Mak. Menentukan Indeks Bias Prisma.docx

  • Uploaded by: Anas Sadewo
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Mak. Menentukan Indeks Bias Prisma.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,936
  • Pages: 22
MENENTUKAN INDEKS BIAS PRISMA DENGAN PERCOBAAN SPEKTROMETER

Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas dalam Mata Kuliah Peminatan Praktikum Fisika Dasar II yang diampu oleh Dra. Wirda Nilawati, M.Si.

Anas Sadewo 3215160766

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU ALAM UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2017

i

ABSTRAK MENENTUKAN SUDUT INDEKS BIAS PRISMA DENGAN PERCOBAAN SPEKTROMETER (Anas Sadewo.) Jakarta : Universitas Negeri Jakarta, 2017, ... hlm Pada percobaan spektrometer ini menentukan nilai indeks bias pada medium prisma. Hal ini untuk mengetahui nilai indeks bias melalui medium prisma. Metode yang digunakan adalah dengan menentukan terlebih dahulu nilai sudut puncak prisma dan deviasi minimum prisma pada prisma 45o dan 60o dengan menggunakan alat spektrometer serta lampu natrium. Spektrometer merupakan alat yang dipakai untuk mengukur sudut simpangan (devian) suatu berkas cahaya atau mengukur panjang gelombang secara akurat menggunakan kisi difraksi atau prisma, untuk memisahkan panjang gelombang cahaya yang berbeda akibat adanya pemantulan, pembiasan, interferensi, difraksi dan hambatan. Hasil yang diperoleh adalah pada prisma 45˚, indeks biasnya adalah 1,22 sedangkan pada prisma 60˚, harga indeks biasnya adalah 1,45. Dalam menentukan indeks bias pada prisma tentu dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya panjang gelombang cahaya,penglihatan pengamat serta Intensitas cahaya dari masing-masing spektrum cahaya yang dihasilkan mempengaruhi hasil besar sudut bias (r) yang diperoleh. Kata kunci: indeks bias prisma,spectrometer,sudut puncak,sudut deviasi,intensitas cahaya

ii

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan alhamdulillah serta puji syukur ke hadirat Tuhan YME. atas segala kekuatan dan rahmat-Nya jugalah penulisan makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya. Adapun maksud dan tujuan penulisan makalah ini adalah untuk melengkapi penilaian tugas dalam Mata Kuliah Peminatan Praktikum Fisika Dasar II. Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu terselenggaranya penelitian dan penulisan makalah ini. Ucapan tersebut penulis sampaikan kepada: 1. Wirda Nilawati, M.Si., selaku dosen pengampu dalam Mata Kuliah Peminatan Praktikum Fisika Dasar II yang telah membimbing dan mengarahkan; 2. Fauzi Bakrie......., selaku dosen pembimbing yang telah mengarahkan; 3. Ayah dan Ibu yang telah mendukung dan mendoakan serta bantuannya; 4. Kakak-adik yang selalu memberikan dukungan; 5. Kerabat perjuanganku Pandawa Squad yang selalu memberikan motivasi dan mendoakan.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca. Akhir kata, penulis mohon maaf jika dalam proses penulisan skripsi ini ada kesalahan pada pihak yang terkait, baik langsung maupun tidak langsung. Semoga skripsi ini dapat memberikan wawasan baru bagi pembaca.

Jakarta, 11 Juli 2017 Penulis

iii

DAFTAR ISI Halaman Judul …………………………………………………

i

Abstrak …………………………………………………………….

ii

Kata Pengantar ……………………………………………………

iii

Daftar Isi …………………………………………………………...

iv

Daftar Gambar …………………………………………………….

v

PENDAHULUAN ………………………………….

1

BAB I

BAB II

1.1

Latar Belakang Masalah ………………………

1

1.2

Rumusan Masalah …………………………...

2

1.3

Tujuan ………………………………………..

2

ISI/PEMBAHASAN …………………………………

3

2.1

3

Deskripsi teori.................................................... 2.1

Apa itu spectrometer dan bagaimana cara kerja

alatnya …….. 2.2

3

Apa itu indeks bias pada prisma dan sudut deviasi

minimum prisma ………

2.2 BAB III

7

2.2

Apa itu dispersi cahaya................................ 10

2.4

Menentukan sudut puncak prisma.............. 10

2.5

Menentukan sudut deviasi minimum........... 12

Analisa Pembahasan................................................ 12

KESIMPULAN DAN SARAN ………………..………

DAFTAR PUSTAKA .……………………………………………….

iv

15 21

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1:

Spektrometer...............……………………………..

5

Gambar 2.2:

Indeks bias prisma……………………………………

8

Dst.

v

BAB I PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang Masalah Pembiasan cahaya adalah peristiwa penyimpangan atau pembelokan cahaya

karena melalui dua medium yang berbeda kerapatan optiknya. Arah pembiasan cahaya dibedakan menjadi dua macam yaitu mendekati garis normal dan menjauhi garis normal. Cahaya yang dibiaskan mendekati garis normal jika cahaya merambat melalui medium kurang rapat ke medium yang lebih rapat, contohnya cahaya merambat dari udara ke dalam air. Sedangkan cahaya yang dibiaskan menjauhi garis normal adalah cahaya yang merambat dari medium optik yang lebih rapat ke medium optik yang kurang rapat, contohnya cahaya yang merambat dari dalam air ke udara. Dalam ruang hampa kecepatan cahaya c adalah sama untuk setiap panjang gelombang atau warna cahaya, contohnya adalah kecepatan cahaya biru akan sama dengan kecepatan cahaya merah. Akan tetapi jika sebuah berkas cahaya putih jatuh pada sebuah permukaan prisma kaca dengan membentuk sudut terhadap permukaan tersebut kemudian cahaya tersebut melewati sebuah prisma kaca, maka cahaya putih tersebut akan di uraikan atau di dispersikan menjadi spectrum warna. Dispersi atau penguraian warna terjadi di dalam prisma kaca karena kecepatan gelombang cahaya di dalam prisma berbeda untuk setiap panjang gelombang. Maka untuk itu selain pembiasan cahaya pada prisma, dapat ditentukan juga nilai sudut devian prisma tersebut dengan percobaan spektrometer. Spektrometer merupakan alat yang dipakai untuk mengukur sudut simpangan (devian) suatu berkas cahaya atau mengukur panjang gelombang secara akurat menggunakan kisi difraksi atau prisma, untuk memisahkan panjang gelombang cahaya yang berbeda akibat adanya pemantulan, pembiasan, interferensi, difraksi dan hambatan.

1

1.2

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan oleh penulis, dapat

dirumuskan sebagai berikut. 1.2.1

Apa itu spectrometer dan bagaimana cara kerja alatnya?

1.2.2

Apa itu indeks bias pada prisma dan sudut deviasi minimum prisma?

1.2.3

Apa itu dispersi cahaya pada prisma?

1.2.4

Menentukan sudut puncak prisma 45o dengan prisma 60o?

1.2.5

Menentukan sudut deviasi minimum prisma 45o dengan prisma 60o?

1.3

Tujuan Penulisan Penulisan makalah ini mempunyai lima tujuan, yakni sebagai berikut:

1.3.1

Mengetahui apa itu spektrometer serta memahami cara kerja alat tersebut;

1.3.2

Mengetahui apa itu indeks bias pada prisma serta deviasi minimum prisma;

1.3.3

Mengetahui apa itu dispersi cahaya pada prisma;

1.3.4

Mengetahui sudut puncak pada prisma 45o dengan prisma 60o;

1.3.5

Mengetahui sudut deviasi minimum pada prisma 45o dengan prisma 60o.

2

BAB II ISI/PEMBAHASAN

2.1 DESKRIPSI TEORI 2.1.1

Pengertian Spektrometer

Spectrometer merupakan alat yang dipakai untuk mengukur sudut simpangan (deviasi) suatu berkas cahaya akibat adanya pemantulan, pembiasan, interferensi, difraksi dan hamburan. Alat tersebut mempunyai 4 komponen utama yaitu : a. Kolimator Kolimator pada dasarnya merupakan tabung yang dilengkapi dengan sebuah lensa akromatis pada salah satu ujung yang menghadap prisma dan sebuah celah yang dapat diatur lebarnya. Celah tersebut digunakan untuk memperoleh berkas cahaya sejajar yang mempunyai sudut simpangan sama untuk tiap sinar. Kedudukan celah dapat diatur dengan tombol pada kolimator. Kolimator ini diletakkan pada tiang statis ke dasar spectrometer. b. Teleskop Komponen ini terdiri dari lensa obyektif yang menghadap ke meja spectrometer dan sebuah okuler yang posisinya terhadap lensa obyektif dapat diatur. Okuler sendiri terdiri dari dua lensa (lensa mata dan lensa medan) yang posisinya dapat diatur satu sama lain. Sebagai rujukan, untuk menentukan posisi bayangan celah dengan tepat digunakan benang silang dipasang pada bidang tegak lurus pada sumber cahaya antara lensa mata dan lensa medan dalam okuler. Teleskop ini diletakkan pada tangkai yang dapat diputar terhadap sumbu spectrometer. Jika dasar spectrometer horizontal, maka sumbu spectrometer vertikal dan teleskop berputar di bidang horizontal dengan sumbunya terus menuju ke pusat rotasi yang terletak pada garis sumbu. Sedangkan posisi teleskop terhadap kolimator atau posisi rujukan lainnya dapat dibaca pada kedua nonius yang berlawanan posisinya dan ikut berputar dengan teleskop.

3

c. Prisma Prisma merupakan bagian terpenting dari spectrometer diletakkan pada meja spectrometer. d. Meja Spectrometer Meja spectrometer mempunyai sumbu rotasi berimpit dengan sumbu rotasi teleskop. Meja ini dapat diatur posisinya dengan cara menaikkan atau menurunkan atau dapat diputar dengan melonggarkan sekrupnya kemudian menguatkannya. Pengaturan ini dapat pula digunakan untuk mengatur tegaknya bidang pemantul. Dengan mengukur deviasi minimum yang terjadi untuk suatu cahaya monokromatis tertentu yang digunakan, indeks bias prisma dapat ditentukan berdasarkan formula berikut: 𝑛=

1 2

sin (𝐷𝑚+ 𝛽) 1 2

sin 𝛽

dimana n adalah indeks bias prisma, Dm adalah deviasi minimum dan 𝛽 adalah sudut puncak prisma1. Spektrometer atau stretoskop adalah alat untuk mengukur panjang gelombang secara akurat menggunakan kisi difraksi atau prisma, untuk memisahkan panjang gelombang cahaya yang berbeda cahaya dari sumber melewati celah sempit S pada kolimator. Celah berada pada titik fokus lensa L, sehingga cahaya sejajar jatuh pada kisi. Teleskop yang dapat digerakkan dapat memfokuskan berkas-berkas cahaya. Tidak ada yang akan terlihat pada teleskop kecuali ia berada pada sudut 𝜃 yang sesuai dengan sudut puncak difraksi (biasanya gunakan orde pertama) dari panjang gelombang yang dipancarkan oleh sumber. Sudut 𝜃 dapat diukur sampai ketepatan tinggi, sehingga panjang gelombang garis dapat ditentukan sampai ketepatan tinggi dengan menggunakan persamaan; 𝜆=

1

𝑑 sin 𝜃 𝑚

Tim Dosen Fisika, Panduan Praktikum Fisika Dasar II, (Jakarta: UNJ, 2012), hlm. 30-31

4

dimana: m sebagai orde bilangan bulat; dan d jarak antar celah.

Garis terang pada spektrometer sebenarnya merupakan bayangan celah S makin sempit tetapi makin redup garisnya dan makin tepat kita mengukur posisi angulernya. Jika cahaya terdiri dari kisaran (interval) panjang gelombang yang kontinyu, maka spektrum kontinyu juga akan terlihat

Gambar 2.1 Spektrometer (Sumber : www.Adelicatejourneytobiomedicalworld.com) Spektrometer pada gambar tersebut menggunakan kisi transmisi. Pada beberapa spektrometer digunakan kisi pantulan dan kadang-kadang prisma. Prisma berfungsi berdasarkan dispersi, pembelokan (pengruaian) cahaya dengan panjang gelombang berbeda ke sudut yang berbeda pula. Prisma bukan alat ideal atau linier dan perlu dikalibrasi karena sebanding dengan sin 𝜃. Kegunaan penting dari Spektrometer adalah untuk mendeskripsi atom-atom molekul. Karena gas dipanaskan arus listrik yang besar melewatinya. Gas tersebut memancarkan “Spektrum Garis” karakteristik. Artinya hanya cahaya dengan panjang gelombang diskrit tertentu yang dipanaskan dan berbeda untuk masingmasing unsur dan senyawa. Spektrum garis hanya terjadi pada garis temperatur tinggi serta tekanan dan kerapatan rendah. Cahaya dari zat padat yang dipanaskan,

5

seperti filamen bola lampu dan bahkan matahari menghasilkan spektrum berkontinyu yang mencakup kisaran panjang gelombang yang lebar2. Lalu untuk cara kerjanya diperlukan beberapa proses tahapan dan persiapan. Dalam percobaan Spektrometer ini dapat menentukan sudut puncak prisma dan pengukuran sudut deviasi minimum prisma. Prosesnya adalah sebagai berikut: A. Persiapan 1. Mengarahkan teleskop untuk melihat benda yang jauh sehingga terlihat jelas. Perlu diketahui bahwa berkas sinar yang masuk teleskop dalam keadaan sejajar. 2. Meletakkan teleskop dan kolimator dalam satu garis lurus dan mengatur keduanya agar tegak lurus terhadap sumber cahaya. 3. Menyinari celah dengan sumber cahaya dan mengatur lebarnya, sehingga gambar celah terlihat jelas pada teleskop. 4. Mengatur ketinggian meja prisma sehingga pengukuran dapat dilakukan dengan mudah. B. Pengukuran sudut puncak prisma 1. Meletakkan prisma diatas meja spektrometer sehingga sudut yang akan di ukur menghadap ke sumber cahaya. 2. Mendekatkan celah kolimator dengan sumber cahaya. 3. Mengatur posisi prisma agar pantulan cahaya dari kolimator dapat dilihat okuler teleskop di dua tempat, yaitu kedudukan I dan II. 4. Mencatat sudut pergeseran kedudukan 𝜃, dan membuktikan bahwa besarnya sudut puncak prisma sama dengan 𝜃 5. Mengulangi langkah 1-4 beberapa kali untuk memperoleh harga ratarata dari puncak sudut prisma.

2

Giancolli, Douglas C, Fisika Prinsip dan Aplikasi Edisi VII jilid 2, (Jakarta: Erlangga, 2014), hlm 24-25. 3 Tim Dosen Fisika, Panduan Praktikum Fisika Dasar II, (Jakarta : UNJ, 2012), hlm 31-32. 4 Peter, Soedojo, Fisika Dasar, (Yogyakarta: Andi Press, 1999), hlm 17.

6

C. Pengukuran sudut deviasi Minimum 1. Meluruskan okuler teleskop dengan celah kolimator sampai cahayanya terlihat jelas, dan mencatat posisinya. Ini disebut kedudukan I. 2. Meletakkan prisma diatas meja spektrometer, sehingga sinar dari celah akan jatuh pada salah satu sisi prisma. 3. Memutar okuler teleskop sampai diperoleh sinar bias sembarang. 4. Selagi mengamati sinar bias melalui okuler, memutar prisma perlahanlahan dengan cara memutar meja spektrometer sehingga terlihat sinar bias tersebut bergeser. 5. Memperhatikan pergerakkan sinar bias tersebut melalui okuler sampai pada suatu saat sinar tersebut berbalik arah. Dengan menggeser meja spektrometer bolak-balik di daerah itu. Mencoba temukan tempat terjadinya pembalikkan arah sinar itu. Tempat itu disebut kedudukan II. 6. Sudut yang dibentuk oleh posisi akhir terhadap posisi okuler mula-mula (lurus dengan celah) adalah sudut deviasi minimum (Dm). 7. Mengulangi langkah 1-6 beberapa kali untuk memperoleh nilai rata-rata

deviasi minimum3. 2.1.2

Pengertian Indeks Bias Prisma dan Sudut Deviasi Minimum

Pada sekitar tahun 1621, ilmuwan belanda bernama Willebrord Snell (15911626) melakukan eksperimen untuk mencari hubungan antara sudut datang dengan sudut bias. Hasil eksperimen ini dikenal dengan nama hukum snell yang berbunyi: 1. Sinar datang,garis normal, dan sinar bias terletak pada satu bidang datar. 2. Hasil bagi sinus sudut datang dengan sudut bias merupakan bilangan tetap dan disebut indeks bias4. Sudut bias bergantung pada laju cahaya kedua media dan pada saat sudut datang. Hubungan analitis antara 𝜃1 dan 𝜃2 ditemukan eksperimental pada sekitar tahun 1621 oleh Willebrord Snell. Hubungan ini dikenal dengan sebagai hukum Snell dan di tuliskan: n1 sin 𝜃1 = n2 sin 𝜃2 dimana : 7

𝜃1 = Sudut datang (o) 𝜃2 = Sudut bias (o) n1 = indeks bias medium 1 n2 = indeks bias medium 2 Jelas dari hukum snell bahwa jika n2 > n1 , maka 𝜃2 > 𝜃1, artinya jika cahaya memasuki medium dimana n lebih besar (dan lajunya lebih kecil), maka berkas cahaya dibelokkan menuju normal. Dan jika jika n2 > n1 , maka 𝜃2 > 𝜃1, sehingga berkas dibelokkan menjahui normal35. Prisma adalah suatu medium yang dibatasi oleh 2 permukaan yang membentuk sudut A. Dianggap bahwa medium tersebut mempunyai indeks bias n dan dikelilingi oleh suatu medium seperti udara, yang berindeks bias satu. Sinar datang PQ mengalami 2 pembiasan dan keluar dengan terdeviasi membentuk sudut i relatif terhadap arah datangnya

Gambar 2.2 Indeks bias prisma (Sumber : Serwey, Jewet, Physics for Scientist and Engineers, (Pomona: California State Polytechnic University), hlm 390. Dari gambar tersebut hubungan-hubungan berikut dipenuhi:

5

Soeharto, Fisika Dasar II, (Jakarta: Gramedia, 1992), hlm 22. Serwey, Jewet, Physics for Scientist and Engineers, (Pomona: California State Polytechnic University, 2004), hlm 390. 7 Marcello, Alonso dkk, Dasar-dasar Fisika Universitas Edisi II jilid 2, (Jakarta: Erlangga, 1994), hlm 142. 6

8

Sin i = n sin r

(1)

Sin i’ = n sin r’

(2)

r + r’ = A

(3)

𝛿 = i + i’ – A

(4)

Persamaan pertama dan kedua adalah hukum snell sederhana yang diterapkan pada pembiasan di Q dan R. Persamaan ketiga di peroleh dengan menggunakan segitiga QTR dan keempat adalah segitiga QRU. Tiga persamaan pertama menyajikan jejak lintasan sinar dan yang terakhir memungkinkan memperoleh deviasinya. Terdapat suatu lintasan khusus dimana deviasinya mempunyai nilai minim. Ini di dapat dengan 𝑑𝛿⁄𝑑𝑖 = 1 + 𝑑𝑖′⁄𝑑𝑖 = 0, diperoleh : 𝑑𝛿 𝑑𝑖

=1+

𝑑𝑖′

(5)

𝑑𝑖

dan untuk 𝑑𝛿⁄𝑑𝑖 = 0 haruslah didapatkan 𝑑𝑖′⁄ = -1 𝑑𝑖

(6)

karena dA = 0, di dapatkan cos i di = n cos r dr, cos i’ di’ = n cos r’ dr’ dan dr = - dr’

(7)

karena itu 𝑑𝑖′ 𝑑𝑖

= −

cos 𝑖 cos 𝑟′

(8)

cos 𝑖′ cos 𝑟

1

Karena sudut i,r,i’ dan r’ < 2 𝑛 dan memenuhi kondisi simetrik, maka persamaan tersebut dapat di penuhi jika i = i’ dan r = r’ yang membutuhkan 1

1

i = 2 (𝛿min + A) dan r = 2 𝐴

9

(9)

dimana 𝛿min = deviasi minimum. Perhatikan dalam kasus ini lintasan sinar adalah simetris terhadap 2 permukaan prisma. Maka diperoleh

ƞ=

1 2

sin (𝛿min + A) 1 2

sin 𝐴

(10)

persamaan tersebut merupakan rumus untuk mengukur indeks bias dengan mencari 𝛿min. Secara eksperimen pada prisma yang sudut A-nya diketahui6. Sudut deviasi adalah suatu sudut yang dibentuk oleh perpotongan dari perpanjangan cahaya datang dengan perpanjangan cahaya bias yang meninggalkan prisma. Deviasi akan mencapai minimum jika sudut datang cahaya ke prisma sama dengan sudut bias cahaya yang meninggalkan prisma (𝛿min, i = r). Jika prisma berada di udara, maka n1 = 1 dan n2 = n, sehingga 𝛿min = (n-1) β6. 2.1.3

Pengertian Dispersi Cahaya

Dispersi adalah gejala penguraian cahaya putih (polikromatik) menjadi cahaya berwarna-warni (monokromatik). Cahaya merupakan gelombang transversal yang termasuk gelombang elektromagnetik. Sifat-sifat cahaya diantaranya adalah dapat mengalami pemantulan (refleksi), pembiasan (refraksi), pelenturan (difraksi), diserap arah getarnya (Polarisasi), dan di uraikan (dispersi). Cahaya putih merupakan cahaya polikromatik, yaitu cahaya yang mempunyai bermacam-macam panjang gelombang. Jika cahaya putih diarahkan ke prisma, maka cahaya putih akan terurai menjadi cahaya merah,jingga,kuning,biru,nilai dan ungu. Semakin kecil panjang gelombangnya, maka semakin besar indeks biasnya7. 2.1.4 Menentukan nilai sudut puncak pada prisma 45o dan 60o Praktikum ini dilakukan dengan menggunakan spektrometer dan lampu natrium sebagai sumber cahaya monokromatis. Praktikum ini mempunyai tujuan utama yaitu untuk menentukan sudut puncak prisma dan indeks bias prisma, prisma yang digunakan adalah prisma dengan sudut 45˚ dan 60˚. Cahaya polikromatik dapat terdispersi menjadi cahaya monokromatik bila dilewatkan pada sebuah prisma. Spektrum-spektrum warna yang terbentuk dapat diamati melalui

10

spektrofotometer. Dengan mengetahui skala kedudukan teropong (sudut deviasi minimum) dan sudut bias prisma, maka secara matematis indeks bias prisma dapat diketahui. Pembacaan skala kedudukan teropong (Dm) dilakukan dari sisi kanan ke sisi kiri. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir kesalahan pembacaan skala. Dengan pembacaan dua sisi diharapkan ketelitian dalam membaca skala sehingga di dapat data yang akurat. Pada praktikum ini, lampu natrium, kolimator, teleskop yang merupakan bagian spektrometer, telah terangkai. Maka, langkah pertama yang dilakukan pada praktikum ini adalah melihat cahaya atau adanya titik cahaya dari lampu natrium pada teleskop dan memfokuskan teleskop agar titik cahaya dapat terlihat dengan tajam dan meluruskan teleskop dengan kolimator sehingga mendapatkan sudut pelurusnya, pada praktikum ini titik cahay berbentuk trapesium yang berwarna merah. Lalu prisma sudut 45˚ diletakkan lurus didepan kolimator, lalu teleskop digeser ke kanan hingga dapat terliihat trapesium merah kembali, lalu sudut pergeseran itu di nol kan (dijadikan sebagai sudut acuan), lalu teleskop kembali digeser ke arah kiri hingga dapat terlihat cahaya trapesium merah, lalu sudut itu dicatat sebagai sudut pergeseran, sudut puncak prisma didapat dengan membagi dua sudut pergeseran. Lalu ini dilakukan sebanyak sepuluh kali untuk setiap prisma, dan untuk prisma 60˚ cara bekerjanya juga seperti prisma 45˚. Hasil yang didapatkan setelah sepuluh kali pengukuran sudut puncak dari prisma 45˚ dan 60˚, yaitu : Sudut Puncak Prisma (β) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Prisma 45° 39,25° 39,00° 38,50° 39,00° 39,25° 39,00° 39,50° 39,00°

Prisma 60° 41,25° 41,50° 41,75° 41,25° 41,50° 41,75° 41,75° 42,00°

11

9. 10.

39,25° 39,50°

42,00° 42,00°

Untuk mendapatkan sudut puncak setelah pengukuran sepuluh kali pada masing-masing prisma digunakan rumus : β

=

∑β 𝑛

Maka didapatkan sudut puncak prisma 45˚ adalah 39,125° dan sudut puncak prisma 60˚ adalah 41,675°. 2.1.5 Menentukan nilai sudut deviasi minimum pada prisma 45o dan 60o Percobaan kedua adalah menentukan sudut deviasi minimum dari prisma 45˚ dan 60˚ dengan langkah yang hampir sama dengan menentukan sudut puncak prisma (β) yang membedakan adalah penempatan prisma, yaitu prisma yang menghadap ke kolimator adalah sisi prisma, bukan sudut prisma, lalu kembali diputar dari kanan lalu ke kiri, dan diukur berapa sudut pergeserannya dan didapatkan sudut pergeseran. Sudut deviasi minimum prisma, didapatkan dari susut pergeseran dibagi dua. Percobaan ini juga dilakukan sepuluh kali pengukuran pada masing-masing prisma, sehingga didapatkan sudut deviasi minimum prisma, yaitu : Sudut Deviasi Minimum (Dm) No. 1. 2.

Prisma 45° 8,75° 8,50°

Prisma 60° 18,50° 18,75°

3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

8,50° 8,50° 8,75° 8,75° 8,00° 8,75° 8,25° 8,50°

19,00° 18,50° 19,00° 18,75° 18,50° 18,50° 19,25° 19,00°

12

Untuk mendapatkan sudut deviasi minimum masing-masing prisma setelah melakukan sepuluh kali pengukuran dengan spektrometer, digunakan rumus : Dm =

∑Dm 𝑛

maka, didapatkan sudut deviasi minimum prima kaca 45˚ adalah 8,525° dan sudut deviasi minimum prisma 60˚ adalah 18,775° Besarnya sudut deviasi minimum sinar bergantung pada sudut datangnya cahaya ke prisma. Apabila sudut datangnya prisma diperkecil, maka sudut deviasinya juga akan semakin kecil. Sudut deviasi akan mencapai minimum (Dm). Jika sudut datang cahaya ke prisma sama dengan sudut bias cahaya yang meninggalkan prisma atau pada saat itu berkas cahaya yang masuk ke prisma akan memotong prisma itu menjadi segitiga sama kaki.

2.2 ANALISA PEMBAHASAN Sudut deviasi minimum prisma dan sudut puncak prisma ini, dapat digunakan untuk mencari indeks bias dari masing-masing prisma, dengan memasukkannya ke dalam rumus : n=

𝑫𝒎 β



+𝟏 Pada prisma 45˚, maka didapatkan bahwa indeks biasnya adalah n = 1,217.



Pada prisma 60˚, maka didapatkan bahwa indeks biasnya adalah n = 1,45

Setelah dihitung, harga indeks bias prisma untuk prisma sama kaki (45˚) adalah 1,21 dan jika kita bandingkan sesuai dengan literatur ketetapan indeks bias prisma yang bernilai 1,58. Terlihat bahwa harga indeks bias prisma yang telah di hitung kurang tepat dengan ketetapanya tetapi telah mendekati harga ketetapan indeks bias prisma tersebut. Selisih dari harga indeks bias prisma yang telah kami hitung dengan ketetapan indeks bias prisma untuk prisma sama kaki (45˚) adalah 0,37. 13

Dan untuk prisma siku-siku sama sisi (60˚) harga indeks bias prisma yang telah kami peroleh adalah 1,45 dan jika kita bandingkan sesuai dengan literatur ketetapan indeks bias prisma yang bernilai 1,60. Harga indeks bias prisma yang telah di hitung juga kurang tepat dengan harga ketetapan indeks bias prisma tersebut namun telah mendekati harga ketetapan indeks bias prisma itu juga. Selisih dari harga indeks bias prisma yang telah di peroleh dengan ketetapan indeks bias prisma yang ada pada prisma siku-siku sama kaki adalah 0,15. Untuk harga indeks bias prisma sama sisi maupun prisma siku-siku sama kaki yang telah kami peroleh, keduanya sama-sama telah mendekati harga ketetapan indeks bias prisma tersebut. Untuk harga indeks bias prisma sama sisi maupun prisma siku-siku sama kaki yang telah kami peroleh, keduanya sama-sama telah mendekati harga ketetapan indeks bias prisma tersebut. Menurut kami, percobaan tentang spektrometer ini dapat dikatakan berhasil, karena kesalahan relatif yang kami dapat adalah lumayan kecil. Adapun yang menyebabkan perbedaan atau kesalahan tersebut adalah kekurang telitinya pengamat dalam melihat titik cahaya dari kolimator melalui teleskop sehingga sudut yang didapatkan tidak pas atau tidak sesuai. Kurang memfokuskan teleskop yang digunakan untuk melihat titik cahaya juga dapat menyebabkan kurangnya ketelitian dalam melihat sudut pergeseran melalui spektrometer. Begitu juga, prisma kaca yang kami gunakan sudah ada retak-retak pada bagian sudut maupun sisinya, sehingga pembiasan cahaya yang dibiaskan oleh prisma tidak tepat dan sudut yang dihasilkan kurang tepat, bahkan kami sempat tidak menemukan titik cahaya (trapesium merah) dari kolimator, karena adanya keretakan pada prisma tersebut, sehingga kami harus mencari sisi yang tepat dan tidak ada retaknya untuk dapat menentukan sudut deviasi minimum, juga dalam menentukan sudut puncak, karena adanya keretakan tersebut pada sudut prisma, maka pembiasan yang dilakukan prisma tidak sempurna, sehingga sudut pergeseran yang didapatkan tidak tepat atau kurang sesuai.

14

BAB III KESIMPULAN

Spektrometer bekerja menggunakan dispersi cahaya oleh prisma yang ada di dalam spektrometer. Proses dispersi ini terjadi karena perbedaan indeks bias antara kaca dan udara. Cahaya datang (cahaya polikromatik) yang melewati prisma akan dibelokkan mendekati garis normal prisma. Sedangkan cahaya yang keluar dari prisma akan terdispersi menjadi beberapa cahaya monokromatik dan dibelokkan menjauhi garis normal prisma. Dari percobaan dengan menggunakan lampu Natrium didapat indeks bias prisma rata – rata, yaitu:  

Pada prisma 45˚, maka didapatkan bahwa indeks biasnya adalah n = 1,22 Pada prisma 60˚, maka didapatkan bahwa indeks biasnya adalah n = 1,45

Pada percobaan ini didapatkan sudut puncak prisma 45˚ adalah 39,125° dan sudut puncak prisma 60˚ adalah 41,675°. Besar sudut bias (r) untuk masing-masing spektrum warna cenderung semakin besar, dan untuk besar sudut deviasi minimum (δmin) yang diperoleh cenderung semakin besar juga namun perubahannya kurang teratur. Dari percobaan ini, didapatkan sudut deviasi minimum prima kaca 45˚ adalah 8,525° dan sudut deviasi minimum prisma 60˚ adalah 18,775°. Intensitas cahaya dari masing-masing spektrum cahaya yang dihasilkan mempengaruhi hasil besar sudut bias (r) yang diperoleh.

SARAN Dalam percobaan ini sebaiknya menggunakan prisma yang mempunyai keadaan yang baik, agar mendapat hasil sudut deviasi minimum cahaya yang teliti. Dalam melakukan percobaan ini diperlukan ketelitian dalam mengukur sudut orde tiap spektrum. Kesulitan mengukur dan mengamati dalam ruang yang cukup gelap sangat berpengaruh terhadap ketelitian membaca skala spectrometer. Celah kolimator sebaiknya diatur sesempit mungkin (perhatikan agar pengamat tetap masih bisa melihat cahaya pada celah kolimator) untuk memudahkan penempatan 15

crosshead pada garis spectrum. Serta menempatkan crosshead secara tepat pada garis spektrum sangat diperlukan guna mendapat sudut pengukuran yang teliti.

16

DAFTAR PUSTAKA

Alonso, Marcello dan Finn J. Edward.1994.Dasar-dasar Fisika Universitas Edisi kedua jilid 2.Jakarta: Erlangga. Giancoli, Douglas C.2014. Fisika Prinsip dan Aplikasi Edisi VII jilid 2. Jakarta: Erlangga http://. A delicate journey to biomedical world.com/gambar-spektrometerprisma. (Di akses pada Sabtu, 1 Juli 2017, 10.50) Jewett, Serway.2004. Physics for Scientist and Engineers. California State Polytechnic University, Pomona. Soedojo, Peter.1999. Fisika Dasar II. Yogyakarta: Andi Press. Soeharto.1992.Fisika Dasar II.Jakarta: Gramedia Tim Dosen Fisika. 2014. Modul Panduan Praktikum Fisika Dasar 2. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.

17

Related Documents

Op4 - Indeks Bias Prisma.pdf
December 2019 14
Mak
May 2020 38
Mak
June 2020 34
Mak
November 2019 47

More Documents from ""