BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimanatekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Padapopulasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHgdan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer,2002)Menurut WHO ( 1978 ), tekanan darah sama dengan atau diatas 160 / 95mmHg dinyatakan sebagai hipertensi.
1.2 TUJUAN 1. Mengetahui apa itu penyakit hipertensi 2. Mengetahui penyebab penyakit hipertensi 3. Mengetahui tanda dan gejala penyakit hipertensi 4. Mengetahui pemeriksaaan hipertensi 5. Mengevaluasi penderita penyakit hipertensi
1.3 RUMUSAN MASALAH 1. Apa penyakit hipertensi ? 2. Apa penyebab penyakit hipertensi ? 3. Apa saja tanda dan gejala penyakit hipertensi ? 4. Apa pemeriksaan penunjang dari penyakit hipertensi ? 5. Apa saja penatalaksanaan dari penyakit hipertensi ? 6. Apa masalah yang lazim muncul dari penyakit hipertensi ? 7. Apa discharge planning dari penyakit hipertensi ?
1
BAB II TINJAUAN TEORI HIPERTENSI
2.1 DEFINISI Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimanatekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Padapopulasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHgdan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer,2002)Menurut WHO ( 1978 ), tekanan darah sama dengan atau diatas 160 / 95mmHg dinyatakan sebagai hipertensi.B. 2.2 ETIOLOGI Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik (idiopatik). Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi: a. Genetik: Respon neurologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau transport Na. b. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan darah meningkat. c. Stress Lingkungan. d. Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua serta pelebaran pembuluh darah. Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu: a. Hipertensi Esensial (Primer) Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik,
2
system rennin angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok dan stress. b. Hipertensi Sekunder Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vaskuler renal. Penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll. Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan – perubahan pada : a. Elastisitas dinding aorta menurun b.
Katub jantung menebal dan menjadi kaku
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya. d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer. a. Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut : Faktor keturunan Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi Ciri perseorangan : 1.
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah: a. Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat ) b. Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan ) c. Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih ) d. Kebiasaan hidup
2.
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah : a. Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr )
3
b. Kegemukan atau makan berlebihan c. Stress d. Merokok e. Minum alcohol f. Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin ) b. Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah : 1. Ginjal 2. Glomerulonefritis 3. Pielonefritis 4. Nekrosis tubular akut 5. Tumor 6. Vascular 7. Aterosklerosis 8. Hiperplasia 9. Trombosis 10. Aneurisma 11. Emboli kolestrol 12. Vaskulitis 13. Kelainan endokrin 14. DM 15. Hipertiroidisme 16. Hipotiroidisme 17. Saraf 18.Stroke 19. Ensepalitis 20.SGB 21. Obat – obatan 22.Kontrasepsi oral 23.Kortikosteroid
4
2.3 MANIFESTASI KLINIS a. Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg 2. b. Sakit kepala c. Pusing / migraine d. Rasa berat ditengkuk e. Penyempitan pembuluh darah f. Sukar tidur g. Lemah dan lelah h. Nokturia i. Azotemia j. Sulit bernafas saat beraktivitas
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu : 1. Pemeriksaan yang segera seperti : Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti: hipokoagulabilitas, anemia. Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal. Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh pengeluaran Kadar ketokolamin (meningkatkan hipertensi). Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik. Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi Kolesterol dan trigliserid serum : Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk/ adanya pembentukan plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler )
5
Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi Kadar aldosteron urin/serum : untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab) Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM. Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi Steroid urin : Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya hipertrofi ventrikel kiri ataupun gangguan koroner dengan menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi. Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah pengobatan terlaksana) untuk menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran jantung. 2)
Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan
yang pertama ) : IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit parenkim ginjal, batu ginjal / ureter. CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati. IUP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: Batu ginjal, perbaikan ginjal. Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi: Spinal tab, CAT scan. (USG) untuk melihat struktur gunjal dilaksanakan sesuai kondisi klinis pasien
6
2.5 PENATALAKSANAAN Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi : 1. Terapi tanpa Obat Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi : a.
Diet
b.
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi
c.
Penurunan berat badan
d.
Penurunan asupan etanol
e.
Menghentikan merokok
f.
Latihan Fisik Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu: Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan lainlain. Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu
i.
Edukasi Psikologis Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi : 1. Tehnik Biofeedback Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.
7
2. Tehnik relaksasi Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan ). Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut. 2. Terapi dengan Obat Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi (JOINT NATIONAL COMMITTEE ON DETECTION, EVALUATION AND TREATMENT OF HIGH BLOOD PRESSURE, USA, 1988) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita. Pengobatannya meliputi : a. Step 1 Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor b. Step 2 Alternatif yang bisa diberikan : a. Dosis obat pertama dinaikkan b. Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama c. Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta blocker, Ca antagonis, Alpa blocker, clonidin, reserphin, vasodilator
8
c. Step 3 : Alternatif yang bisa ditempuh a. Obat ke-2 diganti b. Ditambah obat ke-3 jenis lain d. Step 4 : Alternatif pemberian obatnya a. Ditambah obat ke-3 dan ke-4 b. Re-evaluasi dan konsultasi c. Follow Up untuk mempertahankan terapi 2. Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan (perawat, dokter ) dengan cara pemberian pendidikan kesehatan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam interaksi pasien dengan petugas kesehatan adalah sebagai berikut : a. Setiap kali penderita periksa, penderita diberitahu hasil pengukuran tekanan darahnya b. Bicarakan dengan penderita tujuan yang hendak dicapai mengenai tekanan darahnya c. Diskusikan dengan penderita bahwa hipertensi tidak dapat sembuh, namun bisa dikendalikan untuk dapat menurunkan morbiditas dan mortilitas d. Yakinkan penderita bahwa penderita tidak dapat mengatakan tingginya tekanan darah atas dasar apa yang dirasakannya, tekanan darah hanya dapat diketahui dengan mengukur memakai alat tensimeter Penderita tidak boleh menghentikan obat tanpa didiskusikan lebih dahulu Sedapat mungkin tindakan terapi dimasukkan dalam cara hidup penderita Ikutsertakan keluarga penderita dalam proses terapi e. Pada penderita tertentu mungkin menguntungkan bila penderita atau keluarga dapat mengukur tekanan darahnya di rumah
9
f. Buatlah sesederhana mungkin pemakaian obat anti hipertensi misal 1 x sehari atau 2 x sehari g. Diskusikan dengan penderita tentang obat-obat anti hipertensi, efek samping dan masalah-masalah yang mungkin terjadi h. Yakinkan penderita kemungkinan perlunya memodifikasi dosis atau mengganti obat untuk mencapai efek samping minimal dan efektifitas maksimal i. Usahakan biaya terapi seminimal mungkin j. Untuk penderita yang kurang patuh, usahakan kunjungan lebih sering k. Hubungi segera penderita, bila tidak datang pada waktu yang ditentukan. l. Melihat pentingnya kepatuhan pasien dalam pengobatan maka sangat diperlukan sekali pengetahuan dan sikap pasien tentang pemahaman dan pelaksanaan pengobatan hipertensi.
2.6 MASALAH YANG LAZIM MUNCUL 1. Penurunan curah jantung 2. Nyeri akut b.d peningkatan tekanan darah vaskuler serebral dan iskemia 3. Kelebihan volume cairan 4. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak 5. Resiko cidera
2.7 DISCHARGE PLANNING 1. Berhenti merokok 2. Pertahankan gaya hidup sehat 3. Belajar untuk rilexs dan mengendalikan stres 4. Berhenti mengonsumsi alkohol 5. Penjelasan mengenai hipertensi
10
BAB III LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN KEBUTUHAN RASA NYAMAN (BEBAS NYERI)
3.1 PENGERTIAN NYERI Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setia orang dalam hal skala atau tingkatannya,dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya. Berikut adalah pendapat beberapa ahli mengenai pengertian nyeri : 1. Mc. Coffery (1979), mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang memengaruhi seseorang yang keberadaanya diketahui hanya jika orang tersebut pernah menggalaminya. 2. Wolf
Weifsel
Feurst
(1974),mengatakan
bahwa
nyeri
merupakan suatu perasaan menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa menimbulkan ketegangan. 3. Arthur C, Curton (1983), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu mekanisme produksi bagi tubuh, timbul ketika jarinagn sedang dirusak, dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri. 4. Scrumum, mengartikan nyeri sebagai suatu keadaan yang tidak menyenagkan akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis, dan emosional.
11
3.2 FISIOLOGI NYERI Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan ujung-ujung saraf sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin yang terbesar pada kulit dan mukosa, khususnya pada visera, persendian, dinding arteri, hati, dan kandung empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan respons akibat adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimiawi seperti histamin, bradikinin, prostaglandin, dan macam-macam asaam yang dilepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulasi yang lain dapat berupa termal, listrik, atau mekanis. Selanjutnya, stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut ditransmisikan berupa implus-implus nyeri ke sumsum tulang belakang oleh dua jenis serabut yang bermyelin rapat atau serabut A (delta) dan serabut lamban (serabut C). Impuls-impuls yang ditransmisikan oleh serabut delta A mempunyai sifat inhibitor yang ditransmissikan ke serabut C. Serabut-serabut aferen masuk ke spinal melalui akar dorsal (dorsal root) serta sinaps pada dorsal horn. Dorsal horn terdiri atas beberapa lapisan atau laminae yang saling bertautan. Di antara lapisan dua dan tigaa berbentuk substantia gelatinosa yang merupakan saluran utama impuls. Kemudian, impuls nyeri menyeberangi sumsum tulang belakang pada interneuron dan bersambung ke jalur spinal asendens yang paling utama, yaitu jalur spinothalamic tract (STT) atau jalur spinothalamus dan spinoreticulartract (STT) yang membawa informasi tentang sifat dan lokasi nyeri. Dari proses transimisi terdapat dua jalur mekanisme terjadinya nyeri, yaitu jalur opiate dan jalur nonopiate . Jalur opiate ditandai oleh pertemuan reseptor pada otak yang terdiri atas jalur spinal desendens dari thalamus yang melalui otak tengah dan medula ke tanduk dorsal dari sumsum tulang belakang yang berkonduksi dengan nociceptor impuls supresif. Serotonim merupakan neurotransmiter dalam impuls
12
supresif lebih mengaktifkan stimulasi nociceptor yang ditransmisikan oleh serabut A. Jalur nonopiate merupakan jalur desenden yang tidak memberikan respons terhadap naloxone yang kurang banyak diketahui mekanismenya (Barbara C. Long, 1989). 3.3 KLASIFIKASI NYERI Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua, yakni nyeri akut dan kronis. Nyeri akut merupakan nyeri
yang timbul secara
mendadak dan cepat menghilang, yang tidak melebihi 6 bulan dan ditandai adanya peningkatan tegangan otot. Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung dalam waktu yang cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan. Yang termasuk dalam kategori nyeri kronis adalah nyeri terminal, sindrom nyeri kronis, dan nyeri psikomatis. Ditinjau dari sifat terjadinya, myeri dapat dibagi ke dalam beberapa kategori, di antaranya nyeri tersusuk dan nyeri terbakar. Tabel 10.1 Perbedaan Nyeri Akut dan Kronis Karakteristik
Nyeri Akut
Nyeri Kronis
13
Pengalaman
Satu kejadian
Satu situasi, status eksistensi Tidak diketahui atau
Sumber
Sebab eksternal atau penyakit dari dalam Mendadak
Serangan
pengobatan yang terlalu lama Bisa mendadak, berkembang, dan terselubung Lebih dari enam bulan
Waktu
Pernyataan nyeri
Sampai 6 bulan
sampai bertahun-tahun
Daerah nyeri tidak
Daerah nyeri sulit
diketahui dengan pasti
dibedakan intensitasnya,sehingga sulit dievaluasi (perubahan perasaan)
Gejala-gejala klinis
Pola respons yang khas dengan gejala yang lebih jelas
Pola Terbatas
Pola respons yang bervariasi dengan sedikitbgejala (adaptasi ) Berlangsung terus, dapat bervariasi
Biasanya berkurang Perjalanan
setelah beberapa saat
Penderitaan meningkat setelah beberapa saat
Sumber.Barbara C. Long, 1989.
14
Selain klasifikasi nyeri di atas, terdapat jenis nyeri yang spesifik, di antaranya nyeri somatis, nyeri viseral, nyeri menjalar (referent pain), nyeri psikogenik, nyeri phantom dari ekstremitas, nyeri neurologis, dan lain-lain. Nyeri somatis dan nyeri viseral ini umumnya bersumber dari kulit dan jaringan di bawah kulit (superfisial) pada otot dan tulang. Perbedaan antara kedua jenis nyeri ini dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 10,2 Perbedaan Nyeri Somatis dan viseral Karakteristik
Nyeri
Nyeri Viseral
Somatis Superfisial
Dalam
Tajam,
Tajam,
Tajam,
menusuk,
tumpul, nyeri
tumpul, nyeri
membakar
terus
terus, kejang
Tidak
Ya
abrasi terlalu
Torehan,
Distensi,
panas dan
panas,
iskemia,
dingin
iskemia
spasmus,
Reaksi otonom
pergeseran
iritasi kimiawi
Refleks kontraksi Tidak
tempat
(tidak ada
otot
Ya
torehan)
Ya
Ya
Kualitas
Menjalar
Stimulasi
Tidak
Torehan,
Tidak
Ya
15
Sumber. Barbara C. Long, 1989 Nyeri menjalar adalah nyeri yang terasa pada bagian tubuh yang lain, umumnya terjadi akibat kerusakan pada cedera organ viseral. Nyeri psikogenik adalah nyeri yang tidak diketahui secara fisik yang timbul akibat psikologis. Nyeri phantom adalah nyeri yang disebabkan karena salah satu ekstremitas diamputasi. Nyeri neurologis adalah bentuk nyeri yang tajam karena adanya spasme di sepanjang atau di beberapa jalur saraf. 3.4 STIMULASI NYERI Seseorang dapat menoleransi, menahan nyeri (pain tolerance), atau dapat mengenali jumlah stimulasi nyeri sebelum merasakan nyeri (pain threshold). Terdapat beberapa jenis stimulasi nyeri, di antaranya : 1. Trauma pada jaringan tubuh, misalnya karena bedah akibat terjadinya kerusakn jaringan dan iritasi secara langsung pada reseptor. 2. Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema akibat terjadinya penekanan pada reseptor nyeri. 3. Tumor, dapat juga menekan pada reseptor nyeri. 4. Iskemia pada jaringan, misalnya terjadi blokade pada arteria koronaria
yang
menstimulasi
reseptor
nyeri
akibat
tertumpuknya asam laktat. 5. Spansme otot, dapat menstimulasi mekanik.
16
3.5 TEORI NYERI Terdapat beberapa teori tentang terjadinya rangsangan nyeri, di antaranya (Barbara C Long, 1989) : 1. Teori Pemisahan (Specificity Theory). Menurut teori ini, rangsangan sakit masuk ke medulla spinalis (spinal cord) melalui kornu dorsalis yang bersinaps di daerah posterior, kemudian naik ke tractus lissur dan menyilang di garis median ke sisi lainnya, dan berakhir di korteks sensoris tempat rangsangan nyeri tersebut diteruskan. 2. Teori Pola (Pattern Theory). Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke medulla spinalis dan merangsang aktivitas sel T. Hal ini mengakibatkan suatu respons yang merangsang ke bagian yang lebih tinggi,
yaitu
korteks
serebri,
serta
kontraksi
menimbulkan persepsi dan otot berkontraksi sehingga menimbulkan
nyeri.
Persepsi
dipengaruhi
oleh
modalitas respons dari reaksi sel T. 3. Teori Pengendalian Gerbang (Gate Control Theory). Menurut teori ini, nyeri tergantung dari kerja serat saraf besar dan kecil yang keduanya berada dalam akar ganglion dorsalis. Rangsangaan pada serat saraf besar akan meningkatkan aktivitas substansia gelatinosa yang mengaakibatkan tertutupnya pintu mekanisme sehingga aktivitas sel T terhambat dan menyebabkan hantaran rangsangan ikut terhambat. Rangsangan serat besar dapat langsung merangsang korteks serebri. Hasil persepsi ini akan dikembalikan ke dalam medulla spinalis
melalui
serat
eferen
dan
reaksinya
memengaruhi aktivitas sel T. Rangsangan pada serat
17
kecil akan menghambat aktivitas substansia gelatinosa dan membuka pintu mekanisme, sehingga merangsang aktivitas sel T yang selanjutnya akan menghantarkan rangsangan nyeri. 4. Teori Transmisi dan Inhibisi. Adanya stimulus pada nociceptor memulai transmisi impuls-impuls saraf, sehingga transmisi impuls nyeri menjadi efektif oleh neurotransmiter yang spesifik. Kemudian, inhibisi impuls nyeri menjadi efektif oleh impuls-impuls pada serabut-serabut besar yang memblok impuls-impuls pada serabut lamban dan endogen opiate sistem supresif.
3.6 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI NYERI Pengalaman nyeri pada seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya adalah : 1. Arti nyeri. Arti nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan hamper sebagian arti nyeri merupakan arti yang negatif, seperti membahayakan, merusak, dan lain lain. Keadaan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti usia, jenis kelamin, latar belakang sosial budaya, lingkungan, dan pengalaman. 2. Persepsi nyeri. Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat subjektif tempatnya pada korteks (pada fungsi evaluative kognitif). Persepsi ini dipengaruhi oleh faktor yang dapat memicu stimulasi nociceptor. 3. Toleran sinyeri. Toleransi ini erat hubungannya dengan insensitas nyeri yang dapat memengaruhi kemampuan seseorang menahan nyeri. Faktor yang dapat memengaruhi peningkatan toleransi antara lain alkohol, obatobatan, hipnotis, gesekan atau garukan, pengalihan perhatian, kepercayaan yang kuat, dan sebagainya. Sedangkan faktor yang menurunkan toleransi
18
antara lain kelelahan, rasa marah, bosan, cemas, nyeri yang tidak kunjung hilang, sakit, dan lain lain. 4. Reaksi terhadap nyeri. Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respons seseorang terhadap nyeri, seperti ketakutan, gelisah, cemas, menangis, dan menjerit. Semua ini merupakan bentuk respons nyeri yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti arti nyeri, tingkat persepsi nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya, harapan sosial, kesehatan fisik dan mental, rasa takut, cemas, usia, dan lain lain.
3.7 PENGKAJIAN NYERI DAPAT DILAKUKAN DENGAN CARA PQRST
P (pemaru) : factor yang mepengaruhi gawat atau ringannya nyeri .
Q (quality) : Dari nyeri ,aseperti apakah rasa tajam ,tumpul, atau tersayat
R (region) : daerah perjalanan nyeri
S (severety) : keparahan atau intensitas nyeri
T (time) : lama atau waktu serangan atau frekuensi nyeri .
SKALA NYERI
Tidak nyeri
sedikit
sedang
parah atau
nyeri
2:nyeri sedang
4 :Nyeri
berat 0:tidak nyeri sangat parah 1:Nyeri ringan
3:nyeri parah
19
BAB IV FORMAT PENGKAJIAN DOKUMENTASI TINDAKAN ASISTENSI KEPERAWATAN 4.1 BIODATA UMUM 1. Nama Pasien
: Ny . J
2. Alamat
: Dsn.Kloset RT 01 /010 SidodadiLawang
3. Jenis kelamin
: Perempuan
4. Umur
: 54 tahun
5. Agama
: Islam
6. Tanggal MRS
: 3 Juli 2016
Pukul : 12:15WIB
7. Tanggal pengkajian
: 3 Juli 2016
Pukul : 14:00 WIB
8. No Reg
: 02.56.15
9. Diagnose medis
: Hipertensi
4.2 ANAMNESE 1. KELUHAN SAAT MRS
:
Pasien mengatakan nyeri ulu hati kurang lebih 1 minggu ,dan muntah 3x 2. KELUHAN SAAT INI
:
Pasien mengatakan nyeri ulu hati dan mual Skala nyeri 5 4.3 A. DATA OBJEKTIF a. Keadaan Umum
: Cukup
b. Kesadaran
: Compos Mentis
c. Tekanan Darah
: 180/120 mmHg
d. Nadi
: 100 x/menit
e. Nafas/RR
: 20 x/menit
f. Suhu
: 35,4 ºC
g. BB
: - kg
GCS : 4 5 6
20
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. LABORATORIUM 2. RADIOLOGI Thorax PA Kesimpulan : Pneumonia Interstitial
21
4.4 POLA KEBIASAAN SEHARI – HARI NO
POLA KEBIASAAN
SEBELUM SAKIT
SAAT SAKIT
a.Makan
Nasi,lauk – pauk,sayur
Nasi,lauk – pauk,sayur
Frekuensi
1 posi habis
½ porsi
Keluhan
Tidak ada
Buat nelan sakit
b.Minum
6 – 7 gelas/hari
4 – 5 gelas/hari
Jenis
Air Putih
Air putih, the
Jumlah
± 1800 cc
± 1300 cc
Keluhan
Tidak ada
Lidah terasa pahit
Frekuensi
4 – 5x/hari
5 – 6x/hari
Jumlah
± 1300 cc
± 1500 cc
Warna
Kuning
Kuning
Keluhan
Tidak ada
Pola nutrisi
1
Pola eliminasi A.BAK
2
B.BAB Frekuensi
1x/hari
Konsistensi
Padat
Warna
Kuning khas feses
Keluhan
Tidak ada
Istirahat
3
a.Tidur siang
2 jam
1 – 2 /jam
b.Tidur malam
8 jam
7 – 8/jam
c. Keluhan
Tidak ada
22
NO
POLA KEBIASAAN
SEBELUM SAKIT
SAAT SAKIT
1. Frekuensi
2x/hari
2x/hari
2. Metode
Mandi sendiri
Seka
3. Keluhan
Tidak ada
Bagian lutut sakit
1. Frekuensi
3 x/minggu
Tidak keramas
2. Menggunakan
Shampo
3. Keluhan
Tidak ada
Personal hygiene a. Mandi
b. Keramas
4
c. Gosok gigi 1. Frekuensi
3x/hari
2. Menggunakan
Pasta gigi
3. Keluhan
Tidak ada
Tidak gosok gigi
d. Gunting kuku
5
1. Frekuensi
1 minggu sekali
2. Keluhan
Tidak ada
Pola Kebiasaan Spiritual
Sholat 5 waktu
Tidak gunting kuku
Tidak sholat
4.5 TERAPI DOKTER/ TINDAKAN IVFD RL 30 tpm Injeksi: Ondansentron 2x 2 mg Drip omeprazol dalm 500 cc P.O Omeprazol 2x 20 mg Antasid Syr 3x 2 cth Amlodipin 1 x 10 mg 4.6 LAIN – LAIN
23
24
25
BAB VI STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TINDAKAN ASISTENSI KEPERAWATAN : KOMPRES HANGAT 1. INFORMED CONSENT 2. PERSIAPAN ALAT :
Buli-buli panas dan sarungya ( WWZ )
Termos berisi air panas
Termometer air panas ( jika perlu )
Lap kerja
Alat Pelindung Diri ( Skort, Masker, Sarung Tangan )
Bak Instrumen ( sarung tangan )
Bengkok
Tempat sampah medis dan non medis
Sketsel
3. PERSIAPAN DIRI :
Memakai Alat Pelindung Diri
Mencuci Tangan
4. PERSIAPAN LINGKUNGAN DAN PASIEN
Memberitahukan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
Menutup Tirai / sketsel dan jendela
5. PELAKSANAAN :
Mendekatkan alat
Memberitahu pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan
Memakai sarung tangan
Lakukan pemanasan pendahuluan pada buli-buli panas dengan cara mengisi buli-buli dengan air panas,mengencangkan
26
penutupnya,kemudian membalik posisi buli-buli berulang kali lalu dikosongkan isinya
Siapkan dan ukur suhu yang diinginkan
Isi buli-buli dan air panas sebanyak- banyaknya ½ bagian, llau keluarkan udaranya dengan cara: a. Meletakkan/menidurkan buli-buli diatas meja atau tempat tidur b. Melipat bagian atas buli sampai kelihatan permukaan air dileher buli-buli c. Menutup buli-buli dengan benar dan tepat
Periksa buli-buli apakah bocor atau tidak, lalu keringkan dengan lap kerja dan masukan dalam sarungnya
Bawa buli-buli ke dekat pasien
Beritahu pasien
Siapkan atau atur posisi pasien
Letakkan atau pasang buli-buli pada bagian atau area yang memerlukannya
Kaji secara teratur kondisi kliren untuk mengetahui kelainan yang timbul akibat pemberian kompres dengan buli-buli panas,misalnya kemerahan,ketidaknyamanan atau kebocoran, dan sebagainya
Ganti buli-buli panas setelah 20 menit dipasang dengan air panas (sesuai kebutuhan)
Bereskan dan kembalikan peralatan bila tindakan sudah selesai
Merapikan pasien,mengatur posisi pasien senyaman mungkin dan berpamitan
Membuka tirai atau sketsel
Kembali keruangan dan membersihkan atau merapikan alat-alat
Melepas APD
Mencuci tangan
Dokumentasi
27
6. SIKAP :
Sopan terhadap pasien
Teliti dan hati-hati
28
BAB VII RESPON PASIEN TERHADAP PELAKSANAAN TINDAKAN
1.
3 Juli 2016 Tindakan memberikan kompres hangat Keluhan : Pasien mengatakan nyeri ulu hati dan mual Evaluasi : Nyeri ulu hati dan mual masih tetap
2.
4 Juli 2016 Tindakan memberikan kompres hangat Keluhan : Pasien mengatakan nyeri ulu hati berkurang Evaluasi : Pasien mengatakan nyeri ulu hati berkurang
3.
5 Juli 2016 Tindakan memberikan kompres hangat Keluhan : Px mengatakan tidak ada keluhan lagi Evaluasi : Tidak ada keluahan pasien KRS
29
BAB VIII PENUTUP
8.1 KESIMPULAN Hipertensi yaitu tekanan darah persisten dimanatekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Padapopulasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHgdan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer,2002)Menurut WHO ( 1978 ), tekanan darah sama dengan atau diatas 160 / 95mmHg dinyatakan sebagai hipertensi.B.
8.2 SARAN Mempertahnkan gaya hidup sehat dan seorang yang menderita penyakit HT dituntut untuk minum obat secara benar sesuai yang dianjurkan oleh dokter serta teratur untuk memeriksaan diri ke rumah sakit.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Nanda Nic-Noc, Edisi Revisi Jilid 2 2015 2. A.Aziz Alimul H.Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Buku 1. Salemba Medika. 2006.Jakarta
31