Lp-spondilitis-tb.doc

  • Uploaded by: Andre Setiawan
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp-spondilitis-tb.doc as PDF for free.

More details

  • Words: 1,662
  • Pages: 11
BAB II TINJAUAN KASUS 1.1 Konsep Dasar Spondilitis tuberculosa 1.1.1 Pengertian Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi granulomatosis di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycubacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebra. Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi granulomatosis di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycubacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebra. Spondilitis TB disebut juga penyakit Pott bila disertai paraplegi atau defisit neurologis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra Th 8L3 dan paling jarang pada vertebra C2. Spondilitis TB biasanya mengenai korpus vertebra, sehingga jarang menyerang arkus vertebra.

1.1.2 Etiologi Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman, tertidur lama selama beberapa tahun.

1.1.3

Patofisiologi Spondilitis tuberkulosa merupakan suatu tuberkulosis tulang yang sifatnya

sekunder dari TBC tempat lain di tubuh. Penyebarannya secara hematogen, di duga terjadinya penyakit tersebut sering karena penyebaran hematogen dari infeksi traktus urinarius melalui pleksus Batson. Infeksi TBC vertebra di tandai dengan proses destruksi tulang progresif tetapi lambat di bagian depan (anterior vertebral body). Penyebaran dari jaringan yang mengalami pengejuan akan menghalangi proses pembentukan tulang sehingga berbentuk "tuberculos squestra". Sedang jaringan granulasi TBC akan penetrasi ke korteks dan terbentuk abses para vertebral yang dapat menjalar ke atas / bawah lewat ligamentum longitudinal anterior dan posterior. Sedang diskus Intervertebralis oleh karena avaskular lebih resisten tetapi akan mengalami dehidrasi dan terjadi penyempitan oleh karena dirusak jaringan granulasi TBC. Kerusakan progresif bagian anterior vertebra akan menimbulkan kiposis. 1.1.4

Manifestasi klinik Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan

gejala tuberkulosis pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari serta sakit pada punggung. Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari. Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut, kemudian diikuti dengan paraparesis yang lambat laun makin memberat, spastisitas, klonus, hiper-refleksia dan refleks Babinski bilateral. Pada stadium awal ini belum ditemukan deformitas tulang vertebra, demikian pula belum terdapat nyeri ketok pada vertebra yang bersangkutan. Nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal, dan komplikasi neurologis merupakan tanda terjadinya destruksi yang lebih lanjut. Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus,termasuk akibat penekanan medulla spinalis yang menyebabkan paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radix saraf. Tanda yang biasa ditemukan di antaranya adalah adanya kifosis (gibbus), bengkak pada daerah paravertebra, dan tanda-tanda defisit neurologis

seperti yang sudah disebutkan di atas. Pada tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di daerah belakang kepala, gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya abses retrofaring. Harus diingat pada mulanya penekanan mulai dari bagian anterior sehingga gejala klinis yang muncul terutama gangguan motorik. Gangguan

sensorik pada stadium awal jarang dijumpai

kecuali bila bagian posterior tulang juga terlibat. 1.1.5 Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan Laboratorium 1) Peningkatan LED dan mungkin disertai leukositosis 2) Uji Mantoux positif 3) Pada pewarnaan Tahan Asam dan pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan mikobakterium 4) Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional. 5) Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel 6) Pungsi lumbal, akan didapati tekanan cairan serebrospinalis rendah b. Pemeriksaan Radiologis: Pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru. Hal in sangat diperlukan untuk menyingkirkan diagnosa banding penyakit yang lain. c. Pemeriksaan CT scan CT scan dapat memberi gambaran tulang secara lebih detail dari lesi irreguler, skelerosis, kolaps diskus dan gangguan sirkumferensi tulang. 1.1.6

Penatalaksanaan Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus dilakukan sesegera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia. a. Prinsip pengobatan paraplegia Pott sebagai berikut : 1. Pemberian obat antituberkulosis

2. Dekompresi medulla spinalis 3. Menghilangkan/menyingkirkan produk infeksi 4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft) a. Pengobatan terdiri atas : 1. Terapi konservatif berupa: -

Tirah baring (bed rest)

-

Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak vertebra

-

Memperbaiki keadaan umum penderita

-

Pengobatan antituberkulosa

2. Terapi operatif Indikasi operasi yaitu: -

Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin berat.

-

Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan, setiap spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik.

-

Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan sekaligus debrideman serta bone graft.

-

Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada medulla spinalis.

1.2 Konsep Asuhan Keperawatan Proses keperawatan adalah suatu sistem dalam merencanakan pelayanan asuhan keperawatan dan juga sebagai alat dalam melaksanakan praktek keperawatan yang terdiri dari lima tahap yang meliputi : pengkajian, penentuan diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. 1. Pengkajian. Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Pengkajian di lakukan dengan cermat untuk mengenal masalah klien, agar dapat memeri arah kepada tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada kecermatan dan ketelitian dalam

tahap pengkajian. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan yaitu : pengumpulan

data,

pengelomp[okan

data,

perumusan

diagnosa

keperawatan. a. Pengumpulan data. Secara tehnis pengumpulan data di lakukan melalui anamnesa baik pada klien, keluarga maupun orang terdekat dengan klien. Pemeriksaan fisik di lakukan dengan cara , inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. 1. Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, alamat, tanggal/jam MRS dan diagnosa medis. 2. Riwayat penyakit sekarang. Keluhan utama pada klien Spodilitis tuberkulosa terdapat nyeri pada punggung bagian bawah, sehingga mendorong klien berobat kerumah sakit. Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut. Nyeri dirasakan meningkat pada malam hari dan bertambah berat terutama pada saat pergerakan tulang belakang. Selain adanya keluhan utama tersebut klien bisa mengeluh, nafsu makan menurun, badan terasa lemah, sumer-sumer (Jawa) , keringat dingin dan penurunan berat badan. 3. Riwayat penyakit dahulu Tentang terjadinya penyakit Spondilitis tuberkulosa biasany pada klien di dahului dengan adanya riwayat pernah menderita penyakit tuberkulosis paru. 4. Riwayat kesehatan keluarga. Pada klien dengan penyakit Spondilitis tuberkulosa salah satu penyebab timbulnya adalah klien pernah atau masih kontak dengan penderita lain yang menderita penyakit tuberkulosis atau pada lingkungan keluarga ada yang menderita penyakit menular tersebut. 2. Diagnosa Keperawatan.

Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah klien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan, yang pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat untuk melakukannya. Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien Spondilitis tuberkulosa adalah: a. Gangguan mobilitas fisik b. Gangguan rasa nyaman ; nyeri sendi dan otot. c. Kurang pengetahuan tentang perawatan di rumah. 3. Perencanaan Keperawatan. Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan keperawatan yang akan di laksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah di tentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan klien Adapun perencanaan masalah yang penulis susun sebagai berikut : a. Diagnosa Perawatan Satu Gangguan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dan nyeri. Tujuan Klien dapat melakukan mobilisasi secara optimal Kriteria hasil a) Klien dapat ikut serta dalam program latihan b) Mencari bantuan sesuai kebutuhan c) Mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal Rencana tindakan a) Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan. b) Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi. c) Memelihara bentuk spinal yaitu dengan cara : a. Mattress

b. Bed Board ( tempat tidur dengan alas kayu, atau kasur busa yang keras yang tidak menimbulkan lekukan saat klien tidur c. mempertahankan

postur

tubuh

yang

baik

dan

latihan

pernapasan ; 1) Latihan ekstensi batang tubuh baik posisi berdiri (bersandar pada tembok ) maupun posisi menelungkup dengan cara mengangkat ekstremitas atas dan kepala serta ekstremitas bawah secara bersamaan. 2) Menelungkup sebanyak 3 – 4 kali sehari selama 15 – 30 menit. 3) Latihan pernapasan yang akan dapat meningkatkan kapasitas pernapasan. 4) monitor tanda –tanda vital setiap 4 jam. 5) Pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan atau lecet – lecet. 6) Perbanyak masukan cairan sampai 2500 ml/hari bila tidak ada kontra indikasi. 7) Berikan anti inflamasi sesuai program dokter. Observasi terhadap efek samping : bisa tak nyaman pada lambung atau diare.

b. Diagnosa Keperawatan Kedua Gangguan rasa nyaman : nyeri sendi dan otot sehubungan dengan adanya peradangan sendi. Tujuan a. Rasa nyaman terpenuhi b. Nyeri berkurang / hilang Kriteria hasil -

klien melaporkan penurunan nyeri

-

menunjukkan perilaku yang lebih relaks

-

memperagakan keterampilan reduksi nyeri yang di [elajari dengan peningkatan keberhasilan.

Rencana tindakan a. Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri; observasi terhadap kemajuan nyeri ke daerah yang baru. b. Berikan analgesik sesuai terapi dokter dan kaji efektivitasnya terhadap nyeri. c. Gunakan brace punggung atau korset bila di rencanakan demikian. d. Berikan dorongan untuk mengubah posisi ringan dan sering untuk meningkatkan rasa nyaman. e. Ajarkan dan bantu dalam teknik alternatif penatalaksanaan nyeri. c. Diagnosa Keperawatan ketiga Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurangnya informasi tentang penatalaksanaan perawatan di rumah. Tujuan Klien dan keluarga dapat memahami cara perawatan di rumah. Kriteria hasil 1. Klien dapat memperagakan pemasangan dan perawatan brace atau korset 2. Mengekspresikan pengertian tentang jadwal pengobatan 3. Klien mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit, rencana pengobatan, dan gejala kemajuan penyakit. Rencana tindakan 1.

Diskusikan tentang pengobatan : nama, jadwal, tujuan, dosis dan

efek sampingnya. 2.

Peragakan pemasangan dan perawatan brace atau korset.

3.

Perbanyak diet nutrisi dan masukan cairan yang adekuat.

4.

Tekankan pentingnya lingkungan yang aman untuk mencegah

fraktur. 5.

Diskusikan tanda dan gejala kemajuan penyakit, peningkatan

nyeri dan mobilitas. 6.

Tingkatkan kunjungan tindak lanjut dengan dokter.

DAFTAR PUSTAKA Aditama Y. T., Kamao S., Baari C., Surya A. Tuberkulosis dan Permasalahannya. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2 Cetakan Pertama. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta: 2009; 3-4.

Brunner & Suddarth, 2012, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa Waluyo Doengoes, Marilynn E & Moorehouse, Mary Frances & Geissler, Alice. (2000). Nursing Care Plans Guidelines for Planning and Documenting Patien Care. Edisi III. F. A Davis Company: Philadelphia. Mansjoer, Arief.(2009). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid 1. Penerbit Media Aesculapius FKUI : Jakarta. Raka Janitra, Zuwanda. Diagnosis dan Penatalaksanaan Spondilitis Tuberkulosis. CDK-208/ vol. 40 no. 9, th. 2013.

More Documents from "Andre Setiawan"