Makalah Akk 2.docx

  • Uploaded by: Sitti Asmanur
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Akk 2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,254
  • Pages: 19
MAKALAH JUDUL MASALAH KESEHATAN DAN KEBIJAKANNYA DI INDONESIA

OLEH : KELOMPOK INDONESIA BARAT MARIANA (J1A118191)

ASMA (J1A118004)

ANITA (J1A118175)

WA NELI (J1A118249)

VERA APRILIA

RUSNI YANTI (

(J1A118301)

J1A118039)

SELIN ADELIA

NURSENI (J1A118109)

FERA ATMAWATI (J1A118266)

FILIYAH CAHAYA A. LATIF (J1A118250)

(J1A118048) FITRIANI AGUS

(J1A118250) ANDI BERLIANTI WIRDANI ( J1A118216)

IRMAWATI (J1A118011)

(J1A118083)

WA INSA (J1A118116) FERA ATMAWATI

HAYATUN NUFUSI

SITTI ASMANUR

WA NELI (J1A118249)

(J1A118266)

WA ZUL (J1A118007)

ATIKA HERVINA PUTRI

ZULFIANA DWIYANTI (J1A118296)

ALHAJAR (J1A118018) NURHALISA (J1A118267)

(J1A118261) WARTI JURAITI (J1A118289)

KELAS : KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2019

CITRA PUSPITA (J1A118296)

KATA PENGANTAR Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya. Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi. Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Kendari,

Maret 2019

Penulis

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1 A.

Latar Belakang ............................................................................................................... 1

B.

Rumusan Masalah .......................................................................................................... 1

C.

Tujuan Penulisan ........................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................ 3 A.

Angka Kematian Ibu dan Anak (AKI) ......................................................................... 3

B.

Masalah Gizi ................................................................................................................... 5

C.

Narkoba ........................................................................................................................... 7

D.

Demam Berdarah Dengue ............................................................................................. 8

E.

Asuransi Kesehatan BPJS ........................................................................................... 12

BAB III PENUTUP ...................................................................................................................... 14 A.

Kesimpulan ................................................................................................................... 14

B.

Saran.............................................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 16

ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehat adalah sebuah kondisi maksimal, baik dari fisik, mental dan sosial sehingga dapat melakukan suatu aktifitas yang menghasilkan sesuatu. Kondisi tubuh yang sehat pada manusia dapat kita lihat dari kebugaran tubuh. Dalam sebuah lingkungan masyarakat terkadang mengalami beberapa masalah kesehatan, baik yang muda, tua, wanita maupun pria. Kesehatan dapat diartikan sebuah investasi penting untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM), kesehatan adalah salah satu komponen utama selain pendidikan dan pendapatan Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Kondisi pembangunan kesehatan secara umum dapat dilihat dari status kesehatan dan gizi masyarakat, yaitu angka kematian bayi, kematian ibu melahirkan, prevalensi gizi kurang dan umur angka harapan hidup. Kondisi umum kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan. Sementara itu pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain ketersediaan dan mutu fasilitas pelayanan kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan, tenaga kesehatan, pembiayaan dan manajemen kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan dasar, yaitu Puskesmas yang diperkuat dengan Puskesmas Pembantu dan Puskesmas keliling, telah didirikan di hampir seluruh wilayah Indonesia. Dalam hal tenaga kesehatan, Indonesia mengalami kekurangan pada hampir semua jenis tenaga kesehatan yang diperlukan. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana kebijakan yang harus diambil untuk meminimalisir masalah Angka Kematian Ibu dan Anak (AKI) di Indonesia? 2. Bagaimana kebijakan yang harus diambil untuk mengatasi masalah gizi di Indonesia? 3. Bagaimana kebijakan yang harus diambil untuk mengatasi penggunaan Narkoba di Indonesia ? 1

4. Bagaimana kebijakan yang harus diambil untuk memperbaiki masalah asuransi kesehatan BPJS? 5. Bagaimana kebijakan yang harus diambil untuk meminimalisir kasus DBD di Indonesia? 6. Bagaimana kebijakan yang harus diambil untuk memperbaiki masalah asuransi kesehatan BPJS? C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui kebijakan yang harus diambil untuk meminimalisir masalah Angka Kematian Ibu dan Anak (AKI) di Indonesia 2. Untuk mengetahui kebijakan yang harus diambil untuk mengatasi masalah gizi di Indonesia 3. Untuk mengetahui kebijakan yang harus diambil untuk mengatasi penggunaan narkoba di Indonesia 4. Untuk mengetahui kebijakan yang harus diambil untuk memperbaiki masalah asuransi kesehatan BPJS 5. Untuk mengetahui kebijakan yang harus diambil untuk meminimalisir kasus DBD di Indonesia 6. Untuk mengetahui kebijakan yang harus diambil untuk memperbaiki masalah asuransi kesehatan BPJS

2

BAB II PEMBAHASAN A. Angka Kematian Ibu dan Anak (AKI) World Health Organization (WHO) memiliki beberapa istilah berbeda terkait dengan AKI. Istilah pertama adalah maternal death – atau kematian ibu, yang didefinisikan sebagai “kematian yang terjadi saat kehamilan, atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan, tanpa memperhitungkan durasi dan tempat kehamilan, yang disebabkan atau diperparah oleh kehamilan atau pengelolaan kehamilan tersebut, tetapi bukan disebabkan oleh kecelakaan atau kebetulan” (WHO, 2004). Konsep maternal death ini berbeda dengan konsep maternal mortality ratio, atau yang lebih dikenal sebagai Angka Kematian Ibu (AKI), jika mengacu pada definisi Badan Pusat Statistik (BPS). Baik BPS maupun WHO mendefinisikan maternal mortality ratio/AKI sebagai angka kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2004; BPS, 2012). Gustina menjelaskan bahwa kematian ibu akibat persalinan merupakan masalah yang bersifat multidimensional. Kematian ibu akibat persalinan tidak hanya disebabkan oleh faktor kesehatan sang ibu semata seperti kekurangan gizi, anemia dan hipertensi, melainkan juga turut dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti ketersediaan infrastruktur kesehatan yang memadai, serta kesadaran keluarga untuk meminta bantuan tenaga kesehatan dalam proses persalinan (Media Indonesia, 2017). Artinya, intervensi yang dilakukan oleh pemerintah harus menyasar lebih dari satu insititusi, dan turut melibatkan masyarakat sipil dalam prosesnya. Menurut laporan dari WHO, kematian ibu umumnya terjadi akibat komplikasi saat, dan pasca kehamilan. Adapun jenis-jenis komplikasi yang menyebabkan mayoritas kasus kematian ibu – sekitar 75% dari total kasus kematian ibu – adalah pendarahan, infeksi, tekanan darah tinggi saat kehamilan, komplikasi persalinan, dan aborsi yang tidak aman (WHO, 2014). Untuk kasus Indonesia sendiri, berdasarkan data dari Pusat Kesehatan dan Informasi Kemenkes (2014) penyebab utama kematian ibu dari tahun 2010-2013 adalah pendarahan (30.3% pada tahun 2013) dan hipertensi (27.1% pada tahun 2013). Hal ini sangat ironis, mengingat berbagai penyebab kematian ibu di atas sebenarnya dapat dicegah, jika sang ibu mendapatkan perawatan medis yang tepat.

3

Pada tahun 1987, kekhawatiran terkait dampak dari tingginya kasus kematian ibu mendorong WHO dan organisasi-organisasi internasional lain untuk melahirkan The Safe Motherhood Initiative (Women & Children First, 2015). Konsep safe motherhood sendiri mencakup serangkaian upaya, praktik, protokol, dan panduan pemberian pelayanan yang didesain untuk memastikan perempuan menerima layanan ginekologis, layanan keluarga berencana, serta layanan prenatal, delivery, dan postpartum yang berkualitas, dengan tujuan untuk menjamin kondisi kesehatan sang ibu, janin, dan anak agar tetap optimal pada saat kehamilan, persalinan, dan pasca-melahirkan (USAID, 2005). 1. Keluarga Berencana Memastikan bahwa baik individu maupun pasangan memiliki akses terhadap informasi, dan layanan keluarga berencana untuk merencanakan waktu, jumlah, dan jarak kehamilan. 2. Perawatan Antenatal Menyediakan vitamin, imunisasi, dan memantau faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan komplikasi kehamilan; serta memastikan bahwa segala bentuk komplikasi dapat terdeteksi secara dini, dan ditangani dengan baik. 3. Perawatan Persalinan Memastikan bahwa tenaga kesehatan yang terlibat dalam proses persalinan memiliki pengetahuan, kemampuan, dan alat-alat kesehatan untuk mendukung persalinan yang aman; serta menjamin ketersediaan perawatan darurat bagi perempuan yang membutuhkan, terkait kasus-kasus kehamilan berisiko dan komplikasi kehamilan. 4. Perawatan Postnatal Memastikan bahwa perawatan pasca-persalinan diberikan kepada ibu dan bayi, seperti bantuan terkait cara menyusui, layanan keluarga berencana, serta mengamati tanda-tanda bahaya yang terlihat pada ibu dan anak. 5. Perawatan Post-aborsi Mencegah terjadinya komplikasi, memastikan bahwa komplikasi aborsi terdeteksi sejak dini dan ditangani dengan baik, membahas tentang permasalahan kesehatan reproduksi lain yang dialami oleh pasien, serta memberikan layanan keluarga berencana jika dibutuhkan. 4

6. Kontrol Infeksi Menular Seksual (IMS), HIV dan AIDS Mendeteksi, mencegah, dan mengendalikan penularan IMS, HIV dan AIDS kepada bayi; menghitung risiko infeksi di masa yang akan datang; menyediakan fasilitas konseling dan tes IMS, HIV dan AIDS untuk mendorong upaya pencegahan; dan – jika memungkinkan – memperluas upaya kontrol pada kasus-kasus transmisi IMS, HIV dan AIDS dari ibu ke bayinya. B. Masalah Gizi Berdasarkan

Riset

Kesehatan

Dasar

(Riskesdas)

tahun

2013-2018,

meskipun

prevalensinya masih tinggi dan di atas ambang batas World Health Organization (WHO) masalah Kesehatan Masyarakat, prevalensi gizi kurang menurun dari 19,6 persen menjadi 17,7 persen dan masalah stunting menurun dari 37,2 persen menjadi 30,8 persen. Angka ini tentu menjadi perhatian bersama yang harus segera diselesaikan jika kita ingin berubah menjadi negara maju. Pada dasarnya, masalah kesehatan maupun gizi kurang tidak hanya bersumber dari penduduk yang memiliki strata ekonomi yang rendah. Masalah gizi kurang maupun stunting bisa terjadi pada masyarakat di pedesaan maupun di perkotaan. Hal ini membuktikan bahwa faktor kemiskinan bukanlah hal yang utama, tetapi kurangnya pengetahuan masyarakat dalam menanggulangi hal – hal semacam itu. Dua faktor penyebab utama terjadinya gizi buruk tersebut adalah rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari dan terjadi dalam kurun waktu yang lama. Penyebab kedua adalah terjadinya serangan penyakit infeksi yang berulang. Kedua faktor ini disebabkan oleh tiga hal secara tidak langsung, yaitu 1) ketersediaan pangan yang rendah pada tingkat keluarga 2) Pola asuh ibu dalam perawatan anak yang kurang memadai 3) Ketersediaan air bersih, sarana sanitasi, dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terbatas. Penyebab tidak langsung tersebut merupakan konsekuensi dari pokok masalah dalam masyarakat, yaitu tingginya pengangguran, tingginya kemiskinan, dan kurangnya pangan. Kekurangan gizi pada masa janin dan anak usia dini akan berdampak pada perkembangan otak dan rendahnya kemampuan kognitif yang dapat mempengaruhi prestasi belajar dan keberhasilan pendidikan. Selain itu, kekurangan gizi di awal kehidupan 5

berdampak pada peningkatan risiko gangguan metabolik yang berujung pada kejadian penyakit tidak menular pada usia dewasa, seperti diabetes tipe Il, stroke, penyakit jantung dan lainnya. Kebijakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah gizi di Indonesia antara lain : 1. Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) Program ini dilakukan dengan mendatangi langsung ke masyarakat untuk memantau kesehatan masyarakat, termasuk pemantauan gizi masyarakat untuk menurunkan angka stunting oleh petugas Puskesmas. PIS-PK merupakan salah satu cara Puskesmas untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan akses pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga. Diharapkan gizi masyarakat akan terpantau di seluruh wilayah terutama di daerah dan perbatasan agar penurunan angka stunting bisa tercapai. 2. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) PMT sudah di atur dalam Permenkes RI nomor 51 tahun 2016 tentang Standar Produk Suplementasi Gizi. Dalam Permenkes itu telah diatur Standar Makanan Tambahan untuk Anak Balita, Anak Usia Sekolah Dasar, dan Ibu Hamil. Pemberian makanan tambahan yang berfokus baik pada zat gizi makro maupun zat gizi mikro bagi balita dan ibu hamil sangat diperlukan dalam rangka pencegahan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan balita stunting. Sedangkan pemberian makanan tambahan pada anak usia sekolah dasar diperlukan dalam rangka meningkatkan asupan gizi untuk menunjang kebutuhan gizi selama di sekolah dan di usianya saat remaja. Makanan tambahan yang diberikan dapat berbentuk makanan keluarga berbasis pangan lokal dengan resep-resep yang dianjurkan. Makanan lokal lebih bervariasi namun metode dan lamanya memasak sangat menentukan ketersediaan zat gizi yang terkandung di dalamnya. Suplementasi gizi dapat juga diberikan berupa makanan tambahan pabrikan, yang lebih praktis dan lebih terjamin komposisi zat gizinya. 3. 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) 1000 HPK dimulai sejak dari fase kehamilan (270 hari) hingga anak berusia 2 tahun (730 hari).

6

Tantangan gizi yang dialami selama fase kehamilan adalah status gizi seorang wanita sebelum hamil. Hal itu sangat menentukan awal perkembangan plasenta dan embrio. Berat badan ibu pada saat pembuahan, baik menjadi kurus atau kegemukan dapat mengakibatkan kehamilan beresiko dan berdampak pada kesehatan anak dikemudian hari. Kebutuhan gizi akan meningkat pada fase kehamilan, khususnya energi, protein, serta beberapa vitamin dan mineral sehingga ibu harus memperhatikan kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsinya. Janin memiliki sifat plastisitas (fleksibilitas) pada periode perkembangan. Janin akan menyesuaikan diri dengan apa yang terjadi pada ibunya, termasuk apa yang dimakan oleh ibunya selama mengandung. Jika nutrisinya kurang, bayi akan mengurangi sel-sel perkembangan tubuhnya. Oleh karena itu, pemenuhan gizi pada anak di 1000 HPK menjadi sangat penting, sebab jika tidak dipenuhi asupan nutrisinya, maka dampaknya pada perkembangan anak akan bersifat permanen. C. Narkoba Indonesia menjadi salah satu negara dengan tingkat kerawanan tinggi terkait dengan penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba). Bahkan status Indonesia kini masuk dalam level darurat narkoba. Hal ini tidak lepas dari banyaknya kasus penyalahgunaan narkoba baik yang sudah terungkap maupun yang belum terungkap. Narkoba ditetapkan sebagai musuh bersama dimana penanggulangannya harus melibatkan multistake holder. Indonesia kini menjadi negara dengan tingkat kedaruratan narkoba yang cukup tinggi. Hal itu ditandai dengan angka pengguna narkoba dan angka kematian akibat narkoba yang cukup tinggi. Deputi Pemberantasan pada Badan Narkotika Nasional (BNN) Republik Indonesia, Irjen Pol Arman Depari menyebutkan, saat ini sekitar 2,2 persen dari total 262 juta jiwa penduduk Indonesia, telah terkontaminasi narkoba. Padahal secara internasional, suatu negara dinyatakan darurat narkoba jika 2 persen penduduknya telah mengkonsumsi narkoba. Bahkan sebayak 37-40 orang di Indonesia, meninggal dunia setiap harinya akibat dampak buruk narkoba. Sedangkan berdasarkan Data dari Polri menyebutkan, pengungkapan kasus narkoba sejak 2016 trennya mengalami peningkatan. Pada 2016

7

kasus narkoba yang diungkap sebanyak 47.767 kasus dan 2017 meningkat menjadi 50.474 kasus. Sementara di 2018 sementara ini sebanyak 22.595 kasus. Oleh karena itu perlu segera ada pembentukan kebijakan agar penggunaan narkoba di Indonesia ini dapat di minimaliris bahkan sampai di berantas. Kebijakan yang dapat diambil untuk mengatasi penggunaan narkoba di Indonesia, antara lain : a. Membentuk badan/instansi yang bertanggung jawab mengkoordinasikan langkah preventif dan represif melawan peredaran gelap narkotika; b. Memberikan informasi kepada sekretaris jenderal berkenaan dengan kegiatan daerah

perbatasan

termasuk

tentang

kultivasi,

produksi,

pembuatan

dan

penggunaan serta peredaran gelap narkotika. c. Peningkatan terapi dan rehabilitasi pecandu dan penyalahgunaan narkoba d. Menegakkan aturan sanksi hukuman mati bagi pengguna maupun pengedar narkoba e. Melakukan razia di tempat hiburan malam setiap minggu f.

Pemeriksaan ketat barng barang bawaan maupun barang angkutan jalur darat, laut maupun udara

g. Melakukan razia dan menutup pabrik – pabrik Narkoba

D. Demam Berdarah Dengue Sejak awal Januari 2019, laporan kasus demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia yang masuk ke Kementerian Kesehatan terus bertambah. Direktur Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, berdasarkan data sementara yang dihimpun Kementerian Kesehatan dari awal tahun hingga 29 Januari 2019, jumlah penderita DBD yang dilaporkan mencapai 13.683 orang di seluruh Indonesia. Angka kematian tertinggi terjadi di Jawa Timur, yaitu 47 orang, lalu NTT dengan 14 orang, Sulawesi Utara dengan 13 orang, dan Jawa Barat dengan 11 orang. Kemenkes mencatat, jumlah kasus penderita DBD dari tahun lalu hingga tahun ini meningkat signifikan. Pada Januari 2018, Kemenkes hanya menerima laporan 6.800 kasus dengan angka kematian 8

mencapai 43 orang. Namun, Jawa Timur tetap menjadi provinsi dengan jumlah kasus tertinggi, baik dari data Januari 2018 maupun Januari 2019. Pada tahun lalu, kasus tertinggi terjadi di Kota Malang, sedangkan pada tahun ini yang tertinggi adalah Kabupaten Kediri. Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang berbahaya dimana penderitanya akan mengalami demam dengue yang disertai pembesaran hati dan manifestasi perdarahan yang mana menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahanperdarahan. Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan pasien jatuh syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. Hingga kini belum ada vaksin atau obat anti virus bagi penyakit ini. Penularan Demam Berdarah Dengue (DBD) terjadi melalui gigitan nyamuk aedes aegepty atau aedes albopictus betina yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lain. Nyamuk aedes aegepty berasal dari Brasil dan Ethiopia, sering menggigit manusia pada waktu pagi dan siang. Orang yang beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak berusia 15 tahun, dan masyarakat yang tinggal di daerah lembab serta pemukiman kumuh. Penyakit ini sering terjadi dan muncul pada musim penghujan. Untuk pengendalian Demam Berdarah Dengue (DBD) pemerintah Indonesia mengeluarkan

Keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

581/MENKES/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue. Tujuan dari di keluarkannya Keputusan Menteri Kesehatan ini yaitu untuk memberikan pedoman bagi masyarakat, tokoh masyarakat, petugas kesehatan dan sektor-sektor terkait dalam upaya bersama mencegah dan membatasi penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue sehingga terjadinya kejadian luar biasa/wabah dapat dicegah dan angka kesakitan dan kematian dapat diturunkan serendah-rendahnya. Di dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia

Nomor

581/MENKES/SK/VII/1992,

Bab

VI

tentang

Upaya

Pemberantasan dijelaskan upaya pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue dilakukan melalui kegiatan meliputi: 1. Pencegahan, Upaya pemberantasan pertama yaitu kegiatan pencegahan yang dilaksanakan oleh masyarakat dirumah dan tempat umum dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah menguras tempat penampungan 9

air seminggu sekali. Langkah ini dilakukan oleh masyarakat guna mencegah adanya jentik nyamuk sekitar rumah. Peran masyarakat diharapkan dapat aktif dalam melakukan pelaporan kasus penyakit Demam Berdarah Dengue. Pelaporan dapat dilakukan mulai dari pihak keluarga dari penderita penyakit kepada RT/RW sekitar. 2. Penemuan, pertolongan dan pelaporan, Tahapan selanjutnya RT/RW yang menerima laporan kasus penyakit Demam Berdarah Dengue melaporkan kepada lurah setempat. Lurah yang menerima laporan segera meneruskan kepada Puskesmas setempat. Langkah penemuan, pertolongan dan pelaporan tersebut belum dapat dilaksanakan dengan baik. 3. Pengamatan penyakit dan penyelidikan epidemiologi, Langkah pengamatan penyakit dan penyelidikan epidemiologi, dilaksanakan oleh Petugas Kesehatan yang menemukan atau menerima laporan penderita berguna untuk memantau situasi Penyakit Demam Berdarah Dengue secara teratur sehingga kejadian luar biasa dapat diketahui sedini mungkin. Langkah ini dilakukan dengan cara surveilans kesehatan yaitu kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus menerus terhadap data dan informasi kejadian atau masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah kesehatan untuk memperoleh dan memberikan informasi guna mengarahkan tindakan pengendalian dan penanggulangan secara efektif dan efisien. 4. Penanggulangan seperlunya. Upaya pemberantasan yang terakhir yaitu penanggulangan seperlunya. Langkah yang dilakukan yaitu memotong siklus penyebarannya dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Bila ditemukan 3 atau lebih penderita dan ditemukan jentik, maka akan dilakukan penyemprotan insektisida (fogging) 2 siklus dengan interval 1 minggu disertai penyuluhan di rumah penderita dan sekitarnya dalam radius 200 meter dan sekolah yang bersangkutan bila penderita adalah anak sekolah. Kegiatan fogging ini bertujuan memutus mata rantai penularan dengan membunuh nyamuk dewasa yang sudah mengandung virus dengue. Fogging atau pengkabutan menjadi salah satu metode yang sering digunakan dalam pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (DBD). Pada metode ini, suatu lokasi disemprot dengan insektisida menggunakan mesin. Fogging dalam dosis 10

tertentu ini bertujuan memberantas nyamuk dewasa, atau yang sudah bisa terbang berpindah. Namun, metode fogging saat ini dipertanyakan efektivitasnya. Hal ini dikarenakan kasus demam berdarah yang cenderung meningkat. Menurut peneliti dari Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI)

Dr. Budi Haryanto, fogging menjadi tidak efektif dalam

memberantas nyamuk karena penggunannya yang keliru dan tidak tepat. Untuk mencegah kenaikan kasus dan jumlah korban DBD yang semakin meningkat, Budi berbagi tips agar upaya fogging menjadi efektif. Agar hasil fogging maksimal, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. a. Minimal beradius 100 meter Pelaksaan fogging sebaiknya tidak dilakukan per kasus, seperti yang kerap dilakukan saat ini. Fogging juga sebaiknya dilakukan dalam jarak 100 meter di sekeliling tempat tinggal penderita DBD. Hal ini dikarenakan, 100 meter adalah jarak optimal bagi nyamuk DBD untuk berpindah tempat. Rumah dalam radius 100 meter berpeluang besar terkena virus DBD. Radius 100 meter adalah ketentuan bila hanya terdapat satu korban. Jika korban lebih dari 3 makan radius bertambah lebih dari 100 meter. b. Perhatikan dosis Penyemprotan harus memperhatikan dosis yang tercatat dalam standar operasional. Bila insektisida terlalu sedikit, maka penyemprotan tidak memberikan hasil maksimal dan hanya meninggalkan bau minyak tanah yang mengganggu kenyamanan. Dosis yang tepat juga dikhawatirkan membuat nyamuk resisten insektisida. c. Awasi arah angin Arah angin seringkali luput dari perhatian. Padahal angin yang akan menyebarkan semprotan insktisida ke seluruh wilayah, dalam radius tertentu. Angin juga yang membawa nyamuk terbang berpindah menghindari pestisida. Fogging menyebabkan droplet insektisida dan mematikan bagi nyamuk dewasa yang kontak langsung. Saat dikeluarkan dari mesin penyemprot, kabut insektisida akan langsung menyebar sesuai arah angin. Oleh karena itu, sebaiknya penyemprotan dilakukan sesuai arah angin. Penyemprotan yang melawan arah angin akan mengenai tubuh penyemprot bukan nyamuk yang menjadi sasaran. Akibatnya insektisida akan menjadi toksik bagi penyemprot. 11

E. Asuransi Kesehatan BPJS Mengacu pada Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011, keberadaan BPJS di Indonesia adalah transformasi lembaga yang menggantikan peran PT Askes Indonesia untuk asuransi jaminan kesehatan menjadi BPJS Kesehatan dan PT Jamsostek sebagai lembaga jaminan sosial menjadi BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan sendiri memiliki program yang dinamakan JKN atau Jaminan Kesehatan Nasional. Sistemnya mengacu pada sistem asuransi, di mana seluruh masyarakat Indonesia wajib menyisihkan sebagian kecil uangnya untuk pembayaran iuran jaminan kesehatan di masa depan. Dilansir dari Liputan6.com (Minggu, 17/2/2019), sesuai Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), dengan adanya JKN, maka seluruh masyarakat Indonesia akan dijamin kesehatannya. Juga kepesertaannya bersifat wajib tidak terkecuali juga masyarakat tidak mampu karena metode pembiayaan kesehatan individu yang ditanggung pemerintah. Namun, saat ini banyak permasalahan yang terjadi dalam sistem jaminan kesehatan tersebut, yang mengalami masalah tersebut salah satunya yaitu masyarakat. Presidium Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia Harli Muin mengatakan program Jaminan Kesehatan Nasional yang pelaksanaannya dipercayakan pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan masih jauh dari makna keadilan. Dia menilai penerapan BPJS Kesehatan masih memiliki persoalan dalam banyak hal. 1. Persoalan BPJS Kesehatan sudah muncul sejak proses aktivasi kartu. BPJS menerapkan aturan bahwa kartu pengguna BPJS baru bisa aktif sepekan setelah pendaftaran diterima. Padahal sakit menimpa tanpa terduga dan tak mungkin bisa ditunda. 2. Rujukan lembaga jasa kesehatan yang ditunjuk BPJS Kesehatan terbatas dan tidak fleksibel. Peserta BPJS hanya boleh memilih satu fasilitas kesehatan untuk memperoleh rujukan dan tak bisa ke faskes lain meski sama-sama bekerja sama dengan BPJS. Keterbatasan itu menyulitkan orang yang sering bepergian dan bekerja di tempat jauh. 3. Rumitnya alur pelayanan BPJS Kesehatan karena menerapkan alur pelayanan berjenjang. Sebelum ke rumah sakit, peserta wajib terlebih dulu ke faskes tingkat pertama, yaitu puskesmas.

12

4. Banyak peserta BPJS mengeluhkan pembayaran biaya pengobatan yang tak ditanggung sepenuhnya oleh BPJS. Kebijakan yang dapat diambil untuk mengatasi berbagai masalah BPJS di Indonesia antara lain : 1. Meningkatkan peran pemerintah daerah (pemda) dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) No. 183 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penyelesaian Tunggakan Iuran Jaminan Kesehatan Pemerintah Daerah Melalui Pemotongan Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil 2. Efisiensi dana operasional BPJS Kesehatan. Kebijakan itu digulirkan dengan menerbitkan Permenkeu No. 209 Tahun 2017 tentang Besaran Presentase Dana Operasional. 3. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas layanan kesehatan melalui revisi Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan yang telah diubah beberapa kali, yang terakhir Perpres No. 28 Tahun 2016. 4. Sinergisitas

dengan

penyelenggara

jaminan

sosial

lainnya

seperti

BPJS

Ketenagakerjaan, PT Jasa Raharja, PT Taspen, dan PT Asabri. Ketentuan itu akan diatur dalam Permenkeu tentang Koordinasi Antar Penyelenggara Program Jaminan Sosial. 5. Mempercepat pencairan dana iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI) dengan menerbitkan Permenkeu No. 10 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Iuran Jaminan Kesehatan PBI.

13

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan kematian ibu umumnya terjadi akibat komplikasi saat, dan pasca kehamilan. kematian ibu akibat persalinan merupakan masalah yang bersifat multidimensional. Kematian ibu akibat persalinan tidak hanya disebabkan oleh faktor kesehatan sang ibu semata seperti kekurangan gizi, anemia dan hipertensi, melainkan juga turut dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti ketersediaan infrastruktur kesehatan yang memadai, serta kesadaran keluarga untuk meminta bantuan tenaga kesehatan dalam proses persalinan. Kebijakan untuk meminimalisir kematian ibu dan anak antara lain Keluarga Berencana,Perawatan Antenatal ,Perawatan Persalinan ,Perawatan Post-aborsi ,Kontrol Infeksi Menular Seksual (IMS), HIV dan AIDS Ada 2 faktor penyebab utama terjadinya gizi buruk yaitu rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari dan terjadi dalam kurun waktu yang lama. Penyebab kedua adalah terjadinya serangan penyakit infeksi yang berulang. Kebijakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah gizi di Indonesia antaralain Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PIK) Pemberian Makanan Tambahan (PMT), dan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) Permasalahan yang terjadi dalam sistem jaminan kesehatan BPJS, yang paling banyak dikeluhkan yaitu proses aktivasi kartu, Rujukan lembaga jasa kesehatan yang ditunjuk BPJS Kesehatan terbatas dan tidak fleksibel, Rumitnya alur pelayanan BPJS ,pembayaran biaya pengobatan yang tak ditanggung sepenuhnya oleh BPJS. Kebijakan yang dapat diambil untuk mengatasi berbagai masalah BPJS di Indonesia antaralain Meningkatkan peran pemerintah daerah (pemda) dengan menerbitkan Peraturan Menteri, Efisiensi dana operasional BPJS Kesehatan, Meningkatkan efisiensi dan efektivitas layanan kesehatan Sinergisitas dengan penyelenggara jaminan sosial lainnya seperti BPJS Ketenagakerjaan, PT JasaRaharja, PT Taspen, dan PT Asabri, Mempercepat pencairan dana iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI) dengan menerbitkan Permenkeu No. 10 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungj awaban Dana Iuran Jaminan Kesehatan PBI.

14

Dari awal tahun hingga 29 Januari 2019, jumlah penderita DBD yang dilaporkan mencapai 13.683 orang di seluruh Indonesia. Upaya pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue dilakukan melalui kegiatan meliputi Pencegahan, adapun langkahlangkah yang dilakukan adalah menguras tempat penampungan air seminggu sekali, Penemuan, pertolongan dan pelaporan, pengamatan penyakit dan penyelidikan epidemiologi, dilaksanakan oleh Petugas Kesehatan yang menemukan atau menerima laporan penderita berguna untuk memantau situasi Penyakit Demam Berdarah Dengue secara teratur sehingga kejadian luar biasa dapat diketahui sedini mungkin, dan Penanggulangan seperlunya, Langkah yang dilakukan yaitu memotong siklus penyebarannya dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Indonesia menjadi salah satu negara dengan tingkat kerawanan tinggi terkait dengan penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba). Bahkan status Indonesia kini masuk dalam level darurat narkoba. Bahkan sebayak 37-40 orang di Indonesia, meninggal dunia setiap harinya akibat dampak buruk narkob. Oleh karena itu, Kebijakan yang dapat diambil untuk mengatasi penggunaan narkoba di Indonesia, antara lain : Membentuk badan/instansi yang bertanggung jawab mengkoordinasikan langkah preventif dan represif melawan peredaran gelap narkotika; Memberikan informasi kepada sekretaris jenderal berkenaan dengan kegiatan daerah perbatasan termasuk tentang kultivasi, produksi, pembuatan dan penggunaan serta peredaran gelap narkotika; Peningkatan terapi dan rehabilitasi pecandu dan penyalahgunaan narkoba ; Menegakkan aturan sanksi hukuman mati bagi pengguna maupun pengedar narkoba ; Melakukan razia di tempat hiburan malam setiap minggu; Pemeriksaan ketat barng barang bawaan maupun barang angkutan jalur darat, laut maupun udara ; Melakukan razia dan menutup pabrik – pabrik Narkoba

B. Saran Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.

15

DAFTAR PUSTAKA https://pkbi.or.id/kematian-ibu-dan-upaya-upaya-penanggulangannya/ https://www.its.ac.id/news/2019/02/28/perbaikan-bersama-masalah-gizi-menuju-bangsa-yangsehat/ https://www.fimela.com/beauty-health/read/3813020/4-masalah-utama-pelayanan-kesehatan-diindonesia http://fdwiyanto.blogspot.com/2011/10/masalah-mendasar-pelayanan-kesehatan-di.html https://www.suara.com/health/2019/01/25/144336/kemenkes-lakukan-pendekatan-keluargademi-tangani-masalah-gizi https://learnmine.blogspot.com/2014/10/makalah-tentang-masalah-kesehatan.html https://sains.kompas.com/read/2018/03/28/203300723/angka-kematian-ibu-dan-bayi-diindonesia-tinggi-riset-ungkap-sebabnya https://ugm.ac.id/id/berita/17548-winter.course.2019.aki.di.indonesia.cukup.tinggi https://www.finansialku.com/bpjs-adalah/ https://nasional.tempo.co/read/690357/4-masalah-paling-dikeluhkan-dalam-pelayanan-bpjskesehatan https://lifestyle.kompas.com/read/2013/06/30/1931102/.3.Syarat.Agar.Fogging.Nyamuk.Efektif https://regional.kompas.com/read/2019/01/31/14365721/13683-kasus-dbd-di-indonesia-dalamsebulan-133-orang-meninggal-dunia https://media.neliti.com/media/publications/183320-ID-implementasi-kebijakan-tentang-upayapem.pdf https://m.hukumonline.com/berita/baca/lt5ba05c4277aa4/7-langkah-pemerintah-kendalikandefisit-bpjs-kesehatan/ https://anangiskandar.wordpress.com/2015/02/10/kebijakan-negara-melawan-kejahatannarkotika/

16

Related Documents

Makalah Akk 2.docx
April 2020 5
Dativ-akk
November 2019 20
Adjektive Akk Dat
June 2020 19
Akk Uas Desi.docx
May 2020 15

More Documents from "nadya maharani"