LAPORAN PENDAHULUAN “KRISIS TIROID” IGD RSUD BANGIL KABUPATEN PASURUAN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Departemen Emergency
Oleh : Sinta Devi Puspitasari NIM. 180070300111036
PROGRAM PROFESI NERS JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2019
KRISIS TIROID
1.
Definisi Migneco et al (2005) menyatakan bahwa krisis tiroid merupakan suatu keadaan eksaserbasi lanjut dari kondisi hipertiroid dengan karakteristik kegagalan organ pada satu atau lebih sistem organ. Krisis tiroid adalah bentuk lanjut dari hipertiroidisme yang sering berhubungan dengan stres fisiologi atau psikologi. Krisis tiroid adalah keadaan krisis terburuk dari status tirotoksik. Penurunan kondisi yang sangat cepat dan kematian dapat terjadi jika tidak segera tertangani (Hudak & Gallo, 1996).
Krisis
tiroid,
juga
disebut
thyroid
storm,
merupakan
tahap
kritis
hipertiroidisme. Ini adalah kondisi yang langka dan mengancam jiwa. Patofisiologi yang mendasari transisi dari krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami. Aktivasi SNS dan peningkatan sensitivitas terhadap efek hormon tiroid yang jelas. Stressor utama, seperti infeksi, operasi, trauma, kehamilan, atau penyakit kritis, dapat memicu krisis tiroid pada pasien hipertiroid (Irwin and Rippe’s, 2008). Dari pernyataan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa krisis tiroid merupakan suatu bentuk kegawatdaruratan yang merupakan suatu keadaan eksaserbasi lanjut dari tirotoksikosis dengan karakteristik dekompensasi organ yang dapat dengan segera menimbulkan kematian jika pasien tidak mendapatkan penangan segera dan adekuat. 2.
Etiologi Penyebab paling sering terjadinya krisis tiroid adalah penyakit grave. Penyakit grave merupakan penyakit autoimun yang dimediasi oleh antibodi reseptor tirotropin yang menstimulasi sintesis hormon tiroid menjadi berlebihan dan tidak terkendali (Nayak, 2010). Selain itu penyebab lainnya yang terjadi berupa hipertiroidisme eksogen, tiroiditis, goiter nodular toksik, dan kanker tiroid. Obat-obat tertentu seperti prosedur radiografi atau amiodaron (obat antidisritmia) juga dapat mencetuskan terjadinya status tirotoksik karena mengandung iodin yang tinggi (Hudak & Galo, 2010). Krisis tiroid juga dapat dicetuskan oleh suatu kondisi tertentu. Menurut Hudak & Galo (2010) faktor pencetus terjadinya kritis tiroid terbagi menjadi dua yaitu pertama, pasien yang beresiko terhadap terjadinya krisis endokrin pada mereka yang telah mengetahui adanya gangguan endokrin seperti infeksi, trauma, penyakit medical yang bersamaan (infark miokard, penyakit paru), kehamilan, dan pengobatan (terapi steroid, β-blocker, narkotik, alkohohol, terapi glukokortikoid,
terapi insulin, diuretik tiasin, fenitoin, agen-agen kemoterapi, dan agen-agen inflamasi nonsteroid). Faktor pencetus yang kedua yaitu pasien yang beresiko terkena krisis endokrin, yang sebelumnya belum mengetahui adanya gangguan endokrin. Faktor pencetus kedua ini meliputi tumor pituitary, terapi radiasi pada leher dan kepala, penyakit autoimun, prosedur pembahasan neurologi, metastasis malignasi, pembedahan, penyakit yang berkepanjangan, syok, postpartum, dan trauma. Keadaan yang dapat menyebabkan krisis tiroid adalah: 1.
Operasi dan urut/pijat pada kelenjar tiroid atau gondok dan operasi pada bagian tubuh lainnya pada penderita hipertiroid yang belum terkontrol hormon tiroidnya
2.
Stop obat anti tiroid pada pemakaian obat antitiroid
3.
Pemakaian kontras iodium seperti pada pemeriksaan rontgen
4.
Infeksi
5.
Stroke
6.
Trauma. Pada kasus trauma, dilaporkan bahwa pencekikan pada leher dapat memicu terjadinya krisis tiroid, meskipun tidak ada riwayat hipertiroidisme sebelumnya.
7.
Penyakit Grave, Toxic multinodular, dan “Solitary toxic adenoma”
8.
Tiroiditis
9.
Penyakit troboblastik
10. Ambilan hormon tiroid secara berlebihan 11. Pemakaian yodium yang berlebihan 12. Kanker pituitari 13. Obat-obatan seperti Amiodarone
Ada tiga mekanisme fisiologis yang diketahui dapat menyebabkan krisis tiroid: 1.
Pelepasan seketika hormon tiroid dalam jumlah besar
2.
Hiperaktivitas adrenergik
3.
Lipolisis dan pembentukan asam lemak yang berlebihan (Hudak & Gallo, 1996).
3.
Patofisiologi kriris tiroid pada dasarnya belum diketahui secara pasti. Namun,dapat dipastikan bahwa kadar hormon tiroid yang beredar dalam darah menjadi jauh lebih tinggi. Menurut Hudak & Galo (2010) terdapat tiga mekanisme fisiologis yang dapat meningkatkan krisis tiroid: 1. Pelepasan seketika hormon tiroid dalam jumlah yang besar
Pelepasan tiba-tiba hormon tiroid dalam jumlah besar diduga menyebabkan manifestasi hipermetabolik yang terjadi selama krisis tiroid. Pelepasan tiba-tiba hormon tiroid ini dapat disebabkan pemberian yodium radioaktif, pembedahan tiroid, atau dosis berlebihan pemberian hormon tiroid. 2. Hiperaktivitas adrenergik Hiperaktivitas
adrenergik
dapat
dipandang
sebagai
kemungkinan
penghubung pada krisis tiroid. Hal ini dapat dilihat dari pemberian penghambat beta adrenergic memberikan respon yang dramatis pada pasien dengan krisis tiroid (Bakta, M, Suartika, K, 2011) Hormon tiroid dan katekolamin saling mempengaruhi satu sama lain. Namun, masih belum pasti apakah efek hipersekresi hormon tiroid atau peningkatan kadar katekolamin menyebabkan peningkatan sensitivitas dan fungsi organ efektor, Interaksi tiroid katekolamin menyebabkan peningkatan kecepatan reaksi kimia, meningkatkan konsumsi nutrient dan oksigen, meningkatkan produksi panas, perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit dan status katabolik. 3.
Lipolisis dan pembentukan asam lemak yang berlebihan Dengan lipolisis yang berlebihan terjadi peningkatan jumlah asam lemak bebas. Okisdasi dan asam lemak bebas ini menyebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen, kalori, dan hipertermi dengan menghasilkan produksi panas yang berlimpah yang sulit untuk dihilangkan melalui proses vasodilatasi.
Sedangakan menurut Urden (2010), proses patofisiologis pada krisis tiroid dapat dijelaskan sebagai berikut : Pada hipertiroidisme hormon tiroid yang berlebih menyebabkan peningkatan aktiivitas metabolik dan merangsang reseptor β-adrenegic, yang akan menyebabkan peningkatan respon SNS. Terdapat hiperaktivitas dari jaringan syaraf, jaringan cardiac, jaringan otot polos, dan produksi panas yang berlebih. Peningkatan hormon tiroid juga akan menyebabkan pemakaian oksigen seluler di hampir seluruh proses metabolik sel di dalam tubuh. Metabolisme yang berlebih akan menghasilkan panas , dan suhu tubuh dapat mencapai 41o C atau (106.80 F). Respon dari cardiac adalah dengan cara meningkatkan CO dan memompa darah lebih banyak untuk mengirimkan oksigen secara cepat dan membawa karbondioksida. Sehingga akan mengakibatkan takikardi dan hipertensi. Pada akhirnya, permintaan oksigen dalam keadaan hipermetabolik yang begitu besar mengakibatkan jantung tidak dapat berkompensasi secara adekuat. Guyton (1997) memiliki pandangan lain terkait peningkatan aktivitas metabolik seluler di dalam tubuh. Menurut Guyton, peningkatan aktivitas metabolik berhubungan dengan meningkatnya transport aktif ion-ion melalui mebran sel. Salah
satu enzim yang meningkat sebagai respon hormon tiroid adalah Na, K-ATPase. Na, K-ATPase ini selanjutnya meningkatkan kecepatan transport baik natrium maupun kalium
melalui
membran-membran
sel
dari
berbagai jaringan.
Proses
ini
menggunakan energi dan meningkatkan jumlah panas yang dibentuk dalam tubuh. Pada akhirnya proses ini diduga sebagai salah satu mekanisme peningkatan kecepatan metabolik dalm tubuh. Peningkatan aktivitas metabolik yang terjadi menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen dan sumber energi. Hal ini berpotensi terjadinya asidosis metabolik. Peningkatan peristaltik usus akan menyebabkan terjadinya diare, mual, dan muntah. Gejala ini akan menyebabkan terjadinya dehidrasi dan malnutrisi serta kehilangan BB pada pasien (Urder, 2010). Kontraksi dan relaksasi otot dapat meningkat secara cepat. Keadaan ini disebut
juga
dengan
hiperrefleksia
hipertiroidisme.
Kelemahan
otot
terjadi
disebabkan oleh katabolisme protein yang berlebihan. Hiperaktivitas adrenergic akan menyebabkan respon kardiovaskuler dan respon sistem syaraf terhadap kondisi hipermetabolik. Atrial fibrilasi atau atrial flutter dilaporkan terjadi 8.3% pada pasien dengan keadaan hipertiroidisme (Frost L et al, 2004: Urden et al, 2010). Edema pulmoner dan gagal jantung akut juga dapat terjadi pada krisis tiroid. Selain itu, peningkatan β- adrenegic juga akan menyebabkan keadaan labilitas emosional, tremor, agitasi, bahkan delirium.
4.
Manifestasi Klinis Manifestasi klinis dari kritis tiroid merupakan suatu kondisi ekstrem dari keadaan tirotoksikosis. Semakin parahnya, gejala dari tirotoksikosis patut diwaspadai, karena kondisi seperti ini akan jatuh pada tahap krisis tiroid. Migneco (2005) menjelaskan bahwa gambaran klinis dari krisis tiroid terbagi menjadi 4 hal utama, yaitu : 1.
demam tinggi,
2.
gangguan
kardiovaskuler
seperti
sinus
takikardi
atau
variasi
aritmia
supraventrikuler(takikardi atrial paroksisimal, atral fibrilasi, atrial flutter), dan dapat dijumpai gagal jantung kongestif 3.
gangguan sistem saraf pusat (agitasi, kegelisahan, kebingungan, delirium, dan koma)
4.
gangguan gastrointestinal seperti muntah dan diare.Gejala yang muncul bergantung kecepatan akumulasi cairan perikardium. Bila terjadi secara lambat dapat memberi kesempatan mekanisme kompensasi seperti takikardi,
peningkatan resistensi vascular perifer dan peningkatan volume intravaskular. Bila cepat, maka dalam beberapa menit bisa fatal. Migneco, Nayak (2010) berpendapat bahwa manifestasi klinis dari krisis tiroid meliputi : 1. Gangguan Konstitusional Salah satu kondisi yang dapat ditemukan pada pasien dengan krisis tiroid adalah kehilangan berat badan. Hal ini dapat disebabkan kondisi hipermetabolik yang terjadi, dimana sejumlah energi dihasilkan namun pada kondisi ini penggunaan energi terjadi secara berlebihan. selanjutnya, hal ini akan menyebabkan peningkatan produksi panas dan pembuangan panas secara berlebihan. Gejala konstitusional lain yang dapat ditemukan adalah kelelahan dan kelemahan otot 2. Gangguan Neuropsikiatri Gangguan neuropsikiatri pada pasien dengan krisis trioid dapat ditemukan kondisi seperti labilitas, gelisah, cemas, agitasi, bingung, psikosis, bahkan koma. Sebuah studi perilaku menunjukkan bahwa kinerja memori dan konsentrasi yang buruk berbanding dengan derajat keparahan tirotoksikosis itu sendiri. 3. Gangguan Gastrointestinal Gejala gastrointestinal meliputi peningkatan frekuensi motilitas usus yang disebabkan peningkatan kontraksi motor usus kecil. Hal ini akan menyebabkan pembuangan isi usus lebih cepat 4. Gangguan Kardiorespiratori Gejala kardiorespiratori pada pasien tirotoksikosis meliputi palpitasi dan dispnea. Sesak nafas dapat disebabkan multifaktorial dikarenakan penurunan komplians paru dan gagal jantung kiri. Selian itu, nyeri dapat ditemukan pada pasien dengan tirotoksikosis seperti halnya nyeri pada angina pectoris. Nyeri ini dapat disebabkan oleh peningkatan kebutuhan penggunaan oksigen dan spasme arteri koroner. Gejala lainnya pada pasien dengan krisis tiroid dapat ditemukan kondisi seperti takikardi, peningkatan nadi, pleuropericardial, dan takiaritmia.
5.
Pemeriksaan Diagnostik 1.
Laboratorium Seperti yang telah dijelaskan di atas penegakkan diagnosa krisis tiroid berdasarkan temuantemuan klinis, bukan berdasarkan hasil laboratorium. Hasil laboratorium
dapat
berguna
untuk
mengidentifikasi
faktor
pencetus.
Pemeriksaan laboratorium yang ditemukan seperti peningkatan kadar serum total dan konsentrasi T3 bebas, peningkatan T4, dan penekan level TSH.
Gambaran laboratorium lain berupa leukositosis, abnormalitas enzim liver, hiperglikemia, hiperkalsemia, dan peningkatan glikogenolisis. Hiperkalsemia dapat ditemukan karena hormon tiroid dapat menstimulasi resorpsi tulang (misra; 2012, nayak; 2010) 2.
Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah dengan penggunaan ultratiroid scan. Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan keadaan dari hipertiroidisme yang ditunjukkan dengan gambaran khas dari basedow’s disease atau nodular goiter dengan karakteristik warna-pola Doppler dari hiperaktivitas kelenjar tiroid. Sehingga, hal ini dapat membedakan kelenjar normal dengan mudah (Migneco et al, 2005).
Gambar 1 Penyakit Graves : transverse sonogram dari lobus kiri menunjukkan pembesaran secara difusi, heterogen, dan hypoechoic parenkim. Gambaran power Doppler menunjukkan pola hipervaskuler
Gambar 3. Normal Tyroid
Gambar 2 Toxic Nodular Goiter : transverse sonogram dari lobus kanan menunjukkan adanya massa yang berisi darah
3.
Pemeriksaan Lainnya Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah ECG. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memonitor cardiac aritmia, dimana kasus atrial fibrilasi paling banyak ditemukan pada pasien dengan krisis tiroid. Aritmia yang lain seperti halnya flutter, ventrikular takikardi juga dapat terjadi pada kasus ini (Misra, 2010).
4.
Manajemen Keperawatan Menurut Urden dan Stacy (2010) tujuan manajemen medis krisis tiroid adalah untuk mengurangi efek klinis hormon tiroid secepat mungkin, termasuk mencegah
dekompensasi
jantung,
mengurangi
hypertermia,
dan
mengembalikan dehidrasi yang disebabkan oleh demam atau kerugian gastrointestinal.
Mencegah kolaps jantung Meningkatnya sensitivitas tubuh terhadap peningkatan adrenergik dan reseptor katekolamin harus ditekan. Penyimpangan jantung harus dikontrol dan perkembangan gagal jantung dihentikan . Pemberian beta – blocker adalah terapi utama untuk perlindungan jantung
Mengurangi hipertermi Penurunan suhu tubuh dicapai (36,5C- 37,5C) dengan menggunakan selimut dan obat antipiretik. Salisilat (aspirin) merupakan kontraindikasi karena salisilat mencegah protein yang mengikat dari T4 ke T3 dan meningkatkan hormon tiroid.
Mengembalikan hidrasi Penggantian dengan cairan vigrous harus sesuai dengan institusi untuk mengobati atau mencegah dehidrasi. terapi antibiotik bisa digunakan di pada infeksi sistemik. Kondisi patologis lainnya yang ada diperlakukan dengan tepat. Jika dehidrasi dan asidosis metabolik yang datang, mereka dipergunakan dengan volume besar untuk solusi glukosa dan natrium untuk mengganti kehilangan cairan beredar dan natrium akibat hipermetabolisme
6.
PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis pada krisis tiroid mempunyai 4 tujuan yaitu menangani faktor
pencetus,
mengontrol
pelepasan
hormon
tiroid
yang
berlebihan,
menghambat pelepasan hormon tiroid, dan melawan efek perifer hormon tiroid (Hudak & Gallo, 1996). Penatalaksanaan medis krisis tiroid meliputi: a. Koreksi hipertiroidisme 1) Menghambat sintesis hormon tiroid Obat yang dipilih adalah propiltiourasil (PTU)atau metimazol. PTU lebih banyak dipilih karena dapat menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer. PTU diberikan lewat selang NGT dengan dosis awal 600-1000 mg kemudian diikuti 200-250 mg tiap 4 jam. Metimazol diberikan dengan dosis 20 mg tiap 4 jam, bisa diberikan dengan atau tanpa dosis awal 60-100mg. 2) Menghambat sekresi hormon yang telah terbentuk Obat pilihan adalah larutan kalium iodida pekat (SSKI) dengan dosis 5 tetes tiap 6 jam atau larutan lugol 30 tetes perhari dengan dosis terbagi 4. 3) Menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer Obat yang digunakan adalah PTU, ipodate, propanolol, dan kortikosteroid. 4) Menurunkan kadar hormon secara langsung Dengan plasmafaresis, tukar plasma, dialisis peritoneal, transfusi tukar, dan charcoal plasma perfusion. Hal ini dilakukan bila dengan pengobatan konvensional tidak berhasil. 5) Terapi definitif Yodium radioaktif dan pembedahan (tiroidektomi subtotal atau total). b. Menormalkan dekompensasi homeostasis 1) Terapi suportif a) Dehidrasi dan keseimbangan elektrolit segera diobati dengan cairan intravena b) Glukosa untuk kalori dan cadangan glikogen c) Multivitamin, terutama vitamin B d) Obat aritmia, gagal jantung kongstif e) Lakukan pemantauan invasif bila diperlukan f)
Obat hipertermia (asetaminofen, aspirin tidak dianjurkan karena dapat meningkatkan kadar T3 dan T4)
g) Glukokortikoid h) Sedasi jika perlu 2) Obat antiadrenergik
Yang tergolong obat ini adalah beta bloker, reserpin, dan guatidin. Reserpin dan guatidin kini praktis tidak dipakai lagi, diganti dengan Beta bloker. Beta bloker yang paling banyak digunakan adalah propanolol. Penggunaan propanolol ini tidak ditujukan untuk mengobati hipertiroid, tetapi mengatasi gejala yang terjadi dengan tujuan memulihkan fungsi jantung dengan cara menurunkan gejala yang dimediasi katekolamin. Tujuan
dari
terapi
adalah
untuk
menurunkan
konsumsi
oksigen
miokardium, penurunan frekuensi jantung, dan meningkatkan curah jantung. c. Pengobatan faktor pencetus Obati secara agresif faktor pencetus yang diketahui, terutama mencari fokus infeksi, misalnya dilakukan kultur darah, urine, dan sputum, juga foto dada (Bakta & Suastika, 1999). 2. Penatalaksanaan keperawatan Tujuan penatalaksanaan keperawatan mencakup, mengenali efek dari krisis yang timbul, memantau hasil klinis secara tepat, dan memberikan perawatan suportif untuk
pasien
hipermetabolisme
dan
keluarga.
Intervensi
dapat
menyebabkan
yang
keperawatan dekompensasi
berfokus
pada
sistem
organ,
keseimbangan cairan dan elektrolit, dan memburuknya status neurologis. Ini termasuk penurunan stimulasi eksternal yang tidak perlu, penurunan konsumsi oksigen secara keseluruhan dengan memberikan tingkat aktivitas yang sesuai, pemantauan kriteria hasil. Setelah periode krisis, intervensi diarahkan pada penyuluhan pasien dan keluarga dan pencegahan proses memburuknya penyakit (Hudak &Gallo, 1996). 7. KOMPLIKASI Meski tanpa adanya penyakit arteri koroner, krisis tiroid yang tidak diobati dapat menyebabkan angina pektoris dan infark miokardium, gagal jantung kongestif, kolaps kardiovaskuler, koma, dan kematian (Hudak&Gallo, 1996).
8. ASUHAN KEPERAWATAN Identitas klien Pada tahap ini perawat perlu mengetahui identitas klien seperti nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat, dan status pekerjaan.
Keluhan Utama Pasien mengatakan bahwa mengalami nyeri, demam, dan lain- lain Pengkajian Tanda dan gejala krisis tiroid adalah bervariasi dan nonspesifik. Tanda klinik yang dapat dilihat dari peningkatan metabolism adalah demam, takikardi, tremor, delirium, stupor, coma, dan hiperpireksia. 1. B1 (Breathing) Peningkatan respirasi dapat diakibatkan oleh peningkatan kebutuhan oksigen sebagai bentuk kompensasi peningkatan laju metabolisme yang ditandai dengan takipnea. 2. B2 (Blood) Peningkatan metabolisme menstimulasi produksi katekolamin yang mengakibatkan peningkatan
kontraktilitas
jantung,
denyut
nadi
dan
cardiac
output.
Ini
mengakibatkan peningkatan pemakaian oksigen dan nutrisi. Peningkatan produksi panas membuat dilatasi pembuluh darah sehingga pada pasien didapatkan palpitasi, takikardia, dan peningkatan tekanan darah. Pada auskultasi jantung terdengar mur-mur sistolik pada area pulmonal dan aorta. Dan dapat terjadi disritmia,atrial fibrilasi,dan atrial flutter. Serta krisis tiroid dapat menyebabkan angina pectoris dan gagal jantung. 3. B3 (Brain) Peningkatan metabolisme di serebral mengakibatkan pasien menjadi iritabel, penurunan perhatian, agitasi, takut. Pasien juga dapat mengalami delirium, kejang, stupor, apatis, depresi dan bisa menyebabkan koma. 4. B4 (Bladder) Perubahan pola berkemih ( poliuria, nocturia). 5. B5 (Bowel) Peningkatan metabolisme dan degradasi lemak dapat mengakibatkan kehilangan berat badan. Krisis tiroid juga dapat meningkatkan peningkatan motilitas usus sehingga pasien dapat mengalami diare, nyeri perut, mual, dan muntah. 6. B6 (Bone) Degradasi protein dalam musculoskeletal menyebabkan kelelahan, kelemahan, dan kehilangan berat badan.
A. Diagnosis Keperawatan dan Perencanaan NO 1
PERENCANAAN
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
TUJUAN diberi
INTERVENSI asuhan
RASIONAL
NIC: Fluid Manjemen
Defisit volume cairan berhubungan
Setelah
dengan status hipermetabolik
keperawatan, cairan tubuh 1. Kaji status volume cairan (TD, suhu, 1. Takikardia, seimbang dengan kriteria:
bunyi jantung) tiap 1 jam
dispnea,
atau
hipotensi dapat mengindikasikan
NOC: kekurangan volume cairan Fluid balance 2. Kaji turgor kulit dan membrane 2. Turgor kulit tidak elastis dan dan Hydration mukosa mulut setiap 8 jam membran mukosa kering dapat Nutritional Status : Foodand Fluid Intake menjadi gejala kurang cairan. a. Tanda-tanda vital tetap 3. Ukur asupan dan haluaran setiap 1 3. Haluaran urin yang rendah stabil (TD 100-120/60-90 sampai 4 jam. Catat dan laporkan mengindikasikan hipovolemi. mmHg, N: 60perubahan yang signifikan termasuk 100x/menit, 22x/menit,
R” S:
16-
urine.
36-37,5 4. Berikan cairan IV sesuai instruksi.
O
C)
dalam batas normal cairan
yang
cukup
menormalkan
dekompensasi homeostasis 5. Kaji
semua
data
laboratorium, 5. Nilai elektrolit abnormal dapat
laporkan nilai elektrolit abnormal
d. Turgor kulit elastis dan 6. Berikan beta instruksi membrane mukosa
menjadi tanda kekurangan cairan dan elektrolit
seimbang
lembab
intravena
dapat
b. Warna kulit dan suhu
c. Balance
4. Cairan
adrenergik
sesuai 6. Beta
adrenergik
menurunkan
gejala
dapat yang
dimediasi katekolamin sehingga memulihkan fungsi jantung
2
Hipertermia berhubungan dengan
Setelah
diberi
status hipermetabolik
keperawatan,
asuhan
NIC: Perawatan Deman
terjadi 1. Pantau Tanda Vital (Suhu ) Tiap 1 hipertermi dengan kriteria: jam NOC: Thermoregulation 2. Anjurkan banyak minum bila tidak a. Suhu
tidak
dalam
batas
ada kontraindikasi
1. Menilai
peningkatan
dan
penurunan suhu tubuh 2. Hidrasi
yang
cukup
dapat
menurunkan suhu tubuh
O
normal 36-37,5 C
3. Beri kompres hangat
3. Kompres
b. Tidak ada konvulsi
pembuluh
c. kulit tidak memerah d. tidak ada takikardi
hangat
mendilatasi
darah
sehingga
mengurangi panas 4. Gunakan
pakaian
tipis
dan
menyerap keringat
4. Pakaian tipis dan menyerap keringat
menurunkan
metabolisme
sehingga
menurunkan panas 5. Pertahankan cairan intravena sesuai progam
5. Cairan
intravena
kebutuhan
memenuhi
cairan
sehingga
menurunkan panas 6. Berikan antipiretik sesuai program
6. Antipiretik produksi
menghambat prostaglandin
di
hipotalamus anterior sehingga menurunkan suhu 3
Perubahan serebral
perfusi berhubungan
hipertiroidisme
diberi
Setelah
dengan
keperawatan,
perfusi 1. Kaji status neurologi tiap jam
jaringan
efektif,
serebral
asuhan
NIC: monitor Neurologi
jaringan
kesadaran
dengan kriteria: NOC: Tekanan intrakranial
1. Menskrining perubahan tingkat dan
status neurologis 2. Lakukan
tindakan
pencegahan
2. Kejang
merupakan
tanda
terhadap kejang a. Tingkat
perburukan
kesadaran
perubahan status neurologi
meningkat (GCS: E:4, 3. Kaji adanya kelemahan, patensi M:6, V:5) b. Klien tidak mengalami cedera
3. Ketidakpatenan
jalan
nafas,
jalan napas, keamanan, jika tingkat
kelemahan, bisa terjadi karena
kesadaran pasien menurun
peningkatan status neurologi
4. Lakukan
c. Jalan napas paten
terhadap
tindakan
pengamanan
untuk mencegah cedera
4. Cedera pasien
rawan
terjadi
dengan
pada
perubahan
status neurulogi 4
Penurunan berhubungan
curah
jantung
dengan
jantung, status hipermetabolik
gagal
Setelah
diberi
keperawatan, penurunan
tidak
curah
asuhan NIC: Shock management : Cardiac terjadi Cardiac care :acute jantung, 1. Pantau tekanan darah tiap jam
1. Hipotensi umum atau ortostatik
dengan kriteria:
dapat terjadi sebagai akibat dari
NOC:
vasodilatasi
Cardiacpump
perifer
effectiveness
berlebihan
: vital sign
volume sirkulasi 2. Periksa kemungkinan adanya nyeri
a. Nadi perifer dapat teraba normal (60-100x/menit, kuat) b. TD:100-120/8090x.menit, RR: 16-
2. Merupakan
penurunan
tanda
adanya
dada atau angina yang dikeluhkan
peningkatan kebutuhan oksigen
pasien.
oleh otot jantung atau iskemia.
3. Auskultasi suara nafas. Perhatikan
3. S1 dan murmur yang menonjol
adanya suara yang tidak normal
berhubungan
(seperti krekels)
jantung
dengan
meningkat
curah pada
keadaan hipermetabolik
20x/menit, S:36-37,50C c. Capilary reffil <2 detik
dan
yang
4. Observasi tanda dan gejala haus
d. Status mental baik
yang
e. Palpitasi berkurang
kering,
hebat, nadi
mukosa lemah,
membran penurunan
4. Dehidrasi yang
cepat dapat
terjadi yang akan menurunkan volume
sirkulasi
dan
produksi
urine
dan
menurunkan curah jantung
hipotensi,pengisian kapiler lambat 5. Kolaborasi : berikan obat sesuai
5. Diberikan untuk mengendalikan
dengan indikasi : Penyekat beta
pengaruh
seperti:
terhadap takikardi, tremor dan
nadolol
propranolol,
atenolol,
gugup
tirotoksikosis serta
obat
pilihan
pertama pada krisis tiroid akut. Menurunkan
frekuensi/
kerja
jantung oleh daerah reseptor penyekat beta adrenergic dan konversi dari T3 dan T4.
DAFTAR PUSTAKA Bakta M, Suastika, K. 1999. Gawat Darurat di Penyakit Dalam. Jakarta : EGC Hudak & Galo.2010. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik Vol.2 Ed. 6. Jakarta : EGC Irwin and Ripe’s. 2008. Intensive Care Medicine Sixth Edition. Philadelphia: Lippincot William & Wilkins Migneco et al. 2005. Management of Thyrotoxic Crisis. European Review for Medical and Pharmaloical Sciences.Vol . 69-74 Misra et al. 2012. Thyroid Storm. Diakses melalui emedicine. medscape. Com / article /925147 pada tanggal 04 Februari 2019 Nayak Bindu MD, Burman Kenneth MD. 2006. Thyrotoxicosis and Thyroid Storm. Elsevier Journal. Available from : Endocrionlogy and Metabolism Clinics of North America 663-686.