Lp Kanker Ovarium+anemia+kemoterapi.docx

  • Uploaded by: sintadevi puspitsari
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Kanker Ovarium+anemia+kemoterapi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,867
  • Pages: 16
KANKER OVARIUM 1. DEFINISI KANKER OVARIUM Tumor ganas ovarium merupakan kumpulan tumor dengan histogenesis yang beraneka ragam, dapat berasal dari ketiga dermoblast (ektodermal, endodermal, dan mesodermal dengan sifat-sifat histologis maupun bilogis yang beraneka ragam. Oleh sebab itu histiogenesis maupun klasifikasinya masih sering menjadi perdebatan (Smeltzer & Bare, 2002). Terdapat pada usia peri menopause kira-kira 60%, dalam masa reproduksi 30% dan 10% terpadat pada usia yang jauh lebih muda. Tumor ini dapat jinak (benigna), tidak jelas jinak tapi juga tidak jelas / pasti ganas (borderlinemalignancy atau carcinoma of low – maligna potensial) dan jelas ganas (truemalignant) (Priyanto, 2007). 2. ETIOLOGI KANKER OVARIUM . Penyebab kanker ovarium hingga kini belum jelas, tapi faktor lingkungan dan hormonal berperan penting dalam patogenesisnya. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya: a. Hipotesis incessant ovulation, Teori menyatakan bahwa terjadi kerusakan pada sel-sel epitel ovarium untuk penyembuhan luka pada saat terjadi ovulasi. Proses penyembuhan sel-sel epitel yang terganggu dapat menimbulkan proses transformasi menjadi sel-sel tumor. b. Hipotesis gonadotropin Hormon hipofisa diperlukan untuk perkembanagn tumor ovarium. Jika kadar hormon esterogen rendah di sirkulasi perifer, kadar hormon gonadotropin akan meningkat. Peningkatan kadar gonadotropin berhubungan dengan makin bertambah besarnya tumor ovarium. c. Hipotesis androgen, Androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya kanker ovarium. Hal ini didasarkan pada hasil percobaan bahwa epitel ovarium mengandung reseptor

androgen.

Dalam

percobaan

in-vitro,

androgen

dapat

menstimulasi

pertumbuhan epitel ovarium normal dan sel-sel kanker 3. FAKTOR RISIKO a. Merokok dan alkohol Merokok dan alkohol mengandung zat-zat yang berbahaya yang dapat merusak organ tubuh. Salah satunya adalah menumbuhkan epitelisasi ovarium yang dapat menyebabkan kanker ovarium b. Obat kesuburan Obat kesuburan akan menginduksi terjadinya ovulasi atau multipel ovulasi.

c. Riwayat keluarga yang menderita kanker payudara dan/atau kanker ovarium. d. Wanita di atas usia 50 tahun Semakin tua usia seseorang akan meningkatkan risiko terjadinya kanker. Meningkatnya risiko kanker ovarium merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya waktu terpapar karsinogen serta makin melemahnya sistem kekebalam tubuh dari faktor usia dan penurunan organ tubuh sehingga rahim menjadi rapuh. e. Wanita yang tidak memilki anak (nullipara) Penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan paritas tinggi memiliki risiko lebih rendah mengalami kanker ovarium dibandingkan wanita nullipara. Pada wanita yang mengalami 4 atau lebih kehamilan aterm, risiko terjadinya kanker ovarium berkurang sebesar 40% jika dibandingkan dengan wanita nullipara. 4. KLASIFIKASI Stadium kanker ovarium primer menurut FIGO (Federation International of Ginecologies and Obstetricians) 1987 adalah: a. Stadium 1: pertumbuhan terbatas pada ovarium 

Stadium 1a : pertumbuhan terbatas pada satu ovarium, tidak ada sel ganas, tidak ada pertumbuhan di permukaan luar, kapsul utuh, tidak ada asites



Stadium 1b : pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium, berisi sel ganas, tidak ada tumor di permukaan luar, kapsul intak, tidak ada asites



Stadium 1c : tumor dengan stadium 1a dan 1b tetapi ada tumor dipermukaan luar atau kedua ovarium atau kapsul pecah atau berisi sel ganas atau dengan bilasan peritoneum positif.

b. Stadium 2: Pertumbuhan pada satu atau dua ovarium dengan perluasan ke panggul 

Stadium 2a : perluasan atau metastasis ke uterus dan atau tuba



Stadium 2b : perluasan jaringan pelvis lainnya



Stadium 2c : tumor stadium 2a dan 2b tetapi pada tumor dengan permukaan satu atau kedua ovarium, kapsul pecah atau mengandung sel ganas dengan bilasan peritoneum positif.

c. Stadium 3: tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant di peritoneum di luar pelvis dan atau retroperitoneal positif. Tumor terbatas dalam pelvis kecil tetapi sel histologi terbukti meluas ke usus besar atau omentum. 

Stadium 3a : tumor terbatas di pelvis kecil dengan kelenjar getah bening negatif tetapi secara histologi dan dikonfirmasi secara mikroskopis terdapat adanya pertumbuhan dipermukaan peritoneum abdominal.



Stadium 3b : tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant dipermukaan peritoneum dan terbukti secara mikroskopis, diameter melebihi 2 cm, dan kelenjar getah bening negatif.



Stadium 3c : implant di abdoment dengan diameter > 2 cm dan atau kelenjar getah bening retroperitoneal atau inguinal positif.

Stadium 4: pertumbuhan mengenai satu atau kedua ovarium dengan metastasis jauh. Bila efusi pleura dan hasil sitologinya positif dalam stadium 4, begitu juga metastasis ke permukaan liver. 5. MANIFESTASI KLINIS Gejala-gejalanya tidak jelas, dapat berupa rasa berat pada panggul, sering berkemh, perubahan fungsi saluran cerna di sertai rasa tidaknyaman pada abdomen, haid tidak teratur, ketegangan menstrual yang terus meningkat, darah menstrual yang banyak (menoragia) dengan nyeri tekan pada payudara, menopause dini, rasa tidak nyaman, dyspepsia, tekanan pada pelvis. Gejala-gejala ini biasanya samar, tetapi setiap wanita dengan gejala-gejala gastrointestinal dan tanpa diagnosis yang diketahui harus dievaluasi dengan menduga kanker ovarium. Flatulenes, rasa begah setelah makan makanan kecil, dan lingkar abdomen yang terus meningkat merupakan gejala-gejala signifikan. Pada stadium dini gejala-gejala kanker ovarium tidak khas, lebih dari 70% penderita kanker ovarium sudah dalam stadium lanjut. Gejala kanker ovarium yang sering ditemukan : a. Nyeri perut b. Perut buncit c. Gangguan fungsi saluran cerna d. Berat badan turun secara nyata e. Perdarahan pervaginam yang tidak normal f.

Gangguan saluran kencing

g. Rasa tertekan pada rongga panggul h. Nyeri punggung i.

Penderita bisa meraba sendiri tumor di bagian bawah perut

6. PATOFISIOLOGI (Terlampir) 7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Pemeriksaan ginekologik dan palpasi abdominal akan mendapatkan tumor atau masa, di dalam panggul dengan bermacam-macam konsistensi mulai dan yang kistik sampai yang solid (padat). Kondisi yang sebenarnya dari tumor jarang dapat ditegakkan hanya dengan pemeriksaan klinik. Pemakian USG (Ultra Sono Graphy) dan CTscan (Computerised Axial Tomography scanning) dapat memberi informasi yang berharga mengenai ukuran tumor dan

perluasanya sebelum pembedahan. Laparotomi eksploratif disertai biopsy potong beku (frozen section) masih tetap merupakan prosedur diagnostik paling berguna untuk mendapat gambaran

sebenarnya mengenai tumor dan perluasannya serta menentukan

strategi

penanganan selanjutnya. 8. PENATALAKSANAAN MEDIS Pengobatan Pada umumnya, pengobatan kanker ovarium dilakukan dengan tindakan operasi, lalu dilanjutkan dengan pengobatan tambahan seperti kemoterapi, radioterapi, dan imunoterapi. a. Operasi pada umumnya dilakukan:  Histerektomi total yaitu mengangkat rahim dengan organ sekitarnya  Salpingo ooporekmitomi yaitu mengangkat kedua ovarium dan kedua saluran tuba fallopii  Omentektomi yaitu mengangkat lipatan selaput pembungkus perut yang memanjang dari lambung ke alat-alat perut b. Radioterapi c. Teleterapi pelvis dan abdomen dan penetesan isotop radioaktif pada rongga peritoneal digunakan pada wanita dengan kanker ovarium tahap awal (stadium I dan II). Isotop radioaktik (P32) digunakan sebagai terapi residual kanker pada rongga peritoneum. Pasien yang memiliki residu penyakit yang terbatas, kurang dari 2cm, merupakan kandidat utama terapi P32 ini. d. Kemoterapi Penggunaan melphana, 5-FU, thiotepa dan siklosfosfamid secara sistematik menunjukkan aktivitas yang baik. Altretamine, sisplastin, karboplatin, doksorubisin, ifosfamid, dan etoposid juga menunjukkan hasil yang bervariasi dari 27% sampai 78%. Secara keseluruhan, kombinasi terapi sistematik dengan takson, sisplatin, siklofosfamid meningkatkan respon terapi, angka kesembuhan atau kemungkinan hidup. 9. KOMPLIKASI -

Penyebaran kanker ke organ lain

-

Progressive function loss of various organs Fungsi progresif hilangnya berbagai organ

-

Ascites (fluid in the abdomen) Ascites (cairan di perut)

-

Sel-sel dapat implan di lain perut (peritoneal) struktur, termasuk rahim, kandung kemih, usus, lapisan dinding usus (omentum) dan, lebih jarang, ke paru-paru.

10. PENCEGAHAN Beberapa faktor muncul untuk mengurangi risiko kanker indung telur, termasuk: 1. Kontrasepsi oral (pil KB). Dibandingkan dengan wanita yang tidak pernah menggunakan mereka, para wanita yang menggunakan kontrasepsi oral selama lima tahun atau lebih mengurangi risiko kanker ovarium sekitar 50 persen, sesuai dengan ACS. 2. Kehamilan dan menyusui. Memiliki paling tidak satu anak menurunkan risiko Anda mengalami kanker ovarium. Menyusui anak-anak juga dapat mengurangi risiko kanker ovarium. 3. Tubal ligasi atau histerektomi. Setelah tabung Anda diikat atau memiliki histerektomi dapat mengurangi risiko kanker ovarium.

KEMOTERAPI 1. Konsep Kemoterapi Merupakan bentuk pengobatan kanker dengan menggunakan obat sitostatika yaitu suatu zat-zat yang dapat menghambat proliferasi sel-sel kanker (Hidayat, 2008). Macam regimen kemoterapi antara lain: a.

CAP (Cyclophosphamide-Adriamycin-CisplatinCyclophosphamide- Cisplatin

b.

Paclitaxel –Carboplatin

c.

Taxotere – Carboplatin

d.

Bleomycin

e.

BEP ( Bleomycin-Etoposide-Cisplatin) Terapi kombinasi BEP paling sering digunakan karena karena tingkat kekambuhan yang lebih rendah dan waktu pengobatan yang lebih singkat (Roberto, 2017)

f.

VAC (Vincristine-Dactinomycin-Cyclophosphamide)

Tujuan Pemberian Kemoterapi a. Pengobatan b. Mengurangi massa tumor selain pembedahan atau radiasi. c. Meningkatkan kelangsungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup. d. Mengurangi komplikasi akibat metastase. 2. Prinsip Kerja Obat Kemoterapi (sitostatika) terhadap kanker Sebagian besar obat kemoterapi (sitostatika) yang digunakan saat ini bekerja terutama terhadap sel-sel kanker yang sedang berproliferasi, semakin aktif sel-sel kanker tersebut berproliferasi maka semakin peka terhadap sitostatika hal ini disebut Kemoresponsif, sebaliknya semakin lambat prolifersainya maka kepekaannya semakin rendah, hal ini disebut Kemoresisten. Obat kemoterapi ada beberapa macam, diantaranya adalah: a. Obat golongan Alkylating agent, platinum Compouns, dan Antibiotik Anthrasiklin obst golongsn ini bekerja dengan antara lain mengikat DNA di inti sel, sehingga sel-sel tersebut tidak bisa melakukan replikasi. b. Obat golongan Antimetabolit, bekerja langsung pada molekul basa inti sel, yang berakibat menghambat sintesis DNA. c. Obat golongan Topoisomerase-inhibitor, Vinca Alkaloid, dan Taxanes bekerja pada gangguan pembentukan tubulin, sehingga terjadi hambatan mitosis sel. d. Obat golongan Enzim seperti, L-Asparaginase bekerja dengan menghambat sintesis protein, sehingga timbul hambatan dalam sintesis DNA dan RNA dari sel-sel kanker tersebut. 3. Pola Pemberian Kemoterapi a. Kemoterapi Induksi

Ditujukan untuk secepat mungkin mengecilkan massa tumor atau jumlah sel kanker, contoh pada tomur ganas yang berukuran besar (Bulky Mass Tumor) atau pada keganasan darah seperti leukemia atau limfoma, disebut juga dengan pengobatan penyelamatan. b. Kemoterapi Adjuvan Biasanya diberikan sesudah pengobatan yang lain seperti pembedahan atau radiasi, tujuannya adalah untuk memusnahkan sel-sel kanker yang masih tersisa atau metastase kecil yang ada (micro metastasis). c. Kemoterapi Primer Dimaksudkan sebagai pengobatan utama pada tumor ganas, diberikan pada kanker yang bersifat kemosensitif, biasanya diberikan dahulu sebelum pengobatan yang lain misalnya bedah atau radiasi. d. Kemoterapi Neo-Adjuvan Diberikan mendahului/sebelum pengobatan /tindakan yang lain seperti pembedahan atau penyinaran kemudian dilanjutkan dengan kemoterapi lagi. Tujuannya adalah untuk mengecilkan massa tumor yang besar sehingga operasi atau radiasi akan lebih berhasil guna. 4. Cara pemberian obat kemoterapi a. Intra vena (IV) Kebanyakan sitostatika diberikan dengan cara ini, dapat berupa bolus IV pelan-pelan sekitar 2 menit, dapat pula per drip IV sekitar 30 – 120 menit, atau dengan continous drip sekitar 24 jam dengan infusion pump upaya lebih akurat tetesannya. b. Intra tekal (IT) Diberikan ke dalam canalis medulla spinalis untuk memusnahkan tumor dalam cairan otak (liquor cerebrospinalis) antara lain MTX, Ara.C. c. Radiosensitizer, yaitu jenis kemoterapi yang diberikan sebelum radiasi, tujuannya untuk memperkuat efek radiasi, jenis obat untukl kemoterapi ini antara lain Fluoruoracil, Cisplastin, Taxol, Taxotere, Hydrea d. Oral Pemberian per oral biasanya adalah obat Leukeran®, Alkeran®, Myleran®, Natulan®, Puri-netol®, hydrea®, Tegafur®, Xeloda®, Gleevec e. Subkutan dan intramuskular Pemberian sub kutan sudah sangat jarang dilakukan, biasanya adalah LAsparaginase, hal ini sering dihindari karena resiko syok anafilaksis. Pemberian per IM juga sudah jarang dilakukan, biasanya pemberian Bleomycin. f. Topikal g. Intra arterial

h. Intraperitoneal/Intrapleural Intraperitoneal diberikan bila produksi cairan acites hemoragis yang banyak pada kanker ganas intra-abdomen, antara lain Cisplastin. Pemberian intrapleural yaitu diberikan kedalam cavum pleuralis untuk memusnahkan sel-sel kanker dalam cairan pleura atau untuk mengehntikan produksi efusi pleura hemoragis yang amat banyak contohnya Bleocin. 5. Persiapan dan syarat kemoterapi Sebelum pengotan dimulai maka terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan yang meliputi:  Darah tepi; Hb, Leuko, hitung jenis, Trombosit.  Fungsi hepar; bilirubin, SGOT, SGPT, Alkali phosphat.  Fungsi ginjal; Ureum, Creatinin dan Creatinin Clearance Test bila serum creatinin meningkat.  Audiogram (terutama pada pemberian Cis-plastinum)  EKG (terutama pemberian Adriamycin, Epirubicin). Syarat a. Keadaan umum cukup baik. b. Penderita mengerti tujuan dan efek samping yang akan terjadi, informed concent. c. Faal ginjal dan hati baik d. Diagnosis patologik e. Jenis kanker diketahui cukup sensitif terhadap kemoterapi. f.

Riwayat pengobatan (radioterapi/kemoterapi) sebelumnya.

g. Pemeriksaan laboratorium menunjukan hemoglobin > 10 gram %, leukosit > 5000 /mm³, trombosit > 150 000/mm³.

6. Efek samping kemoterapi Umumnya efek samping kemoterapi terbagi atas: a. Efek amping segera terjadi (Immediate Side Effects) yang timbul dalam 24 jam pertama pemberian, misalnya mual dan muntah. b. Efek samping yang awal terjadi (Early Side Effects) yang timbul dalam beberapa hari sampai beberapa minggu kemudian, misalnya netripenia dan stomatitis. c. Efek samping yang terjadi belakangan (Delayed Side Effects) yang timbul dalam beberapa hari sampai beberapa bulan, misalnya neuropati perifer, neuropati. d. Effek samping yang terjadi kemudian (Late Side Effects) yang timbul dalam beberapa bulan sampai tahun, misalnya keganasan sekunder. Intensitas efek samping tergantung dari karakteristik obat, dosis pada setiap pemberian, maupun dosis kumulatif, selain itu efek samping yang timbul pada setiap penderita berbeda

walaupun dengan dosis dan obat yang sama, faktor nutrisi dan psikologis juga mempunyai pengaruh bermakna. Efek samping yang selalu hampir dijumpai adalah gejala gastrointestinal, supresi sumsum tulang, kerontokan rambut. Gejala gastrointestinal yang paling utama adalah mual, muntah, diare, konstipasi, faringitis, esophagitis dan mukositis, mual dan muntah biasanya timbul selang beberapa lama setelah pemberian sitostatika dab berlangsung tidak melebihi 24 jam. Gejala supresi sumsum tulang terutama terjadinya penurunan jumlah sel darah putih (leukopenia), sel trombosit (trombositopenia), dan sel darah merah (anemia), supresi sumsum tulang belakang akibat pemberian sitistatika dapat terjadi segera atau kemudian, pada supresi sumsum tulang yang terjadi segera, penurunan kadar leukosit mencapai nilai terendah pada hari ke-8 sampai hari ke-14, setelah itu diperlukan waktu sekitar 2 hari untuk menaikan kadar laukositnya kembali. Pada supresi sumsum tulang yang terjadi kemudian penurunan kadar leukosit terjadi dua kali yaitu pertama-tama pada minggu kedua dan pada sekitar minggu ke empat dan kelima. Kadar leukosit kemudian naik lagi dan akan mencapai nilai mendekati normal pada minggu keenam. Leukopenia dapat menurunkan daya tubuh, trombositopenia dapat mengakibatkan perdarahan yang terus-menerus/ berlabihan bila terjadi erosi pada traktus gastrointestinal. Kerontokan rambut dapat bervariasi dari kerontokan ringan sampai pada kebotakan.

ANEMIA

1. DEFINISI ANEMIA Anemia adalah penyakit kurang darah, yang ditandai dengan kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah dibandingkan normal. Jika kadar hemoglobin kurang dari 14 g/dl dan eritrosit kurang dari 41% pada pria, maka pria tersebut dikatakan anemia. Demikian pula pada wanita, wanita yang memiliki kadar hemoglobin kurang dari 12 g/dl dan eritrosit kurang dari 37%, maka wanita itu dikatakan anemia. Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau akibat gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan. Anemia pada pasien kanker dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat muncul bersamaanseperti faktor perdarahan pada kanker itu sendiri, malnutrisi yang berkepanjangan, serta proses pembedahan. 2. ETIOLOGI ANEMIA Hemolisis (eritrosit mudah pecah) a. Perdarahan b. Penekanan sumsum tulang (misalnya oleh kanker) c. Defisiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi defisiensi besi, folic acid, piridoksin, vitamin C dan copper d. Menurut Badan POM (2011), Penyebab anemia yaitu: e. Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, vitamin B12, asam folat, vitamin C, dan unsur-unsur yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. f. Darah menstruasi yang berlebihan. Wanita yang sedang menstruasi rawan terkena anemia karena kekurangan zat besi bila darah menstruasinya banyak dan dia tidak memiliki cukup persediaan zat besi. g. Kehamilan. Wanita yang hamil rawan terkena anemia karena janin menyerap zat besi dan vitamin untuk pertumbuhannya. h. Penyakit tertentu. Penyakit yang menyebabkan perdarahan terus-menerus di saluran pencernaan seperti gastritis dan radang usus buntu dapat menyebabkan anemia. i. Obat-obatan tertentu. Beberapa jenis obat dapat menyebabkan perdarahan lambung (aspirin, anti infl amasi, dll). Obat lainnya dapat menyebabkan masalah dalam penyerapan zat besi dan vitamin (antasid, pil KB, antiarthritis, dll). j. Operasi pengambilan sebagian atau seluruh lambung (gastrektomi). Ini dapat menyebabkan anemia karena tubuh kurang menyerap zat besi dan vitamin B12.

k. Penyakit radang kronis seperti lupus, arthritis rematik, penyakit ginjal, masalah pada kelenjar tiroid, beberapa jenis kanker dan penyakit lainnya dapat menyebabkan anemia karena mempengaruhi proses pembentukan sel darah merah. l. Pada anak-anak, anemia dapat terjadi karena infeksi cacing tambang, malaria, atau disentri yang menyebabkan kekurangan darah yang parah. 3. FAKTOR RISIKO ANEMIA Beberapa faktor yang mungkin meningkatkan peluang terjadinya anemia antara lain: 

Rendahnya asupan gizi pada makanan.



Gangguan kesehatan usus kecil atau operasi yang berkenaan dengan usus kecil.



Menstruasi.



Kehamilan.



Kondisi kronis seperti kanker, gagal ginjal atau kegagalan hati.



Faktor keturunan. Infeksi tertentu seperti gangguan pada darah dan autoimun, terkena racun kimia, dan

menggunakan beberapa obat yang berpengaruh pada produksi sel darah merah dan menyebabkan anemia. Risiko lain adalah diabetes, alkohol dan orang yang menjadi vegetarian ketat dan kurang asupan zat besi atau vitamin B-12 pada makanannya. 4. KLASIFIKASI ANEMIA a. Anemia hipokromik mikrositer : MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg Sel darah merah memiliki ukuran sel yang kecil dan pewarnaan yang berkurang atau kadar hemoglobin yang kurang (penurunan MCV dan penurunan MCH), Anemia defisiensi besi, Thalasemia major, Anemia akibat penyakit kronik, Anemia sideroblastik b. Anemia normokromik normositer : MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg Sel darah merah memiliki ukuran dan bentuk normal serta mengandung jumlah hemoglobin dalam batas normal.  Anemia pasca perdarahan akut  Anemia aplastik  Anemia hemolitik didapat  Anemia akibat penyakit kronik  Anemia pada gagal ginjal kronik  Anemia pada sindrom mielodisplastik  Anemia leukemia akut c. Anemia normokromik makrositer : MCV > 95 fl

Sel darah merah memiliki ukuran yang ukuran yang lebih besar dari pada normal tetapi tetapi kandungan hemoglobin dalam batas normal (MCH meningkat dan MCV normal). Bentuk megaloblastik 

Anemia defisiensi asam folat



Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa

Bentuk non-megaloblastik 

Anemia pada penyakit hati kronik



Anemia pada hipotiroidisme



Anemia pada sindrom mielodisplastik

Derajat anemia ditentukan oleh kadar Hb. Klasifikasi derajat anemia yang umum dipakai adalah sebagai berikut : (Handayani & Haribowo, 2008) -

Ringan sekali

Hb 10 gr/dL-13 gr/dL

-

Ringan

Hb 8 gr/dL-9,9 gr/dL

-

Sedang

Hb 6 gr/dL-7,9 gr/dL

-

Berat

Hb <6 gr/dL

7. MANIFESTASI KLINIS a. Gejala umum Gejala umum disebut juga sebagai sindrom anemia atau anemic syndrome. Gejala umum anemia atau sindrom anemia adalah gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun sedemikian rupa di bawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia organ target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin. Gejala-gejala tersebut apabila diklasifikasikan menurut organ yang terkena, yaitu sebagai berikut : 1) Sistem kardiovaskular : lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak napas saat beraktivitas, angina pectoris, dan gagal jantung. 2) Sistem saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabilitas, lesu, serta perasaan dingin pada ekstremitas. 3) Sistem urogenital : gangguan haid dan libido menurun. 4) Epitel : warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, serta rambut tipis dan halus. b. Gejala khas masing-masing anemia 1) Anemia defisiensi besi : disfagia, atropi papil lidah, stomatitis angularis. 2) Anemia defisiensi asam folat : lidah merah (buffy tongue). 3) Anemia hemolitik : ikterus dan hepatosplenomegali. 4) Anemia aplastik : perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi.

c. Gejala akibat penyakit dasar Gejala penyakit dasar yang menjadi penyebab anemi. Gejala ini timbul karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia tersebut, misalnya anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang berat akan menimbulkan gejala seperti pembesaran parotis dan telapak tangan berwarna kuning seperti jerami. (Handayani & Haribowo, 2008) 8. PATOFISIOLOGI (Terlampir) 9. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Pemeriksaan laboratorium pada pasien anemia menurut (Doenges, 1999)  Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (aplastik); MCV (volume korpuskular rerata) dan MCH (hemoglobin korpuskular rerata) menurun dan mikrositik dengan eritrosit hipokronik (DB), peningkatan (AP). Pansitopenia (aplastik).Nilai normal eritrosit (juta/mikro lt) : 3,9 juta per mikro liter pada wanita dan 4,1 -6 juta per mikro liter pada pria  Jumlah darah lengkap (JDL) : hemoglobin dan hemalokrit menurun.  Jumlah retikulosit : bervariasi, misal : menurun (AP), meningkat (respons sumsum tulang terhadap kehilangan darah/hemolisis).  Pewarna sel darah merah : mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat mengindikasikan tipe khusus anemia).  LED : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal : peningkatan kerusakan sel darah merah : atau penyakit malignasi.  Masa hidup sel darah merah : berguna dalam membedakan diagnosa anemia, misal : pada tipe anemia tertentu, sel darah merah mempunyai waktu hidup lebih pendek.  Jumlah trombosit : menurun caplastik; meningkat (DB); normal atau tinggi (hemolitik) Nilai normal Trombosit (per mikro lt) : 200.000 – 400.000 per mikro liter darah Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur hemoglobin. Nilai normal Hb (gr/dl) : Bilirubin serum (tak terkonjugasi): meningkat (AP, hemolitik).  Masa perdarahan : memanjang (aplastik)  LDH serum : menurun (DB)  Tes schilling : penurunan eksresi vitamin B12 urine (AP)  Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan/biopsi : sel mungkin tampak berubah dalam jumlah, ukuran, dan bentuk, membentuk, membedakan tipe anemia, misal: peningkatan megaloblas (AP), lemak sumsum dengan penurunan sel darah (aplastik).

10. PENATALAKSANAAN MEDIS Tujuan utama dari terapi anemia adalah untuk identifikasi dan perawatan karena penyebab kehilangan darah,dekstruksi sel darah atau penurunan produksi sel darah merah.pada pasien yang hipovelemik: a.

pemberian tambahan oksigen, pemberian cairan intravena,

b.

resusitasi pemberian cairan kristaloid dengan normal salin.

c.

tranfusi kompenen darah sesuai indikasi (Catherino, 2003)

Untuk menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr/dl diperlukan PRC 4 ml/kgBB atau 1 unit dapat menaikkan kadar hematokrit 3-5 %. Diberikan selama 2 sampai 4 jam dengan kecepatan 1-2 mL/menit Berbagai jenis komponen darah untuk tranfusi dan indikasi pemakaiannya:  Whole Blood (WB): perdarahan akut akibat hipovolemia  Packed Red Cell (PRC): perdarahan akut/kronis dan anemia kronis yang memerlukan terapi untuk terapinya  Washed PRC: mengurangi reaksi imunologik (pada kelainan imonologik el darah merah)  Fresh Frozen Plasma (FFP): gangguan faktor pembekuan overdosis warfarin, DIC dengan perdarahan  Cryoprecipitate: substitusi faktor VII, VIII, DIC  Trombosit concentrate (TC) Penurunan trombosit dengan perdarahan (dibawah 20.000, DIC berat dengan perdarahan atau yang memerlukan tindakan bedah Kontraindikasi tranfusi pada pasien kemoterapi (Cable et al, 2007) -

Pasien yang mengalami demam

-

Pasien dengan autoimun trombositopenia dan trombositopenia, trombotik trombositopenik purpura

-

Pasien dengan tanda-tanda hipovolemik

-

Edema paru

-

Gagal ginjal kronis

-

Hipertendi maligna

-

CHF

11. PENCEGAHAN Menurut Tarwoto, dkk (2010), upaya-upaya untuk mencegah anemia, antara lain sebagai berikut:

 Makan makanan yang mengandung zat besi dari bahan hewani (daging, ikan, ayam, hati, dan telur); dan dari bahan nabati (sayuran yang berwarna hijau tua, kacangkacangan, dan tempe).  Banyak makan makanan sumber vitamin c yang bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan zat besi, misalnya: jambu, jeruk, tomat, dan nanas.  Minum 1 tablet penambah darah setiap hari, khususnya saat mengalami haid. 

Bila merasakan adanya tanda dan gejala anemia, segera konsultasikan ke dokter untuk dicari penyebabnya dan diberikan pengobatan.

Menurut Anie Kurniawan, dkk (1998), mencegah anemia dengan:  Makan-makanan yang banyak mengandung zat besi dari bahan makanan hewani (daging, ikan, ayam, hati, telur) dan bahan makanan nabati (sayuran berwarna hijau tua, kacang-kacangan, tempe).  Makan sayur-sayuran dan buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C jambu, tomat, jeruk dan nanas) sangat bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan zat besi dalam usus  Menambah pemasukan zat besi kedalam tubuh dengan minum Tablet Tambah Darah (TTD)

DAFTAR PUSTAKA

Busmar, Boy, 2006, Kanker ovarium dalam Aziz, M. Farid, dkk., Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi, Cetakan I. Yayasan Bina Pustaka Sarwono. Jakarta. Hartini. 2008. Kista, Tumor, dan Kanker Ovarium Berhubungan Erat dengan Tingkat Kesuburan yang Rendah. Ari. 2008. Karsinoma Ovarium. http://www.detak.org diakses tanggal 4 November 2015 Manuaba, Ida Bagus Gde. 2005. Dasar-dasar Teknik Operasi Ginekologi. Penerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta Rasjidi, Imam, 2007, Panduan Penatalaksanaan Kanker Ginekologi Berdasarkan Evidence Base,Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Yatim, Faisal, 2008, Penyakit Kandungan, Edisi II. Pustaka Popouler Obor. Jakarta. Abeloff, Martin MD, dkk. 2004. Clinical Oncology ,Third Edition. Elsevier Churchill Livingstone. United States of America Akcay, A., Turkmen, K., Lee, K., and Edelstein, C.L., 2010. Update on The Diagnosis and Management of Acute Kidney Injury. International Journal of Nephrology and Renovascular Disease, 129 – 40. Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta: EGC. Robbins, et al, 2007. Buku Ajar Patologi Vol. 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Related Documents

Lp Kanker Tulang.docx
June 2020 12
Kanker
August 2019 50
Kanker Payudara
November 2019 33
Kanker Tiroid.docx
October 2019 21

More Documents from "Purpleyou"

Pbl.docx
December 2019 5
Jadwal Beli Gas.docx
December 2019 6
Resume.docx
June 2020 3
Makalah Pbl.docx
December 2019 3
3. Analisa Data.docx
June 2020 5