Lumpur Aktif_tinggal Atep.docx

  • Uploaded by: Ramdani
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lumpur Aktif_tinggal Atep.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,409
  • Pages: 14
LABORATORIUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2018/2019

PRAKTIKUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI MODUL : Lumpur Aktif Konvensional PEMBIMBING : Dra, Endang Kusumawati : 15 – 22 Oktober 2018

Praktikum

Penyerahan : 5 November 2018

Oleh

:

Kelompok

:V

Nama

: 1. Ramdani Fathulrizqi B

Kelas

(161431023)

2. Ria Siti Putryana

(161431024)

3. RR Dian Wijayanti

(161431025)

4. Zulfany Ali

(161431034)

: 3A – Analis Kimia

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 2018

A. Data percobaan dan Perhitungan Pengukuran Keadaan Awal -

DO

= 8,9 mg/L

-

pH

= 7,97

Pengukuran Keadaan Akhir

a.

-

DO

= 5,90 mg/L

-

pH

= 9,31

MLVSS (Mixed Liquor Volatile Suspended Solid) Sebelum Proses Penimbangan Kertas saring Cawan pijar Cawan pijar + ke(gram) (gram) kertas saring +endapan pada oven (gram) 1 2 Rata-rata

TSS (mg/L)

=

TSS (mg/L)

0,8988 0,8887 0,8938

41,1066 41,1055 41,1060

Cawan pijar + kertas saring +endapan pada furnace (gram)

42,0765

41,1236

42,0765

41,1236

(π‘π‘Žπ‘€π‘Žπ‘› π‘π‘–π‘—π‘Žπ‘Ÿ+π‘’π‘›π‘‘π‘Žπ‘π‘Žπ‘›+π‘˜π‘’π‘Ÿπ‘‘π‘Žπ‘  π‘ π‘Žπ‘Ÿπ‘–π‘›π‘” π‘π‘Žπ‘‘π‘Ž π‘œπ‘£π‘’π‘›)βˆ’ (π‘π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘‘ π‘π‘Žπ‘€π‘Žπ‘› π‘π‘–π‘—π‘Žπ‘Ÿ) π‘šπΏ π‘ π‘Žπ‘šπ‘π‘’π‘™

=

42,0765 π‘”π‘Ÿπ‘Žπ‘šβˆ’41,1060 π‘”π‘Ÿπ‘Žπ‘š 40 π‘šπΏ

TSS (mg/L)

= 24.262,5 mg/L

VSS (mg/L)

=

Γ— 106

Γ— 106

(π‘π‘Žπ‘€π‘Žπ‘› π‘π‘–π‘—π‘Žπ‘Ÿ+π‘’π‘›π‘‘π‘Žπ‘π‘Žπ‘›+π‘˜π‘’π‘Ÿπ‘‘π‘Žπ‘  π‘ π‘Žπ‘Ÿπ‘–π‘›π‘” π‘π‘Žπ‘‘π‘Ž π‘œπ‘£π‘’π‘›)βˆ’ (π‘π‘Žπ‘€π‘Žπ‘› π‘π‘–π‘—π‘Žπ‘Ÿ+π‘’π‘›π‘‘π‘Žπ‘π‘Žπ‘›+π‘˜π‘’π‘Ÿπ‘‘π‘Žπ‘  π‘ π‘Žπ‘Ÿπ‘–π‘›π‘” π‘π‘Žπ‘‘π‘Ž π‘“π‘’π‘Ÿπ‘›π‘Žπ‘π‘’) π‘šπΏ π‘ π‘Žπ‘šπ‘π‘’π‘™

106 VSS (mg/L) VSS (mg/L)

=

42,0765 π‘”π‘Ÿπ‘Žπ‘šβˆ’ 41,1236 π‘”π‘Ÿπ‘Žπ‘š 40 π‘šπΏ

= 23.822,5 mg/L

Γ— 106

Γ—

FSS (mg/L) = TSS – VSS FSS (Mg/L) = 24.262,5 mg/L – 23.822,5mg/L FSS (Mg/L) = 440 mg/L

b.

COD (Chemical Oxygen Demand)

ml FAS sampel

COD 1

COD 7

Perhitungan Sampel COD 1 a b c d p

blanko 1 blanko 2 sampel 1 sampel 2 blanko 1 blanko 2 sampel 1 sampel 2

awal

Akhir

yg digunakan

0

2,65

2,65

2,65

5,55

2,9

5,55

8,55

3

8,55

11,6

3,05

0

3

3

3

6,15

3,15

0

1,05

1,05

1,05

3,05

2

2,8

3,0

3,1

1,5

= ml FAS untuk blanko = ml FAS untuk sampel = Normalitas FAS = berat equivalen oksigen = pengenceran

ml sampel

= = = = = =

COD (mg O2/l) = =

=

ratarata

(π‘Ž βˆ’ 𝑏)𝑐 Γ— 1000 Γ— 𝑑 Γ— 𝑝 π‘šπ‘™ π‘ π‘Žπ‘šπ‘π‘’π‘™ (2,8 βˆ’ 3,0)0,0847 Γ— 1000 Γ— 8 Γ— 20 2,5

mg -1355,2 O2/l

2,8 3,0 0,0847 8 20

ml ml N g/mol

2,5 ml

Sampel COD 7 a b c d p

= ml FAS untuk blanko = ml FAS untuk sampel = Normalitas FAS = berat equivalen oksigen = pengenceran

ml sampel

= = = = =

3,1 1,5 0,0847 8 20

=

ml ml N g/mol

2,5 ml

(π‘Ž βˆ’ 𝑏)𝑐 Γ— 1000 Γ— 𝑑 Γ— 𝑝 π‘šπ‘™ π‘ π‘Žπ‘šπ‘π‘’π‘™ (3,1 βˆ’ 1,5)0,0847 Γ— 1000 Γ— 8 Γ— 20 = 2.5

COD (mg O2/l) =

mg 8402,24 O2/l

= c. Efisiensi Pengolahan

Kandungan COD awal = -1355,2 mg/L Kandungan COD akhir = 8402,24mg/L Efisiensi pengolahan = =

π‘˜π‘Žπ‘›π‘‘π‘’π‘›π‘”π‘Žπ‘› 𝐢𝑂𝐷 π‘Žπ‘€π‘Žπ‘™βˆ’π‘˜π‘Žπ‘›π‘‘π‘’π‘›π‘”π‘Žπ‘› 𝐢𝑂𝐷 π‘Žπ‘˜β„Žπ‘–π‘Ÿ π‘˜π‘Žπ‘›π‘‘π‘’π‘›π‘”π‘Žπ‘› 𝐢𝑂𝐷 π‘Žπ‘€π‘Žπ‘™ βˆ’1355,2 βˆ’ 8402,24 βˆ’1355,2

X 100%

Γ— 100%

= 720 % d. Nutrisi C6H12O6 + 6O2 οƒ  6CO2 + 6 H2O

Volume Lumpur Aktif

= 10 Liter

BOD

= 500 mg/L

(O2)

= 500 mg/L

Mr O2

= 32 mg/mol

Mr C6H12O6

= 180 g/mol

gram O2

= 500 mg/L x 10 L = 5000 mg

= 0,5 mg/L

= 5 gram O2

Perbandingan BOD : N : P = 100 : 5 : 1 -

Kebutuhan Glukosa Mol O2

=

5 32

= 0,1562 mol

Mol C6 H12 O6

=

1 x 0,1562 6

= 0,0260 mol

Gram C6 H12 O6

= 0,0260 x 180 = 4,680 gram

Hasil penimbangan glukosa pada praktikum = 4,6802 gram

-

Kebutuhan Nitrogen gram N gram KNO3

5 x 4,680 = 0,234 gram 100 101 = x 0,234 = 1,6881 gram 14 =

Hasil penimbangan KNO3 pada praktikum = 1,6872 gram -

Kebutuhan Fosfor gram P gram KH2 PO4

1 x 4,680 = 0,0468 gram 100

=

=

136 31

x 0,0468

= 0,2053 gram

Hasil penimbangan KH2 PO4 pada praktikum = 0,2049 gram B. Pembahasan

Ramdani Fathilrizqi Abdilah (161431023) Lumpur aktif merupakan proses pertumbuhan mikroba tersuspensi yang pengolahannya secara aerobik dan mengoksidasi material organik menjadi CO 2 dan H 2 O, NH 4 dan sel biomassa baru. Selain itu, proses ini juga menggunakan proses aerasi atau udara yang

disalurkan melalui pompa blower (diffused). Pada praktikum kali ini, praktikan melakukan percobaan untuk membuktikan manfaat Lumpur Aktif terhadap pengolahan Limbah Industri tahu yang selama ini seringkali kurang mendapatkan perhatian baik dari masyarakat maupn pemerintah setempat. Pada prinsipnya, dalam pengolahan ini praktikan memanfaatkan mikrobiologi untuk mendegradasi bahan organik yang terkandung di dalam cairan limbah yang dihasilkan oleh industry tahu. Adapun kendala yang terjadi yaitu larutan FAS ( Ferro Ammonia Sulfate ) yang belum diketahui konsentrasinya, sehingga praktikan harus menstandarisasi ulang larutan tersebut. Akan tetapi hal ini juga justru menjadi keuntungan tersendiri bagi praktikan, karena ketelitian data yang didapatkan bisa dipertanggung jawabkan. Adapun konsentrasi larutan FAS hasil perhitungan standarisasi ialah sebesar 0,0847 N. Larutan FAS ini digunakan sebagai titran dalam proses titrasi sampel dan blanko guna dimasukkan ke dalam perhitungan dalam menghitung COD dari limbah tersebut. Reaksi yang terjadi saat titrasi adalah sebagi berikut Cr2O72- + 14H+ + 6e

2Cr3+ + 7H2O

Fe2+

Fe3+ + e

Cr2O72- + 14H+ + 6 Fe2+

2Cr3+ + 7H2O + 6Fe3+

Hasil titrasi awal sampel limbah tahu dengan pengenceran 20 kali pada titrasi yang pertama di dapat sebesar 3 mL dan titrasi kedua didapatkan nilai yang tidak beda jauh yakni sebesar 3,05 mL sehingga rata-rata titrasi didapatkan sebesar 3 mL dengan hasil titrasi blanko sebesar 2,8 mL. Setelah itu praktikan memasukkan data tersebut ke dalam perhitungan menggunakan rumus. Sehingga didapatkan nilai COD awal sebesar COD (mg O 2 /L) = 1355,2 O2/L. Dengan cara yang sama, setelah 7 hari didapatkan nilai COD akhir sebesar 8402,24 mg O 2 / L. Selanjutnya praktikan menghitung berapa nilai MLVSS ( Mixed Liquor Volatile Suspended Solid ) secara gravimetri sehingga diperoleh nilai sebesar 760 g/L. Adapun

perhitungan konsentrasi nutrisi memiliki perbandingan 100:5:1 = BOD:N:P.

Berdasarkan data hasil perhitungan stokiometri, didapatkan kebutuhan Karbon yang didapat dari glukosa sebesar 74,680g, kebutuhan Nitrogen yang berasal dari KNO 3

sebesar

1,6881g dan kebutuhan Posfor dari senyawa KH 2 PO 4 di dapatkan sebesar 0,2053 g. Terakhir, praktikan melakukan perhitungan efisiensi, didapatkan nilai efisiensi sebesar 720% COD akhir lebih tinggi daripada COD awal yang artinya proses pwngolahan limbah tidak berhasil.

Bila dibandingkan dengan baku mutu air limbah berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014, dimana batas COD adalah kurang dari 3.000 mgO2/L sehingga dapat dikatakan dari hasil COD setelah proses ini kandungan organiknya masih tinggi dan tidak memenuhi syarat baku mutu air limbah. Maka hasil proses pengolahan ini bila diterapkan tidak dapat langsung dibuang ke lingkungan sehingga harus diolah kembali untuk menurunkan nilai COD hingga batas yang diperbolehkan. Dari hasil percobaan nilai TSS dari sampel adalah sebesar 24.262,5 mg/L. Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 bahwa nilai TSS yang diperbolehkan adalah sebesar 200 mg/L. Hal ini diperoleh bahwa kandungan TSS dalam pengolahan limbah dengan metode lumpur aktif masih di atas ambang batas dari baku mutu yang dipersyaratkan. Dari hasil VSS didapat nilai VSS adalah sebesar. 23.822,5. Analisa MLSS bertujuan untuk mengetahui kuantitas padatan tersuspensi yang terkandung pada larutan dalam tangki. Dari nilai yang diperoleh, nilai VSS masih tinggi pada awal proses pengolahan dengan metode lumpur aktif. Sedangkan untuk FSS atau padatan yang tidak mudah teruapkan yang didapat adalah sebesar 440 mg/L. Sedangkan untuk pengukuran DO pada awal proses DO pada sampel air limbah adalah sebesar 8,9 mg/L dan DO setelah tujuh hari adalah 5,9 mg/L. Menurut SNI 01-3553-1996 dimana DO tidak boleh kurang dari 500 mg/L. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang mengatakan bila nilai DO diukur setelah proses lumpur aktif maka seharusnya nilai DO akan meningkat, dimana dari hasil proses akan terjadi aerasi yang akan mengalirkan O2 kedalam sampel sehingga akan menghasilkan okigen yang akan larut dalam sampel (McKinney, 1962).

Ria Siti Putryana (161431024) Salah satu metode pengolahan limbah adalah metode lumpur aktif. Langkah awal adalah

dengan

menambahkan

nutrisi

sebagai

sumber

makanan

untuk

mikroba

pendekomposisi dengan dosis yang diberikan dengan perbandingan glukosa: KNO3:KH2PO4 (100:5:1). Dari hasil praktikum diperoleh data selama tujuh hari yang menunjukkan pengaruh lumpur aktif terhadap nilai COD pada pengolahan limbah. Hal ini ditunjukan nilai COD awal 1355,2 mgO2/ml dan COD setelah tujuh hari diperoleh 8402,24 mgO2/ml. Dimana pada

penentuan Chemical Oxygen Demand (COD) dengan mengukur sisa kromat yang bereaksi terhadap zat organik sampel air limbah dengan titrasi oleh larutan FAS dan menggunakan indikator feroin, dimana reaksi yang berlangsung adalah sebagai berikut: Cr2O72- + 14H+ + 6e

2Cr3+ + 7H2O

Fe2+

Fe3+ + e

Cr2O72- + 14H+ + 6 Fe2+

2Cr3+ + 7H2O + 6Fe3+

Bila ditinjau dari hasil nilai COD yang diperoleh, nilai awal meningkat setelah pengukuran COD tujuh hari. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang seharusnya mikroba dapat mendekomposisi bahan organik. Hal ini dapat terjadi karena disebabkan keadaan pH 7,97 yang mendekati pH basa. Sementara pH akhir setelah tujuh hari menjadi 9,31. Kondisi pH ini menyebabkan mikroba tidak dapat bekerja secara optimal, sementara itu pH seharusnya dalam keadaan netral dimana mikroba dapat bekerja. Selain itu waktu tinggal sangat mempengaruhi nilai COD yang diperoleh selama proses lumpur aktif. Seiring pertambahan waktu dapat diidentifikasikan sebagai menurunnya pula jumlah mikroorganisme pendegradasi didalamnya, hal ini dikarenakan kurangnya suplai nutrisi sebagai cadangan makanan mikroorganisme dalam bioreaktor. Bila dibandingkan dengan baku mutu air limbah berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014, dimana batas COD adalah kurang dari 3.000 mgO2/L sehingga dapat dikatakan dari hasil COD setelah proses ini kandungan organiknya masih tinggi dan tidak memenuhi syarat baku mutu air limbah. Maka hasil proses pengolahan ini bila diterapkan tidak dapat langsung dibuang ke lingkungan sehingga harus diolah kembali untuk menurunkan nilai COD hingga batas yang diperbolehkan. Dari hasil percobaan nilai TSS dari sampel adalah sebesar 24.262,5 mg/L. Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 bahwa nilai TSS yang diperbolehkan adalah sebesar 200 mg/L. Hal ini diperoleh bahwa kandungan TSS dalam pengolahan limbah dengan metode lumpur aktif masih di atas ambang batas dari baku mutu yang dipersyaratkan. Dari hasil VSS didapat nilai VSS adalah sebesar. 23.822,5. Analisa MLSS bertujuan untuk mengetahui kuantitas padatan tersuspensi yang terkandung pada larutan dalam tangki. Dari nilai yang diperoleh, nilai VSS masih tinggi pada awal proses pengolahan dengan metode lumpur aktif. Sedangkan untuk FSS atau padatan yang tidak mudah teruapkan yang didapat adalah sebesar 440 mg/L.

Sedangkan untuk pengukuran DO pada awal proses DO pada sampel air limbah adalah sebesar 8,9 mg/L dan DO setelah tujuh hari adalah 5,9 mg/L. Menurut SNI 01-3553-1996 dimana DO tidak boleh kurang dari 500 mg/L. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang mengatakan bila nilai DO diukur setelah proses lumpur aktif maka seharusnya nilai DO akan meningkat, dimana dari hasil proses akan terjadi aerasi yang akan mengalirkan O2 kedalam sampel sehingga akan menghasilkan okigen yang akan larut dalam sampel (McKinney, 1962). Ditinjau dari parameter nilai pengukuran, yakni nilai COD dan MLVSS diperoleh hasil data yang tidak memenuhi baku mutu air limbah, sehingga perlu dilakukan pengolahan kembali sebelum dibuang hingga mencapai persyaratan dalam baku mutu air limbah.

RR Dian Wijayanti P (161431025) Pada praktikum kali ini dilakukan pengolahan air limbah secara aerobic menggunakan metoda lumpur aktif, mikroorganisme aerobic ini akan mendegradasi air limbah secara merata. Prinsip dasar dari pengolahan ini adalah mengoksidasi material organik menjadi CO2 , H2O dan NH4. Diawal praktikum ini dilakukan penentuan COD awal untuk mengetahui oksigen yang dibutuhkan mikroba menguraikan zat organic secara kimia, ditambah dengan parameter pH dan suhu karena berpengaruh pada proses pendegradasi bahan-bahan organic agar dapat berlangsung dengan baik dan efektif. Diperoleh pH 7,97 ; DO 8,9 mg/L ; dan suhu 25,90C. Dapat dilihat bahwa pH awal ini mendekati basa maka akan mempengaruhi kinerja dari mikroba tersebut. Dikarenakan pengolahan limbah ini menggunakan microorganism aerobic maka oksigen pada reaktor perlu diperhatikan sebab jika kekurangan maka mikroba tidak akan cukup untuk mendegradasi bahan organic, sedangkan jika berlebihan akan menjadi racun untuk mikroba tersebut. Ditambahkan nutrisi pada reactor sebagai sumber makanan untuk mikroorganisme yang akan mendekomposisi bahan organik, namun hal ini menyebabkan kandungan organic dalam sampel dapat diturunkan. Nutrisi yang ditambahkan berupa glukosa sebagai sumber karbohidrat, KNO3 sebagai sumber nitrogen dan KH2PO4 sebagai sumber posfor. Nutrisi tersebut memiliki komposisi glukosa: KNO3:KH2PO4 100:5:1. Pada volume lumpur aktif 10 liter maka diperlukan glukosa sebanyak 4,6802 gram, KNO3 sebanyak 1,6872 gram, dan KH2 PO4 sebanyak 0,2049 gram. Sebelum dilakukannya analisis COD maka diperlukan standarisasi larutan FAS (Ferro Ammonium Sulfat) oleh K2Cr2O7 dengan indikator ferroin karena akan digunakan untuk mentitrasi sampel COD. Diperoleh konsentrasi FAS sebesar 0,0847 N dan reaksi yang terjadi

reaksi redoks dengan suasana asam karena adanya penambahan H2SO4 pekat yang berfungsi untuk mengasamkan larutan sehingga K2Cr2O7 dapat mengoksidasi Fe dengan reaksi: Cr2O72- + 14H+ + 6e

2Cr3+ + 7H2O

Fe2+

Fe3+ + e

Cr2O72- + 14H+ + 6 Fe2+

2Cr3+ + 7H2O + 6Fe3+

Dari hasil percobaan ini diperoleh COD awal sebesar -1355,2 mgO2/ml dan COD setelah tujuh hari diperoleh 8402,24 mgO2/ml. Hal ini memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan nilai COD. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang dimana mikroba dapat mendekomposisi bahan organic dan semakin tinggi nilai COD maka kandugnan organic dalam sampel semakin banyak atau kualitas air semakin buruk. Waktu tinggal yang semakin lama memberi banyak kesempatan pada mikroorganisme untuk memecah bahan-bahan organic yang terkandung dalam limbah namun untuk kali ini pada pH awal yang mendekati basa sehingga mikroba tidak bekerja secara maksimal karena pH optimum bagi mikroba tersebut adalah netral. Seharusnya terjadi reaksi dekomposisi bahan organic secara aerobic dengan persamaan reaksi sebagai berikut: [mikroba] + 5O2 οƒ  5CO2 + 2H2O + NH3 + energy Dilihat pada baku mutu air limbah berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014, menyatakan batas COD adalah kurang dari 3.000 mgO2/L. Maka pada praktikum kali ini dengan kandungan organic masih tinggi pada COD 7 tidak memenuhi syarat baku mutu air limbah. Untuk pengukuran MLVSS dilakukan pada sampel limbah sebelum proses dimana nilai MLVSS sama dengan nilai VSS. Nilai VSS adalah bahan organik yang mudah teruapkan, dimana jumlahnya mewakili jumlah mikroorganisme yang ada didalamnya. Hal ini dikarenakan bahan organik yang mudah menguap seperti protein, karbohidrat, glukosa, dll. ada dalam bakteri sehingga jumlahnya mewakili banyaknya bakteri didalam sampel. Dari hasil percobaan nilai TSS dari sampel adalah sebesar 24.262,5 mg/L. Berdasarkan literatur, nilai TSS yang diperbolehkan adalah sebesar 50 mg/L (Pergub Bali No. 8 Tahun 2007). Bila dibandingkan hasil percobaan dengan nilai literatur maka nilai TSS pada sampel, diatas nilai yang diperbolehkan sehingga padatan tersuspensi yang terendapkannya cukup tinggi. Sedangkan untuk mengetahui jumlah mikroba yang mendekomposisi bahan organik dilakukan dengan mengukur VSS dimana pengukuran VSS ini didapat dari berat yang dipanaskan pada oven dengan berat yang dipanaskan pada furnace, sehingga dapat diketahui berat yang teruapkan dimana berat ini menunjukan banyaknya mikroorganisme yang ada pada sampel. Dari hasil percobaan didapat nilai VSS sebesar. 23.822,5 mg/L. Nilai VSS ini mewakili banyaknya kandungan organik yang akan didekomposisi oleh mikroorganisme pada proses lumpur aktif. Dari nilai yang didapat, nilai VSS masih tinggi sehingga kandungan

organik yang akan didekomposisipun tinggi, sehingga membutuhkan banyak mikroba untuk mendekomposisinya pada proses. Sedangkan untuk FSS atau padatan yang tidak mudah teruapkan yang didapat adalah sebesar 440 mg/L. Pada ketiga parameter tersebut baik nilai VSS, TSS maupun FSS masih tinggi dalam sampel limbah, hal ini dikarenakan belum adanya pengolahan bahan organik pada limbah yang menyebabkan masih tingginya kandungan padatan organik dan anorganik.

Zulfany Ali (161431034) Dari percobaan lumpur aktif, didapat data konsentrasi bahan organik(COD) awal yang sebesar -1355,2 mgram O2/L. Dari data tersebut dapat terlihat jelas adanya kejanggalan dalam pengerjaannya, karena hasilnya yang dibawah angka nol. Ada beberapa tahap kritis dalam penentuan COD, pertama dalam sampling. COD awal untuk menentukan besar perubahan COD selama seminggu, sehingga dibutuhkan titik awal sebagai pembanding. Sampel yang diambil haruslah representatif, karena itu haruslah diaduk terlebih dahulu atau dihomogenkan tangki lumpur aktifnya. Kedua, volume sampel dan pereaksi K2Cr2O7 yang digunakan haruslah menggunakan alat kuantitatif, sehingga dalam perhitungannya tidak terjadi penyimpangan pengukuran yang besar. Ketiga pada saat digunakan digestion, pastikan tutup tabung hach tertutup rapat, agar saat pemanasannya tidak terjadi tumpahan-tumpahan dari tabung hach. Hal tersebut dapat mengurangi kadar dalam sampel. Dan terakhir yang keempat, pada tahap titrasi analit, larutan dari tabung hach haruslah tertuang seluruhnya. Karena bila ada sebagian analit tertinggal, artinya ada sebagian K2Cr2O7 yang tersisa si tabung hach. Maka pengukurannya akan menjadi lebih kecil. Ataupun pada pemindahannya yang menambahkan aquades dapat mempengaruhi. Karena bila aquades terdapat sejumlah bahan organik, adanya kemungkinan dapat dioksidasi oleh K2Cr2O7 . Sehingga hasilnya menjadi lebih kecil juga. Bila dibandingkan dengan nilai COD pada hari ke-7, nilai COD nya bertambah besar yaitu 8402,24 mgram 02/L. Dapat disimpulkan darin parameter COD bahwa degradasi zat organik pada limbah tidak berhasil. Karena seharusnya terjadi penurunan kadar COD nya. Dibandingkan terhadap PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.68/Menlhk-Setjen/2016 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH DOMESTIK yang baku mutu COD sebesar 100 mgram O2/L, tentu masih sangat besar perbedaannya. Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kemampuan mikroorganisme aerobik dalam mendegradasi limbah. Pertama, nilai pH pada tangki lumpur aktif. Pada tangki lumpur aktif, pH optimum yang digunakan adalah pH netral. Hal ini disesuaikan dengan suasana yang dibutuhkan oleh mikroorganisme yang digunakan. Pengukuran pH di awal sebesar 7,97 yang menjadi lebih basa di hari ke-7 menjadi 9,31. pH akhir menunjukan bahwa suasana pH pada tangki tidak sesuai dengan seharusnya yaitu netral. Oleh sebab itu dari pH dapat menjelaskan bahwa mikroorganisme pada lumpur aktif tidak bekerja dengan baik. Faktor yang kedua adalah suhu. Suhu yang digunakan haruslah suhu optimum mikroorganismenya. Karena bila tidak sesuai dengan optimumnya, mikroorganisme tersebut tidak akan bekerja secara maksimal. Faktor yang terakhir adalah

pada saat aerasi. Pemberian aerasi pada bak untuk mempertahankan oksigen terlarut dalam bak meskipun terus-menerus digunakan oleh mikroorganisme. Bila oksigen terlarut dibawah kadar yang dibutuhkan, mikroorganisme pada lumpur aktif akan mati karena kekurangan oksigen. Parameter berikutnya dari MLVSS, dengan TSS sebesar 24.262, 5 mgram/L, didapat VSS sebesar 23.822,5 mgram/L yang mewakili jumlah mikroorganisme di dalam bak lumpur aktif. Banyaknya mikroorganisme di dalam bak lumpur aktif tergantung dari kondisi bak dan banyaknya pemberian nutrisi. Bila terdapat nutrisi dalam jumlah banyak akan menghasilkan VSS yang besar. Berdasarkan PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.68/Menlhk-Setjen/2016 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH DOMESTIK, kadar TSS yang diperbolehkan sebesar 30 mgram/L. Tentu masih sangat besar perbedaanya untuk mencapai baku mutu. Terdapat kemungkinan adanya sejumlah besar TSS dikarenakan beberapa faktor. Pertama, oada minggu sebelumnya terdapat sejumlah nutrisi yang sangat banyak. Sehingga pertumbuhan mikroba sangat cepat. Faktor kedua karena kurangnya nutrisi ataupun oksigen terlarut menyebabkan kematian pada mikrobanya. Sehingga kompetisi antar mikroba berkurang lalu terjadi kenaikan pertumbuhan mikroba dengan cepat. Seharusnya dengan jumlah mikroba demikian dapat menurunkan kadar bahan organik didalamnya dengan cepat. Namun dapat dilihat dari hasil COD pada hari ke-7 bahwa kadar COD nya masih sangatlah besar. Maka adanya kemungkinan hanya beberapa mikroba yang aktif mendegradasi zat organiknya. Selain menentukan kadar COD dan MLVSS, ditentukan juga penambahan nutrisi yang dibutuhkan. Nutrisi ditambahkan berdasarkan kadar BODnya(Kadar oksigen yang dibutuhkan untuk aktifitas biologis). Agar dengan berdasarkan BOD, mikroorganisme tersebut dapat maksimal menggunakan oksigennya. Sehingga penggunaan nutrisi oleh mikroorganisme sesuai dengan penggunaan oksigennya. Tentunya sudah ada perbandingan BOD dengan nutrisinya, yaitu disesuaikan dengan persamaan reaksi antara oksigen dengan glukosa. Maka didapat kadar glukosa yang dibutuhkan, selanjutnya dapat ditentukan juga kadar nitrogen dan fosdor yang dibutuhkan dari perbandingan BOD:N:P sebesar 100:5:1. Seperti dijelaskan sebelumnya, kadar nutrisi yang ditambahkan sangat berpengaruh dalam proses mendegradasi bahan organik. Karena nutrisi tersebut memberikan kondisi yang optimum untuk mikroba beraktifitas ataupun sebaliknya. Untuk efektifitas pengolahan bahan organik sendiri tentunya tidak tercapai, hasil yang didapat sebesar 720%. Dengan efektifitas demikian diartikan proses mendegradasi tidak terjadi atau bertambahnya bahan organik dalam bak lumpur aktif. Hal ini terjadi karena nilai COD awal yang berupa nilai dibawah nol menyebabkan perhitungannya menjadi tidak benar. Nilai efektifitas yang baik adalah nilai 100% yang artinya pengolahan bahan organik seluruhnya terdegradasi oleh mikroorganisme.

C. Kesimpulan

Dari hasilpercobaan yang dilakukanmakadapatdisimpulkan a. COD awal sampel sebesar -1355,2mg O 2 /L b. COD akhir sampel setelah 7 hari sebesar 8402,24 mg O 2 /L c. TSS (mg/L) 440 mg/L

= 24.262,5 mg/L. VSS (mg/L)

= 23.822,5 mg/L. FSS (Mg/L) =

d. Kebutuhan C 6 H 12 O 6 sebesar 4,680 gram, kebutuhan KNO 3 sebesar 1,6881gram, dan kebutuhan KH 2 PO 4 sebesar 0,2049gram. e. Pengukuran efisiensi pengolahan lumpur aktif diperoleh sebesar 720 % f. Hasil Pengolhan limbah kurang baik

DAFTAR PUSTAKA Menteri Lingkungan Hidup. (2014). Baku Mutu Air Limbah. Jakarta : Menteri Lingkungan Hidup Dewan Badan Standarisasi Nasional (1996). Air Minum Dalam Kemasan. SNI 01-3553-1996

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.68/Menlhk-Setjen/2016 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH DOMESTIK

Related Documents


More Documents from "Communication Management UI"