LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN NON-STEMI DI RUANG ICU RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SANJIWANI GIANYAR TAHUN 2019 A. Definisi NSTEMI didefinisikan sebagai gambaran EKG depresi segmen ST atau inversi gelombang T prominen dengan biomarker nekrosis yang positif ( mis, troponin) dengan tidak dijumpainya elevasi segmen ST pada gambaran EKG dan sesuai dengan gambaran klinis (rasa tidak nyaman pada dada atau sesuai dengan angina). (HARAHAP, 2014) Non-ST Elevasi Miokardial Infark (NSTEMI) adalah oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada EKG. B. Etiologi NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner, sehingga terjadi iskemia miokard dan dapat menyebabkan nekrosis jaringan miokard dengan derajat lebih kecil, biasanya terbatas pada subendokardium. Keadaan ini tidak dapat menyebabkan elevasi segmen ST, namun menyebabkan pelepasan penanda nekrosis. Penyebab paling umum adalah penurunan perfusi miokard yang dihasilkan dari penyempitan arteri koroner disebabkan oleh thrombus nonocclusive yang telah dikembangkan pada plak aterosklerotik terganggu. Penyempitan abnormal dari arteri koroner mungkin juga bertanggung jawab. 1. Faktor resiko a. Yang tidak dapat diubah 1) Umur 2) Jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah menopause 3) Riwayat penyakit jantung coroner pada anggota keluarga di usia muda (anggota keluarga laki-laki muda dari usia 55 tahun atau anggota keluarga perempuan yang lebih muda dari usia 65 tahun). 4) Hereditas 5) Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam. b. Yang dapat diubah 1) Mayor : hiperlipidemia, hipertensi, Merokok, Diabete, Obesitas, Diet tinggi lemak jenuh, kalori. 2) Minor : Inaktifitas fisik, emosional, agresif, ambisius, kompetitif, stress psikologis berlebihan. 2. Faktor penyebab No. Penyebab ST/ NSTEMI 1. Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada 2. Obstruksi dinamik (spasme koroner atau vasokontriksi) 3. Obstruksi mekanik yang progresif 4. Inflamasi dan atau infeksi 5. Faktor atau keadaan pencetus a. Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada Penyebab paling sering SKA adalah penurunan perfusi miokard oleh karena penyempitan arteri koroner sebagai akibat dari trombus yang ada pada plak aterosklerosis yang robek/pecah dan biasanya tidak sampai menyumbat.
Mikroemboli (emboli kecil) dari agregasi trombosit beserta komponennya dari plak yang ruptur, yang mengakibatkan infark kecil di distal, merupakan penyebab keluarnya petanda kerusakan miokard pada banyak pasien. b. Obstruksi dinamik Penyebab yang agak jarang adalah obstruksi dinamik, yang mungkin diakibatkan oleh spasme fokal yang terus menerus pada segmen arteri koroner epikardium (angina prinzmetal). Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi endotel. Obstruksi dinamik koroner dapat juga diakibatkan oleh konstriksi abnormal pada pembuluh darah yang lebih kecil. c. Obstruksi mekanik yang progresif Penyebab ke tiga SKA adalah penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme atau trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang setelah intervensi koroner perkutan (PCI). d. Inflamasi dan/atau infeksi Penyebab ke empat adalah inflamasi, disebabkan oleh/yang berhubungan dengan infeksi, yang mungkin menyebabkan penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur dan trombogenesis. Makrofag dan limfosit-T di dinding plak meningkatkan ekspresi enzim seperti metaloproteinase, yang dapat mengakibatkan penipisan dan ruptur plak, sehingga selanjutnya dapat mengakibatkan SKA. e. Faktor atau keadaan pencetus Penyebab ke lima adalah SKA yang merupakan akibat sekunder dari kondisi pencetus diluar arteri koroner. Pada pasien ini ada penyebab berupa penyempitan arteri koroner yang mengakibatkan terbatasnya perfusi miokard, dan mereka biasanya menderita angina stabil yang kronik. SKA jenis ini antara lain karena: 1) Peningkatan kebutuhan oksigen miokard, seperti demam, takikardi dan tirotoksikosis. 2) Berkurangnya aliran darah coroner. 3) Berkurangnya pasokan oksigen miokard, seperti pada anemia dan hipoksemia. Kelima penyebab SKA di atas tidak sepenuhnya berdiri sendiri dan banyak terjadi tumpang tindih. Dengan kata lain tiap penderita mempunyai lebih dari satu penyebab dan saling terkait. C. Patofisiologi Non ST elevation myocardial Infarction (NSTEMI) dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan adanya ruptur plak yang tidak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel makrofag dan limfosit T yang menunjukkan adanya proses inflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF α , dan IL-6. Selanjutnya IL-6 merangsang pengeluaran hsCRP di hati. Ciri khas patofisiologi kondisi NSTEMI adalah akibat ketidakseimbangan antara suplai dan demand oksigen miokard. Mekanisme yang paling sering terlibat dalam ketidakseimbangan tersebut disebabkan oleh menurunnya suplai oksigen ke miokard, melalui lima mekanisme dibawah ini:
1.
2.
3.
4. 5.
Yang paling sering disebabkan oleh menyempitnya arteri koroner yang disebabkan oleh trombus yang terdapat pada plak ateroskelotik yang terganggu dan biasanya nonoklusif. Mikroemboli dari agregat trombosit dan komponen-komponen dari plak yang terganggu tersebut diyakini bertanggung jawab terhadap keluarnya markers miokard pada pasienpasien NSTEMI. Trombus/plak oklusif juga dapat menyebabkan sindroma ini namun dengan suplai darah dari pembuluh darah kolateral. Patofisiologi molekuler dan seluler paling sering yang menyebabkan plak aterosklerotik terganggu adalah inflamasi arterial yang disebabkan oleh proses non infeksi (mis, lipid teroksidasi), dapat pula oleh stimulus proses infeksi yang menyebabkan ekspansi dan destabilisasi plak, ruptur atau erosi, dan trombogenesis. Makrofag yang teraktivasi dan limfosit T yang berada pada plak meningkatkan ekspresi enzim-enzim seperti metalloproteinase yang menyebabkan penipisan dan disrupsi plak yang dapat menyebabkan NSTEMI. Penyebab lain yang juga sering adalah obstruksi dinamis, yang dapat dipicu oleh spasme fokal terus menerus dari segmen arteri koroner epicardial (Prinzmetal’s angina). Spasme lokal ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos vaskular dan atau disfungsi endotel. Spasme pembuluh darah besar dapat terjadi pada puncak obstruksi atau plak, yang mengakibatkan angina yang berasal dari campuran kondisi tersebut atau NSTEMI/UA. Obstruksi koroner dinamik dapat pula disebabkan oleh disfungsi mikrovaskular difus, sebagai contoh akibat disfungsi endotel atau konstriksi abnormal dari pembuluh darah kecil intramural. Penyempitan pembuluh darah tanpa spasme atau trombus. Kondisi ini terjadi pada pasien dengan atherosklerosis progresif atau akibat restenosis setelah percutaneous coronary intervention (PCI). Diseksi arteri koroner (dapat terjadi sebagai penyebab SKA pada wanita-wanita peripartum). UA sekunder, yang kondisi pencetus nya terdapat diluar arteri koroner. Pasien dengan UA sekunder biasanya, namun tidak selalu, memiliki penyempitan atherosklerotik koroner yang membatasi perfusi miokard dan sering memiliki angina kronik stabil. UA sekunder dapat dipresipitasi oleh kondisi-kondisi seperti peningkatan kebutuhan oksigen miokard (demam, takikardia, tirotoksikosis), penurunan aliran darah koroner (hipotensi) atau penurunan pasokan oksigen miokard (anemia atau hipoksemia). (HARAHAP, 2014)
D. Manifestasi Klinis 1. Nyeri Dada Nyeri yang lama yaitu minimal 30 menit, sedangkan pada angina kurang dari itu. Disamping itu pada angina biasanya nyeri akan hilang dengan istirahat akan tetapi pada infark tidak. Nyeri dan rasa tertekan pada dada itu bisa disertai dengan keluarnya keringat dingin atau perasaan takut. Biasanya nyeri dada menjalar ke lengan kiri, bahu, leher sampai ke epigastrium, akan tetapi pada orang tertentu nyeri yang terasa hanya sedikit. Hal tersebut biasanya terjadi pada manula, atau penderita DM berkaitan dengan neuropathy. 2. Sesak Nafas Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir diastolik ventrikel kiri, disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan hipervenntilasi. Pada infark yang tanpa gejala nyeri, sesak nafas merupakan tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna. 3. Gejala Gastrointestinal Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah, dan biasanya lebih sering pada infark inferior, dan stimulasi diafragma pada infak inferior juga bisa menyebabkan cegukan.
4.
Gejala Lain Termasuk palpitasi, rasa pusing atau sinkop dari aritmia ventrikel dan gelisah.
E. Pemeriksaan Penunjang 1. EKG EKG 12 lead saat istirahat merupakan alat diagnostik lini pertama dalam penilaian pasien-pasien yang disangkakan NSTEMI. EKG harus didapat dalam 10 menit setelah kontak medis pertama dan secepatnya diinterpretasikan oleh dokter. Karakteristik abnormalitas gambaran EKG yang ditemui pada NSTEMI adalah depresi segmen ST atau elevasi transient dan atau perubahan pada gelombang T (inversi gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T pseudo-normal). Jumlah lead yang menunjukkan depresi segmen ST dan derajat depresi segmen ST mengindikasikan luas dan keparahan iskemia dan berkorelasi dengan prognosis. Deviasi segmen ST yang baru, bahkan hanya 0,05 mV merupakan hal yang penting dan spesifik dalam hal iskemik dan prognosis. Depresi segmen ST > 2 mm meningkatkan resiko mortalitas. Inversi gelombang T juga sensitif untuk iskemik namun kurang spesifik, kecuali bila ≥ 0,3mV baru dinyatakan bermakna. Jika EKG inisial normal atau inkonklusif, perekaman EKG ulangan sebaiknya dilakukan saat pasien mengalami gejala dan gambaran EKG ini dibandingkan dengan gambaran EKG saat pasien dalam kondisi asimtomatis. Perbandingan dengan EKG sebelumnya akan sangat bernilai pada pasien-pasien dengan kelainan jantung terdahulu, seperti hipertropi ventrikel kiri atau infark miokard sebelumnya. Perekaman EKG sebaiknya diulangi setidaknya pada 3 jam (6-9 jam) dan 24 jam setelah masuk ke rumah sakit. Pada kondisi dimana terjadi nyeri dada berulang atau muncul gejala-gejala lainnya, pemeriksaan EKG dapat diulangi secepatnya. Harus diingat bahwa gambaran EKG normal tidak menyingkirkan kemungkinan NSTEMI. Terutama iskemik pada daerah arteri sirkumfleks atau iskemik ventrikel kanan terisolasi dapat luput dari gambaran EKG 12 lead, namun dapat terdeteksi pada lead V7-V9 dan pada lead V3R dan V4R. 2. Biomarker Kardiak troponin (TnT dan TnI) memegang peranan penting dalam diagnosis dan stratifikasi resiko, dan dapat membedakan NSTEMI dengan UA. Troponin lebih spesifik dan sensitif dibandingkan enzim jantung tradisional lainnya seperti creatine kinase (CK), isoenzim CK yaitu CKMB dan mioglobin. Peningkatan troponin jantung menggambarkan kerusakan selular miokard yang mungkin disebabkan oleh embolisasi distal oleh trombus kaya platelet dari plak yang ruptur atau mengalami erosi. Pada kondisi iskemik miokard (nyeri dada, perubahan EKG, atau abnormalitas gerakan dinding jantung yang baru), peningkatan troponin mengindikasikan adanya infark miokard. Pada pasien-pasien dengan infark miokard, peningkatan awal troponin muncul dalam 4 jam setelah onset gejala. Troponin dapat tetap meningkat sampai dua minggu akibat proteolisis aparatus kontraktil. Nilai cut off untuk infark miokard adalah kadar troponin jantung melebihi persentil 99 dari nilai referensi normal (batas atas nilai normal). Kondisi-kondisi mengancam nyawa lainnya yang menunjukkan gejala nyeri dada seperti aneurisma diseksi aorta atau emboli pulmonal, dapat juga menyebabkan peningkatan troponin dan harus selalu dipertimbangkan sebagai diferensial diagnosis. Peningkatan troponin jantung juga dapat terjadi pada injuri miokard yang tidak berhubungan dengan pembuluh koroner.
3.
Creatine kinase – MB (CKMB) yang merupakan protein karier sitosolik untuk fospat energi tinggi telah lama dijadikan sebagai standar diagnosis infark miokard. Namun CKMB kurang sensitif dan kurang spesifik dibandingkan dengan troponin jantung dalam menilai infark miokard. CKMB dalam jumlah yang kecil dapat ditemui pada darah orang sehat dan meningkat seiring dengan kerusakan otot lurik. Pemeriksaan Imaging Foto thoraks biasanya dilaksanakan pada saat awal pasien masuk ke rumah sakit, sehingga dapat dievaluasi kemungkinan lain penyebab nyeri dada dan sekaligus sebagai skrining kongesti paru yang akan mempengaruhi prognosis. Pemeriksaan ekokardiografi dan doppler sebaiknya dilakukan setelah hospitalisasi untuk menilai fungsi global ventrikel kiri dan abnormalitas gerakan dinding regional. Ekokardiografi juga diperlukan untuk menyingkirkan penyebab lain dari nyeri dada. Cardiac magnetic resonance (CMR) dapat menilai fungsi dan perfusi jantung skaligus mendeteksi bekas luka pada jaringan, namun teknik imaging ini belum secara luas tersedia. Begitu pula dengan nuclear myocardial perfusion tampaknya akan sangat bermanfaat, namun tidak tersedia dalam layanan 24 jam. Myokard skintigrafi juga dapat digunakan pada pasien dengan nyeri dada tanpa perubahan gambaran EKG atau bukti adanya iskemik yang sedang berlangsung ataupun infark miokard. Multidetector computed tomography (CT) tidak digunakan untuk mendeteksi iskemia, namun menawarkan kemungkinan untuk menyingkirkan adanya PJK. CT angiography, jika tersedia dapat digunakan untuk menyingkirkan SKA dari etiologi nyeri dada lainnya. (HARAHAP, 2014)
F. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada NSTEMI bisa saja normal. Setiap pasien dengan SKA harus diukur tanda-tanda vital nya (tekanan darah dikedua lengan jika disangkakan diseksi, frekuensi detak jantung, dan suhu) dan selanjutnya harus menjalani pemeriksaan fisik jantung dan dada yang lengkap.2 Tujuan utama dari pemeriksaan fisik adalah untuk menyingkirkan penyebab nyeri dada non kardiak dan kelainan jantung non iskemik (emboli paru, diseksi aorta, perikarditis, penyakit jantung katup) atau kemungkinan penyebab diluar jantung seperti penyakit paru akut (pneumothoraks, pneumonia, efusi pleura). Pemeriksaan fisik seperti diaphoresis, pucat, kulit dingin, sinus takikardia, suara jantung ketiga atau keempat, ronkhi basah basal, dan hipotensi menunjukkan kemungkinan area iskemik yang luas dan beresiko tinggi.5 Pemeriksaan fisik lain seperti pucat, banyak keringat dan tremor dapat mengarahkan ke kondisi-kondisi pencetus seperti anemia dan tirotoksikosis. Perbedaan tekanan darah pada anggota gerak atas dan bawah, nadi yang iregular, murmur jantung, friction rub, nyeri saat palpitasi dan massa regio abdomen adalah pemeriksaan fisik yang mungkin didapati pada kondisi selain NSTEMI. (HARAHAP, 2014) G. Komplikasi 1. Gagal Jantung Kongestif 2. Defek Septum Ventrikel 3. Ruptur Jantung 4. Ruptur Septal 5. Ruptur Otot Papilaris
H. Penatalaksanaan Harus Istirahat di tempat tidur dengan pemantauan EKG guna pemantauan segmen ST dan irama jantung. Empat komponen utama terapi yang harus dipertimbangkan pada setiap pasien NSTEMI yaitu : 1. Terapi antiiskemia 2. Terapi anti platelet/antikoagulan 3. Terapi invasive (kateterisasi dini/revaskularisasi), 4. Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sudah perawatan RS. 1.
Terapi a. Terapi Antiiskemia 1) Nitrat ( ISDN ) Obat
Propranolol
2) Penyekat Beta Selektivitas Aktivitas Agonis Parsial Tidak Tidak
Metoprolol
Beta 1
Tidak
Atenolol Nadolol Timolol Asebutolol
Beta 1 Tidak Tidak Beta 1
Tidak Tidak Tidak Ya
Betaksolol Bisoprolol Esmolol (Intravena) Labetalol
Beta 1 Beta 1 Beta 1 Tidak
Tidak Tidak Tidak Ya
Pindolol
Tidak
Ya
b.
2.
Dosis Umum untuk Angina 20-80 mg 2 kali sehari 50-200 mg 2 kali sehari 50-200 mg/hari 40-80 mg/hari 10 mg 2 kali sehari 200-600 mg 2 kali sehari 10-20 mg/hari 10 mg/hari 50-300 mcg/kg/menit 200-600 mg 2 kali sehari 2,5-7,5 3 kali sehari
Terapi Antitrombotik Antitrombotik (Streptokinase, Urokinase, rt-PA) c. Terapi Antiplatelet Antiplatelet (Aspirin, Klopidogrel, Antagonis Platelet GP IIb/IIIa) d. Terapi Antikoagulan LMWH (low Molekuler weight Heparin) e. Strategi Invasif dini vs Konservasif dini Berbagai penelitian telah dilakukan untuk membandingkan strategi invasif dini (arteriografi koroner dini dilanjutkan dengan revaskularisasi sebagaimana diindikasikan oleh temuan arteriografi) dengan strategi konservatif dini (kateterisasi dan jika diindikasikan revaskulaisasi, hanya pada yang mengalami kegagalan terhadap terapi oral/obat-obatan). Perawatan untuk pasien resiko rendah a. Tes stres noninvasif b. Hasil tes menunjukkan gambaran resiko tinggi sebaiknya menjalani arteriografi koroner dan berdasarkan temuan anatomis, revaskularisasi dapat dilakukan c. Arteriografi koroner dapat dipilih pada pasien-pasien tes positif tapi tanpa temuan risiko tinggi.
3.
Tatalaksana Predischarge dan pencegahan sekunder Tatalaksana terhadap faktor resiko antara lain : a. Mencapai berat badan optimal b. Nasehat diet c. Penghentian merokok d. Olah raga e. Pengontrolan Hipertensi f. Tatalaksana Diabetes Melitus dan deteksi Diabetes Melitus yang tidak dikenali sebelumnya
I. 1.
Asuhan Keperawatan Pengkajian a. Pengkajian persistem : 1) B1: Breath Sesak nafas, apnea, eupnea, takipnea. 2) B2: Blood Denyut nadi lemah, nadi cepat, teratur/tidak teratur, EKG Aritmia, Suara jantung bisa tidak terdengar pada VF. Tekanan darah sukar / tidak dapat diukur/ normal, Saturasi oksigen bisa menurun < 90%. 3) B3: Brain Menurunnya/hilangnya kesadaran, gelisah, disorientasi waktu, tempat dan orang. 4) B4: Bladder Produksi urine menurun, warna urine lebih pekat dari biasanya, oliguria, anuria. 5) B5: bowel Konstipasi. 6) B6: Bone Perfusi dingin basah pucat, CRT > 2 detik, diaforesis, kelemahan. b. Keluhan Utama Pasien : 1) Kualitas Nyeri Dada : seperti terbakar, tercekik, rasa menyesakkan nafas atau seperti tertindih barang berat. 2) Lokasi dan radiasi : retrosternal dan prekordial kiri, radiasi menurun ke lengan kiri bawah dan pipi, dagu, gigi, daerah epigastrik dan punggung. 3) Faktor pencetus : mungkin terjadi saat istirahat atau selama kegiatan. 4) Lamanya dan faktor-faktor yang meringankan : berlangsung lama, berakhir lebih dari 20 menit, tidak menurun dengan istirahat, perubahan posisi ataupun minum Nitrogliserin. 5) Tanda dan gejala : Cemas, gelisah, lemah sehubungan dengan keringatan, dispnea, pening, tanda-tanda respon vasomotor meliputi : mual, muntah, pingsan, kulit dinghin dan lembab, cekukan dan stress gastrointestinal, suhu menurun. 6) Pemeriksaan fisik : mungkin tidak ada tanda kecuali dalam tanda-tanda gagalnya ventrikel atau kardiogenik shok terjadi. BP normal, meningkat atau menuirun, takipnea, mula-mula pain reda kemudian kembali normal, suara jantung S3, S4 Galop menunjukan disfungsi ventrikel, sistolik mur-mur, M. Papillari disfungsi, LV disfungsi terhadap suara jantung menurun dan perikordial friksin rub, pulmonary crackles, urin output menurun, Vena jugular amplitudonya meningkat ( LV disfungsi ), RV disfungsi, ampiltudo vena jugular menurun, edema periver, hati lembek. 7) Parameter Hemodinamik : penurunan PAP, PCWP, SVR, CO/ CI.
2.
Diagnosa Keperawatan a. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan ditandai dengan angina pektoris. b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan cardiac output ditandai dengan pasien sesak c. Ketidakefekttifan pola napas berhubungan dengan takipnea/ dispnea ditandai dengan pasien sesak. d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan protein plasma ditandai dengan oliguria. e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan kemampuan tubuh untuk menyediakan energi ditandai dengan pasien lelah. f. Ansietas berhubungan dengan respon psikologis ditandai dengan pasien cemas.
3.
Intervensi No. No. Tujuan dan Kriteria Dx Hasil 1. 1. Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien terbebas dari rasa nyeri dengan kriteria hasil: 1. Subjektif : keluhan nyeri dada, pusing dan mual berkurang/ hilang 2. Objektif : irama sinus, ST isoelektris, gelombang T positif, kardiak isoenzim dalam keadaan normal, tanda-tanda vital normal
Intervensi
Rasional
1. Monitor nyeri dada 1. Data tersebut (awal serangan, sifat, bermanfaat dalam lokasi, lamanya dan menentukan faktor pencetus). penyebab dan efek nyeri dada, serta menjadi dasar perbandingan dengan gejala pasca terapi 2. Lakukan pencatatan 2. Pemeriksaan EKG EKG 12 lead selama selama nyeri berguna nyeri, sesuai yang dalam mendiagnosa diresepkan untuk luasnya infark menenyukan luasnya miokardium atau infark adanya infark angina 3. Beri oksigen sesuai 3. Terapi oksigen dapat yang diresepkan meningkatkan suplai oksigen ke jantung bila saturasi oksigen sebenarnya di bawah normal 4. Pastikan istirahat 4. Istirahat fisik dapat pasien cukup: gunakan mengurangi pegangan pada sisi konsumsi oksigen tempat tidur; tinggikan jantung. Ketakutan tempat tidur bagian dan kecemasan dapat kepala untuk menyebabkan stres; menambah berakibat kenyamanan; diit cair mencetuskan bila dapat ditoleransi; katekolamin sokong lengan selama endogen, yang dapat melakukan aktivitas menyebabkan ekstremitas atas; beri peningkatan pencahar untuk konsumsi jantung. mencegah mengejan Dengan saat buang air besar; meningkatnya
2.
2.
beri suasana tenang dan epinefrin ambang hilangkan ketakutan nyeri jugan akan serta kecemasan menurun dan akan dengan selalu siap meningkatkan membantu, tenang, dan konsumsi jantung kompeten, kunjungan kerabat tidak sama bagi setiap pasien tergantung respon pasien. 5. Tingkatkan 5. Kenyamanan fisik kenyamanan fisik memperbaiki dengan menyediakan kesejahteraan pasien asuhan keperawatan dan mengurangi dasar kepada pasien kecemasan. 6. Beri terapi obat sesuai 6. Terapi obat resep dan evaluasi merupakan respon pasien terus pertahanan petama menerus untuk menjaga jaringan jantung, dan efek obat sangat berbahaya maka respon pasien harus dikaji Setelah diberikan 1. Kaji dan laporkan 1. Pulse lemah hadir dalam volume stroke asuhan keperawatan adanya tanda – tanda dan curah jantung yang selama 3x24 jam penurunan COP, TD berkurang. Isi ulang diharapkan curah kapiler kadang lambat jantung membaik/ stabil atau tidak ada. dengan kriteria hasil: 2. Sebagian besar 1. Tidak ada edema 2. Kaji dan pantau TTV pasien memiliki 2. Tidak ada disritmia tiap jam takikardia 3. Haluaran urin normal kompensasi dan 4. TTV dalam batas tekanan darah rendah normal secara signifikan sebagai respons terhadap penurunan curah jantung. 3. Disritmia jantung 3. Kaji dan pantau EKG dapat terjadi akibat tiap hari perfusi, asidosis, atau hipoksia rendah. Takikardia, bradikardia, dan ketukan ektopik dapat lebih membahayakan curah jantung. Pasien yang lebih tua sangat peka
4. Monitor haluaran urin
4.
5. Berikan oksigen sesuai 5. kebutuhan
6. Pertahankan cairan 6. parenteral dan obatobatan sesuai advis
7. Berikan makanan 7. sesuai dietnya 3.
3.
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapakan pola napas efektif dengan kriteria hasil: 1. Tidak merasakan napas pendek, dispnu ketika latihan, ortopnu, atau dispnu paroksismal nocturnal 2. Kecepatan pernapasan dibawah 20/menit ketika aktivitas fisik dan 16 napas/menit pada saat istirahat
1. Kaji frekuensi 1. kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
2. Observasi pola batuk 2. dan karakter sekret. 3. Auskultasi bunyi nafas 3. dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing. 4. Tinggikan kepala dan 4. bantu mengubah posisi.
terhadap hilangnya tendangan atrium pada atrial fibrillation. Sistem ginjal menyeimbangkan BP rendah dengan menahan air. Oliguria adalah tanda klasik penurunan perfusi ginjal. Jantung yang gagal mungkin tidak dapat merespons peningkatan kebutuhan oksigen. Saturasi oksigen harus lebih besar dari 90%. Pada pasien dengan penurunan curah jantung, ventrikel yang tidak berfungsi dengan baik mungkin tidak mentolerir peningkatan volume cairan. memenuhi kebutuhan nutrisi sesuai dengan kebutuhan Kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada. Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi. ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan. duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan
4.
4.
5.
5.
3. Frekuensi jantung memudahkan 60-100 kali/menit pernafasan. dengan tekanan 5. Dorong/bantu pasien 5. dapat darah normal dalam nafas dan latihan meningkatkan/banya 4. Pasien melaporkan batuk. knya sputum dimana nyeri dada hilang gangguan ventilasi 5. Nampak nyaman: dan ditambah ketidak Nampak cukup nyaman upaya istirahat, frekuensi bernafas. napas, frekuensi 6. Kolaborasi 6. memaksimalkan jantung, dan a. Berikan oksigen bernafas dan tekanan darah tambahan menurunkan kerja kembali ke tingkat b. Berikan nafas, memberikan sebelum nyeri, kulit humidifikasi kelembaban pada hangat dan kering tambahan misalnya membran mukosa : nebulizer dan membantu pengenceran sekret. Setelah diberikan 1. Ukur masukan / 1. data awal untuk asuhan keperawatan haluaran, catat menentukan selama 3x24 jam penurunan , tindakan selanjutnya diharapkan volume pengeluaran, sifat cairan dapat berkurang konsentrasi, hitung dengan kriteria hasil: keseimbangan cairan 1. tekanan darah 2. Observasi adanya 2. mengetahui lokasi dalam batas normal oedema dependen yang terdapat edema 2. tak ada distensi 3. observasi tanda-tanda 3. Tanda vital berperan vena perifer/ vena vital pada perkembangan dan edema kondisi pasien dependen 4. Timbang BB tiap hari 4. mengetahui 3. paru bersih peningkatan berat 4. berat badan ideal ( badan karena cairan BB idealTB –100 ± 5. Pertahankan masukan 5. memenuhi 10 %) total caiaran 2000 kebutuhan cairan ml/24 jam dalam tanpa membebani toleransi jantung kardiovaskuler 6. Kolaborasi : 6. Diuretik berfungsi pemberian diet rendah dalam menurunkan natrium, berikan penumpukan cairan diuetik. sehingga mengurangi edema Setelah diberikan 1. Catat frekuensi 1. mengetahui tingkat asuhan keperawtaan jantung, irama, dan toleransi pasien selama 3x24 jam perubahan TD selama terhadap aktivitas diharapkan aktivitas dan sesudah aktifitas klien dapat meningkat 2. Tingkatkan istirahat ( 2. menghemat tanpa adanya nyeri dada di tempat tidur ) penggunaan energi dengan kriteria hasil: dan oksigen 1. klien dapat 3. Batasi aktifitas pada 3. mengurangi mendemonstrasikan dasar nyeri dan pemakaian engergi
penigkatan toleransi aktivitas dengan frekuensi 2. jantung dan tekanan darah dalam batas normal klien. 3. Klien tidak mengeluh adanya nyeri dada saat beraktivitas 6.
6.
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan cemas berkurang/ hilang dengan kriteria hasil: 1. Klien tampak rileks 2. Klien dapat beristirahat 3. TTV dalam batas normal
berikan aktifitas sensori yang tidak berat. 4. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh bangun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selam 1 jam setelah mkan. 1. Kaji, dokumentasi, dan laporkan kepada dokter tingkat kecemasan pasien dan keluarganya, serta mekanisme koping
2. Kaji kebutuhan bimbingan spiritual dan rujklah bila perlu
3. Biarkan pasien (dan keluarganya) mengespresikan kecemasan dan ketakutannya: a. Dengan memperlihatkan ketertaikan dan keprihatinan yang asli b. Dengan mempermudah komunikasi (mendengarkan, mencerminkan, membimbing) c. Dengan menjawab pertanyaan 4. Manfaatkan waktu kunjungan yang fleksibel untu membantu
secara berlebih
4. mengalirkan oksigen ke setiap sel saat akan melakukan aktivitas
1. Data tersebut memberikan data informasi mengenai persaan sehat secara umum dan psikologis sehingga gejala pasca terapi dapat dibandingkan. 2. Jika pasien memerlukan dukungan keagamaan, konseling agama akan membantu mengurangi kecemasan dan rasa takut 3. Kecemasan yang tidak dapat dihilangkan meningkatkan konsumsi oksigen jantung
4. Kehadiran dukungan anggota keluarga dapat mengurangi kecemasan pasien
menurunkan tingkat kecemasan pasien 5. Dukung partisipasi aktif dalam program rehabilitasi jantung
6. Ajarkan teknik pengurangan stres
maupun keluarga 5. Rehabilitasi jantung yang diresepkan dapat membantu menghilangkan ketakutan akan kematian, dapat mengurangi kecemasan dan dapat meningkatkan persaan sehat 6. Pengurangan stres dapat membantu mengurangi onsumsi oksigen jantung dan meningkatkan perasaan sehat
4.
Implementasi Pelaksanaan atau keperawatan adalah pemberian tindakan keperawatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan rencana tindakan yang telah disusun setiap tindakan keperawatan yang dilakukan dan dicatat dalam pencatatan keperawatan agar tindakan keperawatan terhadap klien berlanjut. Prinsip dalam melaksanakan tindakan keperawatan yaitu cara pendekatan pada klien efektik, tehnik komunikasi terapeutik serta penjelasan untuk setiap tindakan yang diberikan kepada klien. Dalam melakukan tindakan keperawatan menggunakan tiga tahap yaitu independent, dependent, interdependent. Tindakan keperawatan secara independent adalah suatu tindakan yang telah dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintahdokter atau tenaga kesehatan lainnya, dependent adalah tindakan yang sehubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis, dan interdependent adalah tindakan keperawatan yang menjelaskan suatu kegiatan yang memerlukan suatu kerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya tenaga sosial, ahli gizi dan dokter, keterampilan yang harus perawat punya dalam melakukan tindakan keperawatan yaitu kognitif, dan sikap psikomotor.
5.
Evaluasi a. dx 1: 1) Subjektif : keluhan nyeri dada, pusing dan mual berkurang/ hilang 2) Objektif : irama sinus, ST isoelektris, gelombang T positif, kardiak isoenzim dalam keadaan normal, tanda-tanda vital normal b. dx 2: 1) Tidak ada edema 2) Tidak ada disritmia 3) Haluaran urin normal 4) TTV dalam batas normal c. dx 3 1) Tidak merasakan napas pendek, dispnu ketika latihan, ortopnu, atau dispnu paroksismal nocturnal 2) Kecepatan pernapasan dibawah 20/menit ketika aktivitas fisik dan 16 napas/menit pada saat istirahat
d.
e.
f.
3) Frekuensi jantung 60-100 kali/menit dengan tekanan darah normal 4) Pasien melaporkan nyeri dada hilang 5) Nampak nyaman: Nampak cukup istirahat, frekuensi napas, frekuensi jantung, dan tekanan darah kembali ke tingkat sebelum nyeri, kulit hangat dan kering dx 4 1) tekanan darah dalam batas normal 2) tak ada distensi vena perifer/ vena dan edema dependen 3) paru bersih 4) berat badan ideal ( BB idealTB –100 ± 10 %) dx 5 1) klien dapat mendemonstrasikan penigkatan toleransi aktivitas dengan frekuensi 2) jantung dan tekanan darah dalam batas normal klien. 3) Klien tidak mengeluh adanya nyeri dada saat beraktivitas dx 6 1) Klien tampak rileks 2) Klien dapat beristirahat 3) TTV dalam batas normal
DAFTAR PUSTAKA Anderson Jeffrey L, 2007 “Journal of the American College of Cardiology” Faqih, R.,. (2006). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Malang: UMM Press Harahap, S. (2014). Infark Miokard Tanpa Elevasi Segmen St (NSTEMI). Sari Kepustakaan , 3. Hazinski Mary Fran (2004), Handbook of Emergency Cardiovaskuler Care for Healthcare Providers, AHA, USA Joewono Budi Prasetyo (2003), Ilmu Penyakit Jantung, Airlangga University Press, Surabaya Joyce Levefer (1997), Buku Saku Pemeriksaan Labotatorium dan Diagnostik dengan Implikasi Keperawatan, EGC, Jakarta Kalim Harmani, dkk (2004), Tatalaksana Sindrom Koroner Akut Tanpa ST Elevasi, PERKI Levefer, J.,. (1997). Buku Saku Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik dengan Implikasi Keperawatan. Jakarta: EGC. Prasetyo, J., B.,. (2003). Ilmu Penyakit Jantung. Surabaya: Airlangga University. Pratanu Sunoto (2000), Kursus EKG, PT Karya Pembina Swajaya, Surabaya Sudoyo Aru W , Setiyohadi B dkk,Juni 2006 “Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam” Edisi ke Empat-Jilid III Sudoyo, A., W.,. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing. Woods Susan L (2005), Cardiac Nursing 5th edition, Lippincott Williams and Walkins, USA