Lp Ok.docx

  • Uploaded by: Adeliana Wana
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Ok.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,066
  • Pages: 19
Departemen Gawat darurat LAPORAN PENDAHULUAN LIMFOMA MALIGNA HODGKIN PADA TN “F” DI RSWS MAKASSAR

OLEH ADELIANA

NIM : 70900118008

RESEPTOR LAHAN

RESEPTOR INSTITUSI

(……………………...)

(…..……………………)

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI ALAUDDIN MAKASSAR FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN. XIV TAHUN 2019

1

BAB I KONSEP MEDIS A. Definisi Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem limfatik dan imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan umum yaitu pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali, dan kelainan sumsum tulang. Tumor ini dapat juga dijumpai ekstra nodal yaitu di luar sistem limfatik dan imunitas antara lain pada traktus digestivus, paru, kulit, dan organ lain. Dalam garis besar, limfoma dibagi dalam 4 bagian, diantaranya limfoma Hodgkin (LH), limfoma non-hodgkin (LNH), histiositosis X, Mycosis Fungoides. Dalam praktek, yang dimaksud limfoma adalah LH dan LNH, sedangkan histiositosis X dan mycosis fungoides sangat jarang ditemukan. Lewis, Sharon L. 2016 Penyakit lymfoma non hodgkin adalah salah satu penyakit yang tergolong dalam kasus intern. Kasus penyakit dalam pada penyakit ini terjadi

proliferasi

abnormal

sistem

lymfoid

dan

struktur

yang

membentuknya terutama menyerang kelenjar getah bening. LNH belum diketahui secara pasti penyebabnya oleh karena itu penelitian terus dilakukan untuk mengembangkan kasus ini . Elizabeth. 2016 Limfoma maligna (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk keganasan dari sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T dan histiosit sehingga muncul istilah limfoma maligna (maligna = ganas). Ironisnya, pada orang sehat sistem limfatik tersebut justru merupakan komponen sistem kekebalan tubuh. Ada dua jenis limfoma maligna yaitu Limfoma Hodgkin (HD) dan Limfoma nonHodgkin. Elizabeth. 2016

2

B. Etiologi 1)

Abnormalitas genetic

2)

Genetik

3)

Faktor lingkungan

4)

Infeksi Virus a) Virus Eipstein Barr yang berhubungan dengan limfoma Burkitt, (sebuah penyakit yang bisa ditemukan di Afrika). b) Infeksi HTLV – 1 (Human T Lymphotropic Virus tipe 1)

Faktor Predisposisi 1. Gaya hidup yang tidak sehat: Risiko Limfoma Maligna meningkat pada orang yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan UV 2. Pekerjaan: Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan dengan resiko tinggi terkena limfoma maligna adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organik. Abdul Gofir. 2016 C. Patofisiologi Proliferasi abmormal tumor dapat memberi kerusakan penekanan atau penyumbatan organ tubuh yang diserang. Tumor dapat mulai di kelenjar getah bening (nodal) atau diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal). Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha). Pembesaran kelenjar tadi dapat dimulai dengan gejala penurunan berat badan, demam, keringat malam. Hal ini dapat segera dicurigai sebagai Limfoma. Namun tidak semua benjolan yang terjadi di sistem limfatik merupakan Limfoma.Bisa saja benjolan tersebut hasil perlawanan kelenjar limfa dengan sejenis virus atau mungkin tuberkulosis limfa. Biasanya berawal sebagai :

3

1. pembesaran nodus limfe tanpa ada nyeri pada salah satu sisi leher yang menjadi sangat besar. 2. Nodus limfe mediastinal dan retroperitonial kadang membesar menyebabkan gejala penekanan berat pada tekanan terhadap trakea menyebabkan sulit bernafas, penekanan terhadap esofagus menyebabkan sulit menelan, pada syaraf menyebabkan paralisis faringeal dan nuralgia brakeal lumbal atau sakral, pada vena mengakibatkan oedem pada salah salah satu atau kedua ekstremitas dan efusi pleura, pada kandung empedu menyebabkan ikterik obstruktif. 3. Akhirnya limpa menjadi teraba dan hati membesar. Terkadang penyakit bermula di nodus mediastinum atau peritonial dan tetep terbatas disana. Pada pasien lain pembesaran limpa merupakan satu-satunya lesi 4. Kemudian terjadi anemia progresif. Jumlah leukosit biasanya tinggi dengan jumlah polimorfomoklear ( PMN ) meningkat secra abnormal dan peningkatan eosinofil. 5. Sekitar separuh pasien mengalami demam ringan, dengan suhu melebih 38,30C ( 1010F ). 6. Namun pasien yang mengalami keterlibatan mediastinal dan abdominal dapat mengalami demam tinggi intermiten. Suhunya dapat naik sampai 400C ( 1040F ) selama periode waktu 3-14 hari, kemudian kembali normal dalam beberapa minggu. 7. Apabila penyakit ini tidak ditangani pasien akan kehilangan berat badan dan menjadi kakeksia ( kelemahan secara fisik ), terjadi infeksi, anemia, timbul edema anasarka ( oedem umum yang berat ), tekanan darah turun dan kematian pasti terjadi dalam 1-3 tahun tanpa keganasan. 8. Namun biasanya penyakit ini sudah menyebar keseluruh sistem limfatik sebelum pertama kali terdianogsa. Apabila penyakit masih terlokalisasi, radiasi merupakan penanganan pilihan. Jika terdapat

4

keterlibatan umum, dipakai kombinasi kemoterapi. Pemberian dosis rendah pada penderita HIV positif dianjurkan untuk mencegah terjadinya infeksi berat yang potensial mematikan. Seperti pada penyakit Hogkin, infeksi merupakan masalah utama. Keterlibatan sistem saraf pusat juga sering terjadi. 9. Beberapa penderita mengalami demam Pel-Ebstein, dimana suhu tubuh meninggi selama beberapa hari yang diselingi dengan suhu normal atau di bawah normal selama beberapa hari atau beberapa minggu. Gejala lainnya timbul berdasarkan lokasi pertumbuhan sel-sel limfoma. Terdapat 3 gejala spesifik pada Limfoma antar lain: a) Demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38oC b) Sering keringat malam c) Kehilangan berat badan lebih dari 10% dalam 6 bulan. Lauralee. 2016 D. Manifestasi klinik Gejala klinis dari penyakit limfoma maligna adalah sebagai berikut : 1. Limfodenopati superficial. Sebagian besar pasien datang dengan pembesaran kelenjar getah bening asimetris yang tidak nyeri dan mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha) 2. Demam 3. Sering keringat malam 4. Penurunan nafsu makan 5. Kehilangan berat badan lebih dari 10 % selama 6 bulan (anorexia) 6. Kelemahan, keletihan 7. Anemia, infeksi, dan pendarahan dapat dijumpai pada kasus yang mengenai sumsum tulang secara difus . Elizabeth. 2016 E. Komplikasi Komplikasi yang dialami pasien dengan limfoma maligna dihubungkan dengan penanganan dan berulangnya penyakit. Efek-efek umum yang merugikan berkaitan dengan kemoterapi meliputi : alopesia,

5

mual, muntah, supresi sumsum tulang, stomatitis dan gangguan gastrointestinal. Infeksi adalah komplikasi potensial yang paling serius yang mungkin dapat menyebabkan syok sepsis.Efek jangka panjang dari kemoterapi meliputi kemandulan, kardiotoksik, dan fibrosis pulmonal. Efek samping terapi radiasi dihubungkan dengan area yang diobati. Bila pengobatan pada nodus limfa servikal atau tenggorok maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut : mulut kering, disfagia, mual, muntah, rambut rontok, dan penurunan produksi saliva. Bila dilakukan pengobatan pada nodus limfa abdomen, efek yang mungkin terjadi adalah muntah, diare, keletihan, dan anoreksia. Elizabeth. 2016 F. Pemeriksaan penunjang Untuk mendeteksi limfoma harus dilakukan biopsi dari kelenjar getah bening yang terkena dan juga untuk menemukan adanya sel ReedSternberg.Untuk mendeteksi Limfoma memerlukan pemeriksaan seperti sinar-X, CT scan, PET scan, biopsi sumsum tulang dan pemeriksaan darah. Biopsi atau penentuan stadium adalah cara mendapatkan contoh jaringan untuk membantu dokter mendiagnosis Limfoma. Ada beberapa jenis biopsy untuk mendeteksi limfoma maligna yaitu : 1. Biopsi kelenjar getah bening, jaringan diambil dari kelenjar getah bening yang membesar. 2. Biopsi aspirasi jarum-halus, jaringan diambil dari kelenjar getah bening dengan jarum suntik. Ini kadang-kadang dilakukan untuk memantau respon terhadap pengobatan. 3. Biopsi sumsum tulang di mana sumsum tulang diambil dari tulang panggul untuk melihat apakah Limfoma telah melibatkan sumsum tulang. Lauralee. 2016 G. Penatalaksanaan Cara pengobatan bervariasi dengan jenis penyakit.Beberapa pasien dengan tumor keganasan tingkat rendah, khususnya golongan limfositik, tidak membutuhkan pengobatan awal jika mereka tidak mempunyai gejala dan ukuran lokasi limfadenopati yang bukan merupakan ancaman.

6

1. Pembedahan Tata laksana dengan pembedahan atau operasi memiliki peranan yang terbatas dalam pengobatan limfoma.Untuk beberapa jenis limfoma,seperti limfoma gaster yang terbataspada bagian perut saja atau jika ada resiko perforasi, obstruksi, dan perdarahan masif,pembedahan masih menjadi pilihan utama.Namun, sejauh ini pembedahan hanya dilakukanuntukmendukung proses penegakan diagnosis melalui surgical biopsy 2. Radioterapi Walaupun beberapa pasien dengan stadium I yang benarbenar terlokalisasi dapat disembuhkan dengan radioterapi, terdapat angka yang relapse dini yang tinggi pada pasien yang dklasifikasikan sebagai stadium II dan III. Radiasi local untuk tempat utama yang besar harus dipertimbangkan pada pasien yang menerima khemoterapi dan ini dapat bermanfaat khusus jika penyakit mengakibatkan sumbatan/ obstruksi anatomis. Pada pasien dengan limfoma keganasan tingkat rendah stadium III dan IV, penyinaran seluruh tubuh dosis rendah dapat membuat hasil yang sebanding dengan khemoterapi. 3. Khemoterapi Terapi obat tunggal Khlorambusil atau siklofosfamid kontinu atau intermiten yang dapat memberikan hasil baik pada pasien dengan limfoma maligna keganasan tingkat rendah yang membutuhkan

terapi

karena

penyakit

tingkat

lanjut.Terapi

kombinasi. (misalnya COP (cyclophosphamide, oncovin, dan prednisolon)) juga dapat digunakan pada pasien dengan tingkat rendah atau sedang berdasakan stadiumnya. Paling baik selalu diberikan kemoterapi kombinasi MOPP: M = Mustard nitrogen 6mg / sqm iv hari ke 1 dan 8. O= Oncovin = vincristine 1,0 – 1,mg / sqm iv hari ke 1 dan 8. P = Procarbazine 100mg / sqm per os tiap hari ke 1-14.

7

P = Prednison 40mg / sqm per os tiap hari ke 1-14. Satu seri adalah 14 hari kemudian istirahat 14 hari. 4. Imunoterapi Bahan yang digunakan dalam terapi ini adalah Interferon-α, di mana interferon-α berperan untuk menstimulasi sistem imun yang menurun akibat pemberian kemoterapi. 5. Transplantasi sumsum tulang Transplasntasi sumsum tulang merupakan terapi pilihan apabila limfoma tidak membaik dengan pengobatan konvensional atau jika pasien mengalami pajanan ulang (relaps). Ada dua cara dalam melakukan transplantasi sumsum tulang, yaitu secara alogenik dan secara autologus. Transplantasi secara alogenik membutuhkan donor sumsum yang sesuai dengan sumsum penderita.Donor tersebut bisa berasal dari saudara kembar, saudara kandung, atau siapapun asalkan sumsum tulangnya sesuai dengan sumsum

tulang

penderita.Sedangkan

transplantasi

secara

autologus, donor sumsum tulang berasal dari sumsum tulang penderita yang masih bagus diambil kemudian dibersihkan dan dibekukan untuk selanjutnya ditanamkan kembali dalam tubuh penderita agar dapat menggantikan sumsum tulang yang telah rusak . Elsevier Saunders 2017 H. Pencegahan Tindakan pencegahan terhadap limfoma non-Hodgkin belum diketahui hingga saat ini. Namun, cara terbaik untuk mencegah limfoma non-Hodgkin adalah mencegah faktor risikonya, seperti mencegah HIV. Elsevier Saunders 2017

8

PENYIMPANAN KDM Abnormalitas Genetic, Factor Lingkungan, Infeksi Virus

Nyeri

Pembesaran Kelenjar Getah Bening

Mendesak pembuluh darah

Mendesak jaringan sekitar

Sistem pernapasan

Pa O2menurun PCO2 meningkat Sesak napas Peningkatan produksi sekret Penurunan imunitas

Pola napas tidak efektif Jalan nafas tidak efektif

Sistem saraf

Paralisis faringeal

Kesulitan menelan

Hipertermi Resiko Terjadinya Infeksi

Gangguan Termoregulasi Resiko Terjadinya Infeksi

Mendesak Sel Saraf

Sistem pencernaan

Sistem muskuluskletal

Efek hiperventilasi

Penurunan suplai oksigen kejaringan

Sesak napas Tindakan invasif

Peningkatan metabolisme anaerob

Koping tidak efektif

Produksi asam lambung meningkat Peristaltik menurun

Respons psikososial

Penurunan nafsu makan

Mual, nyeri lambung konstipasi

Peningkatan produksi asam laktat

Kelemahan fisik umum,odem Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

9

Intoleransi aktivitas

Kecemasan

BAB II KONSEP KEPERAWATAN A. Pengkajian keperawatan a) pengkajian 1. Identitas klien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, bahan yang dipakai sehari-hari, status perkawinan, kebangsaan, pekerjaan, alamat, pendidikan, tanggal atau jam MRS, dan diagnosa medis. 2. Keluhan Utama Pada umumnya pasien mengeluh tindak nyamanan kerena adanya benjolan. 3. Riwayat Penyakit Sekarang Pada umumnya pasien dengan limfoma didapat keluhan benjolan terasa nyeri bila ditelan kadang-kadang disertai dengan kesulitan bernafas, gangguan penelanan, berkeringat di malam hari.Pasien biasanya megnalami dendam dan disertai dengan penurunan BB. 4. Riwayat Penyakit Dahulu Pada pasien dengan limfoma biasanya diperoleh riwayat penyakit seperti pembesaran pada area seperti : leher, ketiak, dll. Pasien dengan transplantasi ginjal atau jantung. 5. Riwayat kesehatan keluarga Meliputi susunan anggota keluarga yang mempunyaio penyakit yang sama dengan pasien, ada atau tidaknya riwayat penyakit menular, penyakit turunan seperti DM, Hipertensi, dan lain-lain. b) Data dasar pengkajian pasien Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan umum Pasien lemah, cemas, nyeri pada benjolan, demam, berkeringat pada malam hari, dan menurunnya BB. 2) Kulit, rambut, kuku ( tidak ada perubahan ) 3) Kepala dan leher

10

Terdapat benjolan pada leher, yang terasa nyeri bila ditekan. 4) Mata dan mulut Tidak ada masalah/perubahan. 5) Thorak dan abdomen Pada pemeriksa yang dilakukan tidak didapatkan perubahan pada thorak maupun abdomen. 6) Sistem respirasi Biasanya pasien mengeluh dirinya mengeluh sulit untuk bernafas karena ada benjolan. 7) Sistem gastrointestinal Biasanya pasien mengalami anorexia karena rasa sakit yang dirasakan saat menelan makanan, sehinggapasien sering mengalami penurunan BB. 8) Sistem muskuluskeletal. Pada pasien ini tidak ada masalah. 9) Sistem endokrin. Terjadi pembesaran kelenjar limfe. 10) Sistem persyarafan Pasien ini sering merasa cemas akan kondisinya, penyakit yang sedang dideritanya. c) Pemeriksaan Penunjang 1) USG Banyak digunakan untuk melihat pembesaran kelenjar getah bening. 2) Foto thorak Digunakan untuk menentukan keterlibatan kelenjar getah bening mediastina. 3) CT- Scan Digunakan untuk diagnosa dan evaluasi pertumbuhan limpoma 4) Pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan Hb, DL, pemeriksaan uji fungsi hati / ginjal secara rutin). 5) Laparatomi

11

Laparatomi rongga abdomen sering dilakukan untuk melihat kondisi kelenjar getah bening pada illiaka, para aortal dan mesentrium dengan tujuan menentukan stadiumnya. Abdul Gofir. 2016 B. Diagnosa keperawatan 1) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat ( mual, muntah) 2) Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan proses inflamasi. 3) Cemas

berhubungan

dengan

kurangnya

pengetahuan

tentang

penyakitnya. 4) Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi 5) Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan tidak seimbangnya persediaan dan kebutuhan oksigen kelemahan umum serta kelelahan karena gangguan pola tidur 6) Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf. NANDA International. 2015

12

C. Rencana/ intervensi keperawatan No Diagnosa Keperawatan 1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat ( mual, muntah)

Tujuan / Kriteria Hasil Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x24 jam Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi dengan Kriteria Hasil :  BB meningakat  Nafsu makan pasien meningkat  Gangguan penelanan berkurang  Rasa sakit pada waktu menelan berkurang

Intervensi

Rasional

1. Lakukan pendekatan pada pasien dan keluarganya. 2. Jelaskan pada pasien dan keluarga penyebabnya dari rasa sakit dan cara mengurangi rasa sakit. 3. Jelaskan pada pasien tentang penyakitnya dan akibatnya jika ia tidak makan. 4. Anjurkan pada kelurga untuk memberikan makanan tambahan yang ringan untuk dicerna 5. Obervasi TTV 6. Kolaborasi dengan tim kesehatan dan ahli gizi

1. pasien dan keluarga lebih kooperatif. 2. pasien mendapat informasi yang tepat. 3. pasien mendapat informasi yang tepat. 4. untuk memudahkan pasien menelan. 5. untuk mengetahui perkembangan pasien 6. untuk menetukan diet yang diperoleh oleh px

13

2.

Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan proses inflamasi.

3

Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24Tidak terjadi infeksi, dengan Kriteria Hasil :  Suhu tubuh dalam batas normal  Tidak ada tanda inflamasi  Keringat berkurang Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam tidak terjadi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan kriteria hasil :  Nafsu makan meningkat,  porsi habis,  BB tidak turun drastis

1. beri penjelasan tentang terjadinya infeksi 2. beritahu pasien tentang tandatanda inflamasi 3. beri kompres basah 4. Anjurkan pasien untuk memakai baju yang menyerap keringat. 5. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat

1. pasien mengetahui proses terjadinya infeksi 2. pasien mengetahui tanda-tanda inflamasi dan pencegahannya 3. menurunkan suhu tubuh pasien 4. agar keringat mudah diserap dan suhu tubuh tidak meningkat 5. diharapkan dapat mempercepat proses kesembuahn pasien

1. Observasi nafsu makan klien

1. Porsi makan yang tidak habis menunjukkan nafsu makan belum membaik 2. Meningkatkan masukan secara perlahan 3. Klien dapat memahami dan mau meningkatkan masukan nutrisi 4. Peningkatan energi dan protein pada tubuh sebagai pembangun

2. Beri makan klien sedikit tapi sering 3. Beritahu klien pentingnya nutrisi 4. Pemberian diet TKTP

14

4

Hipertermi berhubungan dengan tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi

Setelah dilakukan 1. Observasi suhu tubuh pasien tindakan keperawatan selama 1x24 jam 2. Anjurkan dan berikan banyak diharapkan suhu minum (sesuai kebutuhan tubuh klien menurun cairan anak menurut umur) dengan Kriteria Hasil 3. Berikan kompres hangat pada : dahi, aksila, perut dan lipatan  TTV dalam batas normal paha. 4. Anjurkan untuk memakaikan pasien pakaian tipis, longgar dan mudah menyerap keringat. 5. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik.

15

1. Dengan memantau suhu diharapkan diketahui keadaan sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat. 2. Dengan banyak minum diharapkan dapat membantu menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh 3. Kompres dapat membantu menurunkan suhu tubuh pasien secara konduksi 4. Dengan pakaian tersebut diharapkan dapat mencegah evaporasi sehingga cairan tubuh menjadiseimbang. 5. antipiretik akan menghambat pelepasan panas oleh hipotalamus.

5

Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan tidak seimbangnya persediaan dankebutuhanoksigen kelemahan umum serta kelelahan karena gangguan pola tidur

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jamAktivitas dapat terpenuhi selama perawatan dengan kriteria hasil :  Laporan secara verbal, kekuatan otot meningkat dan tidak ada perasaan kelelahan.  Tidak ada sesak  Denyut nadi dalam batas normal  Tidak muncul sianosis

1. Mengevaluasi respon pasien

1. Memberikan kemampuan atau

terhadap aktivitas, mencatat

kebutuhan pasien dan

dan melaporkan adanya

memfasilitasi dalam pemilihan

dispnea, peningkatan

intervensi

kelelahan, serta perubahan

2. Mengurangi stress dan stimulasi

dalam tanda vital selama dan

yang berlebihan, serta

setelah aktivitas.

meningkatkan istirahat.

2. Memberikan lingkungan yang nyaman dan membatasi pengunjung selama fese akut atas indikasi. Menganjurkan untuk menggunakan memejen stress dan aktivitas yang beragam. 3. Menjelaskan pentingnya

3. Bedrest akan memelihara tubuh selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolisme dan memelihara energy untuk penyembuhan 4. Pasien mungkin merasa nyaman dengan kepala dalam keadaan

beristirahat pada rencana

elevasi, tidur di kursi atau

tindakan dan perlunya

istirahat pada meja dengan

keseimbangan antara aktivitas

bantuan bantal

dengan istirahat.

16

4. Membantu pasien untuk

5. Meminimalkan kelelahan dan

berada pada posisi yang

menolong menyeimbangkan

nyaman untuk beristirahat dan

suplai oksigen dan kebutuhan.

atau tidur. 5. Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan selfcare. Memberikan aktivitas yang meningkat selama fase penyembuhan. 6

Nyeri berhubungan dengan interupsi sel saraf

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan intensitas nyeri berkurang dengan kriteria hasil : 

Klien merasa nyaman



Skala nyeri menurun



GCS E4V5M6



Tanda-tanda vital

1. Tentukan karakteristik dan lokasi nyeri, perhatikan isyarat verbal dan non verbal setiap 6 jam 2. Pantau tekanan darah, nadi dan pernafasan tiap 6 jam

1. menentukan tindak lanjut intervensi 2. nyeri dapat menyebabkan gelisah serta tekanan darah meningkat, nadi, pernafasan meningkat

3. Terapkan tehnik distraksi (berbincang-bincang)

3. mengalihkan perhatian dari rasa

4. Ajarkan tehnik relaksasi (nafas dalam) dan sarankan untuk mengulangi bila merasa nyeri

4. relaksasi mengurangi ketegangan

17

nyeri

otot-otot sehingga mengurangi penekanan dan nyeri.

normal(nadi : 60100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 16-20 kali permenit)

5. Beri dan biarkan pasien memilih posisi yang nyaman

5. mengurangi keteganagan area

6. Kolaborasi dalam pemberian analgetika.

6. analgetika akan mencapai pusat

nyeri.

rasa nyeri dan menimbulkan penghilangan nyeri.

Dochterman, Joanne Mccloskey, Bulechek, Gloria M. 2016

18

DAFTAR PUSTAKA Dochterman, Joanne Mccloskey, Bulechek, Gloria M. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC), Fourth Edition.Missouri: Mosby. Lewis, Sharon L. 2016. Medical Surgical Nursing : Assessment and Management of Clinical Problems Volume 2. Seventh Edition. St.Louis : Mosby. St. Louis : Elsevier Saunders 2017. Penatalaksanaan Penyakit Kanker Limfoma Non Hodgin Morhead, Sue, Johnson, Marion, Maas, Meriden L., Swanson, Elizabeth. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC), Fourth Edition. Missouri: Mosby NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.Jakarta: EGC Sherwood, Lauralee. Alih bahasa : Brahm U. Pendit. 2016. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta : EGC. Tiener, Lawrence M, Steohen J, McPhee dan Maxine A. Papadakis. Alih bahasa : Abdul Gofir. 2016. Diagnosis & Terapi Kedokteran Penyakit Dalam Buku 2. Jakarta : Salemba Medika.

19

Related Documents

Lp
August 2019 105
Lp
November 2019 101
Lp
May 2020 74
Lp
October 2019 102
Lp
October 2019 96
Lp Pneumoia.docx
December 2019 0

More Documents from "imam masrukin"