A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Definisi
Kanker serviks atau yang biasa dikenal dengan kanker leher rahim merupakan keganasan yang berasal dari sel serviks. Kanker serviks terjadi ketika sel pada serviks mengalami pertumbuhan yang tidak normal serta menginvasi jaringan atau organ – organ lain disekitar serviks maupun yang jauh (Arisusilo, 2012). Serviks merupakan bagian dari organ reproduksi internal wanita tepatnya sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan terletak diantara rahim (uterus) dengan vagina (Kemenkes RI, 2015). Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviksalis yang disebut squamo-columnar junction (SCJ) (Wiknjosastro, 2008). Kanker serviks merupakan kanker yang disebabkan oleh infeksi virus HPV tipe 16 dan 18. (CDC, 2013). Jadi kesimpulannya, kanker serviks adalah pertumbuhan abnormal pada sel serviks yang bersifat ganas, yang menyerang bagian squamosa columnar junction (SCJ) serviks yang terletak diantara uterus dengan vagina pada organ reproduksi wanita yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV) tipa 16 dan 18. 2. Epidemiologi
Kanker serviks merupakan salah satu kanker penyebab kematian tertinggi pada wanita di dunia. Kanker serviks menduduki peringkat ketiga dari 10 jenis kanker paling banyak pada wanita setelah kanker payudara dan kolorektum (ICO, 2016). Menurut data GLOBOCAN (IARC) tahun 2012 diperkirakan kejadian kasus baru kanker serviks di dunia mencapai 572.624 kasus dengan jumlah kematian mencapai 265.627 jiwa. Pada tahun 2016 di Amerika Serikat tercatat sebanyak 12.990 wanita terdiagnosa kanker serviks dengan angka kematian mencapai 4.217 jiwa. Sementara itu, data tahun 2017 mencatat terdapat 12.820 kasus baru dengan angka kematian mencapai 4.210 jiwa ( American Cancer Society, 2017). Kejadian kanker serviks di negara berkembang dan berpenghasilan menengah kebawah menempati urutan kedua kanker paling banyak pada wanita dan urutan
ketiga penyebab kematian pada wanita (Catarino, et al, 2015). Berdasarkan Information Centre of HPV and Cancer (ICO, 2016) jumlah kejadian kanker serviks di negara berkembang mencapai 444.456 kasus baru dan sebanyak 230.180 kematian tiap tahunnya. Prevalensi kematian akibat kanker serviks di negara berkembang mencapai hampir 87% kasus (IARC, 2012). Berdasarkan estimasi Data Riskesdas 2013 kanker serviks menempati urutan pertama penyakit kanker paling banyak pada wanita Indonesia dengan jumlah 98.692 kasus disusul oleh kanker payudara pada urutan kedua sebanyak 61.682 kasus (Kemenkes RI, 2015). Jumlah wanita di Indonesia yang terdiagnosa kanker serviks mencapai 20.928 dengan angka kematian mencapai 9.498 jiwa setiap tahunnya (ICO, 2016). 3. Etiologi
Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi pada leher rahim yang disebabkan oleh virus HPV tipe onkogenik yang ditularkan melalui hubungan seksual (Petignat, 2007 dalam Swari, 2014). Infeksi dapat terjadi setelah terjadinya lesi squamosa intraephitelial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 10 – 30% wanita pada usia 30 tahun keatas yang telah aktif secara seksual pernah terinfeksi HPV. Presentasi tersebut akan lebih meningkat apabila wanita tersebut memiliki banyak pasangan seksual. Pada umumnya sebagian besar infeksi HPV terjadi tanpa gejala dan bersifat menetap (Kumar, 2007) Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks, antara lain adalah 1. Usia Usia pertama kali melakukan hubungan seksual yang masih relatif muda (dibawah 20 tahun) dapat meningkatkan risiko kejadian kanker serviks. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin muda seorang wanita melakukan hubungan seksual maka semakin tinggi risiko mengalami kanker serviks. Hasil penelitian Sadewa (2014) menunjukkan bahwa sebanyak 90% pasien yang terdiagnosa kanker serviks menikah pada usia ≤ 20 tahun.
2. Paritas Kejadian kanker serviks juga sering ditemukan pada wanita yang sering partus atau melahirkan. Semakin sering partus semakin besar risiko seseorang mengalami kanker serviks. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Reis, et al (2011) menunjukkan bahwa wanita dengan jumlah paritas >3 berisiko mengalami kanker serviks lebih tinggi 9,127 kali dibandingkan dengan wanita dengan paritas ≤3. 3. Merokok Wanita yang merokok berisiko terkena kanker serviks 2 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada lendir serviks wanita perokok mengandung nikotin dan zat tersebut menyebabkan penurunan daya tahan serviks selain merupakan ko-karsinogen infeksi virus (Rasjidi, 2009). 4. Pasangan Seksual Lebih Dari Satu Wanita yang memiliki perilaku seksual dengan sering berganti-ganti pasangan seks dapat meningkatkan penularan penyakit kelamin. Risiko mengalami kanker serviks pada wanita yang sering berganti-ganti pasangan seks akan meningkat 10 kali lipat (American Cancer Society, 2017). 5. Penggunaan Kontrasepsi Oral Jangka Panjang Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka panjang (lebih dari 5 tahun) seperti konsumsi pil KB dapat meningkatkan risiko kanker serviks 1-2 kali terutama pada wanita yang positif terinfeksi HPV (American Cancer Society, 2017). 6. Personal Hygiene Personal hygiene terutama perawatan kebersihan alat kelamin yang kurang dapat meningkatkan risiko kejadian kanker serviks. Hasil penelitian Indrawati dan Fitriyani (2012) menunjukkan personal hygiene yang kurang baik berisiko mengalami kanker serviks 19,386 kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang memiliki personal hygiene yang baik. 7. Diet Seseorang yang melakukan diet ketat dengan konsumsi vitamin A, C dan E yang rendah dapat mengurangi tingkat kekebalan tubuh yang berakibat
mudahnya seseorang terinfeksi (Arisusilo, 2012). Beberapa penelitian menyebutkan bahwa defisiensi asam folat, zat besi, dan beta karoten dapat meningkatkan risiko kanker serviks (Sukaca, 2009). 8. Gangguan system kekebalan tubuh Wanita yang mengalami immunocompromised (penurunan imunitas tubuh) seperti pasien transplantasi ginjal dan AIDS dapat mempercepat perkembangan sel kanker dari non-invasif menjadi invasif (American Cancer Society, 2017) 9. Riwayat Kanker Serviks Pada Keluarga Seorang wanita yang memiliki saudara kandung atau ibu dengan kanker serviks, berisiko mengalami kanker serviks 2–3 kali lebih besar dibandingkan dengan orang normal. Hasil penelitian menduga hal tersebut disebabkan berkurangnya kemampuan untuk melawan infeksi HPV (American Cancer Society, 2017) 10. Status Ekonomi Wanita dengan status ekonomi yang rendah tidak mampu memperoleh pelayanan kesehatan yang baik seperti pap smear atau melakukan vaksinasi HPV. Hal ini menyebabkan mereka tidak dapat melakukan skrining atau deteksi
dini
kanker
serviks
maupun
tidak
mampu
melakukan
penatalaksanaan pre-kanker (American Cancer Society, 2017). 4. Patofisiologi Terjadinya kanker serviks disebabkan oleh infeksi HPV yang onkogenik umumnya adalah HPV tipe 16 dan 18 (Dethan, 2015). Risiko terinfeksi HPV dapat meningkat pada wanita yang telah melakukan aktivitas seksual. Pada umumnya, infeksi virus ini akan menghilang dengan sendirinya, namun apabila infeksi bersifat persisten akan menyebabkan integrasi genom dari virus ke dalam genom sel serviks. Akibatnya pertumbuhan sel dan ekspresi onkoprotein E6 atau E7 yang bertanggung jawab terhadap perubahan maturasi dan diferensiasi dari epitel serviks menjadi tidak normal atau disebut dengan mutasi sel (Nurwijaya, 2010). Terjadinya mutasi sel inilah berkembang menjadi kanker serviks. Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya perubahan displasia yang perlahan - lahan menjadi progresif. Displasia
ini dapat muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan hormon. Dalam jangka waktu 7 – 10 tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk preinvasif berkembang menjadi invasif pada stroma serviks dengan adanya proses keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria. Karsinoma serviks dapat meluas ke arah segmen bawah uterus dan kavum uterus. Penyebaran kanker ditentukan oleh stadium dan ukuran tumor, jenis histologik dan ada tidaknya invasi ke pembuluh darah, anemis hipertensi dan adanya demam. Penyebaran dapat pula melalui metastase limpatik dan hematogen. Bila pembuluh limfe terkena invasi, kanker dapat menyebar ke pembuluh getah bening pada servikal dan parametria, kelenjar getah bening obtupator, iliaka eksterna dan kelenjar getah bening hipogastrika. Dari sini tumor menyebar ke kelenjar getah bening iliaka komunis dan pada aorta. Secara hematogen, tempat penyebaran terutama adalah paru-paru, kelenjar getah bening mediastinum dan supravesikuler, tulang, hepar, empedu, pankreas dan otak (Prayetni, 1997). (WOC terlampir) 5. Klasifikasi Stadium kanker adalah cara bagi paramedis untuk merangkum seberapa jauh kanker telah menyebar. Salah satu cara yang digunakan pada umumnya untuk memetakan stadium kanker serviks yaitu sistem FIGO (Federasi Internasional Ginekologi dan Obstetri). Berdasarkan Federation of International Gynecology and Obsetrics (FIGO) tahun 2009 stadium klinis karsinoma serviks terbagi atas: Stadium
Deskripsi
1 Stadium 0
2 Karsinoma insitu, karsinoma intra-ephitelial. Tumor masih dangkal, hanya tumbuh di lapisan sel serviks
Stadium I IA
Kanker telah tumbuh dalam serviks. Kanker invasive ditemukan hanya secara mikroskopik. Kedalamannya 5 mm dan besarnya kurang dari 7 mm
IA 1
Invasi stromal sedalam <3 mm dan lebar <7 mm
IA 2 IB
Invasi ke stroma sedalam 3-5 mm dengan lebar <7 mm Lesi klinis masih pada serviks atau lesi mikroskopik lebih besar dari lesi stadium IA Kanker serviks dapat dilihat dengan mata telanjang. Ukuran tidak lebih dari 4 cm
IB 1 IB 2 Stadium II IIA
Kanker serviks dapat dilihat dengan mata telanjang. Ukuran lebih besar dari 4 cm Kanker telah menginvasi melewati serviks namun tidak sampai pada dinding pelvis atau 1/3 bawah vagina Kanker meluas sampai 2/3 atas vagina, tanpa invasi parametrial
IIA 1
Tumor yang terlihat secara klinis <4 cm. Meluas hingga 2/3 bagian atas vagina
IIA 2
Tumor yang terlihat secara klinis >4 cm namun tidak sampai masuk dinding pelvis. Kanker telah menyebar ke jaringan sekitar vagina dan serviks, namun belum sampai ke dinding panggul
IIB Stadium III
Kanker meluas sampai ke dinding pelvis dan/atau mencapai 1/3 bawah dinding vagina dana tau menyebabkan hidronefrosis atau penurunan fungsi ginjal
III A
Tumor meluas sampai 1/3 bawah vagina namun tanpa ekstensi ke dinding pelvis
IIIB
Meluas sampai dinding pelvis atau menyebabkan obstruksi uropati.
Stadium IV IVA
Pada stadium ini, kanker telah menyebar ke pelvis, kandung kemih, atau rectum.
IVB
Metastase ke organ yang lebih jauh.
Kanker telah menyebar ke organ terdekat, seperti kandung kemih dan rectum
6. Manifestasi Klinis Pada fase prakanker (tahap displasia), sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas. Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut : a. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. b. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal. c. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan dan berbau busuk. d. Bisa terjadi hematuria karena infiltrasi kanker pada traktus urinarius. e. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis. f. Kelemahan pada ekstremitas bawah.
g. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi infiltrasi kanker pada serabut saraf lumbosakral. h. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rektum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh. 7. Pemeriksaan Fisik a.
Inspeksi 1) Perdarahan vagina 2) Keputihan berwarna putih atau purulen yang berbau dan tidak gatal 3) Adanya bau busuk yang khas 4) Raut wajah pucat 5) Ekspresi wajah meringis dan posisi tubuh menahan nyeri 6) Tanda-tanda anemia 7) Hematuri 8) Bila tumor tumbuh eksofitik maka terlihat lesi pada porsio atau sudah sampai vagina
b. Palpasi 1)
Nyeri tekan pada abdomen
2)
Serviks dapat teraba membesar, ireguler, teraba lunak
3)
Nyeri punggung bawah
4)
Obstruksi ureter, periksa hidronefrosis dengan tes balotemen
5)
Palpasi fundus arteri
6)
Perubahan denyut nadi
7)
Perubahan tekanan darah
8)
Peningkatan suhu tubuh
8. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang a. Pap Smear Test Pap smear dapat dilakukan di RS, klinik dokter kandungan ataupun laboratorium. Prosedurnya cepat (hanya memerlukan waktu beberapa
menit) dan tidak menimbulkan rasa sakit. Test Pap smear dapat dilakukan bila tidak dalam keadaan haid ataupun hamil. Untuk hasil terbaik, sebaiknya tidak berhubungan intim minimal 3 hari sebelum pemeriksaan. Pap smear merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim. Test ini mendeteksi adanya perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu suatu pemeriksaan dengan mengambil cairan pada leher rahim dengan spatula kemudian dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop. Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker serviks. Jika ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan pemeriksaan standar berupa kolposkopi b. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) Untuk deteksi dini kanker serviks, selain test Pap Smear, metoda lain yang dapat menjadi pilihan adalah IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat). IVA digunakan untuk mendeteksi abnormalitas sel serviks setelah mengoleskan larutan asam asetat (asam cuka3-5%) pada leher rahim. Asam asetat menegaskan dan menandai lesi pra-kanker dengan perubahan warna agak keputihan (acetowhite change). Hasilnya dapat diketahui saat itu juga atau dalam waktu 15 menit.
c. Servikografi Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa ekstensi 50 mm. Servikografi dapat digunakan sebagai metode yang baik untuk skrining massal, lebih-lebih di daerah di mana tidak ada seorang spesialis sitologi, maka kombinasi servikogram dan kolposkopi sangat membantu dalam deteksi kanker serviks. c. Gineskopi Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran 2,5 x dapat digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi. Biopsi atau pemeriksaan kolposkopi dapat segera disarankan bila tampak daerah berwarna putih dengan pulasan asam asetat. Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 84% dan 87% dan negatif palsu sebanyak 12,6% dan positif palsu 16%.
d. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT) Penanda tumor adalah suatu substansi yang dapat diukur secara kuantitatif dalam kondisi prakanker maupun kanker. Salah satu PT yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya perkembangan kanker serviks adalah CEA (Carcino Embryonic Antigen) dan HCG (Human Chorionic Gonadotropin). Kadar CEA abnormal adalah > 5 µL/ml, sedangkan kadar HCG abnormal adalah > 5ηg/ml. HCG dalam keadaan normal disekresikan oleh jaringan plasenta dan mencapai kadar tertinggi pada usia kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat dideteksi melalui pemeriksaan darah dan urine. e. Biopsy Kerucut Biopsy Kerucut adalah mengambil tonjolan jaringan serviks yang lebih besar untuk penelitian apakah ada atau tidak kanker invasive. f. MRI /CT scan abdomen atau pelvis MRI/CT scan abdomen atau pelvis digunakan untuk menilai penyebaran lokal dari tumor dan atau terkenanya nodus limfa regional. g. Tes Schiller Tes Schiller dilakukan dengan cara serviks diolesi dengan larutan yodium, sel yang sehat warnanya akan berubah menjadi coklat sedangkan sel yang abnormal warnanya menjadi putih atau kuning. h. Pemeriksaan darah lengkap Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi pendarahan yang terjadi pada penderita kanker serviks dengan mengukur kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit dan kecepatan pembekuan darah yang berlangsung dalam sel-sel tubuh. 9. Kriteria Diagnosis Interpretasi sitologi yang dapat menunjang diagnosis kanker serviks : a. Hasil pemeriksaan negatif Tidak ditemukan sel ganas. Ulangi pemeriksaan sitologi dalam 1 tahun lagi. b. Inkonklusif Sediaan tidak memuaskan. Bisa disebabkan fiksasi tidak baik. Tidak ditemukan sel endoserviks, gambaran sel radang yang padat menutupi sel.
Ulangi pemeriksaan sitologi setelah dilakukan pengobatan radang dan sebagainya. c. Displasia Terdapat sel - sel diskariotik pada pemeriksaan mikroskopik. Derajat ringan, sedang, sampai karsinoma in situ. Diperlukan konfirmasi dengan kolposkopi dan biopsi. Dilakukan penangan lebih lanjut dan harus diamati minimal 6 bulan berikutnya. d. Hasil pemeriksaan positif Terdapat sel - sel ganas pada lapisan epitel serviks melalui pengamatan mikroskopik. Harus dilakukan biopsi untuk memperkuat diagnosis. Penanganan harus dilakukan di rumah sakit rujukan dengan seorang ahli onkologi. 10. Penatalaksanaan Menurut Mansjoer (2007) di bawah ini adalah klasifikasi penatalaksanaan medis secara umum berdasarkan stadium kanker serviks : Stadium
Penatalaksanaan
0
Biopsi kerucut, Histerektomi transvaginal
Ia
Biopsi kerucut, Histerektomi transvaginal
Ib,Iia
Histerektomi limfadenektomi
radikal panggul
dengan dan
evaluasi
kelenjar limfe paraaorta (bila terdapat metastasis dilakukan radioterapi pasca pembedahan IIb, III, IV
Histerektomi transvaginal
a. Penanganan Nonbedah Kanker Serviks Apabila kanker termasuk lesi intra-epitel skuamosa tingkat rendah (LGSIL) atau lesi intra-epitel skuamosa tingkat tinggi (LGSIT) ditemukan melalui kolposkopi
dan
biopsy,
pengangkatan
nonbedah
memungkinkan untuk dilakukan (Smeltzer dan Bare, 2002). 1) Krioterapi Pembekuan dengan oksida nitrat.
konservatif
2) Terapi laser Sebuah sinar laser digunakan untuk membakar sel-sel atau menghapus sebagian kecil dari jaringan sel rahim untuk dipelajari. Pembedahan laser hanya digunakan sebagai pengobatan untuk kanker serviks prainvasif (stadium 0). b. Pembedahan untuk Kanker Serviks Menurut Smeltzer dan Bare (2002), apabila pasien mempunyai kanker serviks invaasif, radiasi atau histerektomi radikal atau keduanya dapat dpilih. Bedah radikal disarankan ketika pasien tidak dapat menahan efek radiasi atau mempunyai kanker yang resisten terhadap radiasi. Prosedur bedah yang mungkin dilakukan sebagai berikut: 1)
Histerektomi Histerektomi sederhana: Rahim diangkat, tetapi tidak mencakup jaringan yang berada di dekatnya. Baik vagina maupun kelenjar getah bening panggul tidak diangkat. Rahim dapat diangkat dengan cara operasi di bagian depan perut (perut) atau melalui vagina. Setelah operasi ini, seorang wanita tidak bisa menjadi hamil. Histerektomi digunakan untuk mengobati beberapa kanker serviks stadium awal (I). Hal ini juga digunakan untuk stadium pra-kanker serviks (o), jika sel-sel kanker ditemukan pada batas tepi konisasi. Histerektomi radikal dan diseksi kelenjar getah bening panggul: pada operasi ini, dokter bedah akan mengangkat seluruh rahim, jaringan di dekatnya, bagian atas vagina yang berbatasan dengan leher rahim, dan beberapa kelenjar getah bening yang berada di daerah panggul. Operasi ini paling sering dilakukan melalui pemotongan melalui bagian depan perut dan kurang sering melalui vagina. Setelah operasi ini, seorang wanita tidak bisa menjadi hamil. Sebuah histerektomi radikal dan diseksi kelenjar getah bening panggul adalah pengobatan yang umum digunakan untuk kanker serviks stadium I, dan lebih jarang digunakan pada beberapa kasus stadium II, terutama pada wanita muda.
2)
Ekstenterasi Panggul
Pengangkatan organ-organ pelvis, termasuk nodus limfe kandung kemih dan rectum serta konstruksi conduit diversional, kolostomi dan vagina. 3)
Cryosurgery Sebuah probe metal yang didinginkan dengan nitrogen cair dimasukkan ke dalam vagina dan pada leher rahim. Ini membunuh sel-sel abnormal dengan cara membekukan mereka. Cryosurgery digunakan untuk mengobati kanker serviks yang hanya ada di dalam leher rahim (stadium 0), tapi bukan kanker invasif yang telah menyebar ke luar leher rahim.
4)
Konisasi Sepotong jaringan berbentuk kerucut akan diangkat dari leher rahim. Hal ini dilakukan dengan menggunakan pisau bedah atau laser tau menggunakan kawat tipis yang dipanaskan oleh listrik. Pendekatan ini dapat digunakan untuk menemukan atau mengobati kanker serviks tahap awal (0 atau I). Hal ini jarang digunakan sebagai satu-satunya pengobatan kecuali untuk wanita dengan kanker serviks stadium dini yang mungkin ingin memiliki anak. Setelah biopsi, jaringan (berbentuk kerucut) diangkat untuk diperiksa di bawah mikroskop. Jika batas tepi dari kerucut itu mengandung kanker atau pra-sel kanker, pengobatan lebih lanjut akan diperlukan untuk memastikan bahwa seluruh sel-sel kankernya telah diangkat.
5)
Trachelektomi Sebuah
prosedur
yang
disebut
trachelectomy
radikal
memungkinkan wanita muda tertentu dengan kanker stadium awal untuk dapat diobati dan masih dapat mempunyai anak. Metode ini melibatkan pengangkatan serviks dan bagian atas vagina dan meletakkannya pada jahitan berbentuk seperti kantong yang bertindak sebagai pembukaan leher rahim di dalam rahim. Kelenjar getah bening di dekatnya juga diangkat. Operasi ini dilakukan baik melalui vagina ataupun perut. Setelah operasi ini, beberapa wanita
dapat memiliki kehamilan jangka panjang dan melahirkan bayi yang sehat melalui operasi caesar. Risiko kanker kambuh kembali sesudah pendekatan ini cukup rendah. c. Radioterapi untuk Kanker Serviks Radioterapi adalah pengobatan dengan sinar berenergi tinggi (seperti sinar-X) untuk membunuh sel-sel kanker ataupun menyusutkan tumornya. Sebelum radioterapi dilakukan, biasanya pasien akan menjalani pemeriksaan darah untuk mengetahui apakah menderita anemia. Penderita kanker serviks yang mengalami perdarahan pada umumnya menderita anemia. Untuk itu, transfusi darah mungkin diperlukan sebelum radioterapi dijalankan. Pada kanker serviks stadium awal, biasanya dokter akan memberikan radioterapi (external maupun internal). Kadang radioterapi juga diberikan sesudah pembedahan. Akhir-akhir ini, dokter seringkali melakukan kombinasi terapi (radioterapi dan kemoterapi) untuk mengobati kanker serviks yang berada antara stadium IB hingga IVA. Radioterapi eksternal berarti sinar X diarahkan ke tubuh (area panggul) melalui sebuah mesin besar. Sedangkan radioterapi internal berarti suatu bahan radioaktif ditanam ke dalam rahim/leher rahim selama beberapa waktu untuk membunuh sel-sel kankernya. Salah satu metode radioterapi internal yang sering digunakan adalah brachytherapy. Pengobatan yang ini cukup sukses untuk mengatasi keganasan di organ kewanitaan. Baik radium dan cesium telah digunakan sebagai sumber radioaktif untuk memberikan radiasi internal. Selain itu terdapat pengobatan dengan HDR (high dose rate) brachytherapy yang diberikan hanya dalam hitungan menit. Untuk mencegah komplikasi potensial dari HDR brachytherapy, maka biasanya HDR brachytherapy diberikan dalam beberapa insersi. Untuk pasien kanker serviks, standar perawatannya adalah 5 insersi. Waktu dimana aplikator berada di saluran kewanitaan (vagina, leher rahim dan/atau rahim) untuk setiap insersi adalah sekitar 2,5 jam. Keuntungan HDR brachytherapy adalah antara lain: pasien cukup rawat jalan,
ekonomis, dosis radiasi bisa disesuaikan, tidak ada kemungkinan bergesernya aplikator. d. Kemoterapi untuk Kanker Serviks Kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Biasanya obat-obatan diberikan melalui infuse ke pembuluh darah atau melalui mulut. Setelah obat masuk ke aliran darah, mereka menyebar ke seluruh tubuh. Kadang-kadang beberapa obat diberikan dalam satu waktu. e. Manajemen Nyeri Kanker Berdasarkan kekuatan obat anti nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat, yaitu : 1) Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain Asetaminofen, OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid). 2) Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok opioid ringan seperti kodein dan tramadol. 3) Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid kuat seperti morfin dan fentanil. 11. Komplikasi a. Langsung Yang berhubungan dengan penyakitnya, dapat berupa : 1) Obstruksi ileus (penyumbatan usus) 2) Vesikovaginal fistel (lubang di antara saluran kencing dan vagina) 3) Obstruksi ureter (penyumbatan pada saluran kencing) 4) Hidronefrosis (pembengkakan ginjal) 5) Infertil 6) Gagal ginjal 7) Pembentukan fistula 8) Anemia 9) Infeksi sistemik 10) Trombositopenia b. Tidak Langsung Yang berhubungan dengan tindakan dan pengobatan:
1) Operasi : perdarahan, infeksi, luka pada saluran kencing, kandung kemih maupun usus 2) Radiasi : berak darah, hematuria (kencing darah), cystitis radiasi (infeksi saluran kencing karena efek radiasi) 3) Kemoterapi : mual muntah, diare, alopesia (kebotakan), BB turun, borok pada daerah bekas suntikan. 12. Pencegahan Kanker stadium dini (karsinoma in situ) sangat susah dideteksi karena belum menimbulkan gejala yang khas dan spesifik, kematian pada kasus kanker serviks terjadi karena sebagian besar penderita yang berobat sudah berada dalam stadium lanjut. Cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah kanker ini adalah bentuk skrining yang dinamakan Pap Smear dan skrining ini sangat efektif. Ada beberapa protokol skrining yang bisa ditetapkan bersama - sama sebagai salah satu upaya deteksi dini terhadap perkembangan kanker serviks, beberapa di antaranya : a.
Skrining awal Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan seksual (vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya tidak kurang dari 21 tahun saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks berasal lebih banyak dari lesi prekursornya yang berhubungan dengan infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang akan berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan biasanya sangat jarang pada wanita di bawah usia 19 tahun.
b.
Pemeriksaan DNA HPV Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap’s smear negatif disertai DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30 tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda. Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang ditemukan kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang
persisten. Apabila ini dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks. c.
Skrining dengan Thinrep/Liquid-Base Method Disarankan untuk wanita di bawah 30 tahun yang berisiko dan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan setiap 1 - 3 tahun. Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali pemeriksaan berturutturut dengan hasil negatif.
13. Prognosis Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respon terhadap pengobatan, 95 % mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki risiko tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi karena lewat deteksi dini, perkembangan kanker seviks dapat diobati dengan radioterapi. Ada beberapa faktor yang menentukan prognosis dalam angka kejadian kanker serviks, antara lain : usia penderita, keadaan umum, tingkat klinis keganasan, ciri - ciri histologik sel kanker, kemampuan tim kesehatan dan sarana pengobatan yang tersedia (Mansjoer, 2005) Stadium
Penyebaran kanker serviks
Harapan Hidup 5 Tahun (%)
0
Karsinoma insitu
100
I
Terbatas pada uterus
85
II
Menyerang luar uterus tetapi meluas ke
60
dinding pelvis III
Meluas ke dinding pelvis dan atau sepertiga
33
bawah vagina atau hidronefrosis IV
Menyerang mukosa kandung kemih atau rektum atau meluas keluar pelvis sebenarnya
7
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian 1.1 Identitas Pasien Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, dan diagnosa medis. 1.2 Riwayat Kesehatan 1.2.1
Keluhan Utama Keluhan yang paling dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian. Pasien dengan kanker serviks biasanya mengeluh gangguan pada menstruasi, keputihan dan perdarahan pada vagina di luar masa haid, sakit perdarahan sewaktu melakukan hubungan seks, dan adanya infeksi pada saluran dan kandung kemih.
1.2.2
Riwayat Kesehatan Sekarang Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan yang ada pada keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya ?
1.2.3
Riwayat Kesehatan Dahulu Perlu ditanyakan pada pasien dan keluarga, apakah pasien pernah mengalami hal yang demikian dan perlu ditanyakan juga apakah pasien pernah menderita penyakit infeksi.
1.2.4
Riwayat Kesehatan Keluarga Perlu ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit seperti ini atau penyakit menular lain.
1.3 Pola Fungsional Kesehatan Gordon a. Pemeliharaan dan persepsi kesehatan. Kemungkinan pasien belum mengetahui penyebab dari keluhan utama yang dirasakan pasien, belum mengetahui terkait pengobatan dan prosedur pengobatan. Kanker serviks dapat diakibatkan oleh higiene yang kurang baik pada daerah kewanitaan. Kebiasaan menggunakan bahan pembersih vagina yang mengandung zat-zat kimia juga dapat mempengaruhi terjadinya kanker serviks.
Masalah yang mungkin muncul: Defisiensi Pengetahuan b. Pola nutrisi dan metabolik Kaji kebiasan makan, jumlah makanan, tipe dan banyaknya makanan dan minuman. Faktor-faktor pencernaan seperti nafsu makan, ketidak nyamanan rasa dan bau, gigi dan bau mukosa mulut,mual atau muntah, pembatasan makanan dan alergi makanan. Faktor yang berkaitan dengan aktifitas, penyakit, dan stres. Pada pasien dengan kanker serviks biasanya pasien mengalami penurunan nafsu makan, ketidaknyamanan bau dan rasa, bau mukosa mulut, mengalami mual dan muntah akibat efek samping kemoterapi. Masalah yang mungkin muncul : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. c. Pola eliminasi Kaji kebiasan pola buang air besar dan buang air kecil pasien seperti frekuensi, jumlah, warna, bau, konsistensi dan nyeri. Pada pasien kanker serviks dapat terjadi inkontinensia urine akibat dari uterus yang menekan kandung kemih. Dapat pula terjadi disuria serta hematuria. Selain itu bisa juga terjadi inkontinensia alvi akibat dari peningkatan tekanan otot abdominal. d. Pola aktivitas dan latihan Kaji apakah penyakit mempengaruhi pola aktivitas dan latihan. Dengan skor kemampuan perawatan diri (0= mandiri, 1= alat bantu, 2= dibantu orang lain, 3= dibantu orang lain dan alat, 4= tergantung total). Kaji apakah klien mengalami sesak napas saat beraktivitas. e. Pola istirahat dan tidur Kaji kebiasan tidur pasien sehari-hari seperti jumlah waktu tidur, jam tidur dan bangun. Penggunaan obat-obatan untuk mempermudah tidur, gejala dari perubahan pola tidur, faktor-faktor yang mempengaruhi misalnya nyeri. Kemungkinan pasien dengan kanker serviks mengalami gangguan pada pola istirahat dan tidur akibat progresivitas dari kanker serviks f. Pola kognitif – perseptual
Kaji gambaran pengindraan khusus : penglihatan, pendengaran, rasa, sentuh, dan bau. Penggunaan alat bantu seperti kaca mata dan alat bantu dengar. Persepsi akan kenyamanan atau nyeri dan kemampuan membuat keputusan. Pada pasien dengan kanker serviks biasanya pasien akan mengalami nyeri yang lama lebih dari 6 bulan. Masalah yang mungkin muncul : Nyeri kronik g. Pola persepsi dan konsep diri Pada pasien dengan kanker serviks kadang pasien merasa malu terhadap orang sekitar karena mempunyai penyakit kanker serviks, akibat dari persepsi yang salah dari masyarakat. Dimana salah satu etiologi dari kanker serviks adalah akibat dari sering berganti – ganti pasangan seksual. Masalah yang mungkin muncul: Gangguan citra tubuh h. Pola seksualitas dan reproduksi Kaji apakah terdapat perubahan pola seksulitas dan reproduksi pasien selama pasien menderita penyakit ini. Pada pola seksualitas pada pasien kanker serviks biasanya akan terganggu akibat dari rasa nyeri yang selalu dirasakan pada saat melakukan hubungan seksual (dispareuni) serta adanya perdarahan setelah berhubungan. Serta keluar cairan encer (keputihan) yang berbau busuk dari vagina. Masalah yang mungkin muncul : Resiko perdarahan i. Pola manajemen koping stress Kaji bagaimana pasien mengatasi masalah-masalahnya. Bagaimana manajemen koping pasien. Apakah pasien dapat menerima kondisinya setelah sakit. j. Pola peran – hubungan Bagaimana pola peran hubungan pasien dengan keluarga atau lingkungan sekitarnya. Apakah penyakit ini dapat mempengaruhi pola peran dan hubungannya. Pasien dengan kanker serviks harus mendapatkan dukungan dari suami serta orang – orang terdekatnya karena itu akan mempengaruhi kondisi kesehatan pasien. Biasanya
koping keluarga akan melemah ketika dalam anggota keluarganya ada yang menderita penyakit kanker serviks. k. Pola keyakinan dan nilai Kaji apakah penyakit pasien mempengaruhi pola keyakinan dan nilai yang diyakini. 1.4 Pemeriksaan Fisik l. Inspeksi 1) Perdarahan vagina 2) Keputihan berwarna putih atau purulen yang berbau dan tidak gatal 3) Adanya bau busuk yang khas 4) Raut wajah pucat 5) Ekspresi wajah meringis dan posisi tubuh menahan nyeri 6) Tanda-tanda anemia 7) Hematuri 8) Bila tumor tumbuh eksofitik maka terlihat lesi pada porsio atau sudah sampai vagina m. Palpasi 1) Nyeri tekan pada abdomen 2) Serviks dapat teraba membesar, ireguler, teraba lunak 3) Nyeri punggung bawah 4) Obstruksi ureter, periksa hidronefrosis dengan tes balotemen 5) Palpasi fundus arteri 6) Perubahan denyut nadi 7) Perubahan tekanan darah 8) Peningkatan suhu tubuh 1.5 Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang a. Pap Smear Test Pap smear dapat dilakukan di RS, klinik dokter kandungan ataupun laboratorium. Prosedurnya cepat (hanya memerlukan waktu beberapa menit) dan tidak menimbulkan rasa sakit. Test Pap smear dapat dilakukan bila tidak dalam keadaan haid ataupun hamil. Untuk hasil terbaik, sebaiknya tidak berhubungan intim minimal 3 hari sebelum
pemeriksaan. Pap smear merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim. Test ini mendeteksi adanya perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu suatu pemeriksaan dengan mengambil cairan pada leher rahim dengan spatula kemudian dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop. Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker serviks. Jika ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan pemeriksaan standar berupa kolposkopi b. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) Untuk deteksi dini kanker serviks, selain test Pap Smear, metoda lain yang dapat menjadi pilihan adalah IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat). IVA digunakan untuk mendeteksi abnormalitas sel serviks setelah mengoleskan larutan asam asetat (asam cuka3-5%) pada leher rahim. Asam asetat menegaskan dan menandai lesi pra-kanker dengan perubahan warna agak keputihan (acetowhite change). Hasilnya dapat diketahui saat itu juga atau dalam waktu 15 menit. n. Servikografi Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa ekstensi 50 mm. Servikografi dapat di-gunakan sebagai metoda yang baik untuk skrining massal, lebih-lebih di daerah di mana tidak ada seorang spesialis sitologi, maka kombinasi servikogram dan kolposkopi sangat membantu dalam deteksi kanker serviks. o. Gineskopi Gineskopi
menggunakan
teleskop
monokuler,
ringan
dengan
pembesaran 2,5 x dapat digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi. Biopsi atau pemeriksaan kolposkopi dapat segera disarankan bila tampak daerah berwarna putih dengan pulasan asam asetat. Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 84% dan 87% dan negatif palsu sebanyak 12,6% dan positif palsu 16%. p. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT) Penanda tumor adalah suatu suatu substansi yang dapat diukur secara kuantitatif dalam kondisi prakanker maupun kanker. Salah satu PT yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya perkembangan kanker
serviks adalah CEA (Carcino Embryonic Antigen) dan HCG (Human Chorionic Gonadotropin). Kadar CEA abnormal adalah > 5 µL/ml, sedangkan kadar HCG abnormal adalah > 5ηg/ml. HCG dalam keadaan normal disekresikan oleh jaringan plasenta dan mencapai kadar tertinggi pada usia kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat dideteksi melalui pemeriksaan darah dan urine. q. Biopsy Kerucut Biopsy Kerucut adalah mengambil tonjolan jaringan serviks yang lebih besar untuk penelitian apakah ada atau tidak kanker invasive. r. MRI /CT scan abdomen atau pelvis MRI/CT scan abdomen atau pelvis digunakan untuk menilai penyebaran lokal dari tumor dan atau terkenanya nodus limfa regional. s. Tes Schiller Tes Schiller dilakukan dengan cara serviks diolesi dengan larutan yodium, sel yang sehat warnanya akan berubah menjadi coklat sedangkan sel yang abnormal warnanya menjadi putih atau kuning. t. Pemeriksaan darah lengkap Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi pendarahan yang terjadi pada penderita kanker serviks dengan mengukur kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit dan kecepatan pembekuan darah yang berlangsung dalam sel-sel tubuh. 2. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri Kronik berhubungan dengan tumor infiltrasi (kanker serviks) ditandai dengan melaporkan nyeri secara verbal, mengekspresikan nyeri (meringis) b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat (mual akibat kemoterapi) ditandai dengan penurunan berat badan lebih dari 20%, penurunan nafsu makan. c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit (kanker serviks) ditandai dengan kehilangan bagian tubuh (uterus), mengubah gaya hidup (yang berhubungan dengan seksualitas)
d. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang paparan informasi terkait penatalaksanaan kanker serviks (kemoterapi) ditandai dengan menyertakan tidak mengetahui tentang pengobatan kemoterapi dan menunjukkan perilaku yang tidak sesuai (gelisah) dan tidak mengikuti pengobatan secara akurat. e. PK Anemia
DAFTAR PUSTAKA American Cancer Society. (2017). Cancer Facts & Figures 2017. Atlanta : American Cancer Society. American Cancer Society. (2017). What Are The Risk Factor For Cervical Cancer ?. Retrived from : https://www.cancer.org/cancer/cervical-cancer/causesrisks-prevention/risk-factors.html Aranda. S, et al. (2011). Impact of a novel nurse-led prechemotherapy education intervention (ChemoEd) on patient distress, symptom burden, and treatmentrelated information and support needs: results from a randomised, controlled trial. (Hal 1-10) Arisusilo, C. (2012). Kanker Leher Rahim (Cancer Cervix) Sebagai Pembunuh Wanita Terbanyak Di Negara Berkembang. Sainstis. Volume 1, Nomor 1. Barry j.Beaty and William C.Marquardt. (1996). The Biology of Disease Vector. University Press of Colorado. Bell Kay, & Harrold k. (2012). Benefits of attending nurse-led pre-chemotherapy group sessions. Vol 12 (1). Cancer Nursing practice. Page 27-31 Centers for Diseases Control and Prevention (CDC). (2013). Cervical Cancer Statistic. Retrived from : https://www.cdc.gov/cancer/cervical/statistics/ . Cullati S, Charvet Berard AI, Perrieger TV. (2009). Cancer Screening in a Middle Aged General Population: Factor Associated with Practices and Attitudes. BMC Publik Health Desen, Wan. (2008). Onkologi Klinis. Edisi 2. Jakarta: FKUI Dochterman, Joanne M. & Bulecheck, Gloria N. (2004). Nursing Interventions Classification : Fourth Edition. United States of America : Mosby. Female Cancer Program Foundation. (2009). Indonesia: Mutual Enthusiasm About Working
Together.
Available
form:
URL:
http://www.femalecancerprogram.org/FCP/whoareourpartners/Indonesia/def ault Fitri Fauziah & Julianty Widuri. (2007). Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press). Garcia.
(2007).
Cervical
Cancer.
Available
URL:http//emedecine.medscape.com/article/253513-overview
form:
ICO Information Centre on HPV and Cancer (HPV Information Centre). (2016). Indonesia : Human Papillomavirus and Related Cancer , Fact Sheet 2016. Retrived from : http://www.hpvcentre.net/statistics/reports/XWX.pdf International Agency for Research on Cancer (IARC). (2012). GLOBOCAN 2012: Estimated cancer incidence, mortality, and prevalence worldwide in 2012. Retrived from : http://globocan.iarc.fr/Pages/fact_sheets_population.aspx. Keliat. B.A. (1998). Penatalaksanaan Stres. Jakarta: EGC. Kementerian Kesehatan RI. (2015). Pusat Data & Informasi Situasi Penyakit Kanker di Indonesia. Jakarta : Pusat Data & Informasi Kemenkes RI Kumar, S. & Pandey, A. (2013). Chemistry and Biological Activities of Flavonoids: An Overview, The ScientificWorld Journal. (1-16) Mansjoer, A. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid Satu. Edisi Ketiga, Jakarta: Media Aesculapius FKUI. Moorhead, Sue et al. (2008). Nursing Outcomes Classification : Fourth Edition. United States of America : Mosby NANDA International. (2011). Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC Nevid, Jeffrey S dkk. (2003). Psikologi Abnormal Edisi Kelima. Jilid 1. Jakarta: Erlangga Pellowski, Anne. (1977). The World of Storytelling. New York: R.K. Broker PERABOI, (2002). Protokol Penatalaksanaan Kanker Payudara Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (PERABOI) 2002. http://www.gatra.com. Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC Putri, Henny. (2009). Manajemen Karsinoma Serviks. Yogyakarta: Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UGM Rasjidi Imam. (2008). Manual Prakanker Serviks. Ed 1th. Jakarta: Sagung Seto Smeltzer, S. dan Bare, B. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Volume 2. Edisi 8, Jakarta: EGC Sukardja, I.D.G. (2000). Onkologi Klinik. Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press. Wiknjosastro, H. (2007). Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CA CERVIX DI RUANGAN CEMPAKA 2 GYNEKOLOGI RSUP SANGLAH DENPASAR
OLEH: NI MADE DIAN DARMALINI NIM : 1402105011
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
2018