Makalah 3 Kimia Fisika (1) .docx

  • Uploaded by: Alia Damar A
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah 3 Kimia Fisika (1) .docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,302
  • Pages: 42
JOURNAL BASED LEARNING

Kelompok 2 : Alia Damar Adiningsih (1706023624) Farah Aliya Fadhila (1706025352) Gian Varian Setyadi (1706070936) Maura Salsabilla (1706025081) Mizanina Tiraya (1706070904) Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia Depok 2018

DAFTAR ISI Cover ........................................................................................ Error! Bookmark not defined. Daftar Isi .................................................................................................................................... 2 Daftar Gambar ......................................................................... Error! Bookmark not defined. Daftar Grafik ............................................................................ Error! Bookmark not defined. Daftar Tabel ............................................................................. Error! Bookmark not defined. Bab I Pendahuluan ................................................................... Error! Bookmark not defined. Bab II Isi .................................................................................. Error! Bookmark not defined. Definisi dan Pengertian Suspensi Perbedaan Suspensi dengan Larutan dan Koloid Pemurnian Suspensi dengan Metode Dialisis Pengertian Biomimetik Pengertian Nanokristalin Formulasi Nanokristalin Menggunakan Metode Dialisis/Nanopresipitasi Sifat Efek Tyndall Pada Koloid Luminescent Nanoparticles Teknologi Cahaya Nanoprobe Bab III Kesimpulan .................................................................. Error! Bookmark not defined. Daftar Pustaka .......................................................................... Error! Bookmark not defined.

BAB I LATAR BELAKANG Bidang nanobioteknologi dalam lingkup tahun 2017 menarik banyak perhatian, baik dari sudut pandang terapi maupun diagnose. Satu hal yang relevan adalah pengembangan formulasi koloid dari biokompatibel nanopartikel yang mampu berinteraksi dengan sel atau jaringan yang dipilih. Dalam konteks ini, nanopartikel yang mampu berinteraksi dengan sel atau jaringan perlu melalui proses purifikasi dalam bentuk dialysis. Melalui jurnal Purification of biomimetic apatite-based hybrid colloids intended for biomedical applications: A dialysis study, tim penulis bertujuan untuk menyelidiki tindakan yang perlu dilakukan terhadap nanopartikel tersebut dari sudut pandang fisiko-kimia terhadap purifikasi dengan dialysis koloid hibrida yang baru dikembangkan berdasarkan apotek nanokristalin biomimetic. Tindak lanjut dari proses dialysis dilakukan dengan metode FTIR (Fourier Transform Infra Red), TEM (Transmission Electron Microscopy), XRD (X-Ray Diffraction), pH, dan pengukuran konduktivitas. Tim penulis menunjukkan bahwa metode dialisis merupakan teknik yang teradaptasi dengan baik dan murah dalam memurnikan suspensi hibrida mineral-organik dalam pandangan aplikasi biomedis. Masalah yang dicoba untuk didefinisikan adalah pengembangan nanosistem yang diformulasikan sebagai koloid sehingga mampu berinteraksi dengan sel darah merah setelah melalui proses dialisis. Dalam hal ini objek sel yang secara khusus dikembangkan adalah sel kanker. Ide utamanya adalah untuk meningkatkan kemanjuran dalam penanganan kanker dengan cara mengurangi efek samping yang dialami oleh pasien dan untuk memfasilitasi deteksi dini kanker. Metode deteksi dini kanker menjadi fokus utama dalam jurnal ini dan koloid merupakan bahan alternative yang dicanangkan disamping bahan utama yang konvensional, yaitu teknik deteksi berdasarkan nanoprobes bercahaya. Koloid yang digunakan merupakan formulasi nanosistem bernama nanopartikel apatite koloid (koloid berdasarkan biomimetik nanikristalin). Hal ini dipilih berdasarkan pertimbangan utama yang telah disebutkan tadi yaitu dapat mengurangi efek samping jika diaplikasikan pada pasien kanker.

BAB II ISI Defenisi dan Pengertian Susepensi Suspensi merupakan salah satu istilah kimia yang digunakan untuk menggambarkan kondisi campuran beberapa macam zat. Pengertian suspensi adalah campuran beberapa macam zat yang bersifat heterogen, seperti contohnya adalah zat kopi dengan air. Kopi dan air merupakan dua zat yang memiliki karakteristik yang berbeda dimana kopi merupakan padatan, sedangkan air merupakan cairan. Ketika dua zat ini dicampurkan, maka zat akan terlihat menyatu untuk beberapa saat saja, dan akan kembali terpisah setelah beberapa waktu kemudian. Perbedaan Suspensi dengan Larutan dan Koloid Pada dasarnya, suspensi, larutan, dan koloid sama-sama merupakan campuran dari dua ataupun beberapa macam zat. Ketiga istilah kimia ini merupakan hasil dari penggabungan beberapa bahan ataupun zat yang dicampurkan. Meskipun sama-sama merupakan hasil dari pencampuran beberapa macam zat, ketiga istilah di atas memiliki perbedaan satu sama lainnya. Perbedaan tersebut yaitu : Suspensi merupakan campuran beberapa macam zat yang memiliki karakteristik berbeda ataupun heterogen, sedangkan larutan merupakan campuran dari beberapa macam zat yang memiliki karakteristik sejenis ataupun disebut juga dengan homogen, dan sedangkan koloid merupakan campuran dari beberapa macam zat ataupun benda yang memiliki sifat ganda yaitu dapat bersifat homogen, akan tetapi juga dapat bersifat heterogen.

Gambar 1. (a) Sistem larutan (homogen dan transparan) (b) Sistem suspensi (heterogen) (c) Sistem koloid (homogen, tetapi tidak transparan). Pemurnian Suspensi dengan Metode Dialisis Dialisis adalah suatu teknik pemisahan dengan cara menggunakan membran yang memisahkan dua fasa cairan. Membran tersebut bersifat semipermeabel terhadap partikel solute. Partikel solut berpindah melalui membran ke larutan dengan konsentrasi rendah. Dialisis digunakan untuk memisahkan garam-garam dari suspensi dalam biokimia dengan tujuan mencegah koagulasi. Dialisis adalah metode pemisahan molekul besar (seperti pati atau protein) dari molekul kecil (seperti glukosa atau asam amino) dengan difusi selektif melalui

membrane semipermeabel. Misalnya, jika larutan campuran pati dan glukosa dimasukkan dalam wadah tertutup terbuat dari bahan semipermeabel (seperti selofan) lalu direndam dalam gelas kimia berisi air, maka molekul glukosa yang lebih kecil akan melewati membrane menuju ke air, sedangkan molekul besar, yaitu pati, akan tertinggal di dalam wadah. Prinsip dasar dari dialisi ini adalah perbedaan molekul-molekul. Alat yang digunakan yaitu wadah tertutup terbuat dari bahan semipermeabel (seperti selofun), gelas piala. Dialysis ini digunakan untuk memisahkan molekul-molekul yang memiliki perbedaan ukuran. Membrane sel pada makhluk hidup bersifat semipermeabel, dan dialisis berlangsung secara alami dalam ginjal untuk mengeluarkan limbah bernitrogen. Ginjal buatan (mesin dialisis) menggunakan asas ini untuk menggantikan fungsi ginjal sakit. Pengertian Biomimetik Biomimetik merupakan sains baru yang terus berkembang, merupakan metode pemecahan masalah yang manusia hadapi dapat menemukan solusinya dengan belajar dari model yang berasal dari rancangan alam. Alam merupakan rancangan dengan solusi terbaik, efisien dan optimal. Metodologi biomimetik berupaya melihat solusi dari masalah yang manusia hadapi melalui perspektif yang berdasarkan bagaimana alam menemukan solusi terhadap masalah yang sama yang manusia hadapi. Tidak hanya itu, biomimetik juga merupakan metode yang tepat untuk inovasi, invensi, dan reinvensi rancangan yang sudah ada. Menemukan aspek baru dalam desain serta menambah nilai lain terhadap desain tersebut seperti material yang lebih baik, ramah lingkungan, estetika, dan sebagainya. Pengertian Nanokristalin Nanokristalin adalah partikel koloid yang berbentuk amorf atau kristal yang memiliki ukuran lebih kecil dari 1 mikron dan berpotensi menjadi skala atom. Teknologi nanokristalin telah menjadi tren baru dalam pengembangan sistem penghantaran obat karena memiliki beberapa kelebihan, seperti nanokristalin mampu menembus ruang-ruang antar sel yang hanya dapat ditembus oleh ukuran partikel koloid, memiliki stabilitas tinggi, kapasitas tinggi, terlindung dari degradasi, pelepasan terkontrol, tolerabilitas yang sangat baik dan memungkinkan rute administrasi parenteral, oral, subkutan, optalmik dan rektal, aman dan memenuhi persyaratan dosis. Formulasi Nanokristalin Menggunakan Metode Dialisis/Nanopresipitasi Nanokristalin diformulasikan dengan beberapa metode yakni nanopresipitasi, ekstraksi/evaporasi, nanoemulsi, homogenisasi, desolvasi dan emulsifikasi. Pembuatan nanokristalin PLGA-ORM, NP-NDACIs digunakan metode nanopresipitasi (serupa dengan Dialisis). Pada metode ini terjadi perpindahan pelarut yang melibatkan pengendapan dari polimer dari pelarut organik dan difusi pelarut organik dalam medium berair dengan ada atau tidaknya surfaktan. Polimer, obat dan surfaktan lipofilik dilarutkan dalam air semipolar seperti aseton atau etanol. Larutan tersebut kemudian dituangkan ke dalam larutan yang mengandung stabilizer dengan magnetic stirer. Nanokristalin terbentuk seketika oleh difusi pelarut yang cepat. Sifat Efek Tyndall Pada Koloid

koloid adalah campuran heterogen dari dua zat atau lebih di mana partikel-partikel zat berukuran antara 1 hingga 1000 nm terdispersi (tersebar) merata dalam medium zat lain. Ketika seberkas cahaya diarahkan kepada larutan, cahaya akan diteruskan. Namun, ketika berkas cahaya diarahkan kepada sistem koloid, cahaya akan dihamburkan. Efek penghamburan cahaya oleh partikel koloid ini disebut efek Tyndall. Efek Tyndall dapat digunakan untuk membedakan sistem koloid dari larutan. Penghamburan cahaya ini terjadi karena ukuran partikel koloid hampir sama dengan panjang gelombang cahaya tampak (400 – 750 nm). Luminescent Nanoparticles Cahaya Nanopartikel adalah kandidat yang baik untuk alat optical probe yang digunakan di medis. Fungsinya untuk menyediakan kontras fluoresensi yang dibutuhkan untuk menvisualisasi komponen dan jaringan spesifik. Teknologi Cahaya Nanoprobe Penelitian Rutgers menunjukkan bahwa tumor kecil pada tikus dapat dideteksi dengan suntikan nanoprobes, yang merupakan perangkat optik mikroskopis, yang memancarkan gelombang pendek sinar infra merah saat mereka melakukan perjalanan melalui aliran darah – bahkan melacak tumor kecil di banyak organ. Nanoprobes dibawa oleh aliran darah, memungkinkan para peneliti untuk mendapatkan gambar yang cepat dan dapat diandalkan dari lokasi sel yang terkena di dalam tubuh. (Hendriana, 2017) Nanopartikel apatite koloid Nanopartikel apatite koloid merupakan koloid yang memiliki struktur dan ikatan kimia sama dengan komponen tulang (apatite). Peranan dari nanopartikel apatite koloid berkaitan dengan proses kriopreservasi sel darah merah. Kriopreservasi adalah proses dimana organel, sel, jaringan, matriks ekstraseluler, organ, atau konstruksi biologis lainnya yang rentan terhadap kerusakan yang dapat disebabkan oleh mutasi sel menjadi sel tumor atau kanker diawetkan dengan cara mendinginkannya ke suhu yang sangat rendah. Pada umumnya, yang menjadi agen pendingin adalah karbon dioksida padat (menjadi -80 derajat Celcius) dan nitrogen cair (menjadi -196 derajat Celcius). Pada suhu yang cukup rendah, segala aktivitas kimia yang dapat menyebabkan kerusakan pada bahan biologis secara efektif dihentikan. Dalam metode kriopreservasi, terdapat juga agen krioprotektan. Krioprotektan ini merupakan kriopreservasi tradisional yang mengandalkan pelapisan suatu bahan (krioprotektan). Metode bar uterus-menerus diselidiki karena toksisitas dari krioprotektan. Peningkatan metode kriopreservasi yang berdasarkan pada pelapisan krioprotektan tidak beracun sangat dibutuhkan untuk mengoptimalkan preservasi sel darah merah. Krioprotektan tersebut yang telah menjadi alternative merupakan trehalose. Trehalose adalah krioprotektan dari bahan alami polivinilalkohol yang dapat melindungi sel. Namun, trehalose ini memiliki satu kelemahan berupa permeabilitas yang rendah terhadap membrane sel darah merah. Terdapat senyawa anorganik yang dapat membawa trehalose tersebut kedalam sel, yaitu kalsium fosfat. Kalsium fosfat memiliki biocompatibility, biodegradability, dan bioactivity. Dalam hal ini, kalsium fosfat tersebut harus berbentuk nanopartikel sehingga terbentuklah nanopartikel apatite koloid yang mana juga terdapat kalsium didalamnya karena komponen

penyusunannya sama dengan komponen tulang. Mekanisme kerja dari nanopartikel apatit yang membantu dalam membawa bioaktif molekul kedalam sel secara umum didasari oleh pendistribusian muatan. Ukurannya yang sangat kecil, nano, dan aktivitas pemerataan muatan dari partikel apatit dapat merangsang adanya interaksi dengan sel darah merah. Nanopartikel apatite berbentuk koloid melalui bantuan zat pendispersi/penstabil. Zat pendispersi tersebut adalah 2-aminoetilfosfat (AEP). Nanopartikel apatit koloid tersebut akan memperoleh partikel muatan positif akibat adanya unsur amino. Dalam rangka meningkatkan dispersibilitas partikel, pada umumnya ditambahkan hexametafosfat (HMP) yang juga akan membantu dalam proses purifikasi koloid (melalui proses dialysis) dan dalam stabilitas koloid. Hal tersebut dapat terjadi akibat dari anion hexametafosfat yang meliputi AEP. Hal ini memicu pembentukan lapisan ganda (positif/negatif) pada permukaan nanopartikel apatite seperti pada gambar a. Akibat dari pendistribusian muatan positif dan negatif di sekitar partikel, AEP/HMP nanopartikel apatite dapat berinteraksi secara spesifik dengan membrane sel darah merah yang memungkinkan dalam modulasi sifat-sifat membrane sel darah merah sehingga trehalosa dapat menembusnya seperti pada gambar b.

Figure 1. Schematic description of a) aqueous colloidal suspension dan colloidal AEP/HMPstabilized apatite nanoparticles, and b) general concept of enhanced trehalosa permeation into red blood cells assisted by colloidal apatite nanoparticles (M. Stefanic et al, 2017)

Pembuatan nanopartikel

Nanopartikel dapat dibuat dari beberapa material seperti protein, polisakarida, dan polimer sintetik. Pemilihan material matriks bergantung pada banyak faktor seperti (Mohanraj dan Chen, 2006): 1. Ukuran nanopartikel yang dibutuhkan 2. Sifat dari bahan obat seperti kelarutan dalam air dan stabilitas 3. Karakteristik permukaan seperti muatan dan permeabilitas 4. Tingkat biodegradasi, biokompatibilitas, dan toksisitas 5. Profil pelepasan obat yang diinginkan 6. Antigenitas pada produk akhir Pembuatan nanopartikel secara luas dapat diklasifikasikan secara luas menjadi dua kategori yaitu:

1. Proses top-down Proses top-down terdiri atas pengurangan ukuran partikel dari partikel obat yang besar menjadi partikel yang lebih kecil dengan menggunakan teknik penggilingan yang bervariasi seperti penggilingan media, mikrofluidisasi dan homogenisasi tekanan tinggi. Tidak ada pelarut keras yang digunakan dalam teknik ini. Walaupun demikian, semua proses penggilingan media membutuhkan energi yang tinggi dan tidak efisien. Pertimbangan terhadap banyaknya panas yang dihasilkan dalam metode ini membuat pengolahan material yang termolabil menjadi sulit (Parrol, 1990).

2. Proses bottom-up Pembuatan bottom-up berupa pembentukan nanostruktur atom demi atom atau molekul demi molekul. Pada pendekatan bottom-up, obat dilarutkan dalam pelarut organik dan kemudian diendapkan pada penambahan antisolvent

dalam adanya stabilizer (Date dan Patravale, 2004).

Nanopartikel paling banyak dibuat dengan 3 metode ini yaitu:

1. Dispersi dari polimer 2. Polimerisasi dari monomer 3. Gelasi ionik atau koaservasi dari polimer hidrofilik

Tetapi, terdapat metode lain seperti teknologi supercritical fluid (Reverchon dan Adami, 2006) dan juga dideskripsikan dalam literatur pada produksi nanopartikel. Yang terakhir ini diklaim memiliki kontrol mutlak terhadap ukuran partikel, bentuk dan komposisi, yang dapat dijadikan contoh untuk produksi nanopartikel secara masal dalam industri (Mohanraj dan Chen, 2006).

Dispersi dari polimer

Dispersi dari polimer merupakan teknik umum yang digunakan untuk membuat nanopartikel polimer biodegradabel dari poly lactic acid (PLA); Poly (D,L glycolide) (PLG); Poly (D, L-lactide-co-glycolide) (PLGA) dan Poly (Cyanoacrylate) (PCA) (Ravi, et al., 2004; Li, et al., 2001; Kwon, et al., 2001). Teknik ini dapat digunakan dengan beberapa cara sebagai berikut: 1. Metode evaporasi pelarut: dalam metode ini, polimer dilarutkan dalam larutan organik seperti diklorometana, kloroform dan etil asetat, yang juga digunakan sebagai pelarut untuk melarutkan obat hidrofobik. Campuran dari polimer dan larutan obat kemudian diemulsifikasikan dalam larutan air yang mengandung surfaktan agen pengemulsi untuk membentuk emulsi minyak dalam air (o/w). setelah terbentuk emulsi yang stabil, pelarut organik dievaporasi dengan menurunkan tekanan atau dengan pengadukan secara berkala. Ukuran partikel yang terbentuk dipengaruhi oleh tipe dan konsentrasi dari stabilizer, kecepatan homogenizer dan konsentrasi polimer. Untuk memproduksi ukuran partikel yang kecil, diperlukan homogenasi atau ultrasonikasi (Zambaux, et al., 1998). 2. Metode emulsifikasi spontan atau difusi pelarut: metode ini merupakan versi modifikasi dari metode evaporasi pelarut (Niwa, et al., 1993). Dalam metode

ini, pelarut yang bercampur air bersama-sama dengan sejumlah kecil perlarut organik yang tidak bercampur air digunakan sebagai fase minyak. Karena adanya difusi spontan dari pelarut, turbulensi antarmuka yang terbentuk antara 2 fase yang mengarah pada pembentukan partikel kecil. Seiring meningkatnya pelarut yang bercampur air, maka penurunan ukuran partikel dapat dicapai. Metode polimerisasi

Pada metode ini, monomer dipolimerisasi menjadi bentuk nanopartikel dalam larutan air. Obat dicampur dalam medium polimerisasi atau diadsorpsi dalam nanopartikel setelah polimerisasi terbentuk. Suspensi nanopartikel kemudian dimurnikan untuk menghilangkan stabilizer dan surfaktan yang digunakan untuk polimerisasi melalui sentrifugasi dan re-suspending partikel dalam medium isotonik bebas surfaktan. Teknik ini biasanya digunakan untuk membuat nanopartikel polybutylcyanoacrylate atau poly (alkylcyanoacrylate) (Zhang, et al., 2001; Boudad, et al., 2001). Pembentukan nanokapsul dan ukuran partikel bergantung pada konsentrasi surfaktan dan stabilizer yang digunakan (Puglisi, et al., 1995).

Metode koaservasi dan gelasi ionik

Banyak peneliti fokus pada penyiapan nanopartikel menggunakan polimer hidrofilik biodegradabel seperti kitosan, gelatin dan natrium alginat. Calvo dan pekerjanya mengembangkan metode untuk menyiapkan nanopartikel kitosan hidrofilik dengan gelasi ionik (Calvo, et al., 1997). Metode ini meliputi campuran dari 2 fase air, yang satu berupa polimer kitosan, di-block co-polymer ethylene oxide atau polypropylene oxide dan yang lain berupa polianion natrium trypolyphosphate. Dalam metode ini, gugus asam amino yang bermuatan positif dari kitosan berinteraksi dengan trypolyphosphate yang bermuatan negatif, untuk

membentuk koaservat yang berukuran nanometer. Koaservat terbentuk dari hasil interaksi elektrostatik antara 2 fase air, sedangkan gelasi ionik meliputi material yang mengalami transisi dari cairan menjadi gel karena kondisi interaksi ionik pada suhu ruang (Mohanraj dan Chen, 2006). Efek sifat nanopartikel pada penghantaran obat

Ukuran partikel

Ukuran partikel dan distribusi ukuran merupakan sifat yang paling penting pada sistem nanopartikel. Mereka menentukan distribusi in vivo, nasib biologi, toksisitas dan kemampuan bertarget pada sistem nanopartikel. Sebagai tambahan, mereka juga mempengaruhi drug loading, pelepasan obat dan stabilitas pada nanopartikel (Mohanraj dan Chen, 2006). Banyak studi telah mendemostrasikan bahwa ukuran submikron nanopartikel memiliki sejumlah keuntungan pada sistem penghantaran obat (Panyam dan V, 2003). Secara umum nanopartikel memiliki uptake intraselular yang relatif lebih tinggi dibanding dengan mikropartikel dan tersedia jarak yang lebar pada target biologis dan mobilitas relatif. Desai, et al., (1996), menemukan bahwa nanopartikel 100 nm memiliki uptake yang lebih besar dibandingkan dengan mikropartikel 1 mikrometer dalam sel Caco-2. Dalam studi yang selanjutnya, nanopartikel berpenetrasi melalui lapisan submukosa dalam model usus in situ pada tikus, ketika mikropartikel lebih banyak terlokalisasi dalam lapisan epitel. Hal ini juga dilaporkan bahwa nanopartikel dapat melewati sawar darah otak diikuti dengan pembukaan ikatan ketat oleh manitol hiperosmotik, yang menyediakan

penghantaran yang diperpanjang dari agen terapetik untuk pengobatan penyakit yang sulit seperti tumor otak (Kroll, et al., 1998). Tween 80 yang melapisi nanopartikel ditunjukkan dapat melewati sawar darah otak (Kreuter, et al., 2003). Dalam lapisan sel, hanya nanopartikel submikron dapat diambil secara efisien tapi bukan mikropartikel ukuran yang lebih besar (Zauner, et al., 2001). Pelepasan obat dipengaruhi oleh ukuran partikel. Partikel yang lebih kecil memiliki luas permukaan yang besar, oleh karena itu, kebanyakan obat dihubungkan dengan dekat dengan permukaan partikel, menyebabkan pelepasan obat yang cepat. Dimana, partikel yang lebih besar mempunyai inti yang besar yang menyebabkan obat lebih terenkapsulasi dan lambat difusi keluar (Redhead, et al., 2001). Partikel yang lebih kecil juga memiliki resiko yang lebih besar untuk mengalami agregasi selama penyimpanan dan transportasi dispersi nanopartikel. Nanopartikel menjadi tantangan untuk formulasi dengan ukuran yang sekecil mungkin tetapi memiliki stabilitas yang maksimum (Mohanraj dan Chen, 2006).

Degradasi polimer juga mempengaruhi dipengaruhi oleh ukuran partikel. Sebagai contoh, kecepatan degradasi polimer PLGA meningkat dengan bertambahnya ukuran partikel in vitro (Dunne, et al., 2000). Hal itu dianggap bahwa dalam partikel yang lebih kecil, produk degradasi dari PLGA yang terbentuk, lebih mudah difusi keluar dari partikel, dan ketika berada dalam partikel besar, produk degradasi yang lebih cenderung tetap dalam matriks polimer dalam periode yang lama untuk menyebabkan degradasi autokatalitik dari material polimer. Oleh karena itu, dapat dihipotesis bahwa partikel yang lebih besar menyebabkan degradasi polimer yang lebih besar sebanding dengan pelepasan obatnya. Tetapi menurut Panyam, et al., 2003, partikel PLGA dengan

kisaran ukuran yang berbeda dan ditemukan laju degradasi in vitro tidak terlalu berbeda untuk partikel dengan ukuran yang berbeda. Sekarang ini, metode yang paling cepat dan paling banyak digunakan untuk menentukan ukuran partikel adalah dengan photon correlation spectroscopy atau dynamic light scattering. Photon correlation spectroscopy menyediakan pengukuran viskositas medium dan menentukan diameter pada partikel melalui gerakan Brownian dan sifat penghamburan cahaya (Swarbrick and Boylan, 2002). Hasil yang didapat dari photon correlation spectroscopy selalu dibuktikan oleh scanning atau transmission electron microscopy.

Sifat permukaan nanopartikel

Ketika nanopartikel diberikan secara intravena, mereka sangat mudah dikenali oleh sistem imun tubuh dan kemudian dibersihkan oleh fagosit yang terdapat dalam sirkulasi (Mueller, et al., 1993). Terlepas dari ukuran dari nanopartikel, hidrofobisitas permukaannya menentukan jumlah yang teradsorbsi komponen darah, terutama protein (opsonin). Hal ini pada gilirannya mempengaruhi nasib in vivo dari nanopartikel (Mueller, et al., 1993; Brigger, et al., 2002). Perlekatan opsonin pada permukaan nanopartikel dikenal dengan aksi opsonisasi sebagai jembatan antara nanopartikel dengan fagositosis. Penggabungan obat dengan dengan pembawa konvensional menyebabkan modifikasi pada profil biodistribusi obat, sebagai penghantaran utama pada mononuclear phagocytes system (MPS) seperti hati, limpa, paru-paru dan sum-sum tulang. Walaupun, ketika di dalam aliran darah, permukaan nanopartikel yang tidak termodifikasi (nanopartikel konvensional) akan teropsonisasi dengan

cepat dan dibersihkan besar-besaran oleh makrofag dari organ yang kaya MPS (Grislain, et al., 1983). Oleh karena itu, untuk meningkatkan kemungkinan target obat oleh nanopartikel, hal ini diperlukan untuk memperkecil opsonisasi dan memperpanjang sirkulasi nanopartikel in vivo. Hal ini dapat dicapai dengan (Mohanraj dan Chen, 2006): a. Penyalutan permukaan nanopartikel dengan menggunakan polimer hidrofilik atau surfaktan. b. Formulasi nanopartikel dengan kopolimer biodegradabel dengan segmen hidrofilik seperti polyethylene glycol (PEG), polietilen oksida, polyoxamer, tween 80. Potensial zeta dari nanopartikel secara umum digunakan untuk

mengkaraktersiasi muatan permukaan dari nanopartikel (Couvreur, et al., 2002). Hal ini menunjukkan potensial elektrik dari partikel dan dipengaruhi oleh komposisi partikel dan medium pendispersi. Nanopartikel dengan potensial zeta di atas (+/-) 30 mV menunjukkan suspensi yang stabil, sebagai muatan permukaan yang mencegah terjadinya agregasi dari partikel. Potensial zeta dapat juga digunakan untuk menentukan material aktif permukaan yang dienkapsulasi berada pada pusat nanokapsul atau diadsorbsi pada permukaan.

Drug loading

Secara ideal, sistem nanopartikulat yang sukses harus mempunyai kapasitas muatan obat yang tinggi sehingga mengurangi kuantitas material matriks untuk pemberian. Drug loading dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu:

1. Digabung pada saat produksi nanopartikel (metode penggabungan)

2. Absorpsi obat setelah pembentukan nanopartikel dengan inkubasi pembawa dengan larutan obat jenuh (teknik adsorpsi dan absorpsi). Drug loading dan efisiensi penjerapan sangat dipengaruhi oleh tingkat-padat kelarutan obat dalam material matriks atau polimer (disolusi padat atau dispersi), yang dihubungkan pada komposisi polimer, berat molekul, interaksi obat-polimer dan adanya gugus fungsional (ester dan karboksil) (Govender, et al., 1999; Govender, et al., 2000; Panyam, et al., 2004). PEG tidak mempuyai atau sedikit efek pada drug loading (Peracchia, et al., 1997). Makromolekul atau protein menunjukkan efisiensi muatan yang tinggi ketika dia dimuat dan dekat dengan titik isoelektrik dimana ia mempunyai kelarutan yang rendah dan adsorpsi maksimum, untuk molekul kecil, studi menunjukkan bahwa penggunaan interaksi ionik antara obat dengan material matriks dapat menjadi cara yang lebih efektif untuk meningkatkan drug loading (Chen, et al., 1994; Chen, et al., 2003).

Pelepasan obat

Untuk mengembangkan sistem nanopartikulat, baik pelepasan obat dan biodegradasi polimer merupakan faktor pertimbangan yang penting. Secara umum, laju pelepasan obat dipengaruhi oleh: 1. Kelarutan obat 2. Desorpsi pada permukaan/ obat teradsorpsi 3. Difusi obat melalui nanopartikel matriks 4. Erosi/degradasi matriks nanopartikel

5. Kombinasi dari proses erosi/ difusi Jadi, kelarutan, difusi, dan biodegradasi dari material matriks mempengaruhi proses pelepasan (Mohanraj dan Chen, 2006).

Dalam kasus nanosferis, dimana obat terdistribusi secara merata, pelepasan terjadi oleh difusi atau erosi matriks di bawah kondisi sink. Jika difusi obat lebih cepat dari erosi matriks, mekanisme pelepasan lebih banyak dikontrol oleh proses difusi. Pelepasan yang cepat paling utama disebabkan oleh lemahnya ikatan atau obat diadsorbsi pada permukaan besar nanopartikel (Magenheim, et al., 1993). Ini terbukti bahwa metode penggabungan memiliki efek pada profil pelepasan. Jika obat yang dimuat dengan metode penggabungan, sistem memiliki efek pelepasan yang kecil dan memiliki sifat sustained release (Fresta, et al., 1995). Jika nanopartikel dilapisi dengan polimer, pelepasan dikontrol dengan difusi obat dari inti melewati membran polimer. Lapisan membran bertindak sebagai penghalang untuk pelepasan, oleh karena itu, kelarutan dan difusivitas obat dalam polimer membran menjadi faktor penentu dalam pelepasan obat. Lebih lanjut, kecepatan pelepasan juga dapat dipengaruhi oleh interaksi ionik antara obat dan penambahan bahan pembantu. Ketika obat dilibatkan dalam interaksi dengan bahan pembantu untuk membentuk kompleks yang sedikit larut dalam air, kemudian pelepasan obat dapat menjadi lebih lambat dengan hampir tidak terjadi efek pelepasan (Chen, et al., 1994); sedangkan jika penambahan bahan pembantu seperti penambahan ethylene oxide-propylene oxide block copolymer (PEO-PPO) sampai kitosan, mengurangi interaksi dari model obat bovine serum albumin (BSA) dengan material matriks (kitosan) karena interaksi kompetitif elektrostatik dari PEO-PPO dengan kitosan, kemudian meningkatkan pelepasan obat (Calvo, et al., 1997).

Variasi metode yang dapat digunakan untuk studi pelepasan in vitro obat,

yaitu:

1. Sel difusi berdampingan dengan membran biologis maupun buatan 2. Teknik dialysis bag diffusion 3. Teknik reverse dialysis bag 4. Agitasi diikuti dengan ultrasentrifugasi/sentrifugasi 5. Teknik ultrafiltrasi atau ultrafiltrasi sentrifugasi. Biasanya studi pelepasan dilakukan oleh agitasi terkontrol diikuti dengan sentrifugasi. Karena memakan waktu dan kesulitan teknis yang dihadapi dalam pemisahan nanopartikel dari media pelepasan, teknik dialisis secara umum lebih disukai (Mohanraj dan Chen, 2006).

Teknik Dialisis Dari semua metode yang digunakan untuk memeriksa jumlah obat yang terlepas dari bentuk sediaan yang berukuran nano, metode dialisis yang paling sering digunakan dan popular. Dalam metode ini, pemisahan fisika dari bentuk sediaan dapat dicapai dengan menggunakan membran dialisis yang memudahkan sampling pada interval waktu tertentu. Dari berbagai jenis teknik dialisis yang digunakan, teknik yang paling sering digunakan adalah dialysis bag (dialisis biasa), dan adaptasi lain seperti reverse dialysis, dan side by side dialysis (Chidambaram dan Burgess, 1999; Yan, et al., 2010; Calvo, et al., 1996). Pada teknik dialisis biasa, nanopartikel dimasukkan ke dalam ke dalam dialysis bag yang berupa media pelepasan (kompartemen/ media dalam), yang kemudian ditutup dan ditempatkan dalam wadah besar yang berisi medium pelepasan (kompartemen/ media luar), diagitasi untuk meminimalkan efek lapisan air yang tidak teraduk (Kumar, et al., 2011; Muthu dan Singh., 2009). Secara umum, volume yang dimasukkan ke dalam dialysis bag (media dalam) lebih kecil dibandingkan dengan media luar. Sebagai contoh, volume media dalam yang dilaporkan dalam literatur berkisar 1-10 ml, sedangkan volume media

luar lebih besar, yaitu sekitar 40-100 ml (Kumar, et al., 2011; Yan, et al., 2010; Muthu dan Singh., 2009). Oleh karena itu, ukuran wadah dipengaruhi oleh volume total dari medium pelepasan yang dibutuhkan untuk studi pelepasan secara in vitro. Dalam teknik dialisis biasa, jumlah obat yang terlepas dari nanopartikel berdifusi melalui membran dialisis menuju kompartemen luar dimana sampel diambil untuk dianalisis (Gambar 2.1).

Gambar 2.1 Gambar teknik dialisis biasa (D’Souza dan De Luca, 2006)

Kemudahan untuk mendesain dan sampling dengan metode dialisis membuatnya menjadi teknik yang paling simpel dan mudah untuk studi pelepasan obat dari berbagai jenis bentuk sediaan nano seperti nanosferis, liposom, emulsi, nanosuspensi dan lain-lain (Yan, et al., 2010; Calvo, et al., 1996; Muthu dan Singh., 2009). Akan tetapi, terdapat persoalan yang dilaporkan mengenai teknik dialisis biasa. Jika ditutup dengan tidak benar, maka akan terjadi kebocoran media dan bentuk sediaan dialysis bag. Data pelepasan obat akan tidak sempurna jika adanya kondisi nonsink dan waktu equilibrium yang tinggi (Heng, et al., 2008).

Nanopartikel Alginat

Nanopartikel alginat telah digunakan untuk memformulasi berbagai obat. Karena mereka disiapkan dalam lingkungan berair di bawah kondisi sejuk, nanopartikel alginat terutama cocok untuk formulasi protein, peptida dan oligonukleotida (Lambert, et al., 2001). Selanjutnya, selain bersifat biodegradabel, alginat juga nonimunnogenik. Untuk mengurangi tingkat pertukaran dari kation seperti Ca2+ dengan ion monovalen dalam medium disolusi, alginat anionik sering digabung dengan molekul kationik seperti kitosan, poly-l-lysine, atau tripolyphosphate. Beberapa contoh dari berbagai aplikasi dari nanopartikel berbasis alginat telah dijelaskan. Nanopartikel alginat disiapkan dengan tripolyphosphate

digunakan untuk penghantaran oral (Bodmeier, et al., 1989). Studi dari sifat fisik menunjukkan bahwa nanopartikel alginat-kitosan cocok untuk penghantaran DNA (Douglas dan Tabrizian, 2005). Nanopartikel alginat yang dilapisi dengan kitosan meningkatkan stabilitas dan menurunkan pelepasan cepat dari ovalbumin (Borges, et al., 2005). Studi melaporkan bahwa nanopartikel alginat yang distabilkan dengan kitosan dapat meningkatkan bioavailabilitas dan pelepasan diperpanjang dari obat antijamur dibandingkan dengan nanopartikel PLGA (Pandey, et al., 2005). Walaupun sebagian besar digunakan untuk pemberian oral, nanopartikel alginat inhalasi meningkatkan bioavailabilitas dari obat antituberkulosis (Zahoor, et al., 2005). In vivo, nanopartikel alginat terakumulasi dalam sel Kupffer, sel parenkim dalam hati dan fagosit dalam limpa dan hati (Yi, et al., 1999; Ahmad, et al., 2006). Nanopartikel alginat juga dilaporkan untuk diabsorbsi pada Peyer’s patches, memberi kesan bahwa ini akan meningkatkan kemampuan target pada mukosa usus (Borges, et al., 2006). Di dalam tubuh, alginat terdegradasi oleh hidrolisis asam pada segmen guluronic dan mannuronic (Holtan, et al., 2006).

Nanopartikel Kitosan

Selain untuk obat yang memiliki berat molekul rendah dan nutrasetikal, nanopartikel kitosan, banyak digunakan untuk penghantaran makromolekul seperti DNA dan small interfering Ribonucleic acid (siRNA) (Chen dan Subirade, 2005). Selain pelepasan yang diperpanjang dari makromolekul, nanopartikel kitosan melindungi mereka dari nuklease. Nanopartikel kitosan placebo memiliki aktivitas antibakteri untuk beberapa mikroba seperti Escherichia coli (Qi, et al., 2004). Permukaan nanopartikel kitosan dimodifikasi secara hidrofobik dengan asam linoleat untuk penghantaran tripsin (Liu, et al., 2005). Aplikasi lain dari kitosan seperti penghantaran paru-paru (Grenha, et al., 2005) dan mata (Enriquez, et al., 2006). Gugus amina primer pada posisi kedua dapat dimodifikasi untuk menyesuaikan kitosan untuk aplikasi yang spesifik. Sebagai contoh, konjugasi kimia dari gugus amina menjadi gugus metoksi-PEG meningkatkan kelarutan air (Saito, et al., 2003). Thiolasi dari kitosan meningkatkan permeasi dari nanopartikel (Bernkop-Schnurch, 2000). Modifikasi secara hidrofobik glikol kitosan menjadi nanopartikel telah digunakan untuk menghantarkan doksorubisin (Hyung Park, et al., 2006). Target nanopartikel kitosan pada reseptor folat pada permukaan sel meningkatkan efisiensi transfeksi DNA (Mansouri, et al., 2006). Tidak terdapat efek yang ditemukan pada nanopartikel kitosan. Pada pemberian intravena, nanopartikel kitosan terakumulasi pada hati (Yan, et al., 2006).

Amoksisilin

Uraian bahan

a. Rumus bangun:

Gambar 2.2 Rumus bangun amoksisilin (Ditjen POM, 1995)

b. Rumus molekul: C16H19N3O5S. c. Berat molekul: 419,45. d. Namakimia:Asam(2S,5R,6R)-6-[(R)-(-)-2-amino-2(hidroksifenil)asetamido]-3,3-dimetil-7-okso-4 tia-1-azabisiklo[3,2,0]heptana-2-karboksilat trihidrat.

e. Pemerian: Serbuk hablur, putih, praktis tidak berbau. f. Kelarutan: Sukar larut dalam air dan metanol; tidak larut dalam benzena, dalam karbontetraklorida dan dalam kloroform. Efek farmakologi amoksisilin

Amoksisilin termasuk dalam antibiotik golongan Beta laktam. Mekanisme kerja beta laktam dapat diringkas dengan urutan sebagai berikut (Istiantoro dan Gan, 2007):

1. Obat bergabung dengan penicillin-binding protein (PBPs) pada kuman. 2. Terjadi hambatan sintesis dinding sel kuman karena proses transpeptidasi antar rantai peptidoglikan terganggu. 3. Kemudian terjadi aktivasi enzim proteolitik pada sel dinding.

Bovine Serum Albumin

Uraian bahan adalah sebagai berikut:

a. Sinonim: Bovine Plasma Albumin b. Struktur: berat molekul dari BSA kebanyakan disebutkan 66.120 (Frank, 1975) atau 66.267 (Reed, 1980), tapi direvisi pada tahun 1990 menjadi 66.430 (Hirayama, 1990). Ketiga nilai didasarkan pada rangkaian asam amino yang terdapat pada saat publikasi. BSA merupakan rantai polipeptida yang mengandung sekitar 583 gugus asam amino dan tidak mengandung karbohidrat. Pada pH 5-7, mengandung 17 rantai disulfida dan 1 gugus sulfidril (Frank, 1975; Reed, 1980). c. Kelarutan/stabilitas larutan: albumin bersifat larut dalam air dan hanya dapat diendapkan oleh konsentrasi tinggi pada garam netral seperti ammonium sulfat. Stabilitas larutan BSA sangat tinggi (terutama jika larutan disimpan sebagai aliquot dingin). Secara nyata, albumin sering digunakan sebagai stabilizer atau protein pengsolubilisasi lain. Tetapi, albumin mudah terkoagulasi dengan adanya panas (Lewis, 1993). Dengan pemanasan pada 50oC atau diatasnya, albumin mudah membentuk agregat hidrofobik yang tidak akan kembali menjadi monomer ketika didinginkan. Pada suhu rendah

agregasi juga mungkin terjadi, tetapi dengan kecepatan yang lebih lama. Adanya gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung rantai molekul protein, menyebabkan protein mempunyai banyak muatan (polielektrolit) dan bersifat amfoter (dapat bereaksi dengan asam maupun basa) daya reaksi berbagai jenis protein terhadap asam dan basa tidak sama, tergantung dari jumlah dan letak gugus amino dan karboksil dalam molekul. Dalam larutan asam (pH rendah) gugus amino akan bereaksi dengan H+, sehingga protein bermuatan positif. Bila pada

kondisi ini dilakukan elektrolisis, molekul protein akan bergerak ke arah katoda. Sebaliknya, dalam larutan basa (pH tinggi) molekul protein akan bereaksi sebagai asam atau bermuatan negatif, sehingga molekul protein akan bergerak ke anoda. Pada pH tertentu yang disebut sebagai titik isoelektrik (pI), muatan gugus amino dan karboksil bebas akan saling menetralkan sehingga molekul bermuatan nol. Tiap jenis protein mempunyai titik isoelektrik yang berlainan. Pengendapan paling cepat terjadi pada titik isoelektrik ini. Lapisan molekul protein pada bagian dalam yang bersifat hidrofobik berbalik keluar, sedangkan bagian luar yang bersifat hidrofil terlipat ke dalam. Pelipatan atau pembalikan terjadi khususnya bila larutan protein telah mendekati pH isoelektrik dan akhirnya protein mulai menggumpal dan mengendap (Winarno, 1982).

Tween 80

Tween 80 adalah ester asam lemak polioksietilen sorbitan, dengan nama kimia polioksietilen 20 sorbitan monooleat. Rumus molekulnya adalah C64H124O26 dan rumus strukturnya adalah sebagai berikut:

Gambar 2.3 Rumus bangun Tween 80 (Rowe, et al., 2009)

Pada suhu 25ºC, Tween 80 berwujud cair, berwarna kekuningan dan berminyak, memiliki aroma yang khas, dan berasa pahit. Larut dalam air dan etanol, tidak larut dalam minyak mineral. Tween 80 secara luas digunakan dalam produk kosmetik dan makanan. Kegunaan Tween 80 antara lain sebagai: zat pendispersi, emulgator, dan peningkat kelarutan, pensuspensi dan pembasah (Rowe, et al., 2009). Selain itu, Tween 80 dapat mencegah aglomerasi dan meningkatkan stabilitas fisik (Shafie dan Hadeel, 2013).

BAB III KESIMPULAN Pemurnian koloid berdasarkan biomimetic apatit nanokristal dilakukan dengan proses dialisis. Pada umumnya, prinsip dialisis atau pemisahan koloid dari ion-ion pengganggu ini didasarkan pada perbedaan laju transport partikel. Namun, dalam hal ini karena objek dari sel yang nantinya menjadi sasaran koloid tersebut, maka prinsip dialisisnya berbeda karena dipengaruhi oleh ketidakberadaannya endositosis yang digunakan sebagai media transport partikel dalam sel secara umum dalam mamalia dewasa. Hal inilah yang membuat nanopartikel apatit koloid/biomimetik apatit nanokristal menjadi alternative dengan membawa senyawa anorganik non-toksik untuk melakukan penetrasi ke dalam sel dan melindunginya dari serangan sel kanker. Suspensi merupakan salah satu istilah kimia yang digunakan untuk menggambarkan kondisi campuran beberapa macam zat. Untuk memurnikan suspensi, digunakanlah suatu metode yang disebut dialisis. Dialisis adalah suatu teknik pemisahan dengan cara menggunakan membran yang memisahkan dua fasa cairan. Berdasarkan jurnal, metode dialisis digunakan dalam biomimetik pengobatan sel kanker. Biomimetik merupakan metode yang tepat untuk inovasi, invensi, dan reinvensi rancangan yang sudah ada. Lebih jelasnya, metode ini digunakan untuk memformulasikan nanokristalin, dimana teknologi nanokristalin telah menjadi tren baru dalam pengembangan sistem penghantaran obat karena memiliki beberapa kelebihan, seperti nanokristalin mampu menembus ruang-ruang antar sel yang hanya dapat ditembus oleh ukuran partikel koloid, memiliki stabilitas tinggi, kapasitas tinggi, terlindung dari degradasi, pelepasan terkontrol, tolerabilitas yang sangat baik dan memungkinkan rute administrasi parenteral, oral, subkutan, optalmik dan rektal, aman dan memenuhi persyaratan dosis.

DAFTAR PUSTAKA M. Stefanic et al. (2017). Apatite nanoparticles strongly improve red blood cell cryopreservation by mediating trehalose delivery via enhanced membrane permeation. Elsevier.com. diakses pada 6 Desember 2018 pk. 18.25 WHO. Cancer Control Knowledge into Action Treatment Knowledge into Action Diagnosis and Treatment. Geneva : WHO Guid Eff Program; 2008. Keen J. 2008. Commentary: a step towards a new targeted nanotherapy for pancreatic cancer. Cancer Biol Ther 2008;7(10):1591-2. Morales, J. (2018). Luminescent biomimetic citrate-coated europium- doped carbonated apatite nanoparticles for use in bioimaging: physico-chemistry and cytocompatibility. Hendriana, M. (2017). Sistem Koloid: Pengertian, Jenis, Sifat, Pembuatan & Contoh Koloid. [online] StudioBelajar.com. Available at: https://www.studiobelajar.com/koloid/ [Accessed 5 Dec. 2018].

42

Related Documents


More Documents from "Tasha"