Lp Tumbang Keluarga.docx

  • Uploaded by: Teru Teru Bozu
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Tumbang Keluarga.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,331
  • Pages: 23
STASE KEPERAWATAN KELUARGA LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN J DI PUSKESMAS PANDAK 1 BANTUL YOGYAKARTA

Pembimbing Akademik : Dewi Utari, MNS

Disusun Oleh : MIRA PUSPITA SARI 183203031

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN XIII FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA 2018

LEMBAR PENGESAHAN STASE KEPERAWATAN KELUARGA LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN J DI PUSKESMAS PANDAK 1 BANTUL YOGYAKARTA

Disusun Oleh : MIRA PUSPITA SARI 183203031

Pembimbing Akademik

(Dewi Utari, MNS)

Pembimbing Klinik

(Indri Andriani, A.Md. Kep )

Mahasiswa

(Mira Puspita Sari)

LAPORAN PENDAHULUAN KELUARGA A. Definisi Keluarga Keluarga terdiri atas individu yang bergabung bersama oleh ikatan pernikahan, darah, adopsi atau tinggal didalam suatu rumah yang sama (Friedman, 2014). Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Jhonsons dkk, 2010). Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri suami istri dan anaknya, atau ibu dan anaknya (Suprayitno, 2010) B. Jenis-jenis Keluarga 1. Keluarga Inti Keluarga yang terbentuk karena pernikahan, peran sebagai orang tua atau kelahiran yang terdiri atas suami, istri dan anak-anak (biologis, adopsi atau keduanya). Ada dua variasi yang berkembang pada keluarga inti yakni dual-earning (kedua pasangan sama-sama memiliki penghasilan) dan keluarga diad (keluarga tanpa anak). Sedangkan keluarga adopsi dan keluarga asuh adalah tipelain dari keluarga inti dengan keadaan dan kebutuhan khusus. Pertama adalah keluarga dual-earning dimana kebanyakan keluarga pada tipe ini baik keduanya bekerja penuh atau paruh waktu, sebagian besar wanitanya bekerja dikarenakan kebutuhan ekonomi. Dalam keluarga ini tantangan terbesarnya adalah mengatur rumah tangga dan pengasuhan anak, memiliki dua pekerjaan dengan gaji tetap dan hubungan keluarga (Friedman, 2014). Kedua adalah keluarga diad atau keluarga tanpa anak dimana pasangan suami-istri menyetujui untuk tidak memiliki anak selama pernikahan. Ada banyak alasan mengapa

keluarga memilih tidak memiliki anak seperti pola persalinan dan pendidikan serta karir bagi wanita (Friedman, 2014). . Ketiga adalah keluarga adopsi, adopsi adalah sebuah cara lain untuk membentuk keluarga. Dengan menyerahkan secara sah tanggung jawab sebagai orang tua dari orang tua biologis kepada orang

tua

adopsi

biasanya

menimbulkan

keadaan

saling

menguntungkan bagi orang tua dan anak. Orang tua adopsi mampu memberikan asuhan dan kasih sayang pada anak adopsi dan anak adopsi diberi sebuah keluarga yang sangat menginginkan mereka (Friedman, 2014). 2. Extended Family Extented family diartikan sebagai yang secara lebih jelas keluarga yang didalamnya tinggal seorang dengan minimal salah satu orang tua dan seseorang diluar anggota inti baik memiliki hubungan kekerabatan maupun tidak. Extended family juga diartikan sebagai keluarga dengan pasangan yang terbagi pengaturan rumah tangga dan pengaturan keuangan dengan orang tua, kakak/adik, dan keluarga dekat lainnya (Friedman, 2014). 3. Keluarga Orang Tua Tunggal Keluarga orang tua tunggal adalah keluarga dengan ibu atau ayah sebagai kepala keluarga. Sedangkan keluarga orang tua tunggal adalah keluarga dengan kepala keluarga duda/janda yang bercerai, ditelantarkan atau berpisah. Keluarga orang tua tunggal non tradisional adalah keluarga yang tidak menikah (Friedman, 2014). 4. Keluarga Orang Tua Tiri Adanya perceraian dan menikah lagi akan membuat keluarga tipe baru yaitu keluarga orang tua tiri atau keluarga campuran. Biasanya keluarga tipe ini terdiri dari ibu, anak kandung ibu tersebut dan ayah tiri. Keluarga ini juga dapat dibentuk dengan atau tanpa anak

dan biasanya pada keluarga seperti ini akan mengalami proses penyatuan yang kompleks dan penuh dengan stress (Friedman, 2014). 5. Keluarga Binuklir Keluarga binuklir adalah keluarga yang terbentuk setelah perceraian yaitu anak merupakan anggota sebuah system keluarga yang terdiri atas dua rumah tangga inti, maternal dan paternal dengan keragaman dalam hal tingkat kerjasama dan waktu yang dihabiskan dalam setiap rumah tangga. Dengan adanya gerakan kesataraan gender, peningkatan partisipasi ayah dalam kegiatan sebagai orang tua, peningkatan kesadaran akan kehilangan akan kehilangan hak pengasuhan anak serta akibat negative pada anak apabila tidak ada kontak dengan ayah mereka maka muncul beragam cara untuk terlibat secara aktif. Bentuk menjadi orang tua bersama yang aktif yang paling bahas bersama adalah hak asuh bersama dimana kedua orang tua memiliki hak dan kewajiban yang sama atas anak dibawah usia tanpa memandang dengan siapa anak tinggl (Friendman, 2014). 6. Cohabiting Family Cohabiting

family

atau

tinggal

serumah

tanpa

status

pernikahan dulunya hanya dilakukan oleh orang yang sangat kaya, orang yang bekerja didunia hiburan dan juga orang yang sangat miskin. Namun, cohabiting family non tradisional lebih diterima oleh kaum muda sebagai massa sebelum dan diantara pernikahan (Friedman, 2014). 7. Keluarga Homoseksual Keluarga homoseksual adalah dua atau lebih individu yang berbagi orientasi seksual yang sama (misal pasangan) atau minimal ada satu orang homoseksual yang memelihara anak. Keluarga homoseksual sangat berbeda dalam hal bentuk dan komposisinya. Pertama-tama, mereka adalah keluarga yang terbentuk dari kekasih,

teman, anak kandung dan adopsi, kerabat sedarah, anak tiri bahkan mantan kekasih. Selain itu, keluarga tidak perlu tinggal dalam rumah tangga yang sama sehingga tidak ada bentuk keluarga normative atau seragam

dalam

keluarga

homoseksual.

Biasanya

keluarga

homoseksual adalah pasangan dengan jenis kelamin yang sama tetapi keluarga tersebut dikepalai oleh orang tua tunggal yang homoseksual atau berbagai figure orang tua (Friedman, 2014). 8. Dewasa Lajang yang Tinggal Sendiri Banyaknya jumlah individu yang tinggal sendiri meningkat maka akan membuat keluarga dengan tipe lain yang tidak sesuai definisi literature mengenai keluarga tetapi biasanya individu yang tinggal sendiri memiliki sebuah extended family, saudara kandung atau anak-anak yang mereka kenali sebagai keluarganya. Kebanyakan individu yang tinggal sendiri adalah bagian dari beberapa bentuk jaringan keluarga yang longgar. Jika jaringan ini tidak terdiri dari atas kerabat, maka jaringan ini dapat terdiri atas teman-teman seperti mereka yang sama-sama tinggal dirumah pensiunan, rumah jompo atau hidup bertetangga (Friedman, 2014). C. Peran Keluarga Peran keluarga dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu peran formal atau terbuka dan peran informal atau tertutup. Sementara peran formal adalah peran eksplisit dalam keluarga seperti ayah-suami, peran informal bersifat implisit sering tidak tampak pada permukaannya dan diharapkan memenuhi kebutuhan emosional anggota keluarga. Terdapat keterbatasan jumlah posisi yang ditentukan sebagai posisi normative dalam keluarga inti klasik dengan dua orang tua. Posisi ini disebut sebagai posisi formal dan berpasangan serta terdiri atas ayahsuami, istri-ibu, anak laki-laki-saudara laki-laki, anak perempuan-saudara perempuan (Friedman, 2014).

Dalam extended family ada posisi yang lebih berpasangan, dan dalam keluarga orang tua tunggal terdapat lebih sedikit posisi yang berpasangan. Masing-masing posisi normative kelompok keluarga dihubungkan dengan peran

terkait.

Suami-ayah

diharapkan

untuk

mengambil

peran

kepemimpinan dalam pengelolaan rumah. Pada keluarga orang tua tunggal ibu sering kali mengemban tanggung jawab peran normative baik sebagai ibu maupun ayah. Pada keluarga dengan orang tua tiri, suami akan sering memainkan suami-ayah, tapi karena anak-anak tersebut bukan anak biologisnya, peran ayah menjadi peran pura-pura ayah (peran tersebut kurang terkrisalisasi) (Friedman, 2014). Sedangkan masing-masing posisi keluarga formal adalah peran terkait atau sekelompok perilaku yang kurang lebih homogen. Keluarga membagi peran kepada anggota keluarganya dengan cara yang serupa dengan cara masyarakat membagi peran yaitu berdasarkan seberapa penting performa peran terhadap berfungsinya system tersebut. Beberapa peran membutuhkan keterampilan atau kemampuan khusus, peran yang lain yang kurang kompleks dan dapat diberikan kepada mereka yang kurang terampil atau jumlah kekuasaannya paling sedikit. Ketika terdapat sedikit orang dalam keluarga, jumlah orang untuk memenuhi peran formal terbatas maka akan terdapat lebih banyak tuntutan dan kesempatan bagi anggota keluarga untuk memainkan beberapa peran pada waktu yang berbeda. Jika seorang anggota meninggalkan rumah atau menjadi tidak mampu memenuhi sebuah peran, orang lain akan memenuhi peran tersebut guna mempertahankan fungsinya (Friedman, 2014). 1. Peran dan Hubungan Pernikahan Ada 8 peran dasar yang menyusun posisi social suami-ayah dan istri-ibu yaitu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh anak, rekresional,

peran

pertemanan

(memelihara

kebutuhan

afektif

pasangan), dan peran seksual. Peran orang tua dan peran pernikahan

berbada, peran pernikahan berfokus pada interaksi suami-istri sedangkan peran orang tua berfokus pada interaksi orang tua-anak dan tanggung jawab orang tua. Meskipun terdapat pemisahan ini performa peran pernikahan tentu akan berpengaruh pada peran orang tua dan sebaliknya. Mempertahankan hubungan pernikahan pernikahan yang memuaskan diidentifikasi sebagai salah satu tugas perkembangan keluarga yang penting seiring dengan perjalanan selama siklus hidup. (Friedman, 2014). 2. Peran Pria dan Wanita dalam Keluarga Peran laki-laki atau ayah didalam keluarga adalah sebagai pengawas moral, pencari nafkah yang jauh dan model peran jenis kelamin. Peran pengawas moral adalah mengeluarkan kepemimpinan moral dalam keluarga. Pencari nafkah yang jauh maksudnya tidak terlibat dengan pengasuhan anak. Peran ayah juga disebut sebagai peran penyokong ibu atau peran sekunder. Dalam peran ayah, ada faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku keayahan yaitu perasaan tidak aman, persepsi mengenai peran, harapan budaya dan tuntutan pekerjaan (Friedman, 2014). Sedangkan peran perempuan atau ibu didalam keluarga adalah sebagai

pemelihara

hubungan

didalam

keluarga,

pemelihara

komunikasi didalam keluarga, pengurus rumah tangga, pengasuh anak, terapeutik dan peran seksual. Perempaun yang bekerja maka akan merubah peran mereka dalam keluarga dan akan mempengaruhi peran perilaku pasangan mereka. Pada keluarga dengan wanita yang bekerja maka laki-laki atau suami dalam keluarga tersebut juga berbagi peran seperti mengasuh anak dan mengurus rumah. Peningkatan keterlibatan suami yang memiliki istri bekerja khususnya tampak melalui keterlibatan dalam pengasuhan anak. Dalam sebuah studi, identitas dan harapan peran-jenis kelamin lebih penting daripada status

sosioekonomi, siklus kehidupan, pendidikan atau pekerjaan dalam menentukan kualitas pernikahan. Pada keluarga dengan orang tua tunggal akibat perceraian bagaimana orang tua tetap menjalankan perannya meskipun tidak lagi tinggal dan bersama si anak sehingga anak tidak merasa kehilangan salah satu peran orang tua (Friedman, 2014). 3. Peran Kakek-nenek dalam Keluarga Peran kakek-nenek dapat diidentifikasi sebagai (1) sekedar ada disana (hanya hadir), (2) bertindak sebagai penjaga nasional atau pengawas keluarga (ada untuk melindungi dan memberikan asuhan jika diperlukan), (3) menjadi pelerai (negosiator antara orang tua dan anak), (4) menjadi peran aktif dalam kontruksi social riwayat keluarga (membuat hubungan antara masa lalu, masa sekarang dan masa depan keluarga) (Friedman, 2014). D. Dukungan Keluarga Menurut Kyzar et al (2012) ada 4 tipe dukungan keluarga yaitu : 1. Dukungan Emosional Keluarga membantu meningkatkan fungsi psikologis dalam menurunkan stress dan meningkatkan perasaan positif. 2. Dukungan Fisik Keluarga

membantu

meningkatkan

kesehatan

fisik

(pemeriksaan kesehatan, nutrisi) atau kemampuan aktivitas sehari-hari dari keluarga yang memiliki keterbatasan fisik. 3. Dukungan Material (Instrumental) Keluarga membantu meningkatkan dukungan akses finansial yang adekuat dan memenuhi kebutuhan yang dibutuhkan (transportasi ke dokter).

4. Dukungan Informasi Keluarga membantu meningkatkan pengetahuan dari lisan atau tertulis yang ada di media online, media massa atau video yang dapat meningkatkan pembuatan keputusan. E. Hubungan Keluarga dengan Proses Penyakit Status sehat atau sakit anggota keluarga dan keluarga saling mempengaruhi.

Suatu

penyakit

dalam

keluarga

mempengaruhi

keseluruhan keluarga dan interaksinya. Sementara itu keluarga pada gilirannya mempengaruhi perjalanan penyakit dan status kesehatan anggotanya. Oleh karenanya, pengaruh status sehat-sakit terhadap keluarga dan dampak status sehat-sakit keluarga saling terkait (Friedman, 2014). Keluarga adalah sumber utama konsep sehat-sakit dan perilaku sehat dimana keluarga cenderung rerlibat dalam pengambilan keputusan dan proses terapi pada setiap tahapan sehat-sakit anggota keluarga, keadaan sejahtera (promosi kesehatan dan strategi pencegahan yang diajarkan) hingga tahap diagnosis, terapi dan pemulihan. Proses menjadi “pasien” dan penerima layanan kesehatan terdiri atas serangkaian keputusan dan peristiwa yang melibatkan interaksi sejumlah individu termasuk keluarga, teman dan penyedia layanan kesehatan professional. Selain itu, peran yang dimainkan keluarga berbeda-beda setiap saat tergantung pada kesehatan individu, tipe masalah dan tingkat perhatian serta keterlibatan keluarga. Ada 6 tahap interaksi keluarga dengan sehat-sakit, yaitu : 1. Tahap 1 : Upaya Keluarga dalam Promosi Kesehatan Keluarga berperan penting dalam semua bentuk promosi kesehatan dan penurunan risiko. Promosi kesehatan didalam keluarga harus menggunakan strategi dimana setiap anggota keluarga merubah gaya hidup menjadi lebih baik. Selain itu, didalam keluarga, anggota keluarga belajar mengenai status kesehatan dan citra tubuhnya seperti

menghentikan kebiasaan merokok dan mulai membiasakan diri untuk berolahraga (Friedman, 2014). Namun, keluarga juga dapat menjadi sumber penyakit bagi anggota keluarga lainnya. Ketidakteraturan social keluarga sering kali berakibat negative terhadap kesehatan anggota keluarganya dimana biasanya terjadi pada keluarga dengan masalah kesehatan khusus seperti gangguan jiwa, TBC, dan penyakit kronis (Friedman, 2014). Dalam tahapan ini ada 3 faktor dalam keluarga yang menjelaskan hubungan sebab-akibat antara keluarga dan penyakit yaitu hubungan pernikahan, kedudukan sebagai orang tua dan system dukungan social keluarga dimana suami-istri yang berasal dari keluarga yang baik dan tradisional

memiliki

nilai

kesehatan

yang

lebih

tinggi

jika

dibandingkan dengan pasangan yang menikah dari keluarga yang bercerai dan mengalami ketegangan emosional (Friedman, 2014). 2. Tahap 2 : Penilaian Keluarga terhadap Gejala Tahap ini dimulai ketika suatu gejala individu dikenali, ditafsirkan terkait dengan keparahannya, kemungkinan penyebab dan makna atau artinya, dan dirasakan mengganggu oleh individu yang mengalami gejala tersebut dan keluarganya. Keluarga berperan sebagai titik tumpu acuan guna mengkaji perilaku kesehatan dan batasan dasar sehat-sakit, keluarga dapat mempengaruhi persepsi individu (Friedman, 2014). 3. Tahap 3 : Mencari Perawatan Tahap

pencarian

perawatan

dimulai

ketika

keluarga

memutuskan bahwa anggota keluarga yang sakit benar-benar sakit dan membutuhkan pertolongan. Keluarga akan mulai mencari pengobatan, informasi, saran dan validasi professional dari keluarga besar, teman, tetangga, pihak nonprofessional lainnya dan internet. Keputusan menyangkut apakah penyakit anggota keluarga sebaiknya ditangani

dirumah atau klinik atau rumah sakit cenderung dinegosiasikan didalam keluarga (Friedman, 2014). 4. Tahap 4 : Merujuk dan Mendapatkan Perawatan Tahap ini dimulai saat dilakukan kontak dengan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan professional atau pengobatan tradisonal. Keluarga

berfungsi

sebagai

lembaga

yang membantu

dalam

menentukan tempat terapi harus diberikan dan oleh siapa. Keluarga bertindak sebagai agen perujukan kesehatan utama dan akan merujuk anggota lainnya ke jenis layanan atau praktisi yang dinilai sesuai dimana keluarga dengan perekonomian berada lebih sering merujuk pada dokter dan dokter spesialis sebagai perawatan utama, keluarga miskin memilih ruang gawat darurat sebagai perawatan utama dan keluarga kelas menengah yang memiliki asuransi kesehatan terdapat peningkatan dalam pemanfaatan kelompok praktik yang dibayar dimuka dan system pengelolaan perawatan lainnya (Friedman, 2014). Jenis pelayanan kesehatan yang dicari sangat beragam dari mulai pengobatan tradisional, tabib non ortodoks, praktisi kesehatan holistic, superspesialis, perawat praktisi, dokter umum, dan ahli terapi individu dan keluarga semuanya harus dipertimbangkan sebagai kemungkinan sumber pelayanan kesehatan sekaligus bagaimana keluarga menentukan klinik atau penyedia layanan mana yang harus dihubungi terlebih dahulu (Friedman, 2014). 5. Tahap 5 : Respons Akut Pasien dan Keluarga terhadap Penyakit Ketika pasien menerima asuhan dari praktisi kesehatan, pasien menyerahkan hak dan keputusan tertentu dan diharapkan menerima peran sebagai pasien ditandai dengan ketergantungan pada saran professional kesehatan, kemauan untuk menaati saran pelayanan kesehatan dan berupaya untuk pulih. Peran pasien tersebut disebut sebagai “peran si sakit” dimana jika peran ini dijalankan dirumah akan

dipengaruhi oleh latar belakang social budaya dan keunikan keluarga. Beberapa keluarga membebaskan individu yang sakit dari semua kewajiban dan memberikan bantuan secara penuh. Namun adapula keluarga yang mengahrapkan tidak banyak perubahan perilaku pada individu yang sakit sehingga mereka berharap yang sakit tetap melakukan tugas seperti biasanya (Friedman, 2014). Dengan demikian, unit keluarga berperan penting dalam menentukan perilaku peran anggotanya yang sakit. Keluarga juga merupakan lembaga penentu dalam memutuskan tempat pengobatan. Upaya yang dilakukan oleh professional kesehatan untuk menangani penyakit dan mempromosikan kesehatan yang baik sering kali bertentangan dengan nilai dan sikap keluarga terhadap pengobatan dan apa yang penting bagi keluarga (Friedman, 2014). Selama tahap akut, keluarga harus menyesuaikan diri dengan penyakit, diagnosis dan pengobatan anggota keluarganya yang sakit. Penyakit yang serius atau mengancam jiwa dapat mengakibatkan krisis keluarga yaitu keluarga mengalami ketidakteraturan sebagai respon terhadap stressor kesehatan yang besar (Friedman, 2014). 6. Tahap 6 : Adaptasi terhadap Penyakit dan Pemulihan Adanya penyakit yang serius dan kronik pada salah satu anggota keluarga biasanya mempunyai dampak besar pada system keluarga terutama pada struktur peran dan pelaksanaan fungsi keluarga. Keluarga merupakan penyedia pelayanan kesehatan utama bagi pasien yang mengalami penyakit kronis (Friedman, 2014). Hal yang penting adalah apakah pasien dapat mengemban kembali tanggung jawab perannya yang terdahulu (sebelum sakit) atau pasien mampu untuk menciptakan sebuah peran baru yang dapat dilakukan dalam keluarga baik karena sifat penyakit pasien serius maupun karena anggota keluarga yang sakit adalah anggota keluarga yang penting dan

penyokong fungsi keluarga sehingga dampaknya terhadap keluarga menjadi lebih besar. Keluarga kemudian menunjukkan sebuah peran pendukung yang penting selama periode pemulihan dan rehabilitasi pasien. Jika dukungan tidak tersedia, keberhasilan pemulihan atau rehabilitasi menurun secara signifikan (Friedman, 2014). F. Pengaruh Sehat-Sakit dalam Keluarga Keluarga merupakan lembaga penentu dalam memutuskan tempat pengobatan dan oleh siapa, promosi kesehatan dan penurunan risiko serta memberikan dukungan selama proses rehabilitasi atau pemulihan. Keluarga dapat meningkatkan derajat kesehatan masing-masing anggota keluarganya dengan merubah gaya hidup. Selain itu, keluarga dapat menjadi sumber penyakit bagi anggotanya yang lain jika mereka tidak memahami penyakit dan cenderung abai pada setiap keluhan anggota keluarganya (Friedman, 2014). G. Tahap Perkembangan Keluarga Lansia Tahap perkembangan keluarga lansia dimulai saat pension sampai salah satu pasangan meninggal dan keduanya meninggal. Tugas perkembangan pada tahap ini adalah : 1. Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan, 2. Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik dan pendapatan, 3. Mempertahankan keakraban suami/istri dan saling merawat, 4. Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat, 5. Melakukan life review, 6. Mempertahankan penataan yang memuaskan merupakan tugas utama keluarga pada tahap ini. (Friedman, 2014)

H. Teori Usia Lanjut 1. Definisi dan Batasan Lansia a. Definisi Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Jhonson dkk, 2010). Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stress fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Sulistyo, 2012). b. Batasan Lansia Klasifikasi Lanjut Usia : 1) Pralansia (prasenilis) : Seseorang yang berusia 45 – 59 tahun 2) Lanjut usia : Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih 3) Lanjut usia risiko tinggi : Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/ seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan 4) Lanjut usia potensial : Lanjut usia yang masih mampu melakukan

pekerjaan

dan

menghasilkan barang atau jasa

atau

kegiatan

yang

dapat

5) Lanjut usia tidak potensial : Lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain. I. Perubahan – Perubahan yang terjadi pada lansia 1) Perubahan Fisik : a) Sel : Jumlahnya lebih sedikit, ukurannya lebih besar , TBW (jumlah cairan tubuh berkurang) dan cairan intra seluler menurun, menurunnya proporsi protein di otak, ginjal, otot darah dan hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel. b) Sistem Persarafan : Berat otak menurun 10-20% (sel saraf otak tiap individu berkurang setiap hari), respon dan waktu untuk bereaksi lambat, atropi saraf panca indra (berkurangnya penglihatan, pendengaran, pencium & perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin), kurang sensitif terhadap sentuhan. c) Sistem Pendengaran : Prebiakusis (hilangnya kemampuan untuk daya pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap suara nada tinggi, suara yg tidak jelas, sulit mengerti kata-kata) 50% terjadi pada usia >65th, atropi membran tympani, menyebabkan otosklerosis (kekakuan pada tulang bagian dalam), terjadinya pengumpulan cerumen dapat mengeras karena peningkatan keratin, pendengaran bertambah menurun pada lansia yang mengalami ketegangan jiwa/stress. d) Sistem Penglihatan : Lensa lebih suram (kekeruhan lensa) menjadi katarak, kornea lebih berbentuk sferis (bola kecil), respon terhadap sinar menurun, daya adaptasi terhadap gelap lebih lambat, hilangnya daya akomodasi mata, lapang pandang menurun, sulit membedakan warna biru dan hijau pada skala. e) Sistem Kardiovaskuler : Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa

darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun sehingga menurunnya kontraksi dan volume jantung, kehilangan elastisitas pembuluh darah, oksigenisasi tidak adekuat, mengakibatkan pusing mendadak, tekanan darah cenderung tinggi karena meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer. f) Sistem Respirasi : Otot - otot pernafasan kehilangan kekuatan (lemah) dan menjadi kaku, menurunnya aktivitas silia, elastisitas paru berkurang, kapasitas residu meningkat, menarik nafas berat, dan kedalaman bernafas menurun O2 arteri menurun menjadi 75 mmHg; CO2 arteri tidak berganti kemampuan untuk batuk berkurang, kemampuan dinding, dada & kekuatan otot pernafasan menurun sejalan dengan tambah usia. g) Sistem Genitourinari : Ginjal mengecil dan nefron atropi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%, fungsi tubulus berkurang; kurangnya kemampuan mengkonsentrasi urin; berat jenis urin menurun, proteinuria (+1), otot-otot vesika urinaria melemah, kapasitasnya menurun 200ml sedangkan frekuensi buang air kecil meningkat. Pada pria lansia, vesika urinari sulit dikosongkan akibatnya meningkatkan retensi urin. Prostat membesar (dialami 75% pria usia 65 tahun keatas), atropi vulva, selaput lendir kering, elastisitas menurun, permukaan lebih licin, perubahan warna. Seksual intercourse masih. h) Sistem Reproduksi : Menciutnya ovari dan uterus, atropi payudara, pada laki-laki, testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meski ada penurunan secara berangsur-angsur, selaput lendir vagina menurun, permukaan lebih halus, sekresi berkurang, reaksi sifatnya alkali, perubahan- perubahan warna, dorongan Seksual masih. i) Sistem Gastrointestinal : Kehilangan gigi, karena kesehatn gigi buruk atau gizi buruk, indra pengecap menurun, iritasi kronis selaput lendir, atropi indra pengecap, hilangnya sensisitifitas saraf pengecap di lidah

tentang rasa manis, asin, dan pahit, dilambung, sensisitifitas rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan juga menurun, peristaltik lemah sehingga biasa timbul konstipasi, daya absorbsi terganggu. j) Sistem Endokrin : Produksi hormon menurun, termasuk hormon tiroid, aldosteron, kelamin (progesteron, estrogen, testosteron), menurunnya aktivitas tiroid, menurunnya BMR= basal metabolic rate, fungsi paratiroid & sekresinya tidak berubah. k) Sistem Integumen : Kulit keriput, akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan kulit kasar dan bersisik, (kaku, rapuh dan keras), karena kehilangan proses keratinisasi, perubahan ukuran dan bentuk - bentuk sel epidermis, menurunnya respon terhadap trauma, mekanisme proteksi kulit menurun : Produksi serum menurun, gangguan pigmentasi kulit. Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu, rambut dalam hidung dan telinga menebal, berkurangnya elastisitas, akibat menurunnya cairan & vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku pudar dan kurang bercahaya, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsi. l) Sistem Muskuloskeletal : Tulang kehilangan density (cairan), makin rapuh, kifosis, pinggang, lutut dan jari pergelangan, pergerakannya terbatas, Discus intervertebralis menipis, menjadi pendek (tingginya berkurang), persendian membesar dan kaku, tendon mengerut dan mengalami sklerosis, atropi serabut otot bergerak menjadi lambat, otot- otot kram dan tremor, otot polos tidak begitu terpengaruh. 2) Perubahan Psikososial a) Pensiun : Produkdivitas dan identitas – peranan (kehilangan financial, kehilangan status, kehilangan relasi), b) Sadar akan kematian,

c) Perubahan dalam cara hidup, d) Penyakit kronis dan ketidakmampuan, e) Hilanganya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap body image, perubahan konsep diri. 3) Perubahan Mental a) Faktor-faktor yang pengaruhi perubahan mental :Perubahan fisik, organ perasa, kesehatan umum, tingkat pendidikan, herediter, lingkungan, b) Perubahan kepribadian yang drastic, c) Ungkapan tulus perasaan individu, d) Tidak senang pada perubahan, e) Berkurangnya ambisi dan kegiatan, f) Kecenderungan egosentris, perhatian menurun, g) Berkurangnya adaptasi untuk kebiasaan baru, h) Berkurangnya kemampuan nyatakan sopan santun, i) Merasa kadang tidak diperhatikan atau dilupakan, j) Cenderung menyendiri, bermusuhan, k) Mudah tersinggung akibat egoisme atau reaksi kemunduran ingatan, l) Tidak memperhatikan kebersihan, penampilan, m)Kegiatan seksual berlebihan atau perilaku tidak senonoh, n) Orientasi terganggu, bingung, sering lupa, hilang dan tersesat, o) Lupa meletakan barang, menuduh orang mencuri, p) Gelisah, delirium pada malam hari, q) Disorientasi waktu, r) Pola tidur berubah (tidur seharian atau sulit tidur di malam hari), s) Mengumpulkan barang yang tidak berharga 4) Perubahan Memori a) Kenangan jangka panjang : berjam-jam sampai berhari,

b) Kenangan jangka pendek

atau seketika : 0-10 menit, kenangan

buruk. 5) IQ (Intellgentia Quotion) a) Tidak berubah degan informasi matematika dan perkataan verbal, b) Berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor, terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan tekanan dari faktor waktu. 6) Perkembangan Spiritual a) Maslow, 1970: Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. b) Murray & Zenner, 1970: Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak di kehidupan sehari-hari. c) Folwer,1970: lansia 70 tahun Universalizing, pada tingkat ini adalah berfikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara mencintai dan keadilan. (Maryam, 2008) J. Penyakit yang umum terjadi pada lansia 1) Masalah Fisik Sehari-Hari Yang Sering Ditemukan Pada Lansia a) Mudah jatuh b) Mudah lelah, disebabkan oleh : Faktor psikologis, Gangguan organis, Pengaruh obat c) Kekacauan mental karena keracunan, demam tinggi, alkohol, penyakit metabolisme, dehidrasi, dsb d) Nyeri dada karena PJK, aneurisme aorta, perikarditis, emboli paru, dsb e) Sesak nafas pada waktu melakukan aktifitas fisik karena kelemahan jantung, gangguan sistem respiratorius, overweight, anemia

f) Palpitasi karena gangguan irama jantung, penyakit kronis, psikologis g) Pembengkakan kaki bagian bawah karena edema gravitasi, gagal jantung,

kurang

vitamin

B1,

penyakit

hati,

penyakit

ginjal,

kelumpuhan, dsb h) Nyeri pinggang atau punggung karena osteomalasia, osteoporosis, osteoartritis, batu ginjal, dsb i) Nyeri sendi pinggul karena artritis, osteoporosis, fraktur/dislokasi, saraf terjepit j) Berat badan menurun karena nafsu makan menurun, gangguan saluran cerna, faktor sosio-ekonomi k) Sukar menahan BAK karena obat-obatan, radang kandung kemih, saluran kemih, kelainan syaraf, faktor psikologis l) Sukar menahan BAB karena obat-obatan, diare, kelainan usus besar, kelainan rektum m)Gangguan ketajaman penglihatan karena presbiopi, refleksi lensa berkurang, katarak, glaukoma, infeksi mata n) Gangguan pendengaran karena otosklerosis, ketulian menyebabkan kekacauan mental o) Gangguan tidur karena lingkungan kurang tenang, organik dan psikogenik (depresi, irritabilitas) p) Keluhan pusing-pusing karena migren, glaukoma, sinusitis, sakit gigi, dsb q) Keluhan perasaan dingin dan kesemutan anggota badan karena ganguan sirkulasi darah lokal, ggn syaraf umum dan lokal r) Mudah gatal-gatal karena kulit kering, eksema kulit, DM, gagal ginjal, hepatitis kronis, alergi. 2) Karakteristik penyakit lansia di Indonesia : a) Penyakit persendian dan tulang, misalnya rheumatik, osteoporosis, osteoartritis

b) Penyakit Kardiovaskuler. Misalnya: hipertensi, kholesterolemia, angina, cardiac attack, stroke, trigliserida tinggi, anemia. c) Penyakit Pencernaan yaitu gastritis, ulcus pepticum d) Penyakit Urogenital. Seperti Infeksi Saluran Kemih (ISK), Gagal Ginjal Akut/Kronis, Benigna Prostat Hiperplasia e) Penyakit Metabolik/endokrin. Misalnya; Diabetes mellitus, obesitas f) Penyakit Pernafasan. Misalnya asma, TB paru g) Penyakit Keganasan, misalnya; carsinoma/ kanker h) Penyakit lainnya. Antara lain; senilis/pikun/dimensia, alzeimer, parkinson, dan sebagainya. (Andayani, 2011)

DAFTAR PUSTAKA Andaryani, R. 2011. Buku Ajar Geriatri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Bulecheckm G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. 2013. Nursing Interventions Classifications (NIC), Edisi Bahasa Indonesia. Singapure : Elsevier. Friedman, M. M. 2014. Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC. Maryam, R. S. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba Medika. Herdman, T.H. 2018. Nanda-l Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. Jakarta : EGC. Jhonson., & Lenny. 2010. Keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Nuha Medika. Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., & Swanson, E. 2013. Nursing Outcome Classifications (NOC), Edisi Bahasa Indonesia. Singapure : Elsevier. Sulistyo, A. 2012. Keperawatan Keluarga. Jakarta : Graha Ilmu. Suprayitno. 2010. Asuhan Keperawatan Keluarga Aplikasi dalam Praktek. Jakarta : EGC.

Related Documents

Lp Tumbang Keluarga.docx
December 2019 16
Tumbang Anak.rtf
May 2020 22
Tumbang Anak.rtf
May 2020 33
Tumbang-remaja.pdf
June 2020 29
Tumbang Preso
November 2019 27
Leafleat Tumbang Balita.docx
December 2019 12

More Documents from "Dewi Sasma Fath"

Lp Tumbang Keluarga.docx
December 2019 16
August 2019 19