Lp Tb Paru 26.docx

  • Uploaded by: istyy
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Tb Paru 26.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,859
  • Pages: 17
LAPORAN PENDAHULUAN “TB PARU” DI RUANG 26 PARU RSSA MALANG

Oleh : LORENA SAFITRI NIM 1610041

PRODI D3 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PEMKAB MALANG TAHUN AJARAN 2018/2019

LAPORAN PENDAHULUAN “TB PARU” 2.1 Konsep Penyakit TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru Tuberculosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh M. tuberculosis suatu bakteri aerob tahan asam yang menginfeksi melalui udara dengan cara inhalasi partikel kecil (diameter 1-5 mm) yang mencapai alveolus, droplet tersebut keluar saat berbicara, batuk, tertawa, bersin, atau menyanyi (Black & Hawks, 2014). Sedangkan menurut Brunner & Suddarth, (2013), Tuberculosis adalah suatu penyakit menular yang paling sering menegani parenkim paru, biasanya disebabkan oleh M. Tuberculosis, yang menyebar hamper ke setiap bagian tubuh, termasuk menunges, ginjal, tulang, dan nodus limfe, biasanya infeksi terjadi dalam 2 minggu sampai 10 minggu setelah pajanan. 2.1.2 Etiologi Penyebab dari penyakit ini adalah bakteri Mycrobacterium tuberculosis. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dan bentuk dari bacteri ini yaitu batang. Tpis, lurus atau agak bengkok, bergranul, tidak mempunyai selubung tetapi kuman ini mempunyai lapisan luar yang tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikrolat). Sifat dari bakteri ini agak istimewa, karena bakteri ini dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol sehingga sering disebut dengan bakteri tahan asam (BTA). Selain itu bakteri ini juga tahan terhadap suasana kering dan dingin. Bakteri ini dapat bertahan pada kondisi rumah atau lingkungan yang lembab dan gelap bisa sampai berbulan-bulan namun bakteri ini tidak tahan atau dapat mati apabila terkena sinar, matahari atau aliran udara (Widoyono, 2011).

2.1.3 Faktor Resiko Menurut Brunner & Suddarth, (2013), Beberapa faktor risiko untuk menderita TB adalah: 1.

Jenis kelamin Penyakit TB dapat menyerang laki-laki dan perempuan. Hampir tidak ada perbedaan di

antara anak laki dan perempuan sampai pada umur pubertas. 2.

Status gizi Telah terbukti bahwa malnutrisi akan mengurangi daya tahan tubuh sehingga akan

menurunkan resistensi terhadap berbagai penyakit termasuk TB. Faktor ini sangat berperan pada negara-negara miskin dan tidak mengira usia. 3.

Sosioekonomi Penyakit TB lebih banyak menyerang masyarakat yang berasal dari kalangan

sosioekonomi rendah. Lingkungan yang buruk dan permukiman yang terlampau padat sangat potensial dalam penyebaran penyakit TB. 4.

Pendidikan Rendahnya pendidikan seseorang penderita TB dapat mempengaruhi seseorang untuk

mencari pelayanan kesehatan. Terdapat beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa seseorang yang mempunyai pendidikan rendah akan berpeluang untuk mengalami ketidaksembuhan 5,5 kali lebih besar berbanding dengan orang yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

5.

Faktor-faktor Toksis Merokok, minuman keras, dan tembakau merupakan faktor penting dapat menurunkan

daya tahan tubuh. 2.1.4 Patofisiologi Proses infeksi penyakit tuberkulosis dibagi menjadi dua yaitu infeksi primer dan infeksi sekunder. Infeksi primer adalah waktu pertama kali terinfeksi TB. Kuman TB yang dibatukkan/dibersihkan akan menghasilkan droplet nuklei dalam udara, sifat kuman TB dalam udara bebas bertahan 1-2 (bergantung pada sinar ultraviolet/sinar UV, ventilasi dan kelembapan dalam suasana lembap dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Oleh karena sifat kuman TB ini tidak tahan terhadap sinar ultraviolet maka penularan lebih sering terjadi pada malam hari. Kuman TB terhisap orang sehat, kemudian menempel pada saluran nafas dan jaringan paru, kuman TB dapat masuk ke alveoli jika ukuran kurang dari 5 µm, maka neutrofil dan makrofag akan bekerja dalam hitungan jam untuk memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut. Kuman TB ini tumbuh lambat dan membelah diri setiap18-24 jam pada suhu yang optimal, dan berkembang biak pada tekana oksigen 140 mmH2O diparu. Kuman TB yang berada dalam makrofag akan mengalami proliferasi, pada akhirnya proliferasi ini akan menyebabkan lisis makrofag. Makrofag tersebut kemudian bermigrasi ke dalam aliran limfatik dan mempresentasikan antigen M. Tuberculosis pada limfosit T. Linfosit T CD4 merupakan sel yang memainkan peran penting dalam respon imun, sedangkan Linfosit T CD8 memiliki peranan penting dalam proteksi terhadap TB. Peran limfosit T CD4 menstimulasi pembentukan fasolisosom pada makrofag yang terinfeksi dan memaparkan kuman pada lingkungan yang sangat asam, selain itu juga limfosit T CD4 menghasilkan

dinitrogen oksida yang mampu menyebabkan destruktif oksidatif pada bagian-bagian kuman, mulai dari dinding sel hingga DNA. 2.1.5 Pathway

2.1.4 Manifestasi Klinis Tuberkulosis jarang diawali dengan tanda-tanda atau gejala awal yang mencolok. Penyakit ini akan berkembang selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan sebelum menunjukkan tanda-tanda atau gejala sebagai berikut : 1)

Demam derajat rendah

2)

Batuk

3)

Berkeringat malam

4)

Keletihan

5)

Penurunan berat badan

6)

Batuk nonproduktif

2.1.5 Klasifikasi Berdasarkan hasil pemeriksaan sputum, TB paru dikategorikan menjadi: 1.

TB paru BTA positif a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan BTA positif. b. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. c. Hasil pemeriksaan satru spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif.

2.

TB paru BTA Negatif a. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberculosis aktif. b. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatuf dan biakan menunjukkan tuberculosis positif (PPDI, 2011).

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien, yaitu: 1.

Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

2.

Kasus kambuh (Relaps) adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pegobatan lengkap, di diagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

3.

Kasus setelah putus berobat (Default) adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

4.

Kasus setelah gagal (Failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap posistif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

5.

Kasus pindahan ( Transfer In) adalah pasien yang di pindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.

6.

Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA (+) setelah selesai pengobatan ulangan (Depkes, 2007).

2.1.6. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien dengan tuberculosis paru, yaitu: 1. laboratorium darah rutin : LED normal/meningkat, linfositosis 2. pemeriksaan sputum BTA : untuk memastikan diagnostik TB paru, namun pemeriksaan ini tidak spesifik karena hanya 30-70% pasien yang dapat di diagnosis berdasarkan pemeriksaan ini 3. tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)

merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap hasil TB 4. Tes Mantoux / tuberkulin Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk menentukan adanya IgG pesifik terhadap hasil TB 5. Tehnik Polymerase Chain Reaction 6. Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplikasi dlam meskipun hanya satu mikroorganisme dalam spesimen juga dapat mendeteksi adanya resistensi 7. Becton Dickinson diagnosis instrument sistem (BACTEC) Deteksi growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan metabolisme asam lemak oleh mikrobakterium tuberkulosis 8. Mycodot Deteksi antibody memakai antigen liporabinomannan yang direkatkan pada suatu alat berbentuk seperti sisir plastik, kemudian dicelupkan pada jumlah memadai memakai warna sisir akan berubah 9. Pemeriksaan radiologi : rontgen thorax PA dan lateral Gambaran foto thorax yang menunjang diagnosis TB yaitu: a. Bayangan lesi terletak dilapangan paru atas atau segment apikal lobus bawah b. Bayangan berwarna (pathcy) atau bercak (nodular) c. Adanya kavitas, tunggal atau ganda d. Kelainan bilateral terutama dilapangan atas paru e. Adanya klasifikasi f. Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian bayangan millie (NANDA, 2015)

2.1.7 Komplikasi TB paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita TB paru dibedakan menjadi dua yaitu: 1.

Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, usus.

2.

Komplikasi pada stadium lanjut: a.

Hemoptisis masif (perdarahan dari saluran nafas baah) yang dapat mengakibatkan kematian karna sumbatan jalan nafas atau syok hipovolemik.

b.

Kolaps lobus akibat sumbatan duktus.

c.

Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.

d.

Pneomotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena bula/blep yang pecah.

e.

Penyebaran infeksi ke orang lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal dan sebagainya

2.1.8 Penatalaksanaan 1.

Pengobatan Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fae

lanjutan 4 atau 7 bulan. Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: a.

OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat seuai dengan kategori pengobatan, jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi).

Pemakaian

OAT-kombinasi

menguntungkan dan sangat dianjurkan.

Dosis

Tetap

(OAT-KDT)

lebih

b.

Untuk menjalin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOTS= Directly Observed Treatment) oleh seorang pengawas menelan obat (PMO).

c.

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. 1.

Tahap awal (intensif) Pada tahap intensif (awal) pzsien dapat mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahp intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu, sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

2.

Tahap lanjutan Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

2.1.9 Pencegahan a.

Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan penderita tuberculosis paru BTA positif.

b.

Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan missal terhadap kelompok-kelompok populasi tertentu misalnya: karyawan rumah sakit, siswa-siswi pesantren.

c.

Vaksinasi BCG

d.

Kemofolaksin dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit.

e.

Komunikasi, informasi, dan edukasi tentang penyakit tuberculosis kepada masyarakat (muttaqin, 2008)

2.3 Konsep Asuhan Kperawatan 2.3.1 Pengkajian Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan TB paru (Somantri, 2007). a. Data pasien b. Riwayat kesehatan Keluhan yang sering muncul antara lain: 1) Demam; subfebris, febris (40-41°C) hilang timbul 2) Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus batuk ini terjadi untuk membuang/mengeluarkan produksi radang yang dimulai dari batuk kering sampai dengan batuk purulent (menghasilkan sputum) 3) Sesak nafas: bila sudah lanjut dimana infitrasi radang sampai setengah paru-paru 4) Keringat malam 5) Nyeri dada: jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila infitrasi radang sampai kepleura sehingga menimbulkan pleuritis 6) Malaise: ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot, keringat malam 7) Sianosis, sesak nafas, kolaps: merupakan gejala atelektasis. Bagian dada pasien tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung terdorong kesisi yang sakit. Pada foto thoraks, pada sisi yang sakit nampak bayangan hitam dan diafragma menonjol keatas 8) Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya penyakit ini muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan tetapi merupakan penyakit infeksi menular.

c. Riwayat kesehatan dahulu 1) Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh 2) Pernah berobat tetapi tidak sembuh 3) Pernah berobat tetapi tidak teratur 4) Riwayat kontak dengan penderita TB paru 5) Daya tahan tubuh yang menurun 6) Riwayat vaksinasi yang tidak teratur 7) Riwayat putus OAT d. Riwayat kesehatan keluarga Biasanya pada keluarga pasien ditemukan ada yang menderita TB paru. Biasanya ada keluarga yang menderita penyakit keturunan seperti hipertensi, diabetes meitus, jantung dan lainnya. e. Riwayat pengobatan sebelumnya 1) Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya 2) Jenis, warna, dan dosis obat yang diminum 3) Berapa lama pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan penyakitnya 4) Kapan pasien mendpatkan pengobatan terakhir f. Riwayat sosial ekonomi 1) Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu, dan tempat bekerja, jumlah penghasilan 2) Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikasi dengan bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang mampu, masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak, masalah tentang masa depan/pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan putus harapan.

g. Faktor pendukung h. Pemeriksaan fisik Keadaan umum

: biasanya KU sedang atau buruk

TD

: normal (kadang rendah karena kurang istirahat)

Nadi

: pada umumnya nadi pasien meningkat

Pernafasan

: biasanya nafas pasien meningkat (normal: 16-20x/mnt)

Suhu

: biasanya kenaikan suhu ringan pada malam hari. Suhu

mungkin tinggi atau tidak teratur. Seiring kali tidak ada demam. 1. Kepala Inspeksi

: biasanya wajah tampak pucat, wajah tampak meringis, konjungtiva

anemis, skelra tidak akterik, hidung tidak sianosis, biasanya adanya pergeseran trakea. 2. Thorak Inspeksi

: kadang terlihat retraksi interkosta dan tarikan dinding dada, biasanya

pasien kesulitan saat inspirasi Palpasi

: fremitus paru yang terinfeksi biasanya lemah

Perkusi

: biasanya saat diperkusi terdapat suara pekak

Auskultasi

: biasanya terdapat bronki

3. Abdomen Inspeksi

: biasanya tampak simetris

Palpasi

: biasanya tidak ada pembesaran hepar

Perkusi

: biasanya terdapat suara tympani

Auskultasi

: biasanya bising usus pasien tidak terdengar

4. Ektermitas atas Biasanya CTR˃3 detik, akral teraba dingin, tampak pucat, tidak ada edema. 5. Ektermitas bawah

Biasanya CTR˃3 detik, akral teraba dingin, tampak pucat, tidak ada edema i. Pemeriksaan diagnostik 1) Kultur sputum

: mikobakterium TB positif pada tahap akhir penyakit

2) Tes tuberkulin

: mantoux test reaksi positif (area indukasi 10-15 mm terjadi

48-72 jam) 3) Foto thorak

: infiltnasi lesi awal pada area paru atas; pada tahap dini tampak

gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas; pada kavitas bayangan, berupa cincin; pada klasifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi. 4) Bronchografi

: untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena

TB paru. 5) Darah

: peningkatan leukosit dan laju endap darah (LED)

6) Spirometri

: penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun.

j. Pola kebiasaan sehari-hari 1) Pola akitivitas dan istirahat Subyektif : rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul, sesak (nafas pendek), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari. Obyektif

: takikardia, takipnea/dipsnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut:

infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40-41°C) Hilang timbul. 2) Pola nutrisi Subyektif : anoreksia, mual, tidak enak diperut, penuruna berat badan. Obyektif

: turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kelingan lemak sub cutan.

3) Respirasi Subyektif : batuk produktif/non produktif sesak nafas, sakit dada.

Obyektif

: mulai batuk kering sampai dengan batuk sputum hijau/purulent,

mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar didaerah apeks paru, takipnea (penyakit luas atau fibrosis parenkin paru dan pleural), sesak nafas, pengembangan pernafasan tidak simetris (effusi pleura), perkusi pekak dan penurunan fremitusj (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik) 4) Rasa nyaman/nyeri Subyektif : nyeri dada meningkat karena batuk berulang Obyektif

: berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah, nyeri

bistimbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis. 5) Integritas ego Subyektif : faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan Obyektif

: menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah

tersinggung. 2.3.2 Diagnosa Keperawatan Diagnosa Keperawatan Diagnosa Keperawatan Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan pembatasan jalan nafas, kelelahan otot pernafasan, peningkatan produksi mukus atau spasme bronkus.

Tujuan Klien mampu menunjukkan perbaikan oksigenasi. Kriteria hasil: 1. Gas arteri dalam batas normal 2. Warna kulit perifer membaik (tidak ada sianosis) 3. RR : 12-24 kali/menit 4. Bunyi nafas bersih 5. Batuk tidak ada 6. Ketidaknyamanan dada tidak ada 7. Nadi 60-100 kali/menit

Rencana Tindakan 1. Observasi status pernafasan, hasil gas darah arteri, nadi dan nilai oksimetri 2. Awasi perkembangan membran mukosa atau warna kulit 3. Obsevasi tanda-tanda vital dan status kesadaran 4. Evaluasi toleransi aktivitas dan batasi aktivitas klien 5. Berikan oksigenasi yang sesuai 6. Pertahankan posisi fowler 7. Kolaborasi untuk obat yang telah diresepkan dan berikan obat depresan saraf.

Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan batuk, peningkatan produksi mukus atau peningkatna sekresi lendir

Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakadekuatan intake nutrisi sekunder terhadap peningkatan kerja pernafasan, kesulitan masukan oral sekunder dari anoreksia

8. Dyspnea tidak ada Klien dapat meningkatkan bersihan jalan napas Kriteria hasil : 1. Mampu mendemostrasikan batuk terkontrol 2. Intake cairan adekuat

Klien akan menunjukkan peningkatan status nutrisi Kriteria hasil : 1. Klien tidak mengalami kehilangan BB 2. Masukan makanan dan cairan meningkat 3. Urin tidak pekat 4. Output urin meningkat 5. Membran mukosa lembab 6. Kulit tidak kering 7. Tonus otot membaik

1. Kaji kemampuan klien untuk mobilisasi sekresi, jika tidak mampu : a. Ajarkan metode batuk terkontrol b. Gunakan suction jika perlu untuk mengeluarkan sekret c. Lakukan fisioterapi dada 2. Secara rutin tiap 8 jam lakukan auskultasi dada untuk mengetahui kualitas suara nafas 3. Berikan obat sesuai dengan resep; mukolitik, ekspektoran 4. Anjurkan minum kurang lebih 2 liter per hari bila tidak ada kontraindikasi 5. Anjurkan klien mencegah infeksi atau stressor a. Cegah ruangan ramai pengunjung b. Mencegah iritasi asap rokok c. Imunisasi vaksin influenza 1. Berikan perawatan oral hygiene 2. Hindari makanan penghasil gas dan minuman berkarbonat. 3. Sajikan menu dalam keadaan hangat. 4. Anjurkan makan sedikit tapi sering 5. Kolaborasi dengan tim medis untuk menentukan diit

DAFTAR PUSTAKA Abdullah, 2014. Kebutuhan Dasar Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan.Jakarta: TIM. Amin Z, Bahar A .2014. Tuberkulosis paru. Dalam : Aru W,Sudoyo B S,Idrus A,Marcellus S,Siti S, ed.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi ke-6 Jilid I. Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp : 863-71. Bulechek, dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). 6 Edition. Missouri: Elsevier Saunder Carpenito, L.J. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC : Jakarta Depkes RI. 2015. Tuberkulosis Temukan Obati Sampai Sembuh. Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 1-7. Moorhead, S, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC): Measurement of Health Outcomes. 5 Edition. Missouri: Elsevier Saunder Smeltzer, Susan C. 2013. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &Suddarth ; Alih Bahasa, Devi Yulianti, Amelia Kimin ; editor edisibahasa Indonesia, Eka Anisa Mardella. –Ed. 12. Jakarta : EGC Somantri I. 2007. Keperawatan Medikal Bedah : Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika Widoyono. 2011. Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga

Related Documents

Lp Tb Paru Fix.docx
December 2019 45
Lp Tb Paru 26.docx
June 2020 16
Lp Tb Paru 2.docx
June 2020 10
Tb Paru 2.ppt
April 2020 23

More Documents from "Luthfi Baihaqi"

Lp Tb Paru 26.docx
June 2020 16