MAGMATISME Berbagai pendapat tentang asal-usul magma (the problem of origin of magma) : Merupakan pandangan magmatis klasik (classical magmatism), di mana terdapat dua kerabat (suite) magma yaitu kerabat simatik (simatic suite) dan kerabat sialik (sialic suite). Basal samudra adalah hasil "juvenil" yang berasal dari primary magma shell (Ritmann, 1967) Pada tahapan kedua perkembangan bumi, bahan selubung atas dan kerak telah mengalami keseimbangan geokimia yang dinamik, sehingga basal samudra yang telah terpisah dari selubung atas bumi bukan merupakan bahan juventil dari bakal-bumi (proto earth), tetapi berasal dari lapisan sima. Demikian pula dengan basal dataran tinggi (plateau basalt). Sedangkan pluton granitik dan kerabat kapur alkali (talc alkaline suite) berasaldari bahan kerak sialik. Teori ini dikenal dengan Neohuttonianism Theory, yang dikemukakan oleh Nieuwenkamps (1968) Magma benua umumnya bersifat bebas (independent), sedang mahma basaltik berasal dari selubung atas bumi. magma asam atau magma riolitik diduga berasal dari kerak sialik (Glangeaud & Lettole, 1960)
Bunsen (1951) berpendapat bahwa ada 2 jenis magma primer, yaitu Basaltis dan Granitis, dan batuan beku adalah merupakan hasil campuran dari 2 magma ini yang kemudian mempunyai komponen lain. Dally (1933) berpendapat bahwa magma asli (primer) adalah bersifat basa yang selanjutnya akan mengalami proses differensiasi menjadi magma bersifat lain. Magma basa bersifat encer (viskositas rendah), kandungan unsur kimia berat, kadar H+, OH- dan gas tinggi, sedangkan magma asam sebaliknya Menurut para ahli seperti Turner dan Verhoogen (1960), F. F Groun (1947), Takeda (1970), magma didefinisikan sebagai cairan silikat kental yang pijar terbentuk secara alamiah, bertemperatur tinggi antara 900º C – 1200º C atau lebih dan bersifat mobile (dapat bergerak) serta terdapat pada kerak bumi bagian bawah. Berdasarkan pengertian tentang magma di atas, dapat ditafsirkan bahwa secara kimia fisika, magma adalah system berkomponen ganda (multi component system) dengan fase cair dan sejumlah kristal yang mengandung didalamnya sebagai komponen utama, disamping fase gas pada keadaan tertentu. Dapat disimpulkan secara sederhana, Magma berasal dari kamar magma yang letaknya di terapit antara lapisan mantel bumi dan lapisan kerak bumi. Mantel bumi dan kerak bumi pada umumnya berbentuk padat. Sehingga keberadaan magma yang cair di antara keduanya sangat penting bagi geolog untuk mempelajari struktur dan morfologi yang terjadi di mantel bumi. Biasanya aktivitas magma juga dipengaruhi oleh aktivitas geologi yang terjadi di lapisan mantel bumi dibawahnya.
1. Proses Pembentukan Magma Tahapan awal dari rangkaian tersebut adalah pembentukan magma di dalam Bumi. Tidak akan terjadi erupsi jika tidak terdapat magma. magma dan tahapan paling awal dari pergerakan magma, di mana magma pertama kali mulai berpisah dan bergerak menjauh dari tempat pembentukannya.
Mekanisme Pelelehan Batuan Semua batuan tersusun dari suatu campuran berbagai mineral yang berbeda sehingga mereka cenderung meleleh pada rentang temperatur yang beragam, bukan pada temperatur yang spesifik. Temperatur di mana pelelehan pertama dimulai disebut temperatur solidus, sementara temperatur di mana seluruh batuan berubah menjadi cair dan material padat lenyap
disebut liquidus temperature. Ada 3 proses utama yang memungkinkan terjadinya pelelehan batuan di dalam Bumi, yaitu : 1. Dengan memanasi batuan dan meningkatkan temperaturnya melebihi solidus temperature. 2. Dengan mengurangi confining pressure pada batuan sementara temperaturnya dijaga konstan. Pada kebanyakan kasus, mengurangi tekanan yang bekerja pada suatu batuan dapat mengurangi temperatur solidus dan likuidus (Fig. 2.1, Parfitt (2008)). Sehingga, walaupun temperatur sebenarnya dari batuan tidak banyak berubah, namun temperatur batuan tersebut relatif lebih tinggi dibanding solidusnya. Pelelehan seperti ini biasa disebut dengan decompressing melting atau pressure-release melting. 3. Dengan mengubah komposisi batuan, biasanya dengan menambah air. Temperatur pelelehan batuan “kering” cenderung lebih tinggi dibanding temperatur pelelehan batuan “basah”, seperti temperatur di mana batuan akan meleleh ketika terdapat air dalam jumlah yang banyak (Fig. 2.2, Parfitt (2008)). Sebagai hasilnya, penambahan air pada batuan kering dapat memicu pelehan jika temperatur awal batuan cukup tinggi. Asal usul magma terbentuk dalam beberapa cara yang berbeda, hal ini disebabkan oleh perbedaan struktur, suhu dan tekanan antara lapisan mantel bumi dan kerak bumi. Ada tiga proses pembentukan magma, yaitu decompression melting, transfer panas dan flux melting. a. Decompression melting Decompression melting merupakan pergerakan komponen penyusun mantel bumi yang panas ke atas. Material panas ini naik ke atas yang tekanannya lebih rendah melalui konveksi panas. Menurut hukum fisika, tekanan berbanding lurus dengan titik lebur. Daerah dengan tekanan lebih rendah juga memiliki titik lebur lebih rendah. Dekompressi (penurunan tekanan) di atasnya membuat lapisan mantel yang solid meleleh menjadi magma Decompression melting umumnya terjadi didaerah divergent, dimana lempeng tektonik saling terpisah. Pergerakan lempeng itu menyebabkan magma yang ada di bawahnya bergerak mengisi ruang kosong di atasnya. Magma kemudian membeku mebentuk batuan beku yang menyusun lapisan baru dari kerak bumi. Decompression melting juga terjadi di daerah bulu mantel, yaitu lorong-lorong yang terdiri dari material panas dari inti bumi menuju kerak bumi yang lebih rendah tekanannya. Bila berada di bawah permukaan laut, bulu mantel yang disebut magma ini mendorong magma ke dasar laut. Proses yang berlangsung selama jutaan tahun ini membentuk pulau vulkanik tengah laut.
b.
Panas
Magma juga dapat terbentuk ketika energi panas dari batuan cair mengintrusi lapisan kerak bumi yang dingin. Saat batu cair ini membeku, ia juga menyebarkan panas ke sekelilingnya. Akibatnya batuan di sekitarnya meleleh dan membentuk magma. Transfer panas terjadi daerah konvergen, dimana lempeng-lempeng tektonik bergerak dan bertubrukan. Batu-batu cair yang ada di bawah lempeng tektonik mempengaruhi lapisan dingin di atasnya. Proses ini menyebakan panas dan menciptakan magma. Selama jutaan tahun, magma di bawah zona subduksi ini berubah membentuk busur vulkanik, yaitu rangkaian gunung berapi aktif yang ada di daerah konvergen. c. Flux Melting Flux melting terjadi saat air dan karbondioksida ditambahkan pada batuan. Kedua senyawa ini menyebabkan batu meleleh pada suhu yang lebih rendah dari biasanya. Flux melting menciptakan magma pada daerah-daerah, yang kalau dilihat dari suhu dan tekanannya seharusnya masih berbentuk batuan (belum meleleh). Seperti Transfer Panas, Flux melting juga terjadi di daerah konvergen (zona subdiksi). Dalam hal ini, air yang menutupi dasar laut di daerah subduksi akan menurunkan titik lebur mantel bumi. Hal ini membuat
4. Differensiasi Magma Sehingga dari akibat-akibat proses tersebut magma selanjutnya mengalami perubahan magma dari kondisi awal yang homogen dalam skala besar sehingga menjadi suatu tubuh batuan beku yang bervariasi. Peristiwa atau proses perubahan magma dari kondisi awal yang homogen dalam skala besar sehingga menjadi suatu tubuh batuan beku yang bervariasi ini disebut sebagai Differensiasi Magma. Secara garis besar differensiasi magma ini terdiri dari 2 bagian, yaitu : 1. Fraksinasi Kristal (terbentuknya kristal kristal dari magma ) dan 2. Liquid Immiscibility (pemisahan kristal kristal akibat hilangnya gas ). 1. Fraksinasi Kristal Komposisi cairan magma dapat berubah sebagai hasil dari kristal dan magma tersebut pada saat kristal terbentuk. Kondisi ini terjadi dalam semua kasus kecuali pada komposisi eutetik. Kristalisasi mengakibatkan komposisi magma berubah dan jika kristal dipindahkan oleh suatu proses maka akan muncul komposisi magma baru yang berbeda dengan magma induk.
Mineral yang dihasilkan merupakan mineral baru atau mineral solid solution yang telah mengalami perubahan. Fraksinasi kristal juga dapat menghasilkan komposisi larutan yang berbeda dari kristalisasi normal yang dilakukan oleh magma induk. Untuk menghasilkan fraksinasi kristal dibutuhkan suatu mekanisme alami. Yang dapat memisahkan Kristal dari magma atau memisahkan kristal tersebut sehingga tidak lagi bereaksi dengan magma. Mekanisme yang terjadi secara alami antara lain: Crystal Settling. Umumnya kristal yang terbentuk dari suatu magma akan mempunyai densitas yang berbeda dengan larutannya, antara lain: 1. Gravity settling : Kristal-kristal yang mempunyai densitas lebih besar dari larutan akan tenggelam dan membentuk lapisan pada bagian bawah tubuh magma (tekstur kumulat atau tekstur berlapis pada batuan beku). 2. Crystal floating : Kristal-kristal yang mempunyai densitas lebih rendah dari larutan akan mengambang dan membentuk lapisan pada bagian atas tubuh magma. Kristal-kristal tersebut kaya akan unsur silik. Filter Pressing, yaitu suatu mekanisme yang digunakan untuk memisahkan larutan dari larutan kristal. Dalam filter settling kristal dengan konsentrasi cairan yang tinggi, cairannya akan dipaksa keluar dari ruang antar kristal, hal ini dapat dicontohkan ketika kita sedang meremas spons yang berisi air. Mekanisme ini sulit untuk diketahui karena: 1. Tidak seperti spons , matriks Kristal getas dan tidak dapat mengubah bentuk dengan mudah untuk menekan cairan keluar. 2. Dibutuhkan retakan pada Kristal untuk memindahkan cairan. Filter settling adalah suatu metode umum yang digunakan dalam memnisahkan Kristal dari larutan pada proses-proses industri tetapi belum ditemukannya yang terjadi secara alami.
2. Liquid immiscibility Proses ini disebabkan oleh perpindahan atau menghilangnya kandungan gas, sehingga terjadi pemisahan fraksi-fraksi hablur atau mineral berdasarkan komposisinya masingmasing. Pelepasan kandungan gas menjadi semakin meningkat dekat makin dekatnya magma tersebut ke permukaan. Berdasarkan proses diferensiasi magma itulah, magma induk yang sama dapat menghasilkan beberapa jenis batuan yang berbeda. Misalnya saja magma induk berupa magma basa, jika mengalami diferensiasi magma, maka akan terbentuk tiga jenis batuan beku berupa batuan beku basa, batuan beku intermediet, dan batuan beku asam.
5. Busur Magmatisme Busur magmatisme atau zona erupsi magma pada dasarnya dikontrol oleh pergerakan lempeng/ permukaan bumi. Pada awalnya sekitar tahun 1960 an berkembanglah teori lempeng tektonik. Tektonik adalah ilmu yang memepelajari pergerakan dan deformasi lapisan luar bumi dalam skala besar. Tektonik lemepeng mempelajari hubungan antara deformasi ini dengan keberadaan dan pergerakan lempeng atau plates di atas selubung atas yang plastis. Kunci utama tektonik lempeng adalah adanya lempeng litosfer yang padat dan kaku ‘terapung’ di atas selubung bagian atas yang bersifat plastis. Kerak bumi dan selubung teratas bersifat padat disebut litosfer. Di bawah samudra tebalnya sekitar 50 km dan dibawah benua sampai 100 km. Lapisan di bawah litosfer adalah astenosfer yaitu lapisan lentur, tidak kaku atau plastis. Lapisan ini sampai pada kedalamn 500 km di dalam selubung. Litosfer terdiri dari lempeng-lempeng yang besar dan kecil ‘terapung’ di atas astenosfer sebagai lempeng benua dan lempeng samudra. Oleh karena tiap lempeng bergerak sebagai uit tersendiri di permukaan bumi yang bulat, maka interaksi antar lempeng terjadi pada batas-batas lempeng. Batas-batas lempeng dapat berbentuk :
a. Divergen ; di mana lempeng – lempeng bergerak saling menjauh, mengakibatkan material dari dari selubung naik ke atas memebentuk lantai samudra yang baru. b. Konvergen ; di mana lempeng- lempeng bertemu,menyebabkan salah satu lempeng menyusup di bawah yang lain, masuk ke selubung c. Transform ; di mana lempeng saling bergesekan, tanpa membentuk atau merusak litosfer Produk divergen erat kaitannya dengan pemekaran lempeng dan pemekaran lempeng sering terjadi pada punggungan samudra. Disini, di mana lempeng saling menjauh sumbu punggungan samudra , terbentuk celah yang segera terisi oleh lelehan batuan yang terinjeksi dari astenosfer di bawahnya. Material- material ini perlahan mendingin dan membentuk lantai samudra baru. Bila dua lempeng bertemu atau bertumbukan, ujung salah satu tertekuk atau melengkung kebawah dan menyusup di bawah yang lain. Dan terus turun sampai ke astenosfer. Karena masuk dalam astenosfer yang suhunya tinggi ia menjadi panas dan kehilangan kekakuannya. Meskipun pada dasarnya semua zona konvergen sama, akan tetapi tumbukan lempeng ini dipengaruhi dipengaruhi oleh tipe material kerak yang terlibat. Tumbukan dapat terjadi antar lempeng benua dan lempeng samudra, tumbukan dua lempeng samudra, dan tumbukan lempeng benua dan lempeng benua. Hasil dari pergerakan lempeng ini pun di kemas sebagai zona atau busur magmatisme. Busur magmatisme tersebut adalah :
a. Back Arc Basin Terbentuk sebagai hasil sampingan dari zona subduksi,yaitu pertemuan lempeng benua dan lempeng samudra dimana lemepeng samudra tertekuk ke bawah menyusup di bawah lempeng benua menuju astenosfer. Gejala ini diperlihatkan oleh menipisnya kerak dan suatu bukaan cekungan yang melengkung. Oleh karena itu disebut sebagai cekungan belakang zona subduksi. Sehingga jenis magma yang di hasilkan pada busur ini adalah magma basaltis.
b. Volcanic Arc/Continental Arc Selain back arc basin produk lain dari zona subduksi sebagai busur magmatisme adalah volcanic arc atau disebut juga continental arc. Terbentuk dari pertemuan lempeng benua dengan lempeng samudra dimana lempeng samudra menyusup ke bawah menuju astenosfer. Gejala ini biasanya di perlihatkan oleh jajaran gunung api di atas lempeng benua sebagai akibat dari dorongan arus konveksi dari selubung. Produk magma yang dihasilkan adalah magma intermediet.
c. MOR Mid Oceanic Ridge atau disingkat mor merupakan salah satu busur magmatisme dari pola divergen yaitu pola pergerakan lempeng yang saling menjauh. Dalam hal ini lempeng yang saling menjauh adalah dua lempeng samudra di mana gejala yang di timbulkan oleh pergerakan lempeng ini adalah terbentuknya gunung api di dasar samudra sebagai akibat dari dorongan arus konveksi yang mendorong lapisan di atasnya . Jenis magma yang di hasilkan di busur magmatisme ini adalah magma basaltis.
d. Island Arc Sama halnya dengan proses yang terjadi pada pembentukan busur magmatis volcanic arc yaitu pertemuan anatara dua lempeng. Bedanya pada island arc lempeng yang bertumbuk adalah dua lempeng samudra dimana salah salah satu lempeng mununjam ke bawah menuju astenosfer kemudian meleleh pada suhu tertentu yang menyebabkab arus konveksi ke atas yang mendorong lapisan di atasnya. Sehingga gejalanya diperlihatkan oleh terbentuknya pulau-pulau di tengah samudra dan juga gunung api kecil. Jenis magma yang di hasilkan di busur magmatisme ini adalah magma bertipe basaltis.
e. Continental Rift Zone Proses yang terjadi pada zona ini mirip dengan proses pada busur MOR yaitu pembentukan yang dikontrol oleh pergerakan divergen. Bedanya pada mor pergerakan lempenng yang saling menjadi antara dua lempeng samudra sedangkan pada zona ini pergerakan lempenng yang saling menjauh adalah dua lempeng benua. Gejala yang di perlihatkan adalah terbentuknya gunung-gunung api muda dan kecil-kecil di atas dataran benua. Jenis magma yang di hasilkan adalah jenis magma asam.
f. Oceanis Island ( hotspot ) Merupakan busur magmatisme dimana magma menerobos ke atas melalui arus konveksi tanpa pergerakan lempeng yang terjadi di lantai samudra. Di interpretasikan bahwa zona magmatisme ini termasuk zona lemah sehingga magma dapat menerobos ke atas membentuk rangkaian struktur vulkanik ataupun gunung api. Jenis magma yang dihasilkan adalah magma basaltis.
g. Continental intraplate ( hotspot ) Sama seperti pada proses pembentukan busur magmatisme pada oceanic island pada busur continental drift juga terbentuk akibat erupsi langsung oleh magma yang naik ke atas akibat arus konveksi dari selubung. Bedanya pada busur ini terjadi di lempeng benua. Gejala yang ditimbulkan juga sama yaitu berupa struktur vulkanik dan gunung api. Sedangkan magma yang dihasilkan adalah magma asam.
6. Intrusi Magma Telah kita ketahui bersama bahwa magma terbentuk di litosfer yang berasal dari pergesekan antara 2 lempeng dalam zona subduksi. Pergesekan antara 2 lempeng menimbulkan panas dan mampu melelehkan batuan yang kemudian lelehan batuan tersebut menjadi dapur magma. Magma dengan temperatur yang tinggi dan tekanan tinggi pula akan selalu menuju ke tekanan yang lebih rendah yaitu di permukaan bumi. Maka dari itu usaha magma untuk keluar atau menuju ke tekanan yang lebih rendah dikenal dengan ekstrusi dan intrusi. Intrusi adalah proses terobosan magma ke dalam lapisan kulit bumi (litosfer) tetapi tidak sampai keluar dari permukaan bumi. Ekstrusi adalah proses keluarnya magma dari dapur magma hingga ke permukaan bumi. Intrusi magma juga menyebabkan berbagai bentuk penampang Gunung api. Menurut jenisnya intrusi terbagi menjadi beberapa macam intrusi yang terjadi di bawah permukaan bumi. Macam-macam intrusi tampak seperti pada gambar, yang diantaranya :
Bentuk bentuk Intrusi magma 1. Batolit Batolit adalah batuan beku yang terbentuk di dalam dapur magma, sebagai akibat penurunan suhu yang sangat lambat. Atau dengan kata lain, batolit adalah intrusi magma yang berada dekat dengan dapur magma. 2. Lakolit Lakolit adalah magma yang menyusup di antara lapisan batuan yang menyebabkan lapisan batuan di atasnya terangkat sehingga menyerupai lensa cembung, sementara permukaan atasnya tetap rata. 3. Sill Sill adalah magma yang tipis menyusup di antara lapisan batuan. Kedudukan nya sejajar dengan perlapisan batuan. 4. Diaterma Diatrema adalah magma yang mengisi pipa letusan, berbentuk silinder, mulai dari dapur magma sampai ke permukaan bumi.
5. Dike atau Intrusi korok Intrusi korok atau gang atau Dike adalah intrusi magma memotong lapisan-lapisan litosfer dengan bentuk pipih atau lempeng. Dan perbedaan antara intrusi korok dengan sill adalah apabila sill sejajar diantara 2 lapisan batuan. Sedangkan apabila intrusi korok adalah intrusi magma yang berbentuk pipih yang posisinya memotong vertikal antar lapisan batuan. 6. Apolisa Apolisa adalah semacam cabang dari intrusi gang namun lebih kecil atau percabangan magma yang ukurannya kecil atau sering disebut juga urat-urat magma.
Kenampakan dike dan sill di alam