KONSEP DASAR LUKA BAKAR (COMBUSTIO)
A. PENGERTIAN Menurut Aziz Alimul Hidayat, A, (2008 Hal : 130) luka bakar adalah kondisi atau terjadinya luka akibat terbakar, yang hanya disebabkan oleh panas yang tinggi, tetapi oleh senyawa kimia, llistrik, dan pemanjanan (exposure) berlebihan terhadap sinar matahari. Menurut Smeltzer, dkk (2008) luka bakar (combustio) adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Menurut Betz C, L & Sowden, L, A (2009, Hal : 56) luka bakar adalah kerusakan jaringan karena karena kontak dengan agens, tremal, kimiawi, atau listrik. Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya luka bakar dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan. Selain itu, faktor letak daerah yang terbakar, usia, dan keadaan kesehatann penderita juga turut menentukan kecepatan penyembuhan. Luka bakar pada daerah perineum, ketiak, leher, dan tangan sulit dalam perawatannya, antara lain karena mudah mengalami kontraktur (Clevo dan Margareth, 2012) B. ETIOLOGI Penyebab luka bakar yang paling sering secara umum adalah : 1. Kontak dengan nyala api 2. Kontak dengan bahan cair /padat yang panas 3. Kontak dengan bahan kimia 4. Kontak langsung dengan bahan kimia 5. Kontak dengan arus listrik yang tinggi 6. Sinar Ultraviolet (Sengatan sinar matahari )
C. KLASIFIKASI LUKA BAKAR Berikut ini merupakan klasifikasi luka bakar : a. Berdasarkan kedalamannya, luka bakar diklasifikasikan menjadi : 1) Luka bakar derajat I Luka bakar derajat I merusak bagian kulit yaitu epidermis, ini biasa dikarenakan akibat terjemur matahari. Pada awalnya terasa nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi dan kemudian gatal akibat stimulasi reseptor sensoris dan biasanya akan sembuh dengan spontan tanpa meninggalkan jaringan parut. Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di dalam proses penyembuhannya tidak meninggalkan jaringan parut. Luka bakar derajat pertama tampak sebagai suatu daerah yang berwarna kemerahan, terdapat gelembung gelembung yang ditutupi oleh daerah putih, epidermis yang tidak mengandung pembuluh darah dan dibatasi oleh kulit yang berwarna merah serta hiperemis. Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis dan biasanya sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari. Luka tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitifitas setempat. Luka derajat pertama akan sembuh tanpa bekas. Luka bakar derajat I disebut juga luka bakar superficial karena mengenai lapisan luar epidermis, tetapi tidak sampai mengenai daerah dermis. Sering disebut sebagai epidermal burn dimana kulit tampak kemerahan, sedikit oedem, dan terasa nyeri. Pada hari ke empat akan terjadi deskuamasi epitel (peeling). 2) Luka bakar derajat II Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh, dasar luka berwarna merah atau pucat, terletak lebih tinggi di atas permukaan kulit normal, nyeri karena ujung_ujung saraf teriritasi. luka bakar dibedakan menjadi 2, yaitu :
a) Derajat II dangkal (superficial) Mengenai bagian superficial dari dermis. Organorgan kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari. b) Derajat II dalam (deep) Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis. Organ-organ kulit seperti olikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi lenih dari sebulan. 3) Luka bakar derajat III Yang terkena dalam luka bakar derajat III adalah seluruh bagian dermis dan bagian lapisan lemak. Organ-organ seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan. Luka akan tampak berwarna putih , coklat, merah atau hitam. Luka ini tidak akan menimbulkan rasa nyeri karena semua reseptor sensoris telah mengalami kerusakan total. Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih dalam, apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea rusak, tidak ada pelepuhan, kulit berwarna abu-abu atau coklat, kering, letaknya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar karena koagulasi protein pada lapisan epidermis dan dermis, tidak timbul rasa nyeri. Penyembuhan lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan Luka bakar derajat III : a) b)
Menyebabkan kerusakan jaringan yang permanen Rasa sakit kadang tidak terlalu terasa karena ujung-ujung saraf dan pembuluh darah sudah hancur. c) Luka bakar meliputi kulit, lemak subkutis sampai mengenai otot dan tulang. 4) Luka bakar grade IV Berwarna hitam
b. Berdasarkan tingkat keseriusan luka, menurut American Bum Association terdiri dari : 1) Luka Bakar Mayor Luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa dan lebih dari 20% pada anak-anak. Luka bakar fullthickness lebih dari 20% terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum 2) Luka Bakar Moderat Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10-20% pada anak-anak. Luka bakar fullthickness kurang dari 10% Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum 3) Luka Bakar Minor Luka bakar dengan luas kurang dari 15% pada orang dewasa dan kurang dari 10% pada anak-anak Luka bakar fullthickness kurang dari 2% tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, dan kaki Luka tidak sirkumfer tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik, fraktur Setelah mengalami luka bakar maka seorang penderita akan berada dalam tiga tingkatan fase, yaitu : (dalam Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan NANDA NIC-NOC) a. Fase akut Pada fase ini problema yang ada berkisar pada gangguan saluran napas karena adanya cidera inhalasi dan gangguan sirkulasi. Pada fase ini terjadi gangguan keseimbagan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termis bersifat sistemik. Disebut fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan napas), breathing (mekanisme bernapas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernapasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.
b. Fase sub akut Fase ini berlangsung setelah shock berakhir. Luka terbuka akibat kerusakan jaringan (kulit dan jaringan di bawahnya) menimbulkan masalah inflamasi, sepsis, dan penguapan cairan tubuh disertai panas/energi. Fase berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai terjadi maturasi. Masalah pada fase ini adalah timbulnya penyulit dari luka bakar berupa parut hipertrofik, kontraktur, dan deformitas lainnya. Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan : a. Proses inflamasi dan infeksi b. Problem penutupan luka b. Keadaan hipermetabolisme c. Fase lanjut Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas, dan kontraktur. LUAS LUKA BAKAR Luas luka bakar pada dewasa dihitung menggunakan rumus sembilan (Rule of nine) yang diprovokasi oleh Wallace, yaitu 1. 2. 3. 4. 5.
Kepala dan leher Lengan masing-masing 9% Badan depan 18%, badan belakang 18% Tungkai masing-masing 18% Genitatalia/perineum Total
: 9% : 18% : 36% : 36% : 1% : 100%
D. MANIFESTASI KLINIS Kedalaman
Bagian kulit
& derajat
yang terkena
Gejala
Penampilan
Perjalanan
luka
kesembuhan
luka bakar Derajat satu Epidermis,
Kesemutan
Memerah,
Kesembuhan
(superficial)
tidak sampai Hiperestesia
menjadi
Tersengat
pada
bila ditekan
matahari
dermis.
Terkena
daerah (supersensitive) Rasa
api Sering
dengan
disebut
intensitas
epidermal
rendah
burn
Derajat
dua Epidermis
(Partial
dan
Thickness)
dermis
putih dalam 1 minggu
nyeri Minimal
mereda
lengkap
Pengelupasan kulit atau
bila tanpa edema
didinginkan
Nyeri
Melepuh
bagian Hiperestesia
luka
berbintik- minggu
Sensitif terhadap bintik
Tersiram air
udara
mendidih
dingin
dasar Kesembuhan dalam 2-3
merah, Pembentukan
yang epidermis retak, parut&depigmentasi permukaan luika Infeksi dpt
Terbakar oleh
basah
mengubahnya mjd
nyala api
Edema
derajat tiga
Derajat
tiga Epidermis,
(Full
keseluruhan
Thickness)
dermis kadang-
Tidak nyeri
dan Syok
terasa Kering,
luka Pembentukan esker
baker berwarna Diperlukan putih
seperti pencangkokan
Terbakar
kadang
Hematuria&kem bahan kulit atau Pembentukan
nyala api
jaringan
ungkinan
gosong
Terkena
subkutan
hemolisis
Kulit
cairan
Kemungkinan
dengan
mendidih
terdapat
luka lemak
dalam waktu
masuk
dan nampak
yang lama
keluar
(pada Edema
Tersengat
luka
baker
arus listrik
listrik)
parut&hilangnya kontur retak serta fungsi kulit bagian Hilangnya jari tangan yang atau ekstremitas dapat terjadi
E. PATOFISIOLOGI Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025 m2 pada anak baru lahir sampai 2 m2 pada orang dewasa. Apabila kulit terbakar atau terpajan suhu tinggi, maka pembuluh kapiler di bawahnya, area sekitar, dan area yang jauh sekalipun akan rusak dan menyebabkan permeabilitasnya meningkat. Terjadilah kebocoran cairan intrakapiler ke interstisial sehingga terjadi oedema dan bula yang mengandung banyak elektrolit. Rusaknya kulit akibat luka bakar akan mengakibatkan hilangnya fungsi kulit sebagai barier dan penahan penguapan. Kedua penyebab diatas dengan cepat menyebabkan berkurangnya cairan intravaskuler. Pada luka bakar yang luasnya kurang dari 20%, mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya. Bila kulit yang terbakar luas (lebih dari 20%) dapat terjadi syok hipovolemik disertai gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun, serta produksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi perlahan, F.
maksimal terjadi setelah delapan jam. Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permebilitas meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah dapat
terjadi kerusaakan mukosa jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnoe, stridor, suara parau, dan dahak berwarna gelap akibat jelaga. Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. Karbon monoksida sangat kuat terikat dengan hemoglobin sehingga hemoglobin tidak lagi mampu mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan, yaitu lemas, binggung, G.
pusing, mual dan muntah. Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi serta penyerapan kembali cairan dari ruang intertisial ke pembuluh darah yang ditandai dengan meningkatnya diuresis. Luka bakar umumnya tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati yang merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Padahal, pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari kulit penderita sendiri, juga kontaminasi dari kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial biasanya sangat berbahaya karena kumanya banyak yang sudah resisten terhadap berbagai antibiotik. Pada awalnya infeksi biasanya disebabkan oleh kuman gram positif yang berasal dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi kuman gram negatif. Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease dan toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah. Infeksi ringan dan non invasif (tidak dalam) ditandai dengan keropeng yang mudah lepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan keropeng yang kering dengan perubahan jaringan keropeng yang mula-mula sehat menjadi nekrotik. Akibatnya, luka bakar yang mula-mula derajat dua menjadi derajat tiga. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi luka bakar derajat dua dapat sembuh dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat dua yang dalam mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku, dan secara ekstetik sangat jelek. Luka bakar yang derajat tiga yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami kontraktur. Bila ini terjadi di persendian fungsi sendi dapat berkurang atau hilang. Stres atau beban faali serta hipoperfusi daerah splangnikus pada penderita luka bakar berat dapat menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duedonum dengan gejala yang sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal dengan tukak Curling atau stress ulcer. Aliran darah ke lambung berkurang, sehingga terjadi iskemia mukosa. Bila keadaan ini berlanjut dapat timbul ulkus akibat nekrosis mukosa lambung. Yang dikhawatirkan dari tukak Curling ini adalah H.
penyulit perdarahan yang tampil sebagai hematemisis dan melena. Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi, dan mudah terjadi infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerlukan kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan menurun. Kecatatan akibat luka bakar ini sangat hebat, terutama bila mengenai wajah. Penderita mungkin mengalami beban kejiwaan berat akibat cacat tersebut, sampai bisa menimbulkan gangguan jiwa yang disebut schizophrenia post burn.
I. PATHWAY Faktor Penyebab (Termal, Kimia, Listrik, Radiasi)
Keracunan Karbondioksida
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif Permebilitas
Luka Bakar
Kerusakan
Nyeri
Peningkatan
Jaringan
Pembuluh Darah
Kematian Sel
Udema
Resiko Tinggi Infeksi
Hipovolemia & Hemokonsentrasi
Kekurangan Volume Cairan
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. LED: mengkaji hemokonsentrasi. b. Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Initerutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jampertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung. c. Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap. d. BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal. e. Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas. f. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
g. Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif. h. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap. i. complete blood cell count (CBC) j. blood urea nitrogen (BUN), k. serum glucose l. elektrolit m. arterial blood gases n. serum protein o. albumin p. urine cultures q. urinalysis r. pembekuan darah s. pemeriksaan servikal t. kultur luka
K. PENATALAKSANAAN a. Lakukan resusitasi dengan memperhatikan jalan napas (airway), pernapasan (breathing) dan sirkulasi (circulation). b. Periksa jalan napas. c. Bila dijumpai obstruksi jalan napas, buka jalan napas dengan pembersihan jalan napas (suction dan lain sebagainya), bila perlu lakukan trakeostomi atau intubasi. d. Berikan oksigen. e. Pasang intravena line untuk resusitasi cairan, berikan cairan ringer laktat untuk mengatasi syok. f. Pasang pemantau tekanan vena sentral (central venous pressure/CVP) untuk pemantauan sirkulasi darah, pada luka bakar ekstensif. i. Periksa cedera seluruh tubuh secara sistematis untuk menentukan adanya cedera inhalasi, luas dan derajat luka bakar. Dengan demikian jumlah dan jenis cairan dapat yang diperlukan untuk resusitasi dapat
ditentukan. Terapi cairan lebih diindikasikan pada luka bakar derajat 2 dan 3 dengan luas >25%, atau pasien tidak dapat minum. Terapi cairan dapat dihentikan bila masukkan oral dapat menggantikan parenteral.
L. KOMPLIKASI 1. Septikemia 2.
Pneumonia
3. Gagal ginjal akut 4. Deformitas 5. Kontraktur 6. Dekubitus 7. Sindrom kompartemen 8. Ileus paralitik
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN LUKA BAKAR
A. PENGKAJIAN Menurut Arif Mutaqqin (2011) Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan luka bakar adalah sebagai berikut: a. Fase darurat luka bakar 1) Perawatan menginventaris data-data melalui petugas luar rumah sakit (petugas penyelamat atau petugas gawat darurat) 2) Bila pasien mampu berbicara lakukan pertanyaan tentang proses dan mekanisme cedera secara ringkas dan cepat. b. Tanda-Tanda Vital (TTV) 1) Melakukan pemeriksaan secara sering. 2) Status respirasi, suhu dipantau ketat. 3) Denyut nadi apikal, karotid, dan femoral dievaluasi. 4) Pemantauan jantung dilakukan bila memiliki riwayat penyakit jantung. c. Riwayat Kesehatan 1) Riwayat luka bakar. 2) Riwayat alergi. 3) Riwayat imunisasi tetanus. 4) Riwayat medis serta bedah masa lalu. d. Intake dan Output 1) Dipantau dengan cermat dan diukur tiap satu jam. 2) Mencatat jumlah urine yang pertama kali keluar ketuka dipasang kateter untuk menentukan fungsi ginjal dan status cairan sebelum pasien mengalami luka bakar. Urine kemerahan menunjukkan adanya hemokromogen dan mioglobulin karena kerusakan otot. e. Pengkajian Fisik 1) Head to toe.
2) Berfokus pada tanda dan gejala, cedera atau komplikasi yang timbul. f. Pengkajian Luas Bakar 1) Mengidentifikasi daerah-daerah luka bakar terutama derajat II dan III. 2) Ukuran , warna, bau, eskar, eksudat, pembentukkan abses, perdarahan, pertumbuhan epitel, penampakkan jaringan granulasi pada luka bakar. g. Pengkajian Neurologik 1) Berfokus pada tingkat kesadaran 2) status fisiologik 3) tingkat nyeri 4) kecemasan 5) perilaku 6) pemahaman pasien dan keluarga terhadap cedera serta penanganannya B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d. keracunan karbon monoksida atau cedera inhalasi 2. Nyeri (akut) b.d. luka bakar 3. Kekurangan volume cairan b.d. peningkatan permeabilitas pembuluh darah. 4. Resiko infeksi b.d. cedera luka bakar.
C. INTERVENSI 1. DX I Bersihan jalan napas tidak efektif b.d. keracunan karbon monoksida atau cedera inhalasi Tujuan: Bersihan jalan napas efektif NOC: Respiratory status: ventilasi
Kritera Hasil: -
Mendemonstrasikan batuk efektif
-
Menunjukkan jalan napas yang paten
-
Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang menghambat jalan napas
-
Tidak ada dipsneu
Skala: 1 = Tidak dilakukan 2 = Jarang dilakukan 3 = Kadang dilakukan 4 = Sering dilakukan 5 = Selalu dilakukan NIC: Airway Manajemen a. Buka jalan napas Rasional : mempermudah respirasi b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi Rasional : agar oksigen masuk optimal c. Pasang mayo bila perlu d. Lakukan fisioterapi dada bila perlu e. Keluarkan sekret dengan batuk/suction f. Kolaborasi: Pemberian oksigen yang tepat 2. DX II Nyeri (akut) b.d. luka bakar Tujuan: Nyeri berkurang/hilang NOC: Kontrol Nyeri Kriteria Hasil: -
Mengenali faktor penyebab
-
Mengenali tanda dan gejala
-
Menggunakan metode relaksasi
-
Mengenali lamanya obat sakit
-
Melaporkan nyeri terkontrol
Skala: 1 = Tidak dilakukan 2 = Jarang dilakukan 3 = Kadang dilakukan 4 = Sering dilakukan
5 = Selalu dilakukan NIC: Manajemen Nyeri a. Kaji intensitas, lokasi, karakterisktik, durasi nyeri. Rasional : untuk mengetahui karakteristik dan lokasi nyeri b. Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan Rasional : untuk mengetahui respon nyeri pasien c. Kaji pengalaman nyeri Rasional : untuk mengkaji perbandingan skala nyeri pasien saat ini dan masa sebelumnya d. Ajarkan teknik relaksasi yang tepat. Rasional : untuk mengurangi nyeri e. Kolaborasi: Beri analgetik yang tepat Rasional : untuk mengurangi nyeri 3. DX III Kekurangan volume cairan b.d. peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Tujuan: volume cairan seimbang NOC: Keseimbangan Cairan Kriteria Hasil: -
TTV dalam batas normal
-
Keseimbangan intake dan output 24 jam
-
BB stabil
-
Tidak haus berlebih
-
Kelembaban kulit dalam batas normal
Skala: 1 = Tidak menunjukkan 2 = Jarang menunjukkan 3 = Kadang menunjukkan 4 = Sering menunjukkan 5 = Selalu menunjukkan NIC: Manajemen Cairan a. Monitor BB/hari
Rasional : untuk memantau adanya penurunan BB b. Pertahankan intake dan output yang akurat Rasional : agar ada keseimbangan output dan input c. Monitor TTV Rasional : untuk mengetahui keadaan umum pasien d. Monitor turgor kulit Rasional : untuk mengetahui status pemenuhan cairan pasien 4. DX IV Resiko infeksi b.d. cedera luka bakar. Tujuan: Tidak terjadi infeksi/infeksi berkurang (hilang) NOC: Risk Control Kriteria Hasil: -
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
-
Mendiskripsikan kemampuan untuk mencegah infeksi
-
Jumlah leukosit dalam batas normal
Skala: 1 = Tidak menunjukkan 2 = Jarang menunjukkan 3 = Kadang menunjukkan 4 = Sering menunjukkan 5 = Selalu menunjukkan NIC: Infection Control a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain Rasional : untuk mencegah infeksi b. Pertahankan teknik isolasi Rasional : untuk mencegah infeksi c. Batasi pengunjung bila perlu d. Instruksikan pada pengunjung agar cuci tangan saat dan setelah berkunjung. Rasional : untuk mencegah infeksi e. Kolaborasi: Beri antibiotik yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Arif Muttaqin. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta. Salemba Medika Judith M. Wilkinson. & Nancy R. Ahern,(2012), Diagnosa Keperawatan Nanda NIC NOC, Jakarta, EGC NANDA International. 2012. Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications 2012-2014. Jakarta : EGC Smeltzer, Suzanne C, Bare, Brenda G. 2008. Keperawatan Medikal-Bedah Edisi Jakarta : EGC. A. Aziz Alimul Hidayat.(2008). Keterampilan Dasar Praktik Klinik Cetakan II. Jakarta : Salemba Mardika. Cecily Lynn Betz & Linda A. Sowden. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri ed 5. Jakarta : EGC