Makalah Abbasiah Sejarah Islam.docx

  • Uploaded by: Fahrul Rossy
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Abbasiah Sejarah Islam.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,384
  • Pages: 16
MAKALAH Sejarah islam bani abbasyiah Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah peradaban islam Dosen Pengampu :

RENY MASYITOH, M.KOM.I

Disusun Oleh

KELOMPOK 3 Fahrul rossy

INSTITUT AGAMA ISLAM AL-KHOZINY SIDOARJO Fakultas dakwah dan ushuludddin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peradaban islam mengalami puncak kejayaan pada masa daulah Abbasiyah. Perkembangan ilmu pengetahuan sangat maju yang diawali dengan penerjemahan naskah asing terutama yang berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab, pendirian pusat pengembangan ilmu dan perpustakaan dan terbentuknya mazhab ilmu pengetahuan dan keagamaan sebagai buah dari kebebasan berfikir. Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti Islam yang paling berhasil dalam mengembangkan peradaban Islam. Para ahli sejarah tidak meragukan hasil kerja para pakar pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah dalam memajukan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. [1]Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini adalah keturunan Abbas, paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah alSaffah Ibn Muhammad Ibn Ali Ibn Abdullah Ibn al-Abbass. Dia dilahirkan di Humaimah pada tahun 104 H. Dia dilantik menjadi Khalifah pada tanggal 3 Rabiul awwal 132 H. Pada abad ketujuh terjadi pemberontakan diseluruh negeri. Pemberontakan yang paling dahsyat dan merupakan puncak dari segala pemberontakan yakni perang antara pasukan Abbul Abbas melawan pasukan Marwan Ibn Muhammad (Dinasti Bani Umayyah) yang akhirnya dimenangkan oleh pasukan Abbul Abbas. Dengan jatuhnya negeri Syiria, berakhirlah riwayat Dinasti Bani Umayyah dan bersama dengan itu bangkitlah kekuasaan Abbasiyah.

Pada masa inilah masa kejayaan Islam yang mengalami puncak keemasan pada masa itu berbagai kemajuan dalam segala bidang mengalami peningkatan seperti bidang pendidikan, ekonomi, politik dan sistem pemerintahannya.

1.2 Rumusan Masalah 1. 2. 3. 4.

Mengapa Dinasti Abbasiyah maju pada masa Harun Al-Rasyid ? Apa yang menyebabkan kemajuan Dinasti Abbasiyah ? Apa kebijakan dari Harun Al-Rasyid ? Apa saja aliran yang muncul pada masa Dinasti Abbasiyah ?

1.3 Tujuan Masalah 1. Untuk mengetahui Dinasti Abbasiyah maju pada masa Harun AlRasyid ? 2. Untuk mengetahui penyebab kemajuan Dinasti Abbasiyah ? 3. Untuk mengetahui kebijakan dari Harun Al-Rasyid ? 4. Untuk mengetahui aliran apa saja yang muncul pada masa dinasti abbasiyah ?

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Sejarah Berdiri Khilafah Bani Abbasiyah [2]Di antara yang mempengaruhi berdirinya khilafah bani Abbasiyah adalah adanya beberapa kelompok umat yang sudah tidak mendukung lagi terhadap kekuasaan imperium bani Umayah yang

notabenenya korupsi, sekuler dan memihak sebagian kelompok diantaranya adalah kelompok Syiah dan Khawarij (Badri Yatim. 2008:49-50) serta kaum Mawali (orang-orang yang baru masuk islam yang mayoritas dari Persi). Mereka merasa diperlakukan tidak adil dengan kelompok Arab dalam hal pembebanan pajak yang terlalu tinggi, kelompok ini lah yang mendukung revolusi Abbasiyah. Di saat terjadi perpindahan kekuasaan dari Umayyah ke Abbasiyah, wilayah geografis dunia islam membentang dari timur ke barat, meliputi Mesir, Sudan, Syam, Jazirah Arab, Iraq, Parsi sampai ke Cina. Kondisi ini mengantarkan terjadinya interaksi intensif antara daerah satu dengan daerah lainnya. Interaksi ini memungkinkan proses asimilasi budaya dan peradaban setiap daerah. Nyanyian dan musik menjadi tren dan style kehidupan bangsawan dan pemuka istana era Abbasiyah. Anak-anak khalifah diberikan les khusus supaya pintar dan cakap dalam mendendangkan suara mereka. Seniman-seniman terkenal bermunculan, diantaranya Ibrahim bin Mahdi, Ibrahim al Mosuly dan anaknya Ishaq. Lingkungan istana berubah dan dipengaruhi nuansa Borjuis mulai dari pakaian, makanan, dan hadirnya pelayan-pelayan wanita. Para penguasa Abbasiyah membentuk masyarakat berdasarkan rasa persamaan. Pendekatan terhadap kaum Malawi dilakukan antara lain dengan mengadopsi sistim Administrasi dari tradisi setempat (Persia) mengambil beberapa pegawai dan Menteri dari bangsa Persia dan meletakan ibu kota kerajaannya, Baghdad di wilayah yang dikelilingi oleh bangsa dan agama yang berlainan seperti bangsa Aria dan Sumit dan agama Islam, Kristen, dan Majusi. Pembagian kelas dalam masyarakat Daulat Abbasiyah tidak lagi berdasarkan ras atau kesukaan, melainkan berdasarkan jabatan, menurut jarzid Zaidan, masyarakat Abbasiyah terbagi dalam 2 kelompok besar, kelas khusus dan kelas umum. Kelas khusus terdiri dari khalifah, keluarga khalifah (Bani Hasyim) para pembesar negara (Menteri, gubernur dan panglima), Kaum bangsawan non Bani

Hasyim (Quraisy) pada umumnya. Dan para petugas khusus, tentara dan pembantu Istana. Sedangkan kelas umum terdiri dari para seniman, ulama, pujangga fukoha, saudagar dan penguasa buruh dan petani.

2.2 Kemajuan Dinasti Abbasiyah pada masa Harun Al-Rasyid [3]Dalam perkembangannya Daulah Abbasiyah dibagi menjadi lima periode yakni, Periode Pertama (750 M - 847 M) dimana para khalifah Abbasiyah berkuasa penuh. Periode Kedua (847 M - 945 M) disebut periode pengaruh Turki. Periode Ketiga (945 M - 1055 M) pada masa ini daulah Abbasiyah dibawah kekuasaan Bani Buwaihi. Periode Keempat (1055 M - l194 M) dalam periode ini ditandai dengan kekuasaan Bani Saljuk atas Daulah Abbasiyah. Periode Kelima (1194 M - 1258 M) periode ini khalifah Abbasiyah tidak lagi berada di bawah kekuasaan dinasti tertentu, mereka merdeka berkuasa akan tetapi hannya di Bagdad dan sekitarnya. Sebenarnya zaman keemasan Bani Abbasiyah telah dimulai sejak pemerintahan Khalifah Abu Ja’far al-Mansur serta pada masa Khalifah al-Mahdi (775-785 M), akan tetapi popularitas Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya pada masa khalifah Harun al-Rashid (786-809 M) dan putranya al-Ma’mun (813-833 M). Kekayaan banyak dimanfaatkan Harun al-Rashid untuk keperluan sosial. Rumah sakit, lembaga pendidikan dokter dan farmasi didirikan. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Disamping itu, pemandian- pemandian umum juga dibangun. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi. Khalifah - khalifah Bani Abbasiyah secara terbuka mempelopori perkembangan ilmu pengetahuan dengan mendatangkan naskah-naskah kuno dari berbagai pusat peradaban sebelumnya untuk kemudian diterjemahkan, diadaptasi dan

diterapkan di Dunai Islam. Para ulama’ muslim yang ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan baik agama maupun non agama juga muncul pada masa ini. Pesatnya perkembangan peradaban juga didukung oleh kemajua ekonomi imperium yang menjadi penghubung Dunia Timur dan Barat. Stabilitas politik yang relatif baik terutama pada masa Abbasiyah awal ini juga menjadi pemicu kemajuan peradaban Islam. Oleh sebab itu, tidak heran jika dalam waktu yang sangat cepat Islam mampu mencapai kebangkitan ilmu pengetahuan dalam berbagai cabangnya, baik fisika, kimia, falak, biologi, matematika, kedokteran, ilmu bedah, maupun ilmu farmasi dan sebagainya.

2.3 Kebijakan Khalifah Harun Ar - Rasyid [4]Khalifah Harun al-Rashid adalah khalifah kelima Daulah Abbasiyah, beliau menggantikan saudaranya al-Hadi pada tahun 786 M, dalam usia 25 tahun, masa pemerintahannya 23 tahun yaitu tahun 786-809 M, yang merupakan zaman keemasan Daulah Abbasiyah. Khalifah Harun Ar - Rasyid dilahirkan di Raiyi pada tahun 145 H ibunya ialah Khaizuran, bekas seorang hamba yang juga ibunda al-Hadi. Ayah beliau al - Mahdi memberi tanggung jawab dengan melantik Harun sebagai Amir di Saifah pada tahun 163 H, kemudian pada tahun 164 H beliau dilantik untuk memerintah seluruh wilayah Anbar dan negerinegeri di Afrika Utara. Pada tahun 166 H al-Mahdi melantik Harun sebagai putra mahkota untuk menggantikan al-Hadi apabila al-Hadi mangkat, dan Harun Ar - Rasyid pun dengan resmi menjadi khalifah pada tahun 170 H/786 M. Pribadi dan akhlak Harun Ar - Rasyid merupakan salah seorang khalifah yang sangat dihormati, suka bercengkrama, alim dan sangat dimuliakan sepanjang menjadi khalifah. Beliau menyukai syair dan para penyair serta tokoh-tokoh sastra dan ilmu fiqh, beliau juga sangat mengghormati dan merendah diri kepada alim ulama. Khalifah Harun Ar - Rasyid mempunyai perhatian yang sangat baik terhadap ilmuwan

dan budayawan. Ia mengumpulkan mereka dan melibatkannya dalam setiap kebijakan yang akan diambil pemerintah. Perdana menterinya adalah seorang ulama besar di zamannya, Yahya al-Barmaki juga merupakan guru Khalifah Harun Ar - Rasyid, sehingga banyak nasihat dan anjuran kebaikan mengalir dari Yahya. Hal ini semua membentengi Khalifah Harun Ar - Rasyid dari perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari ajaran-ajaran Islam. Pada masa Khalifah Harun Ar - Rasyid, hidup juga seorang cerdik pandai yang sering memberikan nasihat-nasihat kebaikan pada Khalifah, yaitu Abu Nawas. Nasihat-nasihat kebaikan dari Abu Nawas disertai dengan gayanya yang lucu, menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan Khalifah Harun Ar - Rasyid. Pada masanya hidup ahliahli bahasa terkenal yang mempelopori penyusunan tata bahasa, seni bahasa dab nada sajak, yaitu Khalaf al-Ahmar (wafat 180 H), al-Khalil Ahmad al-Farahidi (wafat 180 H ), Akhfasy al-Akbar (wafat 176 H), Akhfasy al-Awsath (wafat 215 H), Sibawaihi (wafat 180 H), dan alKisai (wafat 189 H). Selain itu hidup juga para tokoh-tokoh sufi pertama yaitu Ibrahim Ibn Idham (wafat 166 H) seorang pangeran dari kota Balkh yang meninggalkan kebangsawanannya dan kekayaannya dan mengembara sebagai seorang Faqir, hidup dari hasil kerajinan tangannya sendiri dan wafat dalam pertempuran lautan sewaktu armada Islam menghadai armada Bizantium. Dan Rabiatul Adawiyah (wafat 185 H), seorang sufi wanita dari Basrah yang amat terkenal dengan sajak- sajak mistik. Serta abu Ali Syaqiq al-Balkh (wafat 194 H), seorang tokoh mistik yang menjadi tokoh legendaris pada masa belakangan di dalam aliran-aliran mistik (Thariqat-thariqat) dalam sejarah Islam. Seperti sebelumnya dikatakan, bahwa puncak kejayaan dinasti Abbasiyah terjadi pada masa khalifah Harun Ar - Rasyid. Salah satu puncak kejayaanya pada saat itu adalah mengenai ilmu pengetahuan, yang secara tidak langsung juga berpengaruh pada kemajuan pendidikan. Pada masa pemerintahannya, memang Harun lebih membawa perhatian kepada ilmu pengetahuan. Hal ini dibuktikan

dengan berdirinya beberapa lembaga ilmiah atau lembaga pendidikan yang sangat berpengaruh pada kemajuan pendidikan pada masa dinasti Abbasiyah. Kamajuan-kemajuan yang diraih Daulah Abbasiyah pada masa itu khususnya dalam hal keilmuan dan pendidikan tidak luput dari kabijakan-kebijakan yang dilakukan khalifah Harun Ar Rasyid pada masanya diantaranya adalah adanya gerakan penerjemahan manuskrip-manuskrip dan kitab-kitab Yunani, mendirikan Baitul Hikmah, Rumah sakit, Kuttab serta didirikannya lembaga Sastra 1.

Gerakan Penerjemahan

Kegiatan penerjemahan sebenarnya sudah dimulai sejak Daulah Umaiyah, namun upaya untuk menerjemahkan manuskrip-manuskrip berbahasa asing terutama bahasa Yunani dan Persia ke dalam bahasa arab mengalami masa keemasan pada masa Daulah Abbasiyah. Pusat tempat penerjemahan adalah Yunde Sahpur, yang merupakan kota ilmu pengetahuan pertama dalam Islam. Para ilmuan diutus ke daerah Bizantium untuk mencari naskah-naskah Yunani dalam berbagai ilmu terutama filasafat dan kedokteran Pemburuan manuskrip tidak hanya sebatas di Bizantium saja akan tetapi juga di Daerah Timur seperti Persia, terutama naskah dalam bidang tata negara dan sastra. Para penerjemah tidak hanya dari kalangan Islam tetapi juga dari pemeluk Nasrani dari Syiria dan Majusi dari Persia. Biasanya naskah berbahasa Yunani diterjemahkan dahulu kedalam bahasa Syiria kuno sebelum ke bahasa Arab. Hal ini dikarenakan penerjemah adalah para pendeta Kristen Syiria yang hanya memahami bahasa Yunani dan bahasa mereka sendiri. Kemudian para ilmuan yang memahami bahasa syiria dan Arab menerjemahkan naskah tersebut ke dalam bahasa Arab. Khalifah Harun Ar - Rasyid juga sangat giat dalam penerjemahan berbagai buku berbahasa asing ke dalam bahasa Arab. Dewan penerjemah dibentuk untuk keperluan penerjemahan dan penggalian informasi yang termuat dalam buku asing. Dewan penerjemah itu diketuai oleh seorang pakar bernama Yuhana bin Musawyh.

Penerjemahan secara langsung dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab dipelopori oleh Yuhanna ibn Masawayh (777-857 M) dan Hunayn ibn Ishak (wafat 873 M), ia adalah seorang penganut dan dokter Nasrani dari Syiria. Yang memperkenalkan metode penerjemahan baru yang menterjemahkan kalimat, bukan menterjemahkan kata per kata, metode ini lebih memahami isi naskah karena struktur kalimat dalam bahasa Yunani berbeda dengan struktur kalimat bahasa Arab. Pada awal penerjemahan, naskah yang diterjemahkan terutama dalam bidang astrologi, kimia dan kedokteran. Kemudian naskah-naskah filsafat karya Aristoteles dan Plato juga diterjemahkan. 2.

Baitul Hikmah

Baitul Hikmah merupakan perpustakaan yang berfungsi sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan, institusi ini merupakan kelanjutan dari institusi serupa di masa imperium Sasania Persia yang bernama Jundishapur Academy. Namun pada masa Sasania hanya menyimpan puisi-puisi dan cerita-cerita untuk raja. Pada masa Harun Ar - Rasyid, Institusi ini bernama Khizanah al-Hikmah (Hazanah Kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian. Dalam perpustakaan tersebut, terdapat bermacam-macam buku ilmu pengetahuan yang berkembang padas masa itu, baik yang berbahasa Arab maupun bahasa lain, seperti Yunani, India, dan sebagainya. Pada masa itu Baitul Hikmah juga berperan sebagai pusat terjemahan. 3.

Pendirian Rumah Sakit

Sebelumnya telah dikatakan bahwa pada masa khalifah Harun Ar Rasyid telah berdiri bangunan-bangunan sosial, salah satunya adalah rumah sakit. Bangunan ini tak hanya berperan sebagai lembaga sosial sebagai tempat merawat dan mengobati orang-orang sakit, namun di tempat ini juga mendidik tenaga-tenaga yang berhubungan dengan perawatan dan pengobatan. Rumah sakitBagdad merupakan rumah sakit Islam pertama yang dibangun oleh khalifah Harun ar Rashid pada awal abad ke-9, mengikuti model Persia, yang di sebut dengan

Bimaristan, yang dalam bahasa Persia Bimar berarti sakit sedangkan stan artinya tempat Rumah-rumah sakit Islam memiliki ruang khusus untuk perempuan, dan dilengkapi dengan gudang obat-obatan. Beberapa diantaranya dilengkapi perpustakaan kedokteran dan menawarkan khusus pengobatan. Selain itu, rumah sakit ini juga berfungsi sebagai tempat praktikum bagi para mahasiswa dari sekolah kedokteran yang mengadakan berbagai penelitian dan percobaan dalam bidang obat-obatan, bahkan tidak jarang sekolah-sekolah kedokteran itu didirikan dekat dengan rumah sakit. Pada masa itu sudah terdapat paling tidak 800 orang dokter. Sejumlah dokter dan ahli bedah ditetapkan untuk memberikan kuliah kepada mahasiswa kedokteran dan memberikan ijazah bagi mereka yang dianggap mampu melakukan praktik. 4.

Kuttab

Kuttab atau bisa juga disabut maktab berasal dari kata dasar kataba yang berarti menulis, maka Kuttab adalah tempat belajar dan menulis. Lembaga ini adalah lembaga pendidikan terrendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, menghitung dan menulis serta anak remaja belajar dasar-dasar ilmu agama. Menurut Ibnu Djubaer pendidikan ini berlangsung di luar masjid. Kurikulum pendidikan di Kuttab ini berorientasi kepada Al-qur’an sebagai suatu tex book, hal ini mencakup pengajaran membaca dan menulis, kaligrafi, gramatikal bahasa arab, sejarah Nabi SAW. Belajar di Kuttab tidak ditentukan lamanya, murid yang telah menguasai materi, maka lebih cepat selesai dan berpindah pada ilmu yang lain. Setelah tepat waktunya, dan sudah mulai memahami materi dasar, barulah mempelajari pelajaran yang lebih tinggi tingkatannya dari sebelumnya. Belajar di kuttab dilakukan pada waktu pagi hari sampai waktu shalat ashar, dari hari Sabtu sampai hari Kamis. Setiap tanggal 1 Syawal dan tiga hari pada hari raya Idul Adha merupakan hari libur.

5.

Lembaga Kesusasteraan

Lembaga kesusasteraan merupakan majlis khusus yang diadakan oleh khalifah untuk membahas berbagai macam ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahannya, lembaga pendidikan ini mengalami kemajuan yang pesat, bahkan pada saat itu, beliau juga aktif dalam majlis ini. Dalam sejarah dikatakan, bahwa khalifah Harun Ar - Rasyid merupakan ahli ilmu pengetahuan dan sangat cerdas, maka wajarlah jika beliau pun ikut terjun dalam lembaga pendidikan ini. Lembaga kesusasteraan ternyata telah ada pada masa sebelumnya yaitu pada masa daulah Umaiyah, yang funngsinya sama yaitu untuk mencerdaskan manusia. Keberadaan lembaga kesusastraan pada masa daulah Abbasiyah maju dan bahkan bertahan hingga akhir kekhalifahan Abbasiyah.Pada masa pemerintahan khalifah Harun Ar - Rasyid bermunculan penyair terkenal, seperti Abu Nawas (145-198 H) nama aslinya adalah Hasan bin Hani, dan Abu Tamam (wafat 232 H) nama aslinya adalah Habib bin Auwas atb-Tba’i. Pada masa itu terkenal sebuah buku yang berjudul Seribu Satu Malam (Alf Laylah wa Laylah) yang telah menduduki tempat paling atas dibidang kesastraan dunia. Buku tersebut telah diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa dunia. Khalifah Harun Ar - Rasyid wafat pada tahun 193 H, ketika berusia kurang lebih 44 tahun. Sebelum meninggal beliau pergi ke Khurasan untuk menumpas pemberontakan yang dilancarkan oleh Rafi’ bin Laith. Beliau telah melantik al-Amin sebagai penggantinya di Bagdad, dalam perjalanan tersebut beliau ditemani putranya al-Ma’mun. Tetapi di tengah perjalanan beliau ditimpa penyakit dan terpaksa berhenti bersama rombongannya di suatu tempat bernama Tus. Ketika merasa keadaannya bertambah berat beliau meminta anaknya alMa’mun untuk memimpin pasukan tentara meneruskan perjalanan ke Khurasan. Beliau bersama dengan menterinya al-Fadhl bin ar-Rabi’ dan pasukan tentara yang kecil beserta sejumlah harta benda tetap berada di Tus. Tak lama setelah itu khalifah Harun Ar - Rasyid pun menghembuskan nafasnya yang terakhir. Menjelang wafat beliau

telah meninggalkan wasiat bahwa putranya al-Amin menggantikannya dan kemudian putranya al-Ma’mun. 2.4 Faktor-faktor Abbasiyah 1.

yang

Mempengaruhi

Perkembangan

Daulah

Faktor Politik

a. Pindahnya ibu kota negara dari Syam ke Irak dan Baghdad sebagai ibu kotanya ( 146 H). b. Banyaknya cendikiawan yang diangkat menjadi pegawai pemerintahaan dan istana. Kholifah- kholifah Abbasiyah, misalnya Al Mansur, banyak mengangkat pegawai pemerintahan dan istana dari cendikiawan- cendikiawan Persia. c. Diakuinya Mu’tazilah sebagai madzhab resmi negara pada masa kholifah al Ma’mun pada tahun 827 M. 2.

Faktor Sosiografi

a. Meningkatnya kemakmuran umat islam pada waktu itu. b. Luasnya wilayah kekuasaan islam, yang menyebabkan banyak orang Persia dan Romawi yang masuk Islam kemudian menjadi muslim yang taat. c. Pribadi beberapa kholifah pada masa itu, terutama pada maasa dinasti Abbasiyah I, seperti Al Mansur, Harun Al Rasyid dan Al Ma’mun yang sangat mencintai ilmu pengetahuan sehingga kebijaksanaannya banyak ditujukan pada kemajuan ilmu pengetahuan. d. diadakannya pengaturan, pembukuan, dan pembidangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu naqli seperti kedokteran, mantiq dan ilmu- ilmu riyadliyat, telah dimulai oleh umat islam dengan metode yang teratur.[5]

3. a. b. c. 4. a. b.

Aktivitas Ilmiah Penyusunan buku- buku ilmiah Penerjemahan Pensyarahan Kemajuan Ilmu Pengetahuan Kemajuan ilmu agama Kemajuan ilmu- ilmu umum

2.5 Munculnya aliran-aliran sesat dan fanatisme kesukuan pada masa bani abbasiyah. Fanatisme keagamaan berkaitan erat dengan persoalan kebangsaan. Karena cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai, kekecewaan mendorong sebagian mereka mempropagandakan ajaran Manuisme, Zoroasterisme dan Mazdakisme. Munculnya gerakan yang dikenal dengan gerakan Zindiq ini menggoda rasa keimanan para khalifah. AlMansur berusaha keras memberantasnya, bahkan Al-Mahdi merasa perlu mendirikan jawatan khusus untuk mengawasi kegiatan orangorang Zindiq dan melakukan mihnah dengan tujuan memberantas bid'ah. Akan tetapi, semua itu tidak menghentikan kegiatan mereka. Konflik antara kaum beriman dengan golongan Zindiq berlanjut mulai dari bentuk yang sangat sederhana seperti polemik tentang ajaran, sampai kepada konflik bersenjata yang menumpahkan darah di kedua belah pihak. Gerakan al-Afsyin dan Qaramithah adalah contoh konflik bersenjata itu. [6]Pada saat gerakan ini mulai tersudut, pendukungnya banyak berlindung di balik ajaran Syi'ah, sehingga banyak aliran Syi'ah yang dipandang ghulat (ekstrem) dan dianggap menyimpang oleh penganut Syi'ah sendiri. Aliran Syi'ah memang dikenal sebagai aliran politik dalam Islam yang berhadapan dengan paham Ahlussunnah. Antara keduanya sering terjadi konflik yang kadang-kadang juga melibatkan penguasa. Al-Mutawakkil, misalnya, memerintahkan agar makam Husein Ibn Ali di Karballa dihancurkan. Namun anaknya, al-Muntashir (861-862 M.), kembali memperkenankan orang Syi'ah "menziarahi"

makam Husein tersebut. Syi'ah pernah berkuasa di dalam khilafah Abbasiyah melalui Bani Buwaih lebih dari seratus tahun. Dinasti Idrisiyah di Marokko dan khilafah Fathimiyah di Mesir adalah dua dinasti Syi'ah yang memerdekakan diri dari Baghdad yang Sunni. Konflik yang dilatarbelakangi agama tidak terbatas pada konflik antara muslim dan zindiq atau Ahlussunnah dengan Syi'ah saja, tetapi juga antar aliran dalam Islam. Mu'tazilah yang cenderung rasional dituduh sebagai pembuat bid'ah oleh golongan salafy. Perselisihan antara dua golongan ini dipertajam oleh al-Ma'mun, khalifah ketujuh dinasti Abbasiyah (813-833 M), dengan menjadikan Mu'tazilah sebagai mazhab resmi negara dan melakukan mihnah. Pada masa alMutawakkil (847-861 M), aliran Mu'tazilah dibatalkan sebagai aliran negara dan golongan Sunni kembali naik daun. Tidak tolerannya pengikut Hanbali terhadap Mu'tazilah yang rasional dipandang oleh tokoh-tokoh ahli filsafat telah menyempitkan horizon intelektual padahal para salaf telah berusaha untuk mengembalikan ajaran Islam secara murni sesuai dengan yang dibawa oleh Rasulullah. Aliran Mu'tazilah bangkit kembali pada masa Bani Buwaih. Namun pada masa Dinasti Seljuk yang menganut paham Sunni, penyingkiran golongan Mu'tazilah mulai dilakukan secara sistematis. Dengan didukung penguasa aliran Asy'ariyah tumbuh subur dan berjaya. Pikiran-pikiran al-Ghazali yang mendukung aliran ini menjadi ciri utama paham Ahlussunnah. Pemikiran-pemikiran tersebut mempunyai efek yang tidak menguntungkan bagi pengembangan kreativitas intelektual Islam konon sampai sekarang.

BAB III KESIMPULAN 3.1 Kesimpulan

Popularitas Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya pada masa khalifah Harun al-Rashid (786-809 M) dan putranya al-Ma’mun (813833 M). Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Khalifah-khalifah Bani Abbasiyah secara terbuka mempelopori perkembangan ilmu pengetahuan dengan mendatangkan naskah-naskah kuno dari berbagai pusat peradaban sebelumnya untuk kemudian diterjemahkan, diadaptasi dan diterapkan di Dunai Islam. Kebijakan-kebijakan yang dilakukan khalifah Harun ar-Rashid pada masanya diantaranya adalah adanya gerakan penerjemahan manuskrip-manuskrip dan kitab-kitab Yunani, mendirikan Baitul Hikmah, Rumah sakit, Khuttab serta didirikannya lembaga kesusasteraan. Pada masa kekhalifahan Harun ar-Rashid perkembangan ilmu pengetahuan mengalami kemajuan yang sangat pesat. Banyak ilmu yang berkembang dan mengalami penyempurnaan pada masa itu. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan pada masa itu, maka banyak bermunculan pula para ilmuan muslim dalam setiap bidangnya masing-masing. Ilmu yang berkembang pada masa kekhalifahan ini yaitu ilmu Naqli dan ilmu Aqli. Ilmu Naqli yang berkembang meliputi ilmu tafsir, ilmu Hadits, ilmu kalam, ilmu tasawuf, ilmu bahasa, dan ilmu fiqh. Sedangkan ilmu Aqli yang berkembang adalah ilmu kedokteran, ilmu filsafat, ilmu astronomi, ilmu matematika dan ilmu kimia.

Daftar Pustaka [1] Latifa Annum Dalimunthe,“ Kemunduran Dan Keruntuhan Daulah Abbasiyah Di Baghdad, Fai Vol. 2 No. Stain Palangka Raya, 2011 hal 2 [2] A. Najili Aminullah,” Dinasti Bani Abassiyah, Politik, Peradaban Dan Intelektual”(Banten : IAIN Sultan Maulana Hasanudin,2017) hal 18 [3] Khoirul Umam,Skripsi :“Perkembangan Ilmu Pengetahuan Pada Masa Daulah Abbasiyah”(Surabaya : IAIN Sunan Ampel, 2012) hal 24 [4] Khoirul Umam,Skripsi :“Perkembangan Ilmu Pengetahuan Pada Masa Daulah Abbasiyah”(Surabaya : IAIN Sunan Ampel, 2012) hal 24 [5] Maman A. Malik, Sejarah Kebudayaan Islam, (Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005), hlm. 114- 131

Related Documents


More Documents from "Silvy Dianita Agustina"