Lp Stemi.docx

  • Uploaded by: isma hajar
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Stemi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,886
  • Pages: 15
LAPORAN PENDAHULUAN ST ELEVASI MIOKARD INFARK (STEMI)

a) KONSEP DASAR MEDIS 1.

Defenisi Infark Miokard Akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark. Infark Miokard Akut diklasifikasikan berdasar EKG 12 sandapan menjadi : a. Infark miokard akut ST-elevasi (STEMI) : oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG. b. Infark miokard akut non ST-elevasi (NSTEMI) : oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada EKG. ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati. IMA dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction = STEMI) merupakan bagian dari spectrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST. STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.

2. Etiologi STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid Infark terjadi jika plak aterosklerotik mengalami fisur, ruptur, atau ulserasi, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Setiap bentuk penyakit arteri koroner dapat menyebabkan IMA. Penelitian angiografi menunjukkan bahwa sebagian besar IMA disebabkan oleh trombosis arteri koroner. Gangguan pada plak aterosklerotik yang sudah ada (pembentukan fisura) merupakan suatu nidus untuk pembentukan trombus. 3. Patofisiologi STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core). Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai endokardium sampai epikardium,disebut infark transmural.namun bisa juga hanya mengenai daerah subendokardial,disebut infark subendokardial.Setelah 20 menit terjadinya sumbatan,infark sudah dapat terjadi pada subendokardium,dan bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark transmural.Kerusakan miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam.Meskipun nekrosis miokard sudah komplit,proses remodeling miokard yang

mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan daerah non infark mengalami dilatasi. 4. Manifestasi Klinis Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesa secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang berasal dari jantung dibedakan apakah nyerinnya berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor risiko antara lain hipertensi, diabetes militus, dislipidemia, merokok, stress serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga. Nyeri Dada Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara cepat dan tepat apakah pasien menderita IMA atau tidak. Diagnosis yang terlambat atau yang salah dalam jangka panjang dapat menyebabkan konsekuensi yang berat. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA. Gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien IMA. Sifat nyeri dada angina sebagai berikut: a) Lokasi: substernal, retrosternal, dan prekordial. b) Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan diplintir. c) Penjalaran ke: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung/interskapula, perut, dan juga ke lengan kanan. d) Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat. e) Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan. f) Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, cemas dan lemas.

Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG: No 1

Lokasi Anterior

Gambaran EKG Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1V4/V5

2

Anteroseptal

Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3

3

Anterolateral

Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6 dan I dan aVL

4

Lateral

Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6 dan inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I dan Avl

5

Inferolateral

Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).

6

Inferior

Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, dan Avf

7

Inferoseptal

Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, V1-V3

8

True posterior

Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2

9

RV Infraction

Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R). Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior. Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam pertama infark.

5. Diagnosis Diagnosis IMA dengan elevasi segmen ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST >2 mm, minimal pada 2 sandapan prekordial yang berdampingan atau >1 mm pada 2 sandapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung terutama troponin T yang meningkat akan memperkuat diagnosis.

6. Pemeriksaan Penunjang a. Petanda (Biomarker) Kerusakan Jantung Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinin Kinase (CK)MB dan cardiac specific troponin (cTn)T atau cTn1 dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker. Pengingkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis jantung (infark miokard). 1) CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dala 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB. 2) cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dab cTn I. Enzi mini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari. b. Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu: 1) Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-8 jam. 2) Creatinin Kinase (CK): Meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari. 3) Lactic dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24 jam bila ada infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari. 7. Penatalaksanaan Tatalaksana Umum pada pasien STEMI ,antara lain sebagai berikut : a. Oksigen Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.

b. Nitrogliserin (NTG) Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan Intervensi 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan NGT intravena. NGT intravena juga diberikan untuk mngendalikan hipertensi atau edema paru. Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG, JVP meningkat, paru bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus dihindari pada pasien yang menggunakan phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi nitrat. c. Mengurangi/menghilangkan nyeri dada Mengurangi atau menghilangkan nyeri dada sangat penting, karena nyeri dikaitkan dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban jantung. d. Morfin Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesic pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropine 0,5 mgIV.

e. Aspirin Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada spectrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorbsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg. f. Penyekat Beta Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang bias adiberikan adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60 menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronchi tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam. g. Terapi Reperfusi Oklusi total arteri koroner pada STEMI memerlukan tindakan segera yaitu tindakan reperfusi, berupa terapi fibrinolitik maupun Percutaneous Coronary Intervention (PCI), yang diberikan pada pasien STEMI dengan onset gejala <12 jam. Pada pasien STEMI yang datang terlambat (>12 jam) dapat dilakukan terapi reperfusi bila pasien masih mengeluh nyeri dada yang khas infark (ongoing chest pain). 8. Komplikasi A. Disfungsi Ventrikular Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami serial perubahan dalam bentuk, ukuran dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodeling ventricular dan umumnya mendahuluai berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. SEgera setetlah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi. Secara akut, hasil ini berasala dari ekspansi infark al: slippage serat otot, disrupsi sel miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik. Selanjutnya terjadi pula pemanjangan

segmen noninfark, mengakibatkan penipisan yang disproporsional dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk Progresivitas dilatasi dan knsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhi bitot ACE dan vasodilator lain. PAda pasien dengan fraksi ejeksi <40%, tanpa melihat ada tidaknya gagal jantung, inhibitore ACE harus diberikan. B. Gangguan Hemodinamik Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang tersering dijumpai adalah ronki basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru. C. Komplikasi Mekanik Ruptur muskulus papilaris, rupture septum ventrikel, rupture dinding vebtrikel. Penatalaksanaan: operasi

b) KONSEP DASAR KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Aktifitas dan istirahat Kelemahan, susah tidur, lelah, tachicardi, sesak nafas b. Sirkulasi Riwayat miokard infark, penyakit koroner, CHF, masalah tekanan darah, DM Nadi : penuh, kualitas, capillary refill, ireguler. Suara jantung : murmur, friction rub. Ritme jantung. Adanya edema, peningkatan tekanan vena jugularis, cyanosis, pucat. c. Integritas Ego Cemas, takut, gelisah, takut kehilangan keluarga d. Cairan dan makanan Mual, tidak ada nafsu makan, turgor jelek, muntah, perubahan berat badan. e. Higiene Kesulitan dalam perawatan kulit f. Neurosensori Kelemahan, tidak terkontrol g. Nyeri Kejadian, lokasi, kualitas, intensitas h. Respirasi Sulit bernafas, sesak, batuk produktif, riwayat merokok, penyakit pernafasan, pucat, cyanosis, suara nafas adanya sputum. 2.

Diagnosa Keperawatan a. Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner. b. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh. c. Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status sosioekonomi; ancaman kematian. d. (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik jantung; penurunan preload/ peningkatan tahanan vaskuler

sistemik; infark/ diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan kerusakan septum. e. (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah koroner. f. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran alveolar- kapiler ( atelektasis , kolaps jalan nafas/ alveolar edema paru/efusi, sekresi berlebihan / perdarahan aktif 3.

Rencana Keperawatan Diagnosa 1 1) Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner. Intervensi: 1) Pantau nyeri (karakteristik, lokasi, intensitas, durasi), catat setiap respon verbal/ non verbal, perubahan hemodinamik Rasional: Menurunkan rangsang eksternal yang dapat memperburuk keadaan nyeri yang terjadi. 2) Berikan lingkungan yang tenang dan tunjukkan perhatian yang tulus kepada klien. Rasional: Membantu menurunkan persepsi-respon nyeri dengan memanipulasi adaptasi fisiologis tubuh terhadap nyeri. 3) Bantu melakukan teknik relaksasi (napas dalam/perlahan, distraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi) Rasional: Membantu menurunkan persepsi-respon nyeri dengan memanipulasi adaptasi fisiologis tubuh terhadap nyeri. 4) Kolaborasi dengan tim medis pemberian : -

Obat vasodilator (NTG) dan antikoagulan.

-

Terapi trombolitik.

-

Preparat analgesik (Morfin Sulfat)

-

Pemberian oksigen bersamaan dengan analgesic

Rasional: Untuk memulihkan otot jantung dan untuk memastikan peredaan maksimum nyeri (inhalasi oksigen menurunkan nyeri yang berkaitan dengan rendahnya tingkat oksigen yang bersirkulasi)

Diagnosa 2 2) Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh. Intervensi: 1) Pantau HR, irama, dan perubahan TD sebelum, selama dan sesudah aktivitas sesuai indikasi. Rasional: Menentukan respon klien terhadap aktivitas. 2) Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas Rasional: Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen, menurunkan risiko komplikasi. 3) Anjurkan klien untuk menghindari peningkatan tekanan abdominal. Rasional: Manuver Valsava seperti menahan napas, menunduk, batuk keras dan mengedan dapat mengakibatkan bradikardia, penurunan curah jantung yang kemudian disusul dengan takikardia dan peningkatan tekanan darah. 4) Batasi pengunjung sesuai dengan keadaan klinis klien. Rasional: Keterlibatan dalam pembicaraan panjang dapat melelahkan klien tetapi kunjungan orang penting dalam suasana tenang bersifat terapeutik. 5) Bantu aktivitas sesuai dengan keadaan klien dan jelaskan pola peningkatan aktivitas bertahap. Rasional : Mencegah aktivitas berlebihan; sesuai dengan kemampuan kerja jantung

Diagnosa 3 Ansietas yang berhubungan dengan ketakutan akan perubahan kesehatan. Tujuan : Penghilangan kecemasan. Intervensi : 1) Kaji tingkat kecemasan pasien dan keluarganya serta mekanisme koping Rasional: Data tersebut memberikan informasi mengenai perasaan sehat secara umum dan psikologis sehingga gejala pasca terapi dapat dibandingkan. 2) Kaji kebutuhan bimbingan spiritual. Rasional: Jika pasien

memerlukan

dukungan

keagamaan,

konseling

agama

akan

membantu mengurangi kecemasan dan rasa takut. 3) Biarkan pasien dan keluarganya mengekspresikan kecemasan dan Ketakutannya. Rasional: Kecemasan yang tidak dapat dihilangkan (respons stress) meningkatkan konsumsi oksigen jantung. 4) Manfaatkan waktu kunjungan yang fleksibel, yang memungkinkan

kehadiran

keluarga untuk membantu mengurangi kecemasan pasien. Rasional: Kehadiran dukungan anggota keluarga dapat mengurangi kecemasan pasien maupun keluarga. 5) Dukung partisipasi aktif dalam program rehabilitasi jantung. Rasional: Rehabilitasi jantung

yang

diresepkan

dapat

membantu

menghilangkan

ketakutan akan kematian, dapat meningkatkan perasaan sehat. 6) Ajarkan tehnik pengurangan stress. Rasional: Pengurangan

stress

dapat

membantu

mengurangi

miokardium dan dapat meningkatkan perasaan sehat.

konsumsi

oksigen

Diagnosa 4 Resiko pola pernapasan tidak efektif yang berhubungan dengan kelebihan cairan. Tujuan : Tidak terjadi kesulitan pernapasan Intervensi : 1) Kaji fungsi pernapasan. Rasional: Untuk mendeteksi tanda dini komplikasi. 2) Berikan perhatian terhadap status volume cairan. Rasional: Untuk mencegah kelebihan cairan pada paru dan jantung. 3) Berikan dorongan pada pasien untuk napas dalam dan mengubah posisi. Rasional: Unutk mencegah pengumpulan cairan dalam dasar paru.

Diagnosa 5 Resiko perfusi jaringan tidak adekuat yang berhubungan

dengan

curah jantung. Tujuan : Mempertahankan/mencapai perfusi jaringan yang adekuat. Intervensi : i.

Kaji/periksa suhu kulit dan nadi perifer dengan sering Rasional: Untuk menentukan perfusi jaringan yang adekuat.

ii.

Biarkan pasien di atas tempat tidur atau kursi istirahat. Rasional: Untuk mengurangi kelebihan beban kerja jantung.

iii.

Kolaborasi dengan tim medis pemberian oksigen. Rasional

:

Unutk memperbanyak suplai oksigen yang bersirkulasi

penurunan

Diagnosa 6 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran alveolar- kapiler ( atelektasis, kolaps jalan nafas/ alveolar edema paru/efusi, sekresi berlebihan / perdarahan aktif) Tujuan : Oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal (pa O2 <>2 > 45 mmHg dan Saturasi <> Kriteria hasil :  Tidak sesak nafas  Tidak gelisah  GDA dalam batas Normal ( pa O2 <>2 > 45 mmHg dan Saturasi Intervensi : 1) Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot Bantu pernafasan. 2) Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan / tidak adanya bunyi nafas dan adanya bunyi tambahan misal krakles, ronki dll. 3) Lakukan tindakan untuk memperbaiki / mempertahankan jalan nafas misalnya , batuk, penghisapan lendir dll. 4) Tinggikan kepala / tempat tidur sesuai kebutuhan / toleransi pasien 5) Kaji toleransi aktifitas misalnya keluhan kelemahan/ kelelahan selama kerja atau tanda vital berubah

DAFTAR PUSTAKA

Andrianto, Petrus. 2008. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskular. Jakarta Arief Muttaqin. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardivaskular. Salemba Medika; Jakarta. Ganong F William. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. EGC; Jakarta. Guyton & Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Cetakan I. EGC; Jakarta Price & Wilson. 2006. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume I. EGC; Jakarta. Smeltzer Bare. 2002. Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah Brunner & Studdarth, edisi 8. EGC; Jakarta.

Related Documents

Lp
August 2019 105
Lp
November 2019 101
Lp
May 2020 74
Lp
October 2019 102
Lp
October 2019 96
Lp Pneumoia.docx
December 2019 0

More Documents from "imam masrukin"