LAPORAN PENDAHULUAN IGD A. Pengertian Kegawatdaruratan Psikiatri ` Sementara itu, menurut Kaplan dan Sadock (1998), kedaruratan psikiatri adalah gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang membutuhkan intervensi terapeutik segera, sehingga prinsip dari kedaruratan psikiatri adalah perlu penanganan segera. Oleh karena itu, kedaruratan psikiatri di Indonesia sering disebut dengan unit perawatan intensif psikiatri (UPIP) atau psychiatric intensive care unit (PICU).
Adapun kriteria kedaruratan memiliki kriteria adalah sebagai berikut. 1. Ancaman segera terhadap kehidupan, kesehatan, harta benda, atau lingkungan. 2. Telah menyebabkan kehilangan kehidupan, gangguan kesehatan, serta harta benda dan lingkungan. 3. Memiliki kecenderungan peningkatan bahaya yang tinggi dan segera terhadap kehidupan, kesehatan, harta benda, atau lingkungan. Berdasarkan prinsip segera, penanganan kedaruratan dibagi dalam fase intensif I (24 jam pertama), fase intensif II (24–72 jam pertama), dan fase intensif III (72 jam– 10 hari). Fase intensif I adalah fase 24 jam pertama pasien dirawat dengan observasi, diagnosis, perawatan, dan evaluasi yang ketat. Berdasarkan hasil evaluasi pasien, maka pasien memiliki tiga kemungkinan yaitu dipulangkan, dilanjutkan ke fase intensif II, atau dirujuk ke rumah sakit jiwa. Fase intensif II fase perawatan pasien dengan observasi kurang ketat sampai dengan 72 jam. Berdasarkan hasil evaluasi, maka pasien pada fase ini memiliki empat kemungkinan yaitu dipulangkan, dipindahkan ke ruang fase intensif III, atau kembali ke ruang fase intensif I. Pada fase intensif III, pasien dikondisikan sudah mulai stabil, sehingga observasi menjadi lebih berkurang dan tindakan-tindakan keperawatan lebih diarahkan kepada tindakan rehabilitasi. Fase ini berlangsung sampai dengan maksimal 10 hari. Merujuk kepada hasil evaluasi maka pasien pada fase ini dapat dipulangkan, dirujuk ke rumah sakit jiwa atau unit psikiatri di rumah sakit umum, ataupun kembali ke ruang fase intensif I atau II.
1
Adapun skala yang digunakan untuk mengukur tingkat kedaruratan pasien adalah skala General Adaptive Function (GAF) dengan rentang skor 1–30 skala GAF. Kondisi pasien dikaji setiap sif dengan menggunakan skor GAF. Nilai
Keterangan Terdapat bahaya melukai diri sendiri atau orang lain (misalnya usaha bunuh diri tanpa harapan yang jelas akan
Skor 11 – 20
kematian,
sering
melakukan
kekerasan,
kegembiraan manik) atau kadang-kadang gagal untuk mempertahankan
perawatan
diri
yang
minimal
(misalnya mengusap feses) atau gangguan yang jelas dalam komunikasi (sebagian besar inkoheren atau membisu). Bahaya melukai diri sendiri atau orang lain persisten dan Skor 1 – 10
parah
(misalnya
ketidakmampuan
kekerasan
persisten
untuk
rekuren)
atau
mempertahankan
kebersihan pribadi yang minimal atau tindakan bunuh diri yang serius tanpa harapan akan kematian yang jelas.
Keperawatan memberikan intervensi kepada pasien berfokus pada respons, sehingga kategori pasien dibuat dengan skor Respons Umum Fungsi Adaptif (RUFA) atau General Adaptive Function Response (GAFR) yang merupakan modifikasi dari skor GAF. Secara umum, pasien yang dirawat di UPIP adalah pasien dengan kriteria berikut. 1. Risiko bunuh diri yang berhubungan dengan kejadian akut. 2. Penyalahgunaan napza atau kedaruratan yang terjadi akibat napza. 3. Kondisi lain yang akan mengalami peningkatan yang bermakna dalam waktu singkat.
Sementara itu, berdasarkan masalah keperawatan maka pasien yang perlu dirawat di unit perawatan intensif psikiatri adalah pasien dengan masalah keperawatan sebagai berikut. 1. Perilaku kekerasan. 2. Perilaku bunuh diri. 2
3. Perubahan sensori persepsi: halusinasi (fase IV). 4. Perubahan proses pikir: waham curiga. 5. Masalah-masalah keperawatan yang berkaitan dengan kondisi pasien putus zat dan overdosis, seperti perubahan kenyamanan berupa nyeri, gangguan pola tidur, gangguan pemenuhan nutrisi, gangguan eliminasi bowel, dan defisit perawatan diri.
B. Alur Penerimaan Pasien Di Upip Pasien baru yang masuk di UPIP dilakukan triase dengan mengkaji keluhan utama pasien dengan menggunakan skor RUFA (1–30) dan tanda vital. Berikut kategori pasien menurut skor RUFA adalah sebagai berikut. 1. Skor 1–10 masuk ruang intensif I. 2. Skor 11–20 masuk ruang intensif II. 3. Skor 21–30 masuk ruang intensif III. Triase Tahapan triase dilakukan rapid assessment/screening assessment yang dilakukan berdasarkan protap. Pengkajian ini harus meliputi nama pasien, tanggal lahir, nomor tanda pengenal (KTP/SIM/paspor), alamat, nomor telepon, serta nama dan nomor telepon orang terdekat pasien yang dapat dihubungi. Selain itu, juga disertakan tanda vital dan keluhan utama dengan skor RUFA untuk menentukan perlu tidaknya dirawat di unit UPIP dan bila dirawat untuk menentukan level/fase intensif pasien. Sementara pihak medis melakukan pengkajian dengan menggunakan skala GAF. 1. Fase Intensif I (24 Jam Pertama) a. Prinsip tindakan 1) Penyelematan hidup (life saving). 2) Mencegah cedera pada pasien, orang lain, dan lingkungan. b. Indikasi Pasien dengan skor 1-10 skala RUFA. c. Pengkajian Hal-hal yang harus dikaji adalah sebagai berikut. 1) Riwayat perawatan yang lalu. 2) Psikiater/perawat jiwa yang baru-baru ini menangani pasien (bila memungkinkan). 3
3) Diagnosis gangguan jiwa di waktu yang lalu yang mirip dengan tanda dan gejala yang dialami pasien saat ini. 4) Stresor sosial, lingkungan, dan kultural yang menimbulkan masalah pasien saat ini. 5) Kemampuan dan keinginan pasien untuk bekerja sama dalam proses perawatan. 6) Riwayat pengobatan dan respons terhadap terapi, yang mencakup jenis obat yang didapat, dosis, respons terhadap obat, efek samping dan kepatuhan minum obat, serta daftar obat terakhir yang diresepkan dan nama dokter yang meresepkan. 7) Pemeriksaan kognitif untuk mendeteksi kerusakan kognitif atau neuropsikiatrik. 8) Tes kehamilan untuk semua pasien perempuan usia subur. Pengkajian lengkap harus dilakukan dalam 3 jam pertama. Selain itu, pasien harus sudah diperiksa dalam 8 jam pertama. Pasien yang berada dalam kondisi yang sangat membutuhkan penanganan harus segera dikaji dan bertemu dengan psikiater/petugas kesehatan jiwa dalam 15 menit pertama. d. Intervensi Intervensi untuk fase ini adalah observasi ketat, yakni sebagai berikut. 1) Bantuan
pemenuhan
kebutuhan
dasar
(makan,
minum,
perawatan diri). 2) Manajemen pengamanan pasien yang efektif (jika dibutuhkan). 3) Terapi modalitas yang dapat diberikan pada fase ini adalah terapi musik. e. Evaluasi 1) Evaluasi dilakukan setiap sif untuk menentukan apakah kondisi pasien memungkinkan untuk dipindahkan ke ruang intensif II. 2) Bila kondisi pasien di atas 10 skala RUFA maka pasien dapat dipindahkan ke intensif II.
4
2. Fase Intensif II (24 – 72 Jam Pertama) a. Prinsip tindakan 1) Observasi lanjutan dari fase krisis (intensif I). 2) Mempertahankan pencegahan cedera pada pasien, orang lain, dan lingkungan. b. Indikasi Pasien dengan skor 11-20 skala RUFA. c. Intervensi Intervensi untuk fase ini adalah observasi frekuensi dan intensitas yang lebih rendah dari fase intensif I. Terapi modalitas yang dapat diberikan pada fase ini adalah terapi musik dan terapi olahraga. d. Evaluasi 1) Evaluasi dilakukan setiap sif untuk menentukan apakah kondisi pasien memungkinkan untuk dipindahkan ke ruang intensif III. 2) Bila kondisi pasien di atas skor 20 skala RUFA, maka pasien dapat dipindahkan ke intensif III. Bila di bawah skor 11 skala RUFA, maka pasien dikembalikan ke fase intensif I. 3. Fase Intensif III ( 72 Jam – 10 Hari) a. Prinsip tindakan 1) Observasi lanjutan dari fase akut (intensif II). 2) Memfasilitasi perawatan mandiri pasien. b. Indikasi Pasien dengan skor 21 – 30 skala RUFA c. Intervensi Intervensi untuk fase ini adalah sebagai berikut. 1) Observasi dilakukan secara minimal. 2) Pasien lebih banyak melakukan aktivitas secara mandiri. 3) Terapi modalitas yang dapat diberikan pada fase ini adalah terapi musik, terapi olahraga, dan terapi keterampilan hidup (life skill therapy). d. Evaluasi 1) Evaluasi dilakukan setiap sif untuk menentukan apakah kondisi pasien memungkinkan untuk dipulangkan. 5
2) Bila kondisi pasien diatas skor 30 skala RUFA, maka pasien dapat dipulangkan dengan mengontak perawat CMHN terlebih dahulu. Bila di bawah skor 20 skala RUFA, maka pasien dikembalikan ke fase intensif II, serta jika di bawah skor 11 skala RUFA, maka pasien dikembalikan ke fase intensif I.
C. Asuhan Keperawatan Intensif Pada Pasien Perilaku Kekerasan 1. Pengkajian Pengkajian pasien dengan masalah keperawatan perilaku kekerasan di ruang UPIP terbagi dalam tiga kelompok berdasarkan skala RUFA.
Aspek
Intensif I
Intensif II
Intensif III
24 Jam
24 -27 Jam
72 Jam – 10 Hari
(Skor : 1 - 10)
(Skor : 11 – 20)
(Skor : 21 – 30 )
Melukai
diri
sendiri, orang lain, Perilaku
merusak
lingkungan, mengamuk, menentang,
Menentang, mengancam,
Menentang.
mata melotot.
mengancam, mata melotot. Bicara
kasar,
intonasi tinggi, Verbal
menghina orang
lain,
menuntut, berdebat. Labil,
mudah
tersinggung, Emosi
ekspresi tegang, marahmarah, dendam,
Bicara
kasar,
intonasi sedang, Intonasi sedang, menghina orang menghina orang lain, menuntut, lain, berdebat. berdebat.
Labil,
mudah Labil,
tersinggung,
tersinggung,
ekspresi tegang, ekspresi dendam, merasa merasa tidak aman.
6
mudah
aman.
tegang, tidak
merasa
tidak
aman. Muka
merah,
pandangan tajam, Fisik
napas Pandangan
pendek,
tajam,
tekanan
keringat
darah
berlebih,
meningkat.
Pandangan tajam, tekanan
darah
menurun.
tekanan darah meningkat.
2. Asuhan Keperawatan Intensif I (24 Jam Pertama) a. Tindakan Keperawatan 1) Tujuan Pasien
tidak
membahayakan
dirinya,
orang
lain,
dan
lingkungan. 2) Tindakan a) Komunikasi terapeutik (1) Bicara dengan tenang. (2) Vokal jelas dan nada suara tegas. (3) Intonasi rendah. (4) Gerakkan tidak tergesa-gesa. (5) Pertahankan posisi tubuh. (6) Jaga jarak 1–3 langkah dari pasien. b) Siapkan lingkungan yang aman (1) Lingkungan tenang. (2) Tidak ada barang-barang yang berbahaya atau singkirkan semua benda yang membahayakan. c) Kolaborasi (1) Ukur tanda vital, seperti tekanan darah, nadi, dan suhu. (2) Jelaskan secara singkat pada pasien tentang tindakan kolaborasi yang akan dilakukan.
7
(3) Berikan obat-obatan sesuai standar medik seperti transquiliser sesuai program terapi. Pengobatan dapat berupa suntikan valium 10 mg IM/IV 3–4 × 1 amp/hari dan suntikan Haloperidol (Serenace) 5 mg, 3–4 × 1 amp/hari. (4) Pantau
keefektifan
obat-obatan
dan
efek
sampingnya. d) Observasi pasien setiap 15 menit sekali. Catat adanya peningkatan atau penurunan perilaku (yang harus diperhatikan oleh perawat terkait dengan perilaku, verbal, emosi, dan fisik). e) Jika perilaku pasien tidak terkendali dan seakin tidak terkontrol, serta terus mencoba melukai dirinya sendiri, orang lain, dan merusak lingkungan, maka dapat dilakukan tindakan pembatasan gerak. Jika perilaku masih
tidak
pengekangan.
terkendali, Tindakan
maka
dapat
pengekangan
dilakukan merupakan
tindakan akhir yang dapat dilakukan. f) Tindakan pembatasan gerak/pengekangan (1) Jelaskan tindakan yang akan dilakukan bukan sebagai hukuman melainkan untuk mengamankan pasien, orang lain, dan lingkungan dari perilaku pasien yang kurang terkontrol. (2) Siapkan ruang isolasi/alat pengekang (restrain). (3) Lakukan kontrak untuk mengontrol perilakunya. b. Jika tindakan pengekangan dilakukan, maka lakukan hal berikut. 1) Lakukan pengikatan pada ekstremitas dengan petunjuk ketua tim. 2) Lakukan observasi pengekangan dengan skala RUFA setiap 2 jam. 3) Perawatan pada daerah pengikatan. a) Pantau kondisi kulit yang diikat, seperti warna, temperatur, sensasi.
8
b) Lakukan latihan gerak pada tungkai yang diikat secara bergantian setiap dua jam. c) Lakukan perubahan posisi pengikatan. 4) Libatkan dan latih pasien untuk mengontrol perilaku sebelum ikatan dibuka secara bertahap. 5) Kurangi pengekangan secara bertahap, misalnya ikatan dibuka satu per satu secara bertahap. 6) Jika pasien sudah mulai dapat mengontrol perilakunya, maka pasien sudah dapat dicoba untuk bersama dengan pasien lain dengan terlebih dahulu membuat kesepakatan yaitu jika kembali perilakunya tidak terkontrol maka pasien akan diisolasi atau pengekangan kembali. c. Tindakan keperawatan untuk keluarga 1) Tujuan a) Keluarga mampu mengenal masalah perilaku kekerasan pada anggota keluarganya. b) Keluarga mampu memahami proses terjadinya masalah perilaku kekerasan. c) Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami masalah perilaku kekerasan. d) Keluarga mampu mempraktikkan cara merawat pasien dengan perilaku kekerasan di level intensif I. 2) Tindakan Keperawatan a) Diskusikan tentang pengertian perilaku kekerasan. b) Diskusikan tentang tanda dan gejala perilaku kekerasan. c) Diskusikan tentang penyebab dan akibat dari perilaku kekerasan. d) Diskusikan cara merawat pasien dengan perilaku kekerasan dengan cara mengajarkan teknik relaksasi napas dalam. e) Jelaskan tentang terapi obat pasien pada level intensif I
9
d. Evaluasi Evaluasi respons umum adapatasi pasien dilakukan setiap akhir sif oleh perawat. Pada pasien perilaku kekerasan evaluasi meliputi hal sebagai berikut. 1) Perilaku, seperti menentang, mengancam, mata melotot. 2) Verbal, seperti bicara kasar, intonasi sedang, menghina orang lain, menuntut, dan berdebat. 3) Emosi, seperti labil, mudah tersinggung, ekspresi tegang, merasa tidak aman. 4) Fisik,
seperti
pandangan
tajam,
tekanan
darah
masih
meningkat. e. Rujukan Hasilnya adalah jika kondisi tersebut tercapai, perawatan dilanjutkan pada level intensif II, sedangkan jika tidak tercapai, maka pasien tetap berada di perawatan level intensif I. f. Dokumentasi Dokumentasikan semua tindakan yang sudah dilaksanakan dan hasil evaluasi dari tindakan tersebut. Sertakan juga alasan tindakan dari pembatasan
gerak/pengekangan
dan
alasan
penghentian
dari
pembatasan gerak/pengekangan. 3. Asuhan Keperawatan Intensif II (25 – 72 Jam) a. Tindakan Keperawatan 1) Tujuan Pasien tidak membahayakan dirinya, orang lain, dan lingkungan. 2) Tindakan a) Komunikasi terapeutik (1) Bicara dengan tenang. (2) Vokal jelas dan nada suara tegas. (3) Intonasi rendah. (4) Gerakan tidak tergesa-gesa. (5) Pertahankan posisi tubuh. (6) Jaga jarak 1-3 langkah dari pasien. 10
b) Siapakan lingkungan yang aman (1) Lingkungan tenang. (2) Tidak ada barang-barang yang berbahaya atau singkirkan semua benda yang membahayakan. c) Kolaborasi (1) Berikan obat-obatan sesuai standar medik seperti transquiliser sesuai program terapi. Pengobatan dapat berupa suntikan valium 10 mg IM/IV 3-4 x 1 amp/hari dan suntikan Haloperidol (Serenace) 5 mg, 3-4 x 1 amp/hari. (2) Jelaskan pada pasien jikaada perubahan dalam terapi medis seperti penambahan obat oral. (3) Pantau
keefektifan
obat-obatan
dan
efek
sampingnya, d) Buat perjanjian dengan pasien untuk mempertahankan perilakunya (1) Bantu pasien menggunakan kontrol diri yang diperlukan, seperti latihan mengendalikan emosi secara fisik, misal memukul bantal. (2) Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan benar dosis obat) disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat.
3) Evaluasi Evaluasi respons umum adaptasi pasien dilakukan setiap akhir sif oleh perawat. Pada pasien perilaku kekerasan evaluasi meliputi berikut. a) Perilaku, seperti menentang, mangancam, mata melotot. b) Verbal, seperti bicara kasar, intonasi sedang, menghina orang lain, menuntut dan berdebat. c) Emosi, seperti labil, mudah tersinggung, ekspresi tegang, merasa tidak aman. 11
d) Fisik, seperti pandangan tajam, tekanan darah masih meningkat. 4) Rujukan Hasilnya adalah jika kondisi tersebut tercapai, perawatan dilanjutkan pada level intensif III, sedangkan jika tidak tercapai, maka pasien tetap berada di perawatan level intensif II. 5) Dokumentasi Dokumentasikan semua tindakan yang sudah dilaksanakan dan hasil evaluasi dari tindakan tersebut. Sertakan juga alasan tindakan dari pembatasan gerak/pengekangan 4. Asuhan Keperawatan Intensif III (72 Jam – 10 Hari) a. Tindakan keperawatan 1) Tujuan Pasien tidak melakukan tindakan kekerasan. 2) Tindakan a) Komunikasi terapeutik (1) Bicara dengan tenang. (2) Vokal jelas dan nada suara tegas. (3) Intonasi rendah. (4) Gerakkan tidak tergesa-gesa. (5) Pertahankan posisi tubuh. (6) Jaga jarak 1–3 langkah dari pasien. b) Siapkan lingkungan yang aman (1) Lingkungan tenang. (2) Tidak ada barang-barang yang berbahaya atau singkirkan semua benda yang membahayakan. c) Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan (1) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik. (2) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis. (3) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial. 12
(4) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual. (5) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual. (6) Diskusikan bersama pasien perilaku yang biasa dilakukan pada saat marah secara verbal terhadap orang lain, diri sendiri, dan lingkungan. (7) Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya. (8) Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal (menyatakan secara asertif rasa marahnya), spiritual (sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien), dan obat. d) Kolaborasi (1) Berikan obat-obatan sesuai standar atau program terapi medis yaitu obat oral seperti Haloperidol 5 mg 3 × 1 tablet/hari dan artane atau arkine 2 mg 3 × 1 tablet/hari. (2) Pantau
keefektifan
obat-obatan
dan
efek
sampingnya. (3) Observasi tanda-tanda vital setiap 8 jam. e) Observasi (1) Observasi perilaku dalam 24 jam. (2) Libatkan dalam terapi aktivitas kelompok. b. Tindakan keperawatan untuk keluarga 1) Tujuan Keluarga dapat merawat pasien di rumah. 2) Tindakan a) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien. b) Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab, tanda dan gejala, serta perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku tersebut).
13
c) Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda/orang lain. d) Latih
keluarga
merawat
pasien
dengan
perilaku
kekerasan. (1) Anjurkan
keluarga
untuk
memotivasi
pasien
melakukan tindakan yang telah diajarkan oleh perawat. (2) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila pasien dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat. (3) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila pasien menunjukkan gejala perilaku kekerasan. e) Buat perencanaan pulang bersama keluarga.
c. Evaluasi Evaluasi respons umum adaptasi pasien dilakukan setiap akhir sif oleh perawat. Pada pasien perilaku kekerasan evaluasi meliputi hal berikut. 1) Perilaku, seperti menentang, mengancam, mata melotot. 2) Verbal, seperti bicara kasar, intonasi sedang, menghina orang lain, menuntut, dan berdebat. 3) Emosi, seperti labil, mudah tersinggung, ekspresi tegang, merasa tidak aman. 4) Fisik, seperti pandangan tajam, tekanan darah masih meningkat.
d. Rujukan Hasilnya adalah jika kondisi tersebut tercapai, maka perawatan dilanjutkan pada keluarga dan dirujuk ke perawat CMHN.
e. Dokumentasi Dokumentasikan semua tindakan yang sudah dilaksanakan dan hasil evaluasi dari tindakan tersebut serta surat rujukan.
14
DAFTAR PUSTAKA Ah, Yusuf. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika
15