlah hanya menjamin “the greatest good for the greates number” yang terkenal dengan prinsip demokrasi. Filsafat Rawls menekankan arti pada “self interest” dan aspirasi pengenal dari seseorang. Manusia dilahirkan tanpa mengetahui akan sifat-sifatnya, posisi sosialnya, dan keyakinan moralnya, maka manusia tidak mengetahui posisi memaksimalkan kemampuannya.
Maka Rawls mengemukakan dua prinsip; pertama, setiap manusia harus memiliki maksimum kebebasan individual dibandingkan orang lain. Kedua, setiap ketidaksamaan ekonomi haruslah memberikan keuntungan kemungkinan bagi yang tidak memperoleh keberuntungan. Menurutnya institusional yang menjamin kedua prinsip tersebut adalah demokerasi konstitusional. Dalam bukunya Taylor membahas tentang The Politics of Recognition, berisi tentang pandangan multikulturalisme mulai berkembang dengan pesat, bukan hanya dalam ilmu politik tetapi juga dalam bidang filsafat dan kebudayaan. Jurgen Habermas menanggapi bahwa pelindungan yang sama dibawah hukum saja belum cukup dalam demokerasi konstitusional. Kita harus menyadari persamaan hak dibawah hukum harus disertai dengan kemampuan kita adalah penulis (authors) dari hukum-hukum yang mengikat kita. Habermas menganjurkan agar supaya warga negara dipersatukan oleh “mutual respect” terhadap hak orang lain demokerasi konstitusioanal juga memberikan kepada kebudayaan minoritas, memperoleh hak yang sama untuk bersama-sama dengan kebudayaan mayoritas. (H.A.R. Tilaar, Multikulturalisme). C. Latar belakang munculnya Aliran Filsafat Pluralisme Empedocles (490 - 435 SM) lahir di Akragos, pulau Sicilia. Ia sangat dipengaruhi oleh ajaran kaum Pythagorean, Parmenides, dan aliran keagamaan refisme. Ia pandai dalam bidang kedokteran, penyair retorika, politik, dan pemikir. Ia menulis karyanya dalam bentuk puisi, seperti Parmenides. Empedocles sependapat dengan Parmenides, bahwa alam semesta di dalamnya tidak ada hal yang dilahirkan secara baru, dan tidak ada hal yang hilang. Ia tidak setuju dengan konsep ruang kosong, akan tetapi ia mempertahankan adanya pluralitas dan menentang bahwa kesaksian indera adalah palsu. Memang pengamatan yang dengan indera menunjukan hal yang jamak, yang berubah, akan tetapi bentuk kenyataan yang bermacam-macam itu hanya disebabkan karena penggabungan dan pemisahan keempat anasir (rizomoto) yang menyusun segala kenyataan. Realitas tersusun oleh empat unsur, yaitu: api, udara, tanah, dan air. Kemudian, empat unsur tersebut digabungkan dengan unsur yang berlawanan. Sehingga penggabungan dari unsur-unsur yang berlawanan tersebut akan menghasilkan suatu benda dengan kekuatan yang sama, tidak berubah, dan walaupun dengan komposisi yang berbeda.
D) Studi Kasus
Didalam masyarakat multikultural agama memiliki banyak versi. Mulai dari segi pemahaman sampai pada arti penting agama sesuai dengan kultur masing- masing daerah atau tempat. Sering kali memandang perbedaan dengan sebelah mata. Menganggap bahwa yang beda itu tidak sejalan dengan kita, menjadikan kita berfikir sempit. Pola pemikiran sebelumnya seperti dibatasi oleh ruang yang sulit untuk ditembus. Sifat fanatik pada satu ilmu menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya pemikiran yang sempit. Tidak mau mengepakkan sayap lebih lebar untuk memperoleh pengalaman baru sebagai guru yang bijak. Selalu menganggap apa yang kita pegang dan pahami adalah yang terbaik. Segala sesuatu secara pasti mempunyai nilai positif dan negatif. Begitupun dengan keadaan masyarakat yang multikultural. Dari segi positif mempunyai keanekaragaman yang memiliki keunikan tersendiri dari masing- masing masyarakat. Namun ketika dipandang dari segi negatif, ternyata banyak hal yang dapat kita jumpai dari adanya sistem masyarakat multikultural. Beberapa konsekuensi logis yang dapat diambil sebagai contoh : terdapat perbedaan paham, terjadi konflik, adanya pengelompokan masyarakat minoritas dan mayoritas. Adanya banyak perbedaan diharapkan mampu memperkokoh kesatuan, namun dalam kenyataanya malah membuat persetruan yang berujng konflik yang sifatnya bisa antar individu, kelompok, ras dan golongan. Hal ini sangat disayangkan sekali, mengingat bahwa masyarakat multikultural yang terdapat di Indonesia sudah ada sejak dulu. Tapi kenapa konflik belum juga dapat teratasi. Seiring dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan, semakin dapat terlihat jelas upaya yang dilakukan beberapa pihak yang bertujuan untuk meminimalkan adanya konflik sebagai akibat adanya masyarakat Indonesia yang majemuk ini. Hal yang dapat ditanamkan salah satunya adalah dengan meningkatkan toleransi/ tenggang rasa.
Semakin tinggi pengetahuan seseorang terhadap suatu disiplin ilmu akan semakin luas pandangan dan pemikirannya dalam menanggapi suatu hal, Akan mampu berfikir lebih bijaksana. kondisi lingkungan sekarang sangat berbeda dengan dulu, hal ini pula yang menyebabkan kemajuan pola pikir dan terkikisnya nilai religious. Karena kenyataan yang ada sekarang, dunia ini serba instant dan gak pake lama. Sangat tidak mungkin pula ketika terdapat pendapat yang menyatakan bahwa, kehidupan agama sekarang harus sesuai dan kembali seperti zaman dahulu agar ummat kembali dapat merasakan nikmatnya menganut dan menjalankan agama masing- masing. Karena memang perputaran roda dunia telah menjadikan realitas yang seperti sekarang ini, yang dapat dilakukan setidaknya sebagai usaha ummat tetap selamat, dalam artian lingkup agama mereka., yakni dengan mnyesuaikan ajaran secara kontekstual asalkan tidak melenceng dari kitab yang telah menjadi pedoman dalam suatu agama. Peran agama dalam keadaan masyarakat yang majemuk adalah salah satunya sebagai perekat sosial. Sebuah teori yang dikemukakan oleh Emile Durkheim dalam bukunya The Elementary Forms of Religious Life ( bentuk- bentuk dasar kehidupan keagamaan ). Dengan unsur solidaritas agama memiliki fungsi sosial. Agama bukan ilusi, melainkan merupakan fakta sosial yang dapat diidentifikasi dan mempunyai kepentingan sosial ( Abdullah, 1997 : 31 ). Karenannya agama sebenarnya tidak berisi kepercayaan terhadap roh- roh atau dewa, akan tetapi lebih pada pemisahan antara yang sacral dan yang profan. Dalam perspektif solidaritas sosial, agama berpwran menjembatani ketegangan, menjaga kelangsungan masyarakat ketika dihadapkan pada tantangan kehidupan. Dalam hal ini agama berperan penting menyatukan anggota masyarakat melalui diskripsi simbolik suci mengenai kedudukan mereka dalam sejarah, kosmos dan tujuan mereka dalam keteraturan segala sesuatu. Agama juga dapat menghasilkan konflik ketika berada ditengah- tengah kondisi masyarakat yang majemuk. Seperti dalam teori yang diungkapkan oleh Marx. Mengapa agama dan konflik dijadikan dalam satu judul? Karena memang dalam realitas yang ada, agama atau paham keyakinan yang berbeda dapat menyebabkan terjadinya konflik. Perbedaan keyakinan dan ritual dalam sebuah agama sering menjadi alasan politik, penguasaan ekonomi dan usaha untuk mendominasi etnis tertentu dengan etnis lainnya. Meminjam pendapat dari Kamal Abulmagd ( 1995 ), konflik sosial keagamaan antara lain dipengaruhi oleh sikap fundamentaisme keagamaan. Hal ini diartikan sebagai keagamaan yang bersifat “ dangkal “, dengan ciri- ciri antara lain : memiliki pandangan yang sempit, pendekatan statis, sikap anti sosial, dan sikap fanatisme yang hanya mengagungkan kebesaran masa lalu. Hidup di sebuah Negara yang memiliki masyarakat multikultural, sangat rentan terjadi keterasingan karena apa yang diyakini berbeda dengan apa yang ada dalam kenyataan umum. Terasing dalam dunia sosial, ekonomi dan banyak hal. Hal ini pula yang menjadikan adanya pemisahan antara mayor dan minor, dimana kaum minor seantiasa menempati posisi yang tertindas dan terkesampingkan dalam kehidupan. Menjadi anggota dalam masyarakat majemuk bukan hal yang dapat dikatakan mudah, keyakinan yang kuat menjadi landasan utama untuk tetap bertahan menyikapi perbedaan yang ada. Harus dapat menyesuaikan pemahaman agama yang sifatnya berkembang sesuai dengan tuntutan
zaman, jadi pemahaman tidak boleh stagnan dan terlalu tekstual. Namun ketika agama sudah bersinggungan dengan perkembangan zaman, banyak pemeluk agama yang justru kehilangan nilai religious mereka, kehilangan nikmatnya beribadah. Hal yang lebih ironis adalah ketika mendengar realita bahwa agama dijadikan sebagai symbol, untuk melakukan suatu kegiatan yang sifatnya umum dan melibatkan 2 orang atau lebih. Agama hanya syarat agar terlihat memiliki kharisma tersendiri dan dapat menarik simpati orang lain. Padahal nilai- nilai dasar dari agama tersebut sering kali diabaikan, menyebabkan agama menjadi sesuatu yang seakan kehilangan jati dirinya sebagai instansi yang memberi dogma. Nilai- nilai sakral pun kian terkikis. Namun hal yang menggelitik, ketika pengamalan agama dikabarkan hambar dan berkurang dari sisi spiritual, kenapa malah semakin marak dan berkembang berbagai acara yang berbau agama. Baik disiarkan melalui media elektronik maupun disampaikan melalui media massa dan dapat juga disampaikan secara lisan dengan audien 2 atau lebih. Hal ini diharapkan merupakan salah satu usaha untuk mengembalikan spirit keberagamaan seseorang yang mulai luntur seiring perkembangan zaman. Bukan malah dijadikan sebagai alat untuk semakin mengacak- acak tatanan keyakinan yang telah mulai goyah diterpa kehidupan yang mengenakan dan melenakan ini. Agama yang terkadang dijadikan kedok untuk melancarkan aksi suatu kelompok tau golongan, merupakan hal yang sangat menjengkelkan. Mengapa tidak ? karena perbuatan beberapa oknum dapat mencemarkan nama baik suatu agama dalam pentas panggung masyarakat multikultural ini. Setelah mengikuti pembelajaran mata kuliah Agama dan Masyarakat Multikultural, menjadikan pemikiran lebih terbuka. Ketika dihadapkan pada kenyataan adanya perbedaan, dapat menanggapi perbedaan dengan cara yang lebih bijaksana. Tidak memandang dengan sebelah mata, mau mengkaji lebih dalam kenapa bisa terjadi perbedaan itu. Menghargai dan merespon positif dengan adanya keberagaman tersebut. Mengetahui keanekaragaman pemahaman, dan beberapa kasus yang terjadi di Bumi pertiwi khususnya dan kasus internasional umumnya. Dapat memberi diskripsi yang jelas tentang agama islam khususnya, mematahkan pemikiran tentang pengetahuan agama yang sifatnya fundamental. Dan lebih santai melihat agama yang lain
Kesimpulan Aliran dualisme merupakan paham yang serba dua, yaitu antara materi dan bentuk. Menurut paham dualisme, di dalam dunia ini selalu di hadapkan kepada dua pengertian yaitu ‘Yang ada sebagai potensi’ dan ‘Yang ada secara terwujud’. Keduanya adalah sebutan yang melambangkan materi (Hule) dan bentuk (Eidos) Aliran Pluralisme sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas. Aliran Pluralisme berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata Aliran Multikulturalisme adalah sebuah filosofi terkadang ditafsirkan sebagai ideology yang menghendaki adanya persatuan dari berbagai kelompok kebudayaan dengan hak dan status sosial politik yang sama dalam masyarakat modern. Saran Filsafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan,rasa penasaran dan ketertarikan. Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal. Jadi kami merasa ilmu filsafat ini ilmu yang tinggi yang tentu juga perlu pemahaman tinggi untuk memahaminya. Jika ada kesalahan atau ketidaksamaan pendapat dalam makalah ini, pembaca dapat memberikan masukan atau kritikan yang membangun pada kami.
DAFTAR PUSTAKA
Susanto,A.2010.Filsafat Ilmu Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis ,Epistemologis dan Aksiologis.Jakarta:PT.Bumi Aksara.
Rujukan dari Internet : http://apryaniritna.blogspot.com/2013/01/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html http://azizahifahhh.blogspot.com/2016/09/dualisme.html http://dika-setiawan.blogspot.com/2011/06/ontologi-monisme-dualisme-dan.html http://sriwahyuni-myblog.blogspot.com/2011/12/multikulturalisme.html https://halimsani.wordpress.com/2010/03/04/menuju-masyarakat-multikultural/ http://salmannashiir.blogspot.com/2013/02/filsafat-yunani-kuno.html