Makalah Aids Klmpok 4.docx

  • Uploaded by: rahma denia putri
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Aids Klmpok 4.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,626
  • Pages: 12
BAB I DASAR TEORI

1.1. HIV (Human Immunodeficiency Virus)

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007c).

Gambar 1 : struktur anatomi HIV (TeenAIDS, 2008).

Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae. Virus ini secara material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzim reverse transcriptase untuk dapat menginfeksi sel mamalia, termasuk manusia, dan menimbulkan kelainan patologi secara lambat. Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup mempunyai lagi berbagai subtipe, dan masing-masing subtipe secara evolusi yang cepat mengalami mutasi. Diantara kedua grup tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di seluruh dunia adalah grup HIV-1 (Zein, 2006).

1.2. AIDS

AIDS adalah kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) dengan gejala menurumya sistem kekebalan tubuh. Dan ditandai oleh suatu kondisi imunosupresi yang memicu infeksi oportunistik, neoplasma sekunder, dan manifestasi neurologis (Kummar, et al. 2015) Pada tahun 1993, CDC memperluas definisi AIDS, yaitu dengan memasukkan semua orang HIV positif dengan jumlah CD4+ di bawah 200 per μL darah atau 14% dari seluruh limfosit.

1.3. CARA PENULARAN

HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu (KPA, 2007c). Menurut Zein 2006, penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : 1. Seksual Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama senggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Senggama berarti kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal (anus), oral

(mulut) antara dua individu. Resiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tak terlindung dari individu yang terinfeksi HIV.

2. Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus HIV.

3. Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke dalam tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau pada pengguna narkotik suntik secara bergantian. Bisa juga terjadi ketika melakukan prosedur tindakan medik ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja (tidak sengaja) bagi petugas kesehatan.

4. Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya dihindarkan karena dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda tersebut disterilkan sepenuhnya sebelum digunakan.

5. Melalui transplantasi organ pengidap HIV

6. Penularan dari ibu ke anak Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya saat ia dikandung, dilahirkan dan sesudah lahir melalui ASI.

7. Penularan HIV melalui pekerjaan: Pekerja kesehatan dan petugas laboratorium.

1.4. STADIUM INFEKSI HIV

Stadium infeksi HIV menurut WHO dibagi ke dalam 4 stadium. 

Stadium 1 Stadium 1 infeksi HIV berupa sindrom serokonversi akut yang disertai dengan limfadenopati persisten generalisata (muncul nodul-nodul tanpa

rasa sakit pada 2 atau lebih lokasi yang tidak berdampingan dengan jarak lebih dari cm dan waktu lebih dari 3 bulan). Pasien stadium ini dapat tetap asimtomatik hingga bertahun-tahun tergantung pada pengobatan. Status performa 1: aktif penuh dan asimtomatik. 

Stadium 2 Pada stadium 2, pasien dapat kehilangan berat badan kurang dari 10% massa tubuh. Risiko penyakit infeksi antara lain: 1. Herpes zoster 2. Manifestasi minor mukokutan 3. Infeksi saluran pernafasan atas rekuren Status performa 2: simtomatik namun hampir aktif penuh.



Stadium 3 Stadium 3 HIV akan menyebabkan pasien kehilangan berat badan lebih dari 10% massa tubuh. Pasien juga akan mengalami beberapa infeksi atau gejala berikut: 1. Diare kronik lebih dari 1 bulan 2. Demam prolong lebih dari 1 bulan 3. Kandidosis oral, kandidiasis vagina kronik 4. Oral hairy leukoplakia 5. Infeksi bakteri parah 6. Tuberkulosis paru Status performa 3: berada di tempat tidur lebih dari 50% dalam satu bulan terakhir.



Stadium 4 Pasien HIV stadium 4 mengalami infeksi oportunistik yang juga dikenal sebagai AIDS defining infections, antara lain:

1. Tuberkulosis ekstrapulmoner 2. Pneumoniac Pneumocystis jirovecii 3. Meningitis kriptokokal 4. Infeksi HSV lebih dari 1 bulan 5. Kandidiasis pulmoner dan esofageal 6. Toksoplasmosis 7. Kriptosporidiosis 8. CMV 9. HIV wasting syndrome 10. Ensefalopati HIV 11. Sarkoma Kaposi 12. Limfoma 13. Pneumonia rekuren Status performa 4: hanya dapat beraktivitas diatas tempat tidur lebih dari 50% waktu keseharian.[2-4] 1.5. GEJALA KLINIS

Menurut KPA (2007) gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi): Gejala mayor: 1. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan 2. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan 3. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan 4. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis 5. Demensia/ HIV ensefalopati

Gejala minor: 1. Batuk menetap lebih dari 1 bulan 2. Dermatitis generalisata

3. Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang 4. Kandidias orofaringeal 5. Herpes simpleks kronis progresif 6. Limfadenopati generalisata 7. Retinitis virus Sitomegalo

1.6. PATOFISIOLOGI Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan etiologi dari infeksi HIV/AIDS. Penderita AIDS adalah individu yang terinfeksi HIV dengan jumlah CD4 < 200µL meskipun tanpa ada gejala yang terlihat atau tanpa infeksi oportunistik. HIV ditularkan melalui kontak seksual, paparan darah yang terinfeksi atau sekret dari kulit yang terluka, dan oleh ibu yang terinfeksi kepada janinnya atau melalui laktasi. Molekul reseptor membran CD4 pada sel sasaran akan diikat oleh HIV dalam tahap infeksi. HIV terutama akan menyerang limfosit CD4. Limfosit CD4 berikatan kuat dengan gp120 HIV sehingga gp41 dapat memerantarai fusi membrane virus ke membran sel. Dua ko-reseptor permukaan sel, CCR5 dan CXCR4 diperlukan, agar glikoprotein gp120 dan gp41 dapat berikatan dengan reseptor CD4. Koreseptor menyebabkan perubahan konformasi sehingga gp41 dapat masuk ke membran sel sasaran. Selain limfosit, monosit dan makrofag juga rentan terhadap infeksi HIV. Monosit dan makrofag yang terinfeksi dapat berfungsi sebagai reservoir untuk HIV tetapi tidak dihancurkan oleh virus. HIV bersifat politronik dan dapat menginfeksi beragam sel manusia, seperti sel Natural Killer (NK), limfosit B, sel 8 endotel, sel epitel, sel langerhans, sel dendritik, sel mikroglia dan berbagai jaringan tubuh. Setelah virus berfusi dengan limfosit CD4, maka berlangsung serangkaian proses kompleks kemudian terbentuk partikel-partikel virus baru dari yang terinfeksi. Limfosit CD4 yang terinfeksi mungkin tetap laten dalam keadaan provirus atau mungkin mengalami siklus-siklus replikasi sehingga menghasikan banyak

virus. Infeksi pada limfosit CD4 juga dapat menimbulkan sitopatogenitas melalui beragam mekanisme termasuk apoptosis (kematian sel terprogram) anergi (pencegahan fusi sel lebih lanjut), atau pembentukan sinsitium (fusi sel).

1.7. ALGORITMA TERAPI PENYAKIT

1.8. TERAPI FARMAKOLOGI a. Obat HIV lini pertama yang tersedia di Indonesia 1. Tenofovir (TDF) 300 mg 2. Lamivudin (3TC) 150 mg 3. Zidovudin (ZDV/AZT) 100 mg 4. Efavirenz (EFV) 200 mg dan 600 mg 5. Nevirapine (NVP) 200 mg 6. Kombinasi dosis tetap (KDT) 7. TDF+FTC 300mg/200mg 8. TDF+3TC+EFV300mg/150mg/600mg

b. Rejimen yang digunakan di tingkat FKTP adalah rejimenlini pertama dengan pilihan : 1. TDF + 3TC (atau FTC) + EFV 2. TDF + 3TC (atau FTC) + NVP 3. AZT + 3TC+ EFV 4. AZT + 3TC + NVP

1.9. TERAPI NON FARMAKOLOGI

Tindakan pencegahan yang dapat menurunkan resiko penularan infeksi HIV antara lain: 1. Pemberian KIE tentang HIV-AIDS dan IMS serta kesehatan reproduksi, baik secara individu atau kelompok kepada masyarakat 2. Menghindari penyimpangan seks beresiko 3. Hindari berganti-ganti pasangan 4. Tidak bergantian memakai peralatan penderita, seperti silet, dan alat cukur. 5. Tidak memakai alat suntik secara bersama-sama 6. Memberikan alat suntik dengan pembersih atau mengganti alat suntik ( sekali pakai)

7. Menghindari aktivitas seksual yang beresiko (anal) 8. Orang normal dengan pasangan yang beresiko sebaiknya menggunakan teknik seks yang aman 9. Wanita dengan HIV : memakai kontrasepsi untuk mencegah kehamilan dan tidak memberikan ASI. 10. Pakai kondom

BAB II ANALISIS KASUS

2.1. KASUS Mr Aladin, 27 tahun baru didiagnosis menderita AIDS. Mr. Aladin mendapatkan penyakit tersebut akibat pergaulan bebas dan penggunaan bersama jarum suntik. Mr. Aladin mengeluhkan sering sariawan dan tidak sembuh sembuh, demam, berkeringat malam, bb turun drastis. Gejala ini dirasakannya dalam 4 – 6 minggu terakhir. Dari hasil pemeriksaan lab didapatkan CD 4<300/μl 2.2. PEMBAHASAN 2.2.1. SUBJEKTIF Mr Aladin 27 thn, mengeluhkan sering sariawan dan tidak sembuhsembuh, demam, berkeringat malam, BB turun drastis dalam 4-6 minggu terakhir. 2.2.2. OBJEKTIF Hasil pemeriksaan laoratorium didapatkan CD 4<300/μl. 2.2.3. ASSESMENT Didiagnosis : Mr Aladin menderita AIDS. 2.2.4. PLAN a. Terapi Farmakologi Zidovudin (AZT)+lamivudin (3TC) +Nevirapin (NVP) Dosis : zidovudin = 300 mg dua kali sehari Lamivudin = 150 mg dua kali sehari atau 300 mg satu kali sehari Nevirapin = 200 mg dua kali sehari

b. Terapi Non-Farmakologi

Berikan terapi non farmakologi seperti memberi tahu kepada pasien untuk mengindari atau menghentikan pergaulan bebas dan penggunaan jarum suntik secara bersama dan lakukan istirahat yang cukup. 2.2.5. KIE (KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI)

Dengan memberi tahukan kepada pasien tentang bahaya dari pergaulan bebas dan penggunaan bersama jarum suntik terhadap kesehatan dirinya, agar pasien menghentikan hal tersebut. Selain itu juga beri tahu pasien agar banyak istirahat dan mengkonsumsi makanan yang bernutrisi. 2.2.6. MONITORING DAN FOLLOW UP Setelah pemakain obat ARV sebaiknya pasien harus melakukan pemeriksaan klinis lagi seperti pemeriksaan CD4 dan pemerriksaan viral load,agar bisa melihat apakah pilihan obat ini bisa dilanjutkan ata tidak dalam jangka panjang.

DAFTAR PUSTAKA

Dirjen PP dan PL Kemenkes RI. (2012) Statistik kasus HIV/ AIDS di Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI. Kummar, V., Abbas, AK., Aster JC(2015) Robbins and Cotran;Pathologic Basic of DiseaseNinth edition Philadelphia : Saunders Elsevier. Medscape, HIV Infection and AIDS. April 2016. Didapat dari: http://emedicine.medscape.com/article/211316-overview British Medical Journal, HIV Infection: pathophysiology. 2017. Didapat dari: http://bestpractice.bmj.com/best practice/ monograph/ 555/ basics/ pathophysiology.html World Health Organization, HIV/AIDS, Novermber 2016. Didapat dari: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs360/en/

Related Documents

Makalah Audit Klmpok 2
June 2020 18
Makalah Aids
May 2020 32
Aids
November 2019 45
Aids
November 2019 36

More Documents from "Debabrata Malick"