Lp Nilam.docx

  • Uploaded by: Irna Nisaulkhusna Kadir
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Nilam.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,648
  • Pages: 24
LAPORAN PENDAHULUAN PADA NY. H DENGAN DIAGNOSA CHF DI RUANGAN POLI CARDIOVASCULER RS BHAYANGKARA MAKASSAR

DISUSUN OLEH : NAMA : NILAM SARI NIM: 70300116056

PRESEPTOR LAHAN

PRESEPTOR INSTITUSI

(

(

)

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2019

)

BAB I KONSEP DASAR MEDIS A. Definisi Congestive Heart Failure/ Gagal Jantung Gagal jantung sering disebut dengan gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Istilah gagal jantung kongestif sering digunakan sisi kiri dan kanan.(Kasron, 2012) Congestif Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami kegagalan dalam memompa darah guna untuk mecukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara kuat. Hal ini mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu memompa darah untuk waktu yang singkat dan dinding otot jantung yanf lemah tidak mampu memompa dengan kuat. Sebagai akibatnya, ginjal sering merespon dengan menahan air dan garam. Hal ini mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh seperti tangan, kaki,

paru, atau organ lainnya sehingga tubuh menjadi bengkak

(congestive) (Wahdaniah, 2012) B. Etiologi Secara umum gagal jantungdapat di sebabkan oleh berbagai hal yang dapat di kelompokkan menjadi: 1) Disfungsi miokard a. Iskemia miokard b. Infark miokard c. Miokarditis d. Kardiomiopati 2) Beban tekananberlebihan pada sistolik (sistolik overload) a. Stenosis aorta b. Hipertensi c. koartasio aorta

3) Beban volume berlebihan pada diastolik (diastolik overload) a. Insufisiensi kutup mitral dan trikuspidalis b. Tranfusi berlebihan 4) Peningkatan kebutuhan metabolik (demand overload) a. Anemia b. Tirotoksikosis c. Biri-biri d. Penyakit paget 5) Gangguan pengisian ventrikel a. Primer (gagal distensi sistolik) Perikarditis restriktif Tamponade jantung b. Sekunder Stenosis mitral Stenosis trikuspidalis Faktor-faktor perkembangan gagal jantung: 1. Aritma Aritma akan mengganggu fungsi mekanisme jantung dengan mengubah rangsangan listrik yang melalui respon mekanis. 2. Infeksi sistemik dan infeksi paru-paru Respon paru terhadap infeksi akan memaksa jantung untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan metabolisme yang meningkat. 3. Emboli paru Emboli paru secara mendadak akan meningkatkan resistensi terhadap reaksi ventrikel kanan, pemicu terjadinya gagal jantung kanan.( Wijaya & Putri, 2013). Menurut (Karson, 2012) ada beberapa penyebab gagal jantung: 1) Kelainan otot jantung Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan oleh menurunnya kontraktilitas jantung. 2) Ateroklerosis koroner

Ateroklerosis koroner mengakibatkan disfungsi otot jantung karena terganggunya aliran darah ke jantung. 3) Hipertensi sistemik Menungkatnya beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hiperthropi serabut otot jantung. 4) Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif Sangat berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun. 5) Penyakit jantung lainnya Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk ke jantung (stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak after load. C. Klasifikasi Klasifikasi gagal jantung yaitu: 1. Gagal jantung akut -kronik a. Gagal jantung akut terjadinya secara tiba-tiba, ditandai dengan penurunan kardiak output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan. Ini dapat mengakibatkan edema paru dan kolaps pembuluh darah. b. Gagal jantung kronik terjadinya secar perkahan ditandai dengan penyakit jantung iskemik, penyakit paru kronis. Pada gagal jantung kronik terjadi retensi air dan sodium pada ventrikel sehingga menyebabkan hipervolemia, akibatnya ventrikel dilatasi dan hipertrofi. 2. Gagal Jantung Kanan- Kiri a. Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal untuk memompa darah secara adekuat sehingga menyebabkan kongesti pulmonal, hipertensi dan kelainan pada katub aorta/mitral b. Gagal jantung kanan, disebabkan peningkatan tekanan pulmo akibat gagal jantung kiri yang berlangsung cukup lama sehingga cairan

yang terbendung akan berakumulasi secara sistemik di kaki, asites, hepatomegali, efusi pleura, dan sebagainya. 3. Gagal Jantung Sistolik-Diastolik a. Sistolik terjadi karena penurunan kontraktilitas ventrikel kiri sehingga ventrikel kiri tidak mampu memompa darah akibatnya kardiak output menurun dan ventrikel hipertrofi b. Diastolik karena ketidakmampuan ventrikel dalam pengisian darah akibatnya stroke volume cardiac output turun.(Karson, 2012) D. Patofisiologi a. Mekanisme dasar Kelainan kontaktilitas pada gagal jantung akan mengganggu kemampuan pengosongsn ventrikel. Kontraktilitas vetrikel kiri yang menurun menguragi cardiac output dan meningkatkan volume ventrikel. Dengan meningkatnnya EDV (volume akhir diastolik vebtrikel) maka terjadi pula peningkatan tekanan akhir diastolik kiri (LEDV). Dengan meningkatnya LEDV, maka terjadi pula peningkatan tekan atrium (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung dalam anyaman vaskuler paru-paru meningkatkan tekanan kepiler dan pena paru-paru. Jika tekanan hidrostatik dari anyaman kapiler paru-paru melibihi tekanan osmotik vaskuler, maka akan terjadi transudasi cairan melibihi kecepatan drainase limfatik, maka akan terjadi edema interstitial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairanmerembes ke alveoli dan terjadinya edema paru-paru. b. Respon kompensatorik 1) Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatik Menurunnya cardiac output akan meningkatkan aktivitas adrenergik

simpatik

yang

dengan

merangsang

pengeluaran

katekolamin dan saraf-saraf adrenergik jantung dan medula adrenal Denyut jantung dan kekuatan kotraktil akan meningkat untuk menambah cardiac output (CO), jug terjadi vasokontriksi akteri perifer untuk menstabilkan tekanan akteri dan restribusi volume

darah

dengan

mengurangi

aliran

organ-organ

yang

rendah

metabolismenya, seperti kulit dan ginjal agar berfusi ke jantung dan keotak dapat dipertahankan. Vasokontiksi akan meningkatkan aliran balik vena kesisi kanan jantung yang selanjutnya akan menambah kekuatan kontruksi. 2) Meningkatnya beban awal akibat aktivitas sistem renin angiotensin aldosteron (RAA) Aktivitas

RAA menyebabkan retensi Na dan air oleh ginjal,

meningkatkan

volume

ventrikel-ventrikel

tegangan

tersebut.

Peningtan beban awal ini akan menambah kontakbilitas miokardium. 3) Atropi venrikel Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hidrotropi miokardium akan menambah tebalnya dinding. 4) Efek negatif dari kompensatorik Pada awal raspon kompensatorik menguntungkan namun pada akhirnya dapat menimbulkan berbagai gejala, meningkatkan laju jantung dan memperburuk tingkat gagal jantung. Resistensi jantung yang dimaksudkan untuk meningkatkan kekuatan kotraktibitas dini mengakibatkan bendungan paru-paru dan vena sistemik dan edema, fase kontruksi akteri dan redistribusi aliran darah yang mengganggu berfusi jaringan pada anyaman vaskuler yang tekena menimbulkan tanda dan gejala, misalnya berkurangnya jumlah air kemih yang dikeluarkan dan kelemahan tubuh. Vasokotriksi akteri juga menyebabkan beban akhir dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel, beban akhir juga meningkat kalau ditalasi ruang jantung. Akibat kerja jantung dan kebutuhan miocard akan oksigen juga meningkat, yang di tembah lagi karena adanya hipertensi miokard dan ransangan simpatik lebih lanjut. Jika kebutuhan miokard akan oksigen tidak terpenuhi maka akan terjadi iskemia miokard, akhirnya

dapat timbul bebas miokard yang tinggi dan serangan gagal jantung yang berulang. (Wijaya & Putri, 2013) E. Manifestasi klinis 1. Gagal jantung kiri Menyebankan kongesif, bendungan pada paru dan gangguan pada mekanisme kontrol pernapasan. Gejala: 1) Dispnea 2) Orthopnea 3) Paroxismal nokturnal dispnea 4) Batuk 5) Mudah lelah 6) Ronchi 7) Gelisah 8) Cemas 2. Gagal jantung kanan Menyebabkan peningkatan veba sistemik Gejala: 1) Oedem perifer 2) Peningkatan BB 3) Distensi vena jugularis 4) Hematomegali 5) Asites 6) Pitting edema 7) Anorexia 8) Mual 3. Secara luas peningkatan COP dapat menyebabkan berfusi oksigen kejaringan rendah sehingga menimbulkan gejala: 1) Pusing 2) Kelelahan 3) Tidak toleran terhadap aktivitas dan panas

4) Ekstremitas dingin 4. Perfusi pada ginjal dapat menyebabkan pelepasan renin serta sekresi aldosteron dan retensi cairan dan natrium yang menyebabkan peningkatan volume inravaskular. (Nurarif & Kusuma, 2015) F. Komplikasi a. Edema paru akut terjadi akibat gagal jantung kiri b. Syok kardiogenik: stadium dari gagal jantung kiri, kongestif akibat penurunan curah jantung dan perfusi jaringan yang adekuat ke organ vital (jantung dan otak) c. Episode trombolotik Trombus terbentuk kerana imobilitas pasien dan gangguan sirkulasi dengan aktivita trombus dapat menyimbat pembuluh darah d. Efusi perikardial dan tamponade jantung Masuknya cairan ke kantung perkardium, cairan dapat meregangkan perikardium dengan ukuran maksimal, COP menurun dan aliran bali k vena kejantung lalu ketamponade jantung. e. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan. (Karson, 2012). G. Pemeriksaan Penunjang Menurut Doenges (2010) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa CHF yaitu: 1. Elektro kardiogram (EKG) Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia, disritmia, takikardi, fibrilasi atrial. 2. Scan jantung Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding. 3. Sonogram (echocardiogram, echokardiogram doppler) Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katub atau area penurunan kontraktilitas ventricular. 4. Kateterisasi jantung

Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri dan stenosis katub atau insufisiensi. 5. Rongent Dada Dapat menunjukan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah abnormal 6. Elektrolit Mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal, terapi diuretik. 7. Oksimetri Nadi Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung kongestif akut menjadi kronis. 8. Analisa Gas Darah (AGD) Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratori ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir). 9. Pemeriksaan Tiroid Peningkatan aktivitas tiroid menunjukkan hiperaktivitas tiroid sebagai pre pencetus gagal jantung kongestif. H. Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan Non-Farmakologi Bertujuan untuk: a. Mengurangi beban kerja jantung b. Melalui pembatasan aktivitas fisik yang ketat tanpa menibulkan kelemahan otot rangka c. Mengurangi beban awal d. Pembatasan garam (Nurhidayah, 2011) 2. Tatalaksana Terapi Farmakologi Tujuan terapi pada pasien gagal jantung kongestif (CHF) berdasarkan American Heart Association (Yancy et al., 2013) antara lain sebagai berikut :

a.

Mencegah terjadinya CHF pada orang yang telah mempunyai faktor resiko.

b.

Deteksi dini asimptomatik disfungsi LV.

c.

Meringankan gejala dan memperbaiki kualitas hidup.

d.

Progresifitas penyakit berjalan dengan lambat. Penggolongan obat sangat erat kaitannya dengan algoritma pada terapi

gagal jantung kongestif. Berdasarkan PharmacoterapyHandbook edisi 9 tahun 2015 (Dipiro et al., 2015), penggolongan obat pada terapi gagal jantung kongestif (CHF) adalah sebagai berikut : a. Angiotensin converting enzyme Inhibitor (ACE I) Obat-obat yang termasuk ACE I mempunyai mekanisme kerja menurunkan sekresi angiotensin

II dan aldosteron

dengan cara

menghambat enzim yang dapat mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Termasuk juga dapat mengurangi kejadian remodeling jantung serta retensi air dan garam. b. Beta bloker Berdasarkan

guideline

dari

ACC/AHA

direkomendasikan

menggunakan β-blocker pada semua pasien gagal jantung kongestif yang masih stabil dan untuk mengurangi fraksi ejeksi jantung kiri tanpa kontraindikasi ataupun adanya riwayat intoleran pada β-blockers. Mekanisme kerja dari β- blocker sendiri yaitu dengan menghambat adrenoseptor beta (beta-bloker) di jantung, pembuluh darah perifer sehingga efek vasodilatasi tercapai. Beta bloker dapat memperlambat konduksi dari sel jantung dan juga mampu meningkatkan periode refractory. c. Angiotensin II receptor type 1 Inhibitor (ARB) Mekanisme ARB yaitu menghambat reseptor angiotensin II pada subtipe AT1. Penggunaan obat golongan ARB direkomendasikan hanya untuk pasien gagal jantung dengan stage A, B, C yang intoleran pada penggunaan ACE I. Food andDrug Approval (FDA) menyetujui penggunaan candesartan dan valsartan baik secara tunggal maupun

kombinasi dengan ACE I sebagai pilihan terapi pada pasien gagal jantung kongestif. d. Diuretik Mekanisme kompensasi pada gagal jantung kongestif yaitu dengan meningkatkan retensi air dan garam yang dapat menimbulkan edema baik sistemik maupun paru. Penggunaandiuretik pada terapi gagal jantung kongestif ditujukan untuk meringankan gejala dyspnea serta mengurangi retensi air dan garam (Figueroa dan Peters, 2006). Diuretik yang banyak digunakan yaitu dari golongan diuretik tiazid seperti hidroklorotiazid (HCT) dan golongan diuretik lengkungan yang bekerja pada lengkung henle di ginjal seperti furosemid. e. Antagonis aldosteron Antagonis aldosteron mempunyai mekanisme kerja menghambat reabsorpsi Na dan eksresi K. Spironolakton merupakan obat golongan antagonis aldosteron dengan dosis inisiasi 12,5 mg perhari dan 25 mg perhari pada kasus klinik yang bersifat mayor. f. Digoksin Digoxin merupakan golongan glikosida jantung yang mempunyai sifat inotropik positif yang dapat membantu mengembalikan kontraktilitas dan meningkatkan dari kerja jantung. Digoxin memiliki indeks terapi sempit yang berarti dalam penggunaan dosis rendah sudah memberikan efek terapi. Oleh karena itu, diperlukan kehati-hatian pada penggunaan digoxin dan diperlukan monitoring ketat bila dikhawatirkan terjadi toksik. g. Nitrat dan hidralazin Nitrat dan hidralazin mempunyai efek hemodinamik yang saling melengkapi. Hidralazin sebagai vasodilator pembuluh darah arteri yang dapat mengurangi resisten pembuluh darah sistemik serta meningkatkan stroke volum dan cardiac output. Hidralazin memiliki mekanisme yaitu dengan menghambat inositoltrifosfat (IP3) pada retikulum sarkoplasma yang berfungsi untuk melepaskan ion kalsium intraseluler dan terjadi penurunan ion kalsium intraseluler. Nitrat sebagai venodilator utama

(dilatasi pembuluh darah) dan menurunkan preload (menurunkan beban awal jantung) dengan mekanisme aktivasi cGMP (cyclic Guanosine Monophosphate) sehingga menurunkan kadar ion kalsium intraseluler. Yancy et al. (2013) juga memaparkan mengenai algoritma terapi dari penggolongan obat-obat CHF berdasarkan klasifikasi AHA dan NYHA. Algoritma dari kedua klasifikasi tersebut dapat disesuaikan dengan keluhan dan perburukan penyakit yang dialami oleh pasien CHF.

BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Data biografi Meliputi nama, alamat, nomor telepon, nama dan nomor telepon keluarga, yang dapat dihubungi, jenis kelamin, usia, dan tempat tanggal lahir, suku, kewarganegaraan, latar belaknag budaya, status perkawinan dan nama orang yang tinggal serumah dengan pasien, pendidikan, agama, dan pekerjaan. 2. Pola sehat-sakit a. Alas an masuk rumah sakit/ puskesmas b. Status kesehatan dahulu c. Status kesehatan sekarang d. Status kesehatan keluarga e. Status kesehatan fisiologis f. Pertimbangan perkembangan 3. Pola pemelihraan kesehatan a. Keyakinan terhadap kesehatan b. Kebiasaan pribadi c. Pola tidur dan terjaga d. Pola aktivitas dan olahraga e. Pola reksreasi f. Pola penangulangan masalah dan stress g. Pola sosial-ekonomi h. Pola kesehatan lingkungan i. Pola kesehatan kerja 4. Pola peranan dan kekerabatan a. Konsep diri b. Pengaruh budaya, spiritual, dan agama c. Pola seksual dan reproduksi d. Pola dukungan sosial

e. Status emosi 5. Ringkasan data riwayat keperawatan Data dasar pengkajian fisik: 1) Aktivitas/ istirahat Gejala: a) Keletihan, kelelahan terus sepanjang hari b) Insomnia c) Nyeri dada dengan aktivitas d) Dispnea pada saat istirahat atau pada pengerahan tenaga Tanda: Gelisah, perubahan status mental: letargi, TTV berubah pada aktivitas 2) Sirkulasi Gejala: a) Riwayat hipertensi, MCI, episode gagal jantung kakan sebelumnya b) Penyakit katub jantung, bedah jantung, endokarditis, anemia syok septik, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen. Tanda : a) TD mungkin menurun (gagal pemompaan), normal GJK ringan/ kronis atau tinggi (kelebihan volume cairan /peningkatan TD) b) Tekanan nadi menunjukan peningkatan volume sekuncup c) Frekuensi jantung takikardia (gagal jantung kiri) d) Irama jantung e) Murmur sistolik dan diastolik dapat menandakan adanya katub atau insufisiensi f) Nadi perifer berkurang, perubahan dalam kekuatan denyutan dapat terjadi, nadi sentral mungkin kuat, misalnya nadi jugularis coatis abdominal terlihat. g) Warna kulit: kebiruan, pucat, abu-abu.

h) Hepar: pembesaran/ dapat teraba, refleks hepato jugularis i) Bunyi napas: krekels, ronchi j) Edema

mungkin

dependen,

umum

khususnya

pada

ekstremitas 3) Integritas ego Gejala : a) Ansietas, khawatir, takut b) Stress Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, misalnya: ansietas, marah, takut. 4) Eliminasi Gejala : Penurunan berkemih, urin berwarna gelap, berkemih malam hari (nokturia) diare/ konstipasi. 5) Makanan/ cairan Gejala : a) Kehilangan nafsu makan b) Mual/muntah c) Penambahan BB signifikan d) Pembengkakan pada ekstremitas bawah e) Pakaian/ sepatu terasa sesak f) Diet tinggi garam/ makanan yang telah diproses, lemak, gula dan kafein g) Penggunaan diuretik Tanda : a) Penambahan BB cepat b) Distensi abdomen, edema. 6) Hygiene Gejala : Keletihan, kelemahan, selama aktivitas perawatan diri

Tanda : Penampilan menambahkan kelalaian perawatan personal. 7) Neurosensorik Gejala : Kelemahan, peningkatan episode pingsan Tanda : Kuat

fikir,

disorientasi,

perubahan

perilaku,

mudah

tersinggung 8) Nyeri/ kenyamanan Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronik Nyeri abdomen kanan atas Tanda : Tidak tenang/ gelisah Menarik diri Perilaku melindungi diri. 9) Pernapasan Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan bebrapa bantal Batuk denga sptum, tanpa sputum Riwayat penyakit paru kronis Penggunaan bantuan pernapasan, misalnya oksigen atau medikasi Tanda : Pernapasan takipnea, pernapasan dangkal, penggunaan otot aksesori Batuk kering/ nyaring Sputum: mungkin bercampur darah, merah mudah/ berbuih, edema pulmonal Bunyi napas : mungkin tidak terdengar seperti krakels, mengi

Fungsi mental : mungkin menurun, kegelisahan, warna kulit pucat 10) Pemeriksaan penunjang a. Radiogram dada Kongesti vena paru Redistribusi vaskular pada lobus-lobus atau paru Kardiomegali b. Kimia darah Hiponatremia Hiperkalemia pada tahap lanjut dari gagal ginjal BUN kreatinin meningkat c. Urine Lebih pekat BJ meningkat Na meningkat d. Fungsi hati Pemanjangan masa protombin Pengkatan bilirubin dan enzime hati. B. Diagnosis Keperawatan 1. Penurunan curah jantung b.d berubah kontraktilitas miocard, perubahan struktural, perubahan frekuensi, irama dan koduksi listrik 2. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan volume paru 3. Gangguan pertukaran gas b/d kongesti paru, hipertensi pulmonal, penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah jantung 4. Intoleransi aktivitas b.d ketidak seimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh 5. Perubahan pola tidur b.d nyeri, sesak nafas, dan lingkungan rumah sakit yang asing bagi klien. 6. Risiko terhadap defisit volume cairan berhubungan dengan efek terapi diuretik yang berlebihan.

C. Intervensi 1. Penurunan curah jantung b.d berubah kontraktilitas miocard, perubahan struktural, perubahan frekuensi, irama dan koduksi listrik Tujuan : Diharapkan curah jantung kembali adekuat Kriteria Hasil: TTV dalam batas normal Ortopnea tidak ada Nyeri dada tidak ada Terjadi penurunan episode dispnea Hemodinamik DBN Intervensi: 1. Mandiri Auskultasi nadi epikal, kaji frekuensi dan irama jantung Catat bunyi jantung Palpasi nadi perifer Pantau TD 2. Kaji kulit, apakah pucat dan sianosis 3. Berikan istirahat psikologis dan lingkungan yang tenang, bantu pasien mengatsi stres 4. Berikan istirahat semi fowler pada tempat tidur atau kursi 5. Kolaborasi: Berikan obat sesuai indikator Vasodilator nitrat,digoxin (lanoxin) Catopril Pantau EKG dan perubahan foto dada Pantau pemeriksaan lap BUN, kreatinin 2. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan volume paru Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam pada pasien dengan ketidakefektifan pola nafas dapat teratasi dengan kriteria hasil : a. Suara nafas bersih tidak ada sianosis dan dyspnue b. Menunjukkan jalan nafas yang paten c. Tanda – tanda vital dalam rentang normal Tekanan Darah: 120/80 mmhg Nadi: 10 -100x/menit Respirasi: 16 – 24 x/menit Suhu : 36,5 – 37,5 0C

Intervensi: a. Monitoring aliran oksigen b. Pantau tanda – tanda vital. c. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi. d. Atur posisi 450 e. Pertahankan posisi pasien. f. Edukasi tentang pentingnya tidur posisi 450 g. Kolaborasi pemberian O2 nasal kanul 3 liter per menit 3. intoleransi aktivitas B.d ketidak seimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam pada pasien dengan ketidakefektifan pola nafas dapat teratasi dengan kriteria hasil : d. Suara nafas bersih tidak ada sianosis dan dyspnue e. Menunjukkan jalan nafas yang paten f.

Tanda – tanda vital dalam rentang normal Tekanan Darah: 120/80 mmhg Nadi: 10 -100x/menit Respirasi: 16 – 24 x/menit Suhu : 36,5 – 37,5 0C

Intervensi: 1) Periksa TTV sebelum dan setelah aktivitas, khududnya bila pasien menggukan vasodilator, diuretik 2) Catat respon kardio pulmonal terhadap aktivitas, catat takikardia, distrimia, dispnea, pucat 3) Kaji penyebab kelemahan, contoh pengobatan nyeri otot 4) Evaluasi peningkatan intoleransi akttivitas 5) Kolaborasi: Implementasi program rehabilitasi jantung aktivitas

Diet yang sesuai. 4. Penurunan perfusi jantung b.d menurunya curah jantung, kongesti vena sekunder terhadap kegagalan kompensasi jantung. Data penunjang Subjektiv : mengeluh pusing, sesak nafas, mual, berkeringat dingin, nyerii dada. Objektiv : hipotensi, MAP abnormal, takikardi, disritmia, diaforesis, pulsus alternans, kulit dingin dan pucat, dispnea/orthopnea/ PND, ronkki, terdengar murmur/bising. Tujuan: Perfusi

jaringan,

curah

jantung

meningkat,

dan

tanda-tanda

dekompensasi kordis tidak berkembang. Kriteria hasil : Subjektif : keluhan diatas pada data penunjang berkurang atau hilang Objektif : semuanya dapat kembali normal Intervensi : 1) Atur posisi tidur yang nyaman (fowler/ high fowler) Rasional :posisi tersebut memfasilitasi ekspansi paru 2) Monitor TTV dan catat tanda tanda Disritmia, auskultasi prubahan bunyi jantung Rasional : tanda dan gejala tersebut membantu diagnosa gagal jantung. Disritnia menurunkan curah jantung. 3) Kolaborasi tim gizi untuk memberikan diet rendah garam, rendah protein dan rendah kalori, serta cukup selulosa Rasional : diet rendah garam mengurangi retensi cairan ekstraseluler, selulosa memudahkan buang air besar. 4) Monitor serum digitalis secara periodik dan efek obat obatan serta tanda tanda peningkatan ketegangan jantung Rasional : toksisitas digitalis menimbulkan rigiditas curah jantung, dan menurunkan perfusi organ.

5. Perubahan pola tidur b.d nyeri, sesak nafas, dan lingkungan rumah sakit yang asing bagi klien. Data penunjang Subjektif : mengeluh sulit tidur, pusing, nyeri dada , dan sesak nafas Objektif : mata klien sayu, wajah tampak layu, tampak lelah/gelisah, jumlah tidur klien berkurang, dispnea/orthopnea. Tujuan : Memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur klien secara adekuat (kuantitas dan kualitas) Kriteria hasil : Subjektif : mengatakan mampu tidur dengan nyaman dan keluhan hilang Objektif : jumlah tidur normal, wajah klien segar dan nyeri/ sesak napas hilang. Intervensi: 1) identifikasi pola normal tidur pasien sebelum MRS dan perubahan yang terjadi setelah MRS. 2) Bantu klien dalam beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit. 3) Menilai adanya faktor yang menunjang terjadiny gangguan pols tidur (sesak nafas, PND, sering buaing air kecil, nyeri, rasa takut, kesepian, kebisingan). 4) Atur posisi tidur yang nyaman. 5) Rencanakan tindakan perawatan/medis yang tidak mengganggu jam istirahat/ tidur klien. Rasional :1-5. Perubahan pola tidur menyebabkan kecemasan yang dapat memicu nyeri dada dan meningkatkan konsumsi oksigen miokard. Keluhan fisik yang mengganggu tidur harus dikelola untuk menunjang kebutuhan istirahat dan mengurangi konsumsi oksigen miokard. Prosedur ritual dapat memberikan kenyamanan fisik sebelum tidur yang menunjang relaksasi.

6) Kolaborasi tim medis untuk pemberian tranquilizer sesuai kebutuhan/imdikasi. Rasional : obat sedatif atau tranquilizer menurunkan kecemasan dan membantu tidur. 6. Risiko terhadap defisit volume cairan berhubungan dengan efek terapi diuretik yang berlebihan. Data penunjang Subjektif : sering buang air kecil (bila tidak menggunakan kateter) Objektif : produksi urine per jam atau per 24 jam, TTV, asupan cairan/24 jam, kadar elektrolit darah, berat badan, jenis dan dosis diuretik yang diberikan serta waktu pemberian. Tujuan: Mencegah terjadinya defidit cairan dan efek diuretik terkontrol Kriteria hasil : Objektif : TTV, berat badan, produksi urine perjam atau per 24 jam dan kadar elektrolit dalam batas normal; asupan cariran adekuat, dosis diuretik terkontrol. Intervensi : 1) Monitor efek pemberian diuretik dengan seksama. 2)

Observasi TTV dan kenali tanda-tanda dehidrasi

3)

Monitor kadar elektrolit (potasium, sodium, klorida, hidrogen, kalsium, dan kalium)

4)

Kolaborasi dengan tim medis untuk memberikan suplemen potasium/ kalium jika kadar kalium serum rendah

5)

Kolaborasi untuk mendapatkan diet yang cukup kalium (misal: pisang hijau)

6)

Monitor inytake cairan dan produksi urine per 24 jam Rasional : 1-6. hipovolemia dan defisit elektrolitdapat terjadi pada pemberian diuretik jangka panjang. Hipokalemia memicu iribilitas miokard (dismitria) (Wahdaniah, 2012).

DAFTAR PUSTAKA Depkes RI. 2009. SistemKessehatan Nasional. Jakarta : Depkes RI. Gray. 2009. Kardiologi : Lecture Notes (Terjemahan). Jakarta : Erlangga. Karson. 2012. Kelainan dan Penyakit Jantung. Yogyakarta : Nuha Medika Kabo, P. 2012. Bagaimana Menggunakan Obat-obat Kardiovaskuler Secara Rasional. Jakarta : FKUI. Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. 2015. Askep Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC,Edisi Revisi jilid 1. Jogjakarta : Penerbit Mediaction Jogja. Nurhidayah. 2011.Keperawatan Medikal Bedah 1. Makassar : Alauddin Unersity Press Wahdaniah. 2012.Keperawatan Kardiovaskuler. Makassar : Alauddin Unersity Press. Wijaya, Andra Saferi & Putri, Yessie Marisa. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta : Nuha Medika.

Lampiran

Related Documents

Lp
August 2019 105
Lp
November 2019 101
Lp
May 2020 74
Lp
October 2019 102
Lp
October 2019 96
Lp Pneumoia.docx
December 2019 0

More Documents from "imam masrukin"

Bab 1.pptx
April 2020 7
Lp Nilam.docx
June 2020 13
Askep Cairan.docx
April 2020 11
Lucu.docx
April 2020 9