LAPORAN PENDAHULUAN
I.
Konsep Teori 1.1 Definisi Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm. (saifudin,2002) Ketuban dinyatakan pecah dini adalah ketuban yang pecah spontan yang terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan intra uterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan mambran disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina serviks. (Sarwono Prawiroharjo, 2002) Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. (Sarwono Prawirohardjo, 2005) Ketuban pecah ini adalah keluarnya cairan dari jalan lahir/vagina sebelum proses persalinan. ( Fadlun, dkk. 2011)
1.2 Etiologi Penyebab KPD masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Kemungkinan yang menjadi faktor predisposisi adalah : a. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun
asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bias menyebabkan terjadinya KPD. b. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh
karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage). c. Distensi uterus d. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian
terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
e. Faktor lain : 1) Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat
menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jarinngan kulit ketuban. 2) Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu. 3) Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum. 4) Defisiesnsi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin C).
Faktor Resiko Faktor risiko ketuban pecah dini persalinan preterm : 1) kehamilan multipel : kembar dua (50%), kembar tiga (90%) 2) riwayat persalinan preterm sebelumnya 3) perdarahan pervagina 4) pH vagina di atas 4.5 5) Kelainan atau kerusakan selaput ketuban. 6) kadar CRH (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi
misalnya pada stress psikologis, dsb, dapat menjadi stimulasi persalinan preterm 7) Inkompetensi serviks (leher rahim) 8) Polihidramnion (cairan ketuban berlebih) 9) Riwayat KPD sebelumya 10) Trauma 11) servix tipis / kurang dari 39 mm, Serviks (leher rahim) yang
pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu. 12) Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis
1.3 Manifestasi Klinis -
kencang-kencang (nyeri ringan dibagian bawah)
-
keluarnya cairan ketuban dari vagina
-
dapat disertai demam bila sudah ada infeksi
-
tampak air ketuban mengalir / selaput ketuban tidak ada dan air ketuban sudah kering
-
Berbau anyir
-
Warna cairan putih agak keruh seperti santan encer.
1.4 Patofisiologi Kantung ketuban adalah sebuah kantung berdinding tipis yang berisi cairan dan janin selama masa kehamilan. Dinding kantung ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama disebut amnion, terdapat di sebelah dalam. Sedangkan, bagian kedua, yang terdapat di sebelah luar disebut chorion. Cairan ketuban adalah cairan yang ada di dalam kantung amnion. Cairan ketuban ini terdiri dari 98 persen air dan sisanya garam anorganik serta bahan organik. Cairan ini dihasilkan selaput ketuban dan diduga dibentuk oleh selsel amnion, ditambah air kencing janin, serta cairan otak pada anensefalus. Pada ibu hamil, jumlah cairan ketuban ini beragam. Normalnya antara 1 liter sampai 1,5 liter. Namun bisa juga kurang dari jumlah tersebut atau lebih hingga mencapai 3-5 liter. Diperkirakan janin menelan lebih kurang 8-10 cc air ketuban atau 1 persen dari seluruh volume dalam tiap jam. Manfaat air ketuban Pada ibu hamil, air ketuban ini berguna untuk mempertahankan atau memberikan perlindungan terhadap bayi dari benturan yang diakibatkan oleh ‘lingkungannya’ di luar rahim. Selain itu air ketuban bisa membuat janin bergerak dengan bebas ke segala arah. Tak hanya itu, manfaat lain dari air ketuban ini adalah untuk mendeteksi jenis kelamin, memerikasa kematangan paru-paru janin, golongan darah serta rhesus, dan kelainan kongenital (bawaan), susunan genetiknya, dan sebagainya. Caranya yaitu dengan mengambil cairan ketuban melalui alat yang dimasukkan melalui dinding perut ibu.
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut : 1. Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban. 2. Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan
aktifitas
IL-1
dan
prostaglandin,
menghasilkan
kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion / amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan. 3. Patofisiologi Pada infeksi intrapartum : a. ascending
infection,
pecahnya
ketuban
menyebabkan
ada
hubungan langsung antara ruang intraamnion dengan dunia luar. b. infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau dengan penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin, kemudian ke ruang intraamnion. c. mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin menjalar melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal). d. tindakan iatrogenik traumatik atau higiene buruk, misalnya pemeriksaan dalam predisposisi infeksi.
yang terlalu sering, dan sebagainya,
1.5 Pemeriksaan Diagnostik a. Pemeriksaan dengan spekulum. pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, megejan atau megadakan manuvover valsava, atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik anterior. b. Pemeriksaan secara langsung cairan yang merembes tersebut dapat dilakukan dengan kertas nitrazine, kertas ini mengukur pH (asambasa). pH normal dari vagina adalah 4 - 4,7 sedangkan pH cairan ketuban adalah 7,1 - 7,3. Tes tersebut dapat memiliki hasil positif yang salah apabila terdapat keterlibatan trikomonas, darah, semen, lendir leher rahim, dan air seni. c. Ultrasonografi Ultrasonografi
dapat
mengindentifikasikan
kehamilan
ganda,
abnormal janin, atau melokalisasi kantong cairan amnion pada amniosintesis. d. Amniosintesis Cairan amnion dapat dikirim ke laboratorium untuk evaluasi kematangan paru janin. e. ProteinC-reaktif Peningkatan protein C-reaktif serum menunjukkan peringatan korioamnionitis.
1.6 Penatalaksanaan Ketuban pecah dini merupakan sumber persalinan prematuritas, infeksi dalam rahim terhadap ibu maupun janin yang cukup besar dan potensial. Oleh karena itu, penatalaksanaan ketuban pecah dini memerlukan tindakan yang rinci, sehingga dapat menurunkan kejadian persalinan prematuritas dan infeksi dalam rahim. Memberikan profilaksis antibiotik dan membatasi pemeriksaan dalam merupakan tindakan yang
perlu diperhatikan. Disamping itu makin kecil umur kehamilan makin besar peluang terjadi infeksi dalam lahir yang dapat memicu terjadinya persalinan prematuritas bahkan berat janin kurang dari 1 kg. a. Penanganan Konservatif 1) Rawat di rumah sakit 2) Berikan antibiotika (Ampicillin 4 x 500 mg/eritromisin) dan Metronidazole. 3) Jika umur kehamilan 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi. 4) Jika umur kehamilan 34-37 minggu belum inpartu, tidak ada infeksi berikan tokolitik, deksametason dan induksi sesudah 2 jam. 5) Jika umur kehamilan 34-37 minggu ada infeksi beri antibiotik dan lakukan induksi. 6) Nilai tanda-tanda infeksi. 7) Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid untuk memicu kematangan paru janin (Sarwono, 2001). b. Penanganan Aktif 1) Kehamilan lebih dari 37 minggu, induksi oxytiksin bila gagal seksio caesaria dapat pula diberikan Misoprostol 50 mg intra vaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. 2) Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan kehamilan diakhiri. Konservatif 1) Rawat rumah sakit dengan tirah baring. 2) Tidak ada tanda-tanda infeksi dan gawat janin. 3) Umur kehamilan kurang 37 minggu. 4) Antibiotik profilaksis dengan amoksisilin 3 x 500 mg selama 5 hari. 5) Memberikan tokolitik bila ada kontraksi uterus dan memberikan kortikosteroid untuk mematangkan fungsi paru janin. 6) Jangan melakukan periksaan dalam vagina kecuali ada tandatanda persalinan.
7) Melakukan terminasi kehamilan bila ada tanda-tanda infeksi atau gawat janin. 8) Bila dalam 3 x 24 jam tidak ada pelepasan air dan tidak ada kontraksi uterus maka lakukan mobilisasi bertahap. Apabila pelepasan air berlangsung terus, lakukan terminasi kehamilan. Aktif Bila didapatkan infeksi berat maka berikan antibiotik dosis tinggi. Bila ditemukan tanda-tanda inpartu, infeksi dan gawat janin maka lakukan terminasi kehamilan. 1) Induksi atau akselerasi persalinan. 2) Lakukan seksiosesaria bila induksi atau akselerasi persalinan mengalami kegagalan. 3) Lakukan seksio histerektomi bila tanda-tanda infeksi uterus berat ditemukan.
II. Konsep Asuhan Keperawatan 2.1 Riwayat keperawatan a. Biodata klien Biodata klien berisi tentang : Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku, Agama, Alamat, Nomor rekam medik, Nama Suami, Umur, Pendidikan, Pekerjaan , Suku, Agama, Alamat, Tanggal Pengkajian. b. Keluhan utama : Keluar cairan warna putih, keruh, jernih, kuning, hijau / kecoklatan sedikit / banyak, pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering, inspeksikula tampak air ketuban mengalir / selaput ketuban tidak ada dan air ketuban sudahkering c. Riwayat haid Umur menarche pertama kali, lama haid, jumlah darah yang keluar, konsistensi, siklus haid, hari pertama haid dan terakhir, perkiraan tanggal partus.
d. Riwayat Perkawinan Kehamilan ini merupakan hasil pernikahan ke berapa ? Apakah perkawinan sah atau tidak ? e. Riwayat Obstetri Berapa kali dilakukan pemeriksaan ANC, hasil laboraturium : USG, darah, urine, keluhan selama kehamilan termasuk situasi emosional dan impresi, upaya mengatasi keluhan, tindakan dan pengobatan yang diperoleh f. Riwayat penyakit dahulu Penyakit yang pernah di diderita pada masa lalu, bagaimana cara pengobatan yang dijalani nya, dimana mendapat pertolongan, apakah penyakit tersebut diderita sampai saat ini atau kambuh berulang – ulang. g. Riwayat kesehatan keluarga Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang diturunkan secara genetic seperti panggul sempit, apakah keluarga ada yang menderita penyakit menular, kelainan congenital atau gangguan kejiwaan yang pernah di derita oleh keluarga. h. Kebiasaan sehari –hari 1) Pola nutrisi : pada umum nya klien dengan KPD mengalami penurunan nafsu makan, frekuensi minum klien juga mengalami penurunan. 2) Pola istirahat dan tidur : klien dengan KPD mengalami nyeri pada daerah pinggang sehingga pola tidur klien menjadi terganggu, apakah mudah terganggu dengan suara-suara, posisi saat tidur (penekanan pada perineum). 3) Pola eliminasi : Apakah terjadi diuresis, setelah melahirkan, adakah inkontinensia (hilangnya infolunter pengeluaran urin), hilangnya kontrol blas, terjadi over distensi blass atau tidak atau retensi urine karena rasa takut luka episiotomi, apakah perlu bantuan saat BAK. Pola BAB, freguensi, konsistensi,rasa takut BAB karena luka perineum, kebiasaan penggunaan toilet.
4) Personal Hygiene : Pola mandi, kebersihan mulut dan gigi, penggunaan pembalut dan kebersihan genitalia. 5) Aktifitas : Kemampuan mobilisasi klien dibatasi, karena klien dengan KPD di anjurkan untuk bedresh total. 6) Rekreasi dan hiburan : Situasi atau tempat yang menyenangkan, kegiatan yang membuat fresh dan relaks.
2.2 Pemeriksaan fisik 1) Pemeriksaan kesadaran klien, BB / TB, tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu. 2) Head To Toe : a) Rambut : warna rambut, jenis rambut, apakah ada luka lesi / lecet. b) Mata : sklera nya apakah ihterik / tdk, konjungtiva anemis / tidak, apakah palpebra oedema / tidak,bagaimana fungsi penglihatan nya baik / tidak, apakah klien menggunakan alat bantu penglihatan / tidak. Pada umum nya ibu hamil konjungtiva anemis. c) Telinga : apakah simetris kiri dan kanan, apakah ada terdapat serumen / tidak, apakah klien menggunakan alat bantu pendengaran / tidak, bagaimana fungsi pendengaran klien baik / tidak. d) Hidung : apakah klien bernafas dengan cuping hidung / tidak, apakah fungsi penciuman klien baik / tidak e) Mulut dan gigi : bagaimana keadaan mukosa bibir klien, apakah lembab atau kering, keadaan gigi dan gusi apakah ada peradangan dan pendarahan, apakah ada karies gigi / tidak, keadaan lidah klien bersih / tidak, apakah keadaan mulut klien berbau / tidak. Pada ibu hamil pada umum nya berkaries gigi, hal itu disebabkan karena ibu hamil mengalami penurunan kalsium f) Leher : apakah klien mengalami pembengkakan tyroid.
g) Paru – paru Inspeksi : warna kulit, apakah pengembangan dada nya simetris kiri dan kanan, apakah ada terdapat luka memar / lecet, frekuensi pernafasan nya. Palpasi : apakah ada teraba massa / tidak , apakah ada teraba pembengkakan / tidak, getaran dinding dada apakah simetris / tidak antara kiri dan kanan Perkusi : bunyi Paru Auskultasi : suara nafas h) Jantung Inspeksi : warna kulit, apakah ada luka lesi / lecet, ictus cordis apakah terlihat / tidak Palpasi : frekuensi jantung berapa, apakah teraba ictus cordis pada ICS 5 Midclavikula Perkusi : bunyi jantung Auskultasi : apakah ada suara tambahan / tidak pada jantung klien. i) Abdomen keadaan perut, warna nya, apakah ada / tidak luka lesi dan lecet, tinggi fundus klien, letak bayi, persentase kepala apakah sudah masuk PAP / belum, bunyi abdomen, bising usus klien, DJJ janin apakah masih terdengar / tidak j) Payudara : puting susu klien apakah menonjol / tidak,warna aerola, kondisi mamae, kondisi ASI klien, apakah sudah mengeluarkan ASI /belum. k) Ekstremitas Atas : warna kulit, apakah ada luka lesi / memar, apakah ada oedema / tidak Bawah : apakah ada luka memar / tidak , apakah oedema / tidak. l) Genitalia : apakah ada varises atau tidak, apakah ada oedema / tidak pada daerah genitalia klien. m) Integumen : warna kulit, keadaan kulit, dan turgor kulit baik / tidak.
2.3 Pemeriksaan penunjang Pada tes lakmus (tes nitrasin), kertas berubah menjadi biru maka tes lakmus positif atau menunjukkan adanya cairan ketuban (alkalis)
2.4 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul Diagnosa 1 : Risiko Infeksi 2.4.1
Definisi Rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogenik yang dapat mengganggu kesehatan.
2.4.2
Faktor resiko a. Kuranng pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen b. Malnutrisi c. Obesitas d. Penyakit kronis (mis., diabetes melitus) e. Prosedur invasif f. Pertahanan tubuh primer tidak adekuat : 1) Gangguan integritas kulit 2) Gangguan peristaltis 3) Merokok 4) Pecah ketuban dini 5) Pecah ketuban lambat 6) Penurunan kerja siliaris 7) Perubahan pH sekresi 8) Stasis cairan tubuh g. Pertahanan tubuh sekunder tidak adekuat : 1) Imunosupresi 2) Leukopenia 3) Penurunan hemoglobin 4) Supresi respons inflamasi (mis., interleukin 6 [IL-6]) 5) Vaksinasi tidak adekuat h. Pemajanan terhadap patogen lingkungan meningkat : Terpajan pada wabah
Diagnosa 2 : Nyeri akut 2.4.3
Definisi Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial yang digambarkan sebagai kerusakan; awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau prediksi.
2.4.4
Batasan Karakteristik a. Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri untuk pasien yang tidak dapat mengungkapkannya. b. Diaforesis c. Dilatasi pupil d. Ekspresi wajah nyeri e. Fokus menyempit f. Fokus pada diri sendiri g. Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri h. Keluhan tentang karakteristik nyeri denganmenggunakan standar instrumen nyeri i. Laporan tentang perilaku nyeri j. Mengekspresikan perilaku k. Perilaku distraksi l. Perubahan pada parameter fisiologis m. Perubahan posisi untuk menghindari nyeri n. Sikap melindungi area nyeri o. Sikap tubuh melindungi
2.4.5
Faktor yang Berhubungan : a. Agens cedera biologis (mis., infeksi, iskemia, neoplasma) b. Agens cedera fisik (mis., abses, amputasi, luka bakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur bedah, trauma) c. Agens cedera kimiawi
Diagnosa 3 : Defisiensi pengetahuan 2.4.6
Definisi Ketiadaan atau defisiensi informasi kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu.
2.4.7
Batasan Karakteristik a. Ketidakakuratan melakukan tes b. Ketidakakuratan mengikuti perintah c. Kurang pengetahuan d. Perilaku tidak tepat (mis., histeria, bermusuhan, agitasi, apatis)
2.4.8
Faktor yang berhubungan a. Gangguan fungsi kognitif b. Gangguan memori c. Kurang informasi d. Kurang minat untuk belajar e. Kurang sumber pengetahuan f. Salah pengertian terhadap orang lain.
Diagnosa 4 : Ansietas 2.4.9
Definisi Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respons otonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu); perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi
terhadap
bayaha.
Hal
ini
merupakan
isyarat
kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman tersebut. 2.4.10 Batasan Karakteristik a. Perilaku 1) Agitasi 2) Gelisah 3) Mengekspresikan kekhawatiran karena perubahan dalam peristiwa hidup 4) Penurunan produktivitas
5) Tampak waspada b. Afektif 1) Berfokus pada diri sendiri 2) Distres 3) Gelisah 4) Gugup 5) Kesedihan yang mendalam 6) Ketakutan 7) Menggerutupkan gigi 8) Menyesal 9) Perasaan tidak adekuat 10) Putus asa 11) Sangat khawatir c. Fisiologis : gemetar, peningkatan keringat, peningkatan ketegangan, tremor, wajah tegang d. Simpatis : jantung berdebar-debar, lemah, peningkatan denyut nadi, peningkatan frekuensi napas, peningkatan tekanan darah. e. Parasimpatis : letih, nyeri abdomen, mual, penurunan denyut nadi, penurunan tekanan darah, pusing. 2.4.11 Faktor yang berhubungan : a. Ancaman kematian b. Ancaman pada status terkini c. Hereditas d. Hubungan interpersonal e. Kebutuhan yang tidak dipenuhi f. Konflik tentang tujuan hidup g. Krisis maturasi h. Krisis situasi i. Pajanan pada toksik j. Penyalahgunaan zat k. Perubahan besar l. stressor
2.5 Perencanaan Diagnosa 1 : resiko infeksi dengan faktor resiko ketuban pecah dini 2.5.1 Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan pasien tidak menunjukan tanda-tanda infeksi dengan kriteria hasil: 1. Tanda-tanda infeksi tidak tidak ada. 2. Tidak ada lagi cairan ketuban yang keluar dari pervaginaan. 3. DJJ normal 4. Leukosit kembali normal 5. Suhu tubuh normal (36,5-37,5ºC) 2.5.2 Intervensi keperawatan dan rasional : a. Tinjau ulang kondisi/faktor risiko yang ada sebelumnya. Catat waktu pecah ketuban. Rasional : Kondisi dasar ibu, seperti diabetes atau hemoragi, menimbulkan potensial resiko infeksi atau penyembuhan luka yang buruk. Resiko korioamnionitis meningkat dengan berjalannya waktu, sehingga meningkatkan resiko infeksi ibu dan janin. b. Kaji terhadap tanda dan gejala infeksi (misalnya: peningkatan suhu, nadi, jumlah sel darah putih, atau bau/warna rabas vagina). Rasional : Pecah ketuban terjadi 24 jam sebelum pembedahan dapat menyebabkan amnionitis sebelum intervensi bedah dan dapat mengubah penyembuhan luka. c. Berikan perawatan perineal sedikitnya setiap 4 jam bila ketuban telah pecah. Rasional : Untuk mencegah agar tidak terjadi infeksi.
Diagnosa 2 : Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis : ketegangan otot rahim. 2.5.3
Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam di harapkan nyeri berkurang atau nyeri hilang dengan kriteria hasil : 1. Tanda-tanda vital dalam batas normal. TD:120/80 mm Hg N: 60-120 X/ menit. 2. Pasien tampak tenang dan rileks 3. Pasien mengatakan nyeri pada perut berkurang
2.5.4 Intervensi keperawatan dan rasional : a. Monitor tanda – tanda vital :TD, pernafasan, nadi dan suhu. Rasional : nyeri dapat mengakibatkan peningkatan frekuesni pernafasan dan nadi. b. Ajarkan klien teknik relaksasi. Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan klien. c. Atur posisi klien. Rasional : untuk memberikan kenyamanan pada klien. d. Berikan lingkungan yang nnyaman dan batasi pengunjung. Rasional : Agar klien dapat beristirahat.
Diagnosa 3 : Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit. 2.5.5 Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam di harapkan pasien memahami pengetahuan tentang penyakitnya dengan criteria hasil : 1. Pasien terlihat tidak bingung lagi 2. Pengetahuan Pasien dan keluarga dapat bertambah 2.5.6 Intervensi keperawatan dan rasional : a. Tinjau proses penyakit dan harapan masa depan. Rasional : memberikan pengetahuan dasar dimana klien dapat membuat pilihan.
b. Dorong periode istirahat yang adekuat dengan aktifitas terjadwal. Rasional : agar klien tidak merasa jenuh dan mempercepat proses penyembuhan. c. Berikan pelayanan kesehatan mengenai penyakit nya. Rasional : agar klien mengerti dengan bahaya nya infeksi dan penyakit nya. d. Jelaskan kepada klien apa yg terjadi. Rasional : menunjukkan realitas situasi yang. e. Kesempatan untuk bertanya dan berikan jawaban yang terbuka dan jujur. Rasional : Dapat membantu klien atau orang terdekat menerima realitas dan mulai menerima apa yang terjadi.
Diagnosa 4 : Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini 2.5.7 Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam di harapkan ansietas pasien teratasi dengan kriteria hasil : 1. Pasien tidak cemas lagi 2. Pasien dapat mengontrol diri 3. Pasien sudah mengetahui tentang penyakit 2.5.8 Intervensi keperawatan dan rasional : a. Kaji tingkat kecemasan pasien. Rasional : Mengetahui tingkatan kecemasan yang dialami pasien. b. Dorong pasien untuk istirahat total. Rasional : Untuk mempercepat proses penyembuhan. c. Berikan suasana yang tenang dan ajarkan keluarga untuk memberikan dukungan emosional pasien. Rasional : Untuk memberikan rasa nyaman dan menurunkan kecemasan pasien.
III. Daftar Pustaka Nanda International, Nursing Diagnosis: Deffintion & Classification 20152017. Herdman, Heather T. 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009- 2011. Jakarta : EGC. Allih bahasa: Made Sumarwati, Dwi Widiarti, Etsu Tiar. Wilkinson, M. Judith. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 7. Jakarta : EGC. Prawirohajo, sarwono. 2008. Ilmu kebidanan. Jakarta : PT bina pustaka. Manjoer, arif. 2005. Kapita selekta kedokteran. Jakarta : Aesculapius. Jhonson,
Marion.,
Meridean
Maas.
(2005).
Nursing
Outcomes
Classification (NOC). St. Louis: Mosby Sastrawinata,
Suliman,
2005,
Reproduksi, Edisi 2, FKUP : Jakarta.
Obstetri
Patologi
Ilmu
Kesehatan