Lp Post Partum Sc.docx

  • Uploaded by: Yuni Wulandari
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Post Partum Sc.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,833
  • Pages: 21
LAPORAN PENDAHULUAN I. KONSEP DASAR A. DEFINISI Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009). Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi & Wiknjosastro, 2006). Sectio caesaria (SC) adalah membuka perut dengan sayatan pada dinding perut dan uterus yang dilakukan secara vertical , dari kulit sampai fasia (Wiknjosastro, 2010). Sectio caesaria adalah pembedahan untuk mengeluarkan anak dari rongga rahim dengan mengiris dinding perut dan dinding rahim (Angraini, 2008).

B. PATOFISIOLOGI Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC). Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan klien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan klien tidak

mampu melakukan aktivitas perawatan diri klien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri. Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada klien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.

D. ETIOLOGI a. Riwayat SC Uterus yang memiliki jaringan parut dianggap sebagai kontraindikasi untuk melahirkan karena dikhawatirkan akan terjadi rupture uteri. Risiko ruptur uteri meningkat seiring dengan jumlah insisi sebelumnya, klien dengan jaringan perut melintang yang terbatas disegmen uterus bawah, kemungkinan mengalami robekan jaringan parut simtomatik pada kehamilan berikutnya. Wanita yang mengalami ruptur

uteri

berisiko

mengalami

kekambuhan,

sehingga

tidak

menutup

kemungkinan untuk dilakukan persalinan pervagina, tetapi dengan beresiko ruptur uteri dengan akibat buruk bagi ibu dan janin. b. Indikasi Ibu : 1) Panggul sempit 2) Tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi 3) Stenosis serviks uteri atau vagina 4) Plassenta praevia 5) Disproporsi janin panggul 6) Rupture uteri membakat 7) Partus tak maju 8) Incordinate uterine action c. Indikasi Janin 1) Kelainan Letak : a) Letak lintang b) Letak sungsang ( janin besar,kepala defleksi)

c) Letak dahi dan letak muka dengan dagu dibelakang d) Presentasi ganda e) Kelainan letak pada gemelli anak pertama 2) Gawat Janin 3) Indikasi Kontra (relative) a) Infeksi intrauterine b) Janin Mati c) Syok/anemia berat yang belum diatasi d) Kelainan kongenital berat

E. TUJUAN SECTIO CAESAREA (SC) Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim.

F. JENIS – JENIS OPERASI SECTIO CAESAREA (SC) a. Abdomen (SC Abdominalis) 1) Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada corpus uteri. Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kirakira 10cm. Kelebihan : 1.

Mengeluarkan janin lebih memanjang

2.

Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik

3.

Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal

Kekurangan : 1.

Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonial yang baik.

2.

Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.

3.

Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.

4.

Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim.

2) Sectio caesarea profunda (Ismika Profunda) : dengan insisi pada segmen bawah uterus.Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10cm Kelebihan : 1. Penjahitan luka lebih mudah 2. Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik

3. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke rongga perineum 4. Perdarahan kurang 5. Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecil Kekurangan : 1. Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang banyak. 2. Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi. 3) Sectio caesarea ekstraperitonealis. Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis. b. Vagina (sectio caesarea vaginalis) Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila : 1) Sayatan memanjang (longitudinal) 2) Sayatan melintang (tranversal) 3) Sayatan huruf T (T Insisian)

G. KOMPLIKASI a. Infeksi Puerperalis Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan lain-

lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala gejala infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis profunda. b. Perdarahan Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri c. Komplikasi-komplikasi lain seperti : 1) Luka kandung kemih 2) Embolisme paru – paru Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Hemoglobin atau hematokrit (Hb/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan. 2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi 3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah 4. Urinalisis / kultur urine 5. Pemeriksaan elektrolit

I. PENATALAKSANAAN MEDIS POST SC a.

Pemberian cairan Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.

b.

Diet Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.

c.

Mobilisasi Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : 1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi 2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar 3) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya. 4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler)

5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, klien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi. b.

Kateterisasi Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.

c.

Pemberian obat-obatan 1) Antibiotik. Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi 2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu 3) Obat-obatan lain Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C

d.

Perawatan luka Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus dibuka dan diganti

e.

Perawatan rutin Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi,dan pernafasan.

f.

Perawatan payudara Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.

II.

KONSEP DASAR ASKEP A. PENGKAJIAN a.

Identitas klien dan penanggung jawab Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama, alamat, status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital.

b.

Keluhan utama

c.

Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi kien multipara

d.

Data riwayat penyakit 2) Riwayat kesehatan sekarang Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit yang dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah klien operasi. 3) Riwayat kesehatan dahulu Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang, maksudnya apakah klien pernah mengalami penyakit yang sama (plasenta previa) 4) Riwayat kesehatan keluarga Meliputi penyakit yang diderita klien dan apakah keluarga klien ada juga mempunyai riwayat persalinan yang sama (plasenta previa).

e. Pola-pola fungsi kesehatan 1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya 2) Pola Nutrisi dan Metabolisme Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari keinginan untuk menyusui bayinya. 3) Pola aktifitas Pada klien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri. 4) Pola eleminasi Pada klien postpartum sering terjadi adanya perasaan sering / susah kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema, yang menimbulkan infeksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB. 5) Istirahat dan tidur Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan 6) Pola hubungan dan peran Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan orang lain. 7) Pola mekanisme coping atau stres

Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas 8) Pola sensori dan kognitif Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka jahitan dan nyeri perut akibat involusi uteri (pengecilan uteri oleh kontraksi uteri), pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya 9) Pola persepsi dan konsep diri Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri 10) Pola reproduksi dan sosial Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas. f. Pemeriksaan Fisik 1) Kepala Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kontribusi rambut, warna rambut, ada atau tidak adanya edem, kadang-kadang terdapat adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan. 2) Mata Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kunuing. 3) Telinga

Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari telinga. 4) Hidung Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang ditemukan pernapasan cuping hidung. 5) Leher Pembesaran kelenjar limfe dan tiroid, adanya abstensi vena jugularis. 6) Dada dan payudara Bentuk dada simetris, gerakan dada, bunyi jantung apakah ada bisisng usus atau tiak ada. Terdapat adanya pembesaran payudara, adanya hiperpigmentasi areola mamae dan papila mamae 7) Abdomen Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat. 8) Ginetelia Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak. 9) Anus Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur, adanya hemoroid.

10) Ekstermitas Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal. 11) Tanda-tanda vital Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun. B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri

akut

berhubungan

dengan

pelepasan

mediator

nyeri

(histamin,

prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea) 2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering bekas operasi 3. Ansietas

berhubungan

dengan

kurangnya

informasi

tentang

prosedur

pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi 4. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan pembedahan 5. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi

C. INTERVENSI Diagnosa

Tujuan dan Kriteria

Keperawatan

Hasil

Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan nyeri klien berkurang / terkontrol dengan kriteria hasil : Klien melaporkan nyeri berkurang / terkontrol

Intervensi

1. Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor

Rasional

1. Mempengaruhi pilihan pengawasan keefektifan intervensi.

/

2. Tingkat ansietas dapat mempengaruhi

caesarea)

Wajah tidak tampak meringis Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai kemampuan

2.

3.

4.

5.

presipitasi. Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamana n (misalnya wajah meringis) terutama ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif. Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex: beraktivitas, tidur, istirahat, rileks, kognisi, perasaan, dan hubungan sosial) Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi progresif, latihan napas dalam, imajinasi, sentuhan terapeutik.) Kontrol faktor faktor lingkungan yang yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamana n (ruangan, suhu, cahaya,

persepsi / reaksi terhadap nyeri.

3. Mengetahui sejauh mana pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup pasien. 4.

Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan kontrol dan meningkatkan harga diri dan kemampuan koping

5.

Memberikan ketenangan kepada pasien sehingga nyeri tidak bertambah

6.

Analgetik dapat mengurangi pengikatan mediator kimiawi nyeri pada reseptor nyeri sehingga dapat mengurangi rasa nyeri

Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka bekas operasi (SC)

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan klien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil : Tidak terjadi tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesea) Suhu dan nadi dalam batas normal ( suhu = 36,5 -37,50 C, frekuensi nadi = 60 - 100x/ menit) WBC dalam batas normal (4,10-10,9 10^3 / uL)

dan suara) 6. Kolaborasi untuk penggunaan kontrol analgetik, jika perlu. 1. Tinjau ulang kondisi dasar / faktor risiko yang ada sebelumnya. Catat waktu pecah ketuban.

1.

2. Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesa) 2. 3. Lakukan perawatan dengan aseptik

luka teknik

4. Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat / rembesan. Lepaskan balutan sesuai indikasi

3.

4.

Kondisi dasar seperti diabetes / hemoragi menimbulkan potensial risiko infeksi / penyembuhan luka yang buruk. Pecah ketuban yang terjadi 24 jam sebelum pembedahan dapat menimbulkan koriamnionitis sebelum intervensi bedah dan dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka Mengetahui secara dini terjadinya infeksi sehingga dapat dilakukan pemilihan intervensi secara tepat dan cepat Meminimalisir adanya kontaminasi pada luka yang dapat menimbulkan infeksi Balutan steril menutupi luka dan melindungi luka

5. Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum / sesudah menyentuh luka 6. Pantau peningkatan suhu, nadi, dan pemeriksaan laboratorium jumlah WBC / sel darah putih

dari cedera / kontaminasi. Rembesan dapat menandakan terjadinya hematoma yang memerlukan intervensi lanjut 5.

Cuci tangan menurunkan resiko terjadinya infeksi nosokomial

6.

Peningkatan suhu, nadi, dan WBC merupakan salah satu data penunjang yang dapat mengidentifikasi adanya bakteri di dalam darah. Proses tubuh untuk melawan bakteri akan meningkatkan produksi panas dan frekuensi nadi. Sel darah putih akan meningkat sebagai kompensasi untuk melawan bakteri yang menginvasi tubuh. Risiko infeksi pasca melahirkan dan proses penyembuhan akan buruk bila kadar Hb rendah dan terjadi kehilangan darah berlebihan.

7. Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht. Catat perkiraan kehilangan darah selama prosedur pembedahan 8. Anjurkan intake nutrisi yang cukup

7. 9. Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikasi

8.

9.

Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x 6 jam diharapkan ansietas klien berkurang dengan kriteria hasil : Klien terlihat lebih tenang dan tidak gelisah Klien mengungkapka n bahwa ansietasnya berkurang

1. Kaji respon psikologis terhadap kejadian dan ketersediaan sistem pendukung

2. Tetap bersama klien, bersikap tenang dan menunjukkan rasa empati

3. Observasi respon nonverbal klien (misalnya: gelisah) berkaitan dengan ansietas yang dirasakan 4.

Dukung dan arahkan kembali mekanisme koping

1.

2.

3.

Mempertahankan keseimbangan nutrisi untuk mendukung perpusi jaringan dan memberikan nutrisi yang perlu untuk regenerasi selular dan penyembuhan jaringan Antibiotik dapat menghambat proses infeksi Keberadaan sistem pendukung klien (misalnya pasangan) dapat memberikan dukungan secara psikologis dan membantu klien dalam mengungkapkan masalahnya Keberadaan perawat dapat memberikan dukungan dan perhatian pada klien sehingga klien merasa nyaman dan mengurangi ansietas yang dirasakannya Ansietas seringkali tidak dilaporkan secara verbal namun tampak pada pola perilaku

5.

Berikan informasi yang benar mengenai prosedur pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi

6.

Diskusikan pengalaman / harapan kelahiran anak pada masa lalu

7.

Evaluasi perubahan ansietas yang dialami klien secara verbal

4.

5.

6.

7.

klien secara nonverbal Mendukung mekanisme koping dasar, meningkatkan rasa percaya diri klien sehingga menurunkan ansietas Kurangnya informasi dan misinterpretasi klien terhadap informasi yang dimiliki sebelumnya dapat mempengaruhi ansietas yang dirasakan Klien dapat mengalami penyimpangan memori dari melahirkan. Masa lalu / persepsi yang tidak realistis dan abnormalitas mengenai proses persalinan SC akan meningkatkan ansietas. Identifikasi keefektifan intervensi yang telah diberikan

Related Documents


More Documents from "imam Muh. Fatah"