Lp Penyakit Asma ( Bu Intan).docx

  • Uploaded by: virda
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Penyakit Asma ( Bu Intan).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,059
  • Pages: 10
LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT ASMA

A.

KONSEP DASAR PENYAKIT 1.

DEFINISI ASMA Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trachea dan bronchus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-rubah. Secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan. ( arif mutaqin, 2008) Asma adalah gangguan pada bronkus yang ditandai adanya bronkus yang ditandai adanya bronkospasme periodic yang reversible ( kontraksi berkepanjangan saluran nafas bronkus). ( black & hawks, 2014)

2.

EPIDEMIOLOGI Ada beberapa hal yang merupakan factor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronchial. 1.

Factor predisposisi a.

Genetic Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronchial jika terpapar dengan factor pencetus. Selain itu, hipersensifitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

2.

Factor presipitasi Allergen, allergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : a.

Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Missal : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi

b.

Ingestan, yang masuk melalui mulut. Misalnya makanan dan obat-obatan

c.

Kontaktan,

yang

masuk

melalui

perhiasan,logam dan jam tangan.

kontak

denga

kulit.

Misalnya

3.

Perubahan cuaca Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupaka factor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadag seranga berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.

4.

Stress Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, seain itu juga bisa memperberat seragan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/ gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

5.

Lingkungan kerja Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industry tekstil, pabrik asbes, polusi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti. ( hasdianah dkk, 2014)

3.

PENYEBAB Sampai saat ini, penyebab asma

bronchial belum diketahui. Berbagai teori sudah

diajukan, akan tetapi yang paling disepakati adalah adanya gangguan parasimpatis ( hiperaktifitas saraf kolinergik), gangguan simpatis ( blok pada reseptor beta adrenergic dan hiperaktifitas reseptor alfa adrenergic). Berdasarkan penyebabnya, asma bronchial dapat diklasifikasikan menjadi 3tipe yaitu : 1.

Ekstrinsik Ditandai dengan reaksi alergi yang disebabkan oleh factor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan ( antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetic terhadap alergi. Oleh karena itu, jika ada factor-faktor

pencetus spesifik seperti yang disebut diatas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik. 2.

Instrinsik ( non-alergy) Ditandai dengan adanya reaksi non-alergy yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernapasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronchitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.

3.

Asma gabungan Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergi dan non-alergi. Berdasarkan keparahan penyakit : a.

Asma intermiten Gejala muncul <1 kali dalam 1 minggu, eksaserbasi ringan dengan beberapa jam atau hari, gejala asma malam hari terjadi <2 kali dalam 1 bulan, fungsi paru normal dan asimtomatik di antara waktu serangan, peak expiratory flow (PEF) dan forced expiratory Value ( PEV 1) >80%

b.

Asma ringan Gejala mucul > 1kali dalam 1 minggu tetapi < 1kali dalam 1hari, eksaserbasi menggagu aktifitas atau tidur, gejala asma malam hari terjadi >2 kali dalam 1 bulan, PEF dan PEV1 > 80%

c.

Asma sedang ( moderate) Gejala muncul tiap hari, eksaserbasi mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma malam hari terjadi > 1kali dalam 1 minggu, menggunakan inhalasi beta 2 agonis kerja cepat dalam keseharian, PEF dan PEV1 < 60%

d.

Asma parah Gejala terus menerus terjadi, eksaserbasi sering terjadi, gejala asma malam hari sering terjadi, aktifitas fisik terganggu oleh gejala asma, PEF dan PEV1 < 60% ( hasdianah dkk, 2014)

4.

PATOFISIOLOGI Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersensivitas bronkiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seseorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibody ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan bronkhiolus dan bronchus kecil. Bila seseorang menghirup allergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, allergen bereaksi dengan antibody yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macan zat diantaraya histamine, zat anafilaksis yang bereaksi lambat ( yang merupakan leukotrient), factor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua factor-faktor ini akan menghasilkan edema local pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran nafas menjadi sangat meningkat. Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini, menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest. ( hasdianah dkk, 2014)

5.

KLASIFIKASI Derajat

Gejala

Intermiten

Gejala

Gejala malam kurang

dari Kurang

1x/minggu

dari

Faal paru 2x APE >80%

dalam sebulan

Asimtomatik Mild persistan

-

Gejala lebih dari Lebih

dari

2x APE >80%

1x/minggu tapi < dalam sebulan 1x/hari -

Serangan

dapat

mengganggu aktivitas dan tidur Moderate persistan

-

Setiap hari,

Lebih

1x

-

Serangan

seminggu

dalam APE 60-80%

2x/seminggu, bisa berhari-hari -

Menggunakan obat setiap hari

-

Aktifitas

dan

tidur terganggu Severe persistan

6.

-

Gejala kontinyu

-

Aktivitas terbatas

-

Sering serangan

Sering

APE <60%

GEJALA KLINIS Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi (wheezing), batuk yang disertai serangan napas yang kumat-kumatan. Pada beberapa penderita asma, keluhan tersebut dapat ringan, sedang atau berat dan sesak napas penderita timbul mendadak, dirasakan makin lama meningkat atau tiba-tiba menjadi lebih berat. Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya wheezing tergantung cepat atau

lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru. Bila dijumpai obstruksi ringan atau kelelahan otot pernapasan, wheezing akan terdengar lebih lemah atau tidak terdengar sama sekali. Batuk hampir selalu ada, bahkan seringkali diikuti dengan dahak putih berbuih. Selain itu, makin kental dahak, maka keluhan sesak akan semakin berat. Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih menyukai posisi duduk membungkuk dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut. Posisi ini didapati juga pada pasien dengan chronic obstructive pulmonary disease (COPD). Tanda lain yang menyertai sesak napas adalah pernapasan cuping hidung yang sesuai dengan irama pernapasan. Frekuensi pernapasan terlihat meningkat (takipneu), otot Bantu pernapasan ikut aktif, dan penderita tampak gelisah. Pada fase permulaan, sesak napas akan diikuti dengan penurunan PaO2 dan PaCO2 , tetapi pH normal atau sedikit naik. Hipoventilasi yang terjadi kemudian akan memperberat sesak napas, karena menyebabkan penurunan PaO2

dan pH serta

meningkatkan PaCO2 darah. Selain itu, terjadi kenaikan tekanan darah dan denyut nadi sampai 110/130 /menit, karena peningkatan konsentrasi katekolamin dalam darah akibat respons hipoksemia.

7.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC 1. Anamnesa a. Keluhan sesak napas, mengi, dada terasa berat atau tertekan, batuk berdahak yang tak kunjung sembuh, atau batuk malam hari b. Semua keluhan biasanya bersifat episodic dan reversible. c. Mungkin ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama atau penyakit alergi yang lain. 2. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan umum : penderita tampak sesak napas dan gelisah, penderita lebih nyaman dalam posisi duduk. b. Jantung : pekak jantung mengecil, takikardi. c. Paru : 1. Inspeksi : dinding torak tampak mengembang, diagframa terdorong ke bawah. 2. Auskultasi : terdengar wheezing (mengi), ekspirasi memanjang. 3. Perkusi : hipersonor.

4. Palpasi : vocal Fermitus kanan=kiri 3. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium meliputi : a. Pemeriksaan sputum Pemeriksaan sputum pada penderita asma akan didapati : 1. Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari Kristal eosinopil. 2. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus. 3. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus. 4. Neotrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat muncus plug. b. Pemeriksaan darah 1. Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis. 2. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH. 3. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi. 4. Pada pemeriksaan factor-faktor alergi terjadi peningkatan dari lg E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan. c. Pemeriksaan Radiologi 1. Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambran hiperinflamasi pada paru-paru yakno radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. 2. Bila disertai dengan bronchitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah. 3. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah. 4. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru. 5. Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis local. 6. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoniaperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru. d. Pemeriksaan tes kulit

Dilakukan untuk mencari factor alergi dengan berbagai allergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma. Pemeriksaan menggunakan tes temple. e. Elektrokardiografi Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu : 1. Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clockwise rotation. 2. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch block). 3. Tanda-tanda hipoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan 4. VES atau terjadinya depresi segmen ST negative. f. Spirometri Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum sesudah pemberian bronkodilator aerosol (inhaeler atau nebulizer) golongan adrenergic. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi. (Medicafarma,2008). g. Uji provokasi bronkus untuk membantu diagnosis Pengobatan profilaksis dianggap merupakan cara pengobatan yang paling rasional, karena sasaran obat-obat tersebut langsung pada factor-faktor yang menyebabkan bronkospasme. Pada umumnya pengobatan profilaksis berlangsung dalam jangka panjang, dengan cara kerja obat sebagai berikut : 1. Menghambat pelepasan mediator. 2. Menekan hiperaktivitas bronkus. Hasil yang diharapkan dari pengobatan profilaksis adalah : a. Bila mungkin bias menghentikan obat simptomatik. b. Menghentikan atau mengurangi pemakaian steroid.

c. Mengurangi banyaknya jenis obat dan dosis yang dipakai. d. Mengurangi tingkat keparahan penyakit, mengurangi frekwensi serangan dan meningkatkan beratnya serangan. Obat profilaksis yang biasanya digunakan adalah : a. Steroid dalam bentuk aerosol. b. Disodium Cromolyn. c. Ketotifen. d. Tranilast.

8.

THERAPY / TINDAKAN PENANGANAN Hubungan penderita-dokter yang baik adalah dasar yang kuat untuk terjadi kepatuhan dan efektif penatalaksanaan asma. Dengan kata lain dokter penting untuk berkomunikasi dengan penderita/keluarga, dengarkan mereka, ajukan pertanyakan terbuka dan jangan melakukan penilaian sebelumnya, lakukan dialog sederhana dan berikan nasehat atau komentar sesuai kemampuan/pendidikan penderita. Komunikasi yang terbuka dan selalu bersedia mendengarkan keluhan atau pernyataan penderita adalah kunci keberhasilan pengobatan. Rencanakan pengobatan asma jangka panjang sesuai kondisi penderita,

realistic/

memungkinkan bagi penderita dengan maksud mengontrol asma. Bila memungkinkan, ajaklah edukasi dan menunjang keberhasilan pengobatan penderita.

9.

WOC Factor pencetus serangan asma : allergen, infeksi saluran nafas, tekanan jiwa, olahraga/kegiatan jasmani yang berat, obat-obatan, polusi udara, lingkungan kerja n

Hiperaktivitas bronkhus

Edema mukosa dan dinding bronkhus

Hiperaktivitas bronkhus

Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, penggunaan otot bantu pernapasan

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Peningkatan kerja pernapasan, hipoksemia secara reversibel

Keluhan sistemis, mual, intake nutrisi tidak adekuat, malaise, kelemahan, dan keletihan fisik

 

 

Risiko tinggi ketidakefektifan pola nafas Gangguan pertukaran gas

Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan Gangguan pemenuhan ADL

Keluhan psikososial, kecemasan, ketidaktahuan akan prognosis

 

Kecemasan Ketidaktahuan /pemenuhan informasi

Status asmatikus

Gagal nafas

kematian

Related Documents

Penyakit Asma
May 2020 18
Lp Asma Puput.docx
October 2019 14
Lp Asma Bro.docx
May 2020 13
Lp Asma Athyn.docx
November 2019 21

More Documents from "milka eka"