LAPORAN PRAKTIKUM GEOLOGI BATUBARA LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA
Disusun Oleh : Fauzan Azima 21100115130052
LABORATORIUM SUMBERDAYA MINERAL DAN BATUBARA DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG NOVEMBER 2018
LEMBAR PENGESAHAN Laporan Praktikum Geologi Batubara acara Lingkungan Pengendapan Batubara yang disusun oleh Fauzan Azima telah disahkan pada: hari
:
tanggal
:
pukul
:
Semarang, November 2018 Asisten Acara,
Praktikan,
Dendi Tantra Praditya
Fauzan Azima
NIM 21100115120031
NIM 21100116130052
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................
i
DAFTAR ISI ...................................................................................................
ii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................
1
1.1
Maksud......................................................................................
1
1.2
Tujuan ......................................................................................
1
1.3
Waktu dan Tempat Pelaksanaan................................................
1
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................
2
BAB III PENUTUP…………………............................................................
8
3.1
Kesimpulan…….......................................................................
8
3.2
Saran.........................................................................................
8
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Maksud Mempelajari Data Well Logging Melakukan Korelasi Data Well Logging Mempelajari Lingkungan Pengendapan Batubara 1.2 Tujuan
Mengetahui Jenis Litologi Berdasarkan Data Well Logging Mengetahui Susunan Statigrafi Batuan Menentukan Lingkungan Pengendapan Batubara Berdasarkan Data
Well Logging 1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Hari/Tanggal : Jumat, 12 & 19 Oktober 2018 Waktu : 15.30 – 18.00 WIB Tempat: GS. 202 Gedung Pertamina Sukowati, Teknik Geologi, Universitas Diponegoro, Semarang
BAB II PEMBAHASAN Praktikum geologi batubara acara lingkungan pengandapan batubara diadakan pada hari Jumat, 12 dan 19 Oktober 2018 pada pukul 15.30 WIB di GS.202 Gedung
Pertamina Sukowati, Teknik Geologi, Universitas Diponegoro. Pada praktikum ini dilakukan penentuan jenis litologi berdasarkan log gamma ray dan log densitas yang kemudian dikorelasikan hasil dari ketiga sumur tersebut yaitu sumur BK-212, BK209 dan BK-227 sehingga didapatkan hasil berupa fasies dan lingkungan pengendapan berdasarkan hasil korelasi. Penentuan jenis litologi dapat dilihat berdasarkan nilai log gamma ray dan log densitas. Hasil log gamma ray dibagi atas 3 yaitu bernilai tinggi, rendah dan sangat rendah. Nilai log yang tinggi menunjukan keterdapatan batulempung, kemudian log yang rendah menunjukan keterdapatan batupasir dan log yang sangat rendah menunjukan keterdapatan batubara. Hasil log densitas dibagi atas 2 yaitu bernilai tinggi dan rendah. Nilai log yang tinggi menunjukan keberadaan batupasir dan batulempung, sedangkan nilai log yang rendah menunjukkan keberadaan batubara. Kedua log tersebut dapat dikorelasikan sehingga didapatkan jenis litologi dari masing-masing nilai log. Berikut contoh penentuan litologi pada log gamma ray. Batupasir Batubara Batulempun g Gambar 2.1 Contoh Penentuan Litologi berdasarkan Log Gamma ray
2.1 Korelasi Litologi Antar Sumur Pada praktikum kali ini didapatkan data berupa data dari 3 buah sumur. Sumur pertama yaitu sumur BK-212, sumur kedua yaitu sumur BK-209 dengan jarak 250 meter dari sumur BK-212, lalu sumur ketiga yaitu sumur BK-227 yang terletak pada bagian timur lokasi pengeboran dengan jarak 400 meter dari sumur BK-209. Ketiga data sumur tersebut kemudian ditentukan jenis litologinya berdasarkan nilai log
gamma ray dan log densitas sehingga didapatkan korelasi dari ketiga sumur berdasarkan jenis litologinya. Pada korelasi ini digunakan datum dari masing-masing sumur yaitu sumur BK 212 pada kedalaman 75 meter, sumur BK-209 pada kedalaman 58 meter serta sumur BK 227 pada kedalaman 24 meter. Datum tersebut menunjukan litologi batubara dengan tebal 19 meter. Keunikan pada lapisan ini yaitu keterdapatan batubara tebal dengan sisipan batupasir. Hal ini mengindikasikan terjadinya perubahan fase pengendapan secara singkat yang terjadi secara berulang sehingga menyebabkan terbentuknya sisipan batupasir. Kenampakan umum pada masing-masing sumur yaitu diawali dengan sumur BK-212 dimana terdapat perulangan antara batulempung tebal dengan batubara sisipan batupasir sebanyak 3 kali, kemudian dilanjutkan dengan perulangan antara batulempung tebal dengan batupasir tebal sebanyak 2 kali. Pada sumur BK-209 dan BK- 227 diawali dengan batulempung tipis, kemudian dilanjutkan dengan batubara sisipan batupasir, lalu terendapkan batulempung yang sangat tebal serta dilanjutkan dengan perulangan batubara tebal sisipan batupasir dengan batulempung tebal sebanyak 3 kali. Berdasarkan hasil korelasi dari ketiga sumur tersebut ditemukan keterdapatan hubungan antar batuan yang membaji yaitu antara batupasir, batugamping dan batulempung. Secara keseluruhan didapatkan litologi paling dominan yaitu litologi berupa batulempung yang dalam setiap pengendapannya terendapkan dengan tebal.
2.2 Interpretasi Fasies dan Lingkungan Pengendapan Hasil korelasi menunjukkan kondisi lapisan batuan yang mengalami penebalan dan penipisan. Kondisi ini menggambarkan arah arus yang bekerja pada saat proses pengendapan, dimana arus bergerak kearah lapisan yang mengalami penipisan. Hal ini dapat dilihat pada lapisan batubara yang menebal pada bagian barat sehingga arus menuju arah timur. Kemudian batulempung yang menebal pada bagian
timur dan semakin menipis pada bagian barat, sehingga dapat diinterpretasikan bahwa arah arus pada proses pengandapan tersebut yaitu menuju barat. Selanjutnya dapat dilihat pada lapisan batulempung diatas lapisan batubara, disini terlihat penebalan terjadi kearah barat, sehingga dapat diinterpretasikan bahwa arus bergerak menuju timur. Kemudian yang terakhir terlihat pada lapisan batupasir tebal di bagian atas yang mengalami penebalan kearah barat, sehingga dapat diinterpretasikan bahwa arus bergerak menuju timur. Berdasarkan ketiga pola tersebut maka disimpulkan bahwa terjadi perubahan arah arus yang mana pada awalnya arus bergerak dari barat ke timur, kemudian berubah dari timur ke barat kemudian terjadi perubahan menjadi barat ke timur. Penentuan fasies dari tiap sumur dimulai dari sumur BK-212. Secara berurutan dari lapisan paling bawah ke lapisan paling atas diawali dengan lapisan batulempung tebal sisipan batupasir, sehingga fasiesnya yaitu flood plain. Batubara sisipan batupasir dengan fasies swamp. Batulempung tebal sisipan batupasir dengan fasies flood plain. Batubara sisipan batupasir dengan fasies swamp. Batulempung tebal sisipan batupasir dengan fasies flood plain. Batubara sisipan batupasir dengan fasies swamp. Batulempung tebal sisipan batupasir dengan fasies flood plain. Batupasir tebal sisipan batulempung dengan fasies channel. Batupasir tebal perselingan batulempung tebal dengan fasies levee. Sumur BK-209 secara berurutan dari lapisan paling bawah ke lapisan paling atas diawali dengan batulempung tebal sisipan batupasir dengan fasies flood plain. Batubara sisipan batupasir dengan fasies swamp. Batulempung tebal sisipan batupasir dengan fasies flood plain. Batubara sisipan batupasir dengan fasies swamp. Batulempung tebal sisipan batupasir dengan fasies flood plain. Batubara sisipan batupasir dengan fasies swamp. Batulempung tebal sisipan batupasir dengan fasies flood plain. Batubara sisipan batupasir dengan fasies swamp. Sumur BK-227 secara berurutan dari lapisan paling bawah ke lapisan paling atas diawali dengan batulempung tebal sisipan batupasir dengan fasies flood plain. Batubara sisipan batupasir dengan fasies swamp. Batulempung tebal sisipan batupasir dengan fasies flood plain. Batubara sisipan batupasir dengan fasies swamp.
Batulempung tebal sisipan batupasir dengan fasies flood plain. Batubara sisipan batupasir dengan fasies swamp. Batulempung tebal sisipan batupasir dengan fasies flood plain. Batubara sisipan batupasir dengan fasies swamp. Secara keseluruhan didapatkan perubahan fasies dari tiap sumur yaitu perubahan antara flood plain dan swamp yang terjadi secara berulang serta pada bagian paling atas di sumur BK-212 terjadi perubahan menjadi fasies channel dan levee. Perubahan fasies ini terjadi akibat adanya perubahan arah arus, perubahan kekuatan arus dan perubahan jenis dan jumlah suplai sedimen. Sehingga berdasarkan hasil korelasi arah arus dan fasies, didapatkan yang proses kejadian yang diawali dengan arah arus menuju timur, kemudian terjadi perubahan fasies swamp menuju flood plain . kemudian terjadi perubahan arah arus menuju barat sehingga fasiesnya kembali berubah menjadi swamp. Kemudian selanjutnya kembali terjadi perubahan arus menuju timur sehingga kembali ke fasies flood plain dan beralih menjadi channel kemudian levee. Berdasarkan hasil korelasi tersebut dengan fasies swamp, flood plain, channel dan levee, maka dapat diinterpretasikan bahwa berada pada lingkungan pengendapan Trantitional Lower Delta Plain hingga Upper Delta Plain, (Horne, 1978).
Gambar 2.2 Lingkungan Pengandapan Batubara (Horne, 1978)
Gambar 2.3 Lingkungan Pengandapan Uppper Delta Plain (Horne, 1978)
Gambar 2.4 Lingkungan Pengandapan Trantitional Lower Delta Plain (Horne, 1978)
Gambar 2.5 Hasil Korelasi
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan
Datum yang digunakan yaitu datum pada sumur BK 212 pada
kedalaman 75 meter, sumur BK-209 pada kedalaman 58 meter serta sumur BK 227 pada kedalaman 24 meter dengan litologi batubara dengan tebal 19 meter dengan sisipan batuapasir. Terdapat fasies berupa swamp, flood plain, channel dan levee dengan perubahan fasies dimulai dengan perulangan fasies swamp dan flood plain yang kemudian dilanjutkan dengan fasies channel dan levee. Lingkungan pengendapan dari hasil korelasi yaitu Trantitional Lower Delta Plain hingga Upper Delta Plain, (Horne, 1978). 3.2 Saran
Agar seam batubara bias dimanfaatkan dengan mulai dilakukannya
penambangan.