Lp Head Injury.docx

  • Uploaded by: Rangin
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Head Injury.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,778
  • Pages: 23
LAPORAN PENDAHULUAN CEDERA KEPALA (HEAD INJURY)

I. Konsep cedera kepala 1.1 Pengertian Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. Cedera kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi – descelarasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan factor dan penurunan percepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan. Cedera kepala pada dasarnya dikenal dua macam mekanisme trauma yang mengenai kepala yakni benturan dan goncangan (Mansjoer. et all, 2000).

1.2 Anatomi fisiologi a. Anatomi kepala Tengkorak terbagi atas : 1) Tengkorak otak Tengkorak otak menyelubungi otak dan alat pendengar. Tengkorak otak terdiri dari: a) Kubah tengkorak Kubah tengkorak yang berbentuk cembung menyelubungi rongga tengkorak dari atas dan dari sisi. Kubah tengkorak terdiri atas beberapa tulang ceper yang dihubungkan oleh sutra tengkorak. Dari depan ke belakang terdapat berturut-turut sebuah tulang dahi, sepasang tulang ubun-ubun dan sebuah tulang belakang kepala. Pada dinding sisi kubah tengkorak terdapat sepasang tulang pelipis. Tulang dahi, tulang belakang kepala turut membentuk dasar tengkorak.

1

b) Dasar tengkorak Bagian dasar tengkorak dapat dibedakan 3 bagian, yaitu lekuk tengkorak depan, lekuk tengkorak tengah dan lekuk tengkorak belakang. Bagian tengah dasar lekuk tengkorak depan dibentuk oleh tulang lapisan yang mempunyai banyak lubang halus untuk memberi jalan kepada serabut-serabut saraf penghidu, oleh karena itu bagian tulang lapisan tersebut dinamakan lempeng ayakan yang merupakan atap bagi rongga hidung.

Lekuk tengkorak tengah terdiri dari bagian tengah dan dua bagian sisi, bagian tengah adalah pelana turki. Dasar lekuk tengkorrak belakang letaknya lebih rendah daripada dasar lukuk tengkorak depan. Lekuk tengkorak belakang letaknya lebih rendah lagi daripada lekuk tengkorak tengah. 2) Tengkorak wajah Letaknya didepan dan dibawah tengkorak otak. Lubang-lubang lekuk mata dibatasi oleh lubang dahi, tulang pipi dan tulang rahang atas. Dinding belakang lekuk mata juga dibentuk oleh baji (sayap besar dan kecil). Dinding dalamnya dibentuk oleh tulang langitan, tulang lapisan dan tulang air mata. b. Kulit kepala Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan sebagai scalp, yaitu : -

Kulit

-

Jaringan penyambung

-

Jaringan ikat yang berhubungan langsung dengan tengkorak

-

Perikranium Kulit kepala banyak memiliki pembuluh darah sehingga terjadi pendarahan akibat laserasi kulit kepala akan mengakibatkan banyak kehilangan darah

c. Tulang tengkorak Tulang tengkorak terdiri dari kalvakrium dan basis kranii. Rongga tengkorak dasar adalah tempat lobus frontalis, fosa medis adalah lobus temporalis dan

2

fosa posterior adalah ruang bagi batang otak bawah dan serebelum (Smeltzer & Bare, 2001). d. Meningen Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak yang terdiri dari 3 lapisan, yaitu dura meter, arakhnoid dan pia meter. Dura meter adalah selaput keras terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat dan tabula interna atau bagian dalam kranium. Dibawah dura meter terdapat lapisan kedua yang tipis dan tembus pandang disebut selaput arakhnoid. Lapisan ketiga adalah pia meter yang melekat pada permukaan kortek serebri (Smeltzer & Bare, 2001). e. Sistem saraf pusat Yang disebut sistem saraf pusat disini adalah otak dan medula spinalis yang tertutup didalam tulang dan terbungkus dalam selapu-selaput (meningen) pelindung, serta rongga yang berisi cairan. 1) Otak dan pembagianya Otak secara garis besar dapat dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu : serebrum, batang otak dan serebelum (Sjamsuhidayat & Jong, 2004). a) Serebrum Setiap hemisfer dibagi atas empat lobus yaitu : lobus frontalis, parietal, oksipital, temporalis. b) Batang otak Batang otak terdiri dari otak tengah, pons dan medula oblongata. Masing-masing struktur mempunyai tanggung jawab yang unik dan fungsi ketiganya sebagai unit mejalankan saluran impuls yang disampaikan ke serebri dan lajur spinal c) Serebelum Terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh durameter yang menyerupai atap tenda, yaitu tentorium yang memisahkan dari bagian posterior serebrum. Serebelumum dihubungkan dengan batang otak oleh tiga berkas serabut yang dinamakan pedunkulus. Fungsi utama serebelum adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperluas gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh.

3

2) Medula spinalis Terletak di kananlis neural dari komna vertebra, berjalan ke bawah dan memenuhi kanalis neural sampai setinggi vertebra lumbalis kedua. Sepasang saraf spinalis berada diantara pembatas vertebra sepanjang kolumna vertebra. Dibawah ujung tempat medula spinalis berkahir. Didalam ujung tempat medula spinalis terletak interneuron, serabut sensori, asenden, serabut motorik desenden dan badan sel saraf dan dendrit somatik sekunder (volunter) dan motor neurons otonom utama (Mardjono & Sidharta, 2004). f. Sistem Saraf Tepi (SST) Susunan saraf tepi terdiri dari saraf kranial bervariasi, yaitu sensori motorik dan gabungan dari kedua saraf. Saraf motorik dipersarafi oleh beberapa percabangan saraf kranial, 12 pasnag saraf kranial (Mardjono & Sidharta, 2004). g. Sistem Saraf Otonom (SSO) Merupakan sistem saraf campuran, serabut-serabut aferenya membawa masukan dari organ – organ viseral (menangani pengaturan denyut jantung, diameter pembuluh darah, pernafasan, pencernaan makanan, rasa lapar, mual, pembuangan dan sebagainya). SSO mempersarafi otot polos, otot jantung dan kelenjar-kelenjar visceral-SSO terutama menangani pengaturan fungsi viceral dan interkasi dengan lingkungan dalam. SSO di bagi menjadi dua yaitu fungsi simpatis dan parasimpatis. Fungsi simpatis adalah peningkatan kecepatan denyut jantung dan pernafasan, serta menurunkan aktivitas saluran cerna, tujuan utamanya adalah mempersiapkan tubuh agar siap menghadapi stres atau apa yang dinamakan respon bertempur. Fungsi saraf parasimpatis adalah menurunkan kecepatan denyut jantung dan pernafasan dan meningkatkan pergerakan saluran cerna sesuai dengan kebutuhan pencernaan dan pembuangan. Jadi saraf parasimpatis membantu konversi dan hemostatis fungsi-fungsi tubuh (Mardjono & Sidharta, 2004).

1.3 Etiologi Menurut Mansjoer (2000) cedera kepala dapat di klasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan dan morfologi cedera :

4

a. Berdasarkan mekanisme kerja 1) Trauma tumpul Kecepatan tinggi (tabrakan otomobil) Kecepatan rendah (terjatuh, dipukul) 2) Trauma tembus Luka tembus peluru dan cedera tembus lainya b. Berdasarkan keparahan cedera 1) Cedera kepala ringan - Skor skala koma Glasgow (GCS) 15 (sadar penuh dan orientatif) - Tidak ada kehilangan kesadaran (misalnya konkusi) - Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang - Pasien dapat mengeluh nyei kepala dan pusing - Pasien dapat menderita abrasi, laserasi atau hematoma kulit kepala - Tidak ada kriteria cedera sedang – berat. 2) Cedera kepala sedang (kelompok resiko sedang) - Skor skla koma Glasgow (GCS) 9-14 (konfusi, letargi atau stupor) - Konkusi - Amnesia pasca trauma - Muntah - Tada kemungkinan fraktur kranium (mata rabun) - Kejang 3) cedera kepala berat (kelompok resiko berat) - Skor skala koma Glasgow (GCS) 3-8 (koma) - Penurunan derajat kesadaran secara progresif - Tanda neurologi fokal - Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium c. Berdasarkan morfologi 1) Fraktur tengkorak Kranium

: Linier/ stelatum, depresi/ nondepresi, terbuka/ tertutup

Basis

: Dengan/ tanpa kebocoran cairan serebrospinal dengan tanpa Kelumpuhan nervus VII

2) Lesi intrakranial Fokal

: Epidural, subdural dan intracerebral

5

Difus

: Konkusi ringan, konkusi klasik dan cedera aksonal difus

1.4 Patofisiologi Kranium merupakan struktur kuat yang berisi darah, jaringan otak dan jaringan serebrospinal. Fungsi cerebral tergantung pada adekuatnya nutri seperti oksigen, glukosa. Berat ringanya cedera kepala tergantung trauma kranium atau otak. Cedera yang dialami dapat gegar otak, memar otak atau laserasi, fraktur dan atau hematoma (injury vaskuler, epidural atau subdural hematoma). Cedera kepala yang terjadi dapat berupa percepatan (aselerasi) atau perlambatan (deselerasi). Trauma dapat primer atau sekunder.

Trauma primer adalah trauma yang langsung mengenai kepala saat kejadian. Sedangkan trauma sekunder merupakan kelanjutan dari trauma primer. Trauma sekunder dapat terjadi meningkatnya tekanan intrakranial, kerusakan otak, infeksi dan odema cerebral. Epidural hematoma merupakan injury pada kepala dengan adanya fraktur pada tulang tengkorak dan terdapat lesi antara tulang tengkorak dan dura. Perdarahan ini dapat meluas hingga menekan cerebral oleh karena adanya tekanan arteri yang tinggi. Gejalanya akan tampak seperti kebingungan atau kesadarn delirium, latergi, sukar untuk dibangunkan dan akhirnya bisa koma. Nadi dan nafas menjadi lambat, pupil dilatasi dan adanya hemiparese.

Subdural hematoma adalah cedera kepala dimana adanya ruptur pembuluh vena dan perdarahan terjadi antara dura dan serebrum atau antara durameter dan lapisan arakhnoid. Terdapat dua tipe yaitu subdural hematoma akut dan kronik. Bila akut dapat dikaitkan dengan kontusio atau laserasi yang berkembang beberapa menit atau jam. Manifestasi tergantung pada besarnya kerusakan. Terdapat dua tipe yaitu subdural hematoma akut dan kronik. Bila akut dapat dikaitkan dengan kontusio atau laserasi yang berkembang beberapa menit atau jam. Manifestasi tergantung pada besarnya kerusakan pada otak dan usia anak, dapat berupa kejang, sakit kepala, muntah, meningkatknya lingkar kepala, iriabel dan perasaan mengantuk.

6

Cerebral hematoma merupakan perdarahan yang terjadi akibat adanya memar dan robekan pada cerecral yang akan berdampak pada perubahan vaskularisasi , anoxia dan dilatasi dan edema. Kemudian proses tersebut akan terjadilah herniasi otakdan dilatasi dan edema. Kemudian proses tersebut akan terjadilah herniasi otakdan dilatasi dan edema. Kemudian proses tersebut akan terjadilah herniasi otak, mendesak ruang disekitarnya dan menyebabkan meningkatkan tekanan intrakranial. Dalam jangka waktu 24-72 jam akan tampak perubahan status neurologis. Fraktur yang terjadi pada cedera kepala dapat berupa linier, fraktur depresi, fraktur basiler, fraktur compound (laserasi kulit dan fraktuk tulang). Perubahan oksigenasi akibat trauma otak (Price & Wilson, 2005).

7

PATHWAY Cidera Kepala

TIK - Oedem - Hematom Respon Biologi

Hypoxemia

Kelainan Metabolisme Cidera Otak Primer

Cidera Otak Sekunder

Kontusio Laserasi

Kerusakan Sel Otak 

Gangguan Autoregulasi

 Rangsangan Simpatis

Stress

Aliran Darah Keotak 

 Tahanan Vaskuler

 Katekolamin

Sistemik & TD 

 Sekresi Asam Lambung

O2   Ggan Metabolisme

 Tek. Pemb.Darah

Mual, Muntah Pulmonal Asam Laktat 

 Tek. Hidrostatik

Asupan Nutrisi

Kurang

Oedem Otak

Kebocoran Cairan Kapiler

Ganggan Perfusi

Oedema Paru  Cardiac Out Put 

jaringan Cerebral Difusi O2 Terhambat

Ganggugan Perfusi

Jaringan Gangguan Pola Napas  Hipoksemia, Hiperkapnea (Prince & Wilson, 2005)

8

1.5 Manifestasi klinis a. Fase emergensi -

Memar

-

Hematom

-

Pendarahan telinga

-

Penurunan kesadaran

-

Penurunan reflek batuk dan menelan

b. Cedera kepala ringan GCS 13-15 -

Kehilangan kesadaran < 30 menit

-

Tidak ada continusion cerebral hematom

-

Pusing dapat diadaptasi

c. Cedera kepala sedang GCS 9-12 -

Disorientasi ringan

-

Amnesia post trauma

-

Sakit kepala

-

Mual dan muntah

-

Vertigo

-

Gangguan pendengaran

d. Cidera berat GCS 3-8 -

Tidak sadar 24 jam

-

Fleksi dan ekstensi

-

Abnormal ekstremitas

-

Edema otak

-

Hemiparase

-

Kejang

1.6 Komplikasi Menurut Mansjoer (2000) komplikasi yang dapat terjadi pada cedera kepala adalah : -

Kebocoran

cairan

serebrospinal

dapat

disebabkan

oleh

rusaknya

leptomeningen dan terjadi pada 2 – 6% pasien dengan cedera kepala tertutup.

9

-

Fitsel karotis-konvermosus ditandai dengan trias gejala : eksolelamous, kemosis dan bruit orbitas, dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cidera.

-

Diabetes insipidus dapat disebakan oleh kerusakan traumatik pada tangkai hipofisis, menyebabkan penghentian sekresi hormon antideuretik

-

Edema pulmonal, komplikasi paru-paru yang serius pada pasien cedera kepala adalah edema paru, ini mungkin terutama berasal dari gangguan neurologis atau akibat dari sindrom distres pernafasan dewasa

-

Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam) dan (minggu pertama atau lanjut (setelah satu minggu)

1.7 Pemeriksaan diagnostik -

Pemeriksaan kimia atau elektrolit darah

-

Gas darah : mengetahui adanya masalah Ventilasi atau oksigenasi yang akan meningkatkan TIK.

1.8 Pemeriksaan penunjang -

Ct Scan : untuk mengidentifikasi luasnya lesi, pendarahan, deferminan pentrikular dan perubahan jaringan otak.

-

MRI (Magnetik Resonance Imaging) : mendeteksi patologi otak dan medula spinalis dengan menggunakan teknik scanning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur tubuh.

-

Angiograficerebral menunjukan kelainan sirkulasi, pergeseran jaringan otak akibat edema pendarahan dan trauma.

-

EEG (Elektro Encephalogram) : memperlihatkan kesadaran oleh gerakan gelombang patologi

-

Sinar X : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur).

1.9 Penatalaksanaan medis atau operatif a. Pada semua pasien dengan cedera kepala, lakukan foto tulang belakang cervikal (proyeksi antara posterior dan adontoid), cural cervikal baru dilepas setelah dipastikan tulang cervikal C1-C7 normal.

10

b. Pasang jalur IV dengan larutan cairan normal (NaCl 0,9%) RL cairan isotonis lebih efektif dari pada Hipotonis karena tidak menambah edema cerebri c. Pasien koma (6<5<8) dengan tanda-tanda herniasi, lakukan : 1) Elevasi kepala 2) Hiper ventilasi : intubasi mandatonik intermitan dengan kecepatan 16-20 kali/menit dengan volume tidal 10-12 RL/Kg. Atur tekanan CO2 sampai 28-32 mmHg. 3) Berikan monitol 20% inravena dalam 20-30 menit. Dosis ulangan dapat diberikan 4-6 jam, kemudian sebesar ¼ dosis semula setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam pertama. 4) Pasang kateter Foley 5) Konsul bedah syaraf bila terdapat indikasi operasi (Hematoma epidural yang besar, subdural)

1.10 Terapi farmakologi a.

Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringanya trauma.

b.

Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi vasodilatasi

c.

Pemberian analgetik

d.

Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa 40% atau gliserol 10%

e.

Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin).

1.11 PEMERIKSAAN FISIK (berdasarkan ABCD / Kasus Daruratan) 1. Pengkajian Primer : a. Air way : -

Gangguan jalan nafas (sekret)

b. Breathing : -

Pernafasan cepat

-

Sesak nafas

11

Kegawat

-

Nafas > 24 x/m

-

Ronchi

-

Retraksi dinding dada

c. Circulation : -

Hipotensi TD < 100/80 mmHg

-

Bradikardi N < 60 x/m

d. Disability : -

Pupil anisokor

-

Gelisah

-

Perubahan sensorik, motorik dan emosi

2. Pengkajian Sekunder a. Pemeriksaan head to toe b. Monitor vital sign c. BTLS (bentuk, tumor, luka , sakit) d. Pemeriksaan radiologi e. Pemeriksaan lab

II. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN 1.1 Pengkajian 1.1.1 Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, pengahasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab.

1.1.2 Riwayat kesehatan Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang.

Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.

12

Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien.

1.1.3 Pemeriksaan fisik Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS < 15, disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital kaku kuduk, hemiparese. Nervus cranialis dapat terganggu bila cedera kepala meluas sampai batang otak karena udema otak atau perdarahan otak juga mengkaji nervus I, II, III, V, VII, IX dan XII.

1.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul Diagnosa 1 : Gangguan perfusi jaringan kardiopulmunal (NANDA 2012). 1.2.1

Definisi Penurunan oksigen yang mengakibatkan kegagalan pengiriman nutrisi ke jaringan pada tingkat kapiler

1.2.2

Batasan Karakteristik Subjektif - Nyeri dada - Dispneu - Rasa seprti akan mati Objektif - Gas darah arteri tidak normal - Perubahan frekuensi pernafasan diluar parameter yang dapat diterima - Aritmia - Bronkospasme - Pengisian kembali kapiler lebih dari tiga detik - Retraksi dada - Nafas cuping hidung

13

- Penggunaan otot bantu pernafasan 1.2.3

Faktor yang berhubungan - Perubahan afnitas hemoglobin terhadap oksigen - Penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah - Keracunan enzim - Gangguan pertukaran - Hipervolemia - Hipoventilasi - Gangguan transpor oksigen melalui alveoli dan membran kapiler - Gangguan aliran arteri atau vena - Ketidakseimbangan antara ventilasi dan aliran darah

Diagnosa 2 : Gangguan perfusi jaringan serebral (NANDA 2012). 1.2.1 Definisi Penurunan oksigen yang mengakibatkan kegagalan pengiriman nutrisi ke jaringan pada tingkat kapiler 1.2.2 Batasan karakteristik - Objektif - Perubahan status mental - Perubahan perilaku - Perubahan respon motorik - Perubahan reaksi pupil - Kesulitan menelan - Kelemahan atau paralisis ekstremitas - Paralisis - Ketidaknormalan dalam berbicara 1.2.3 Faktor yang berhubungan - Perubahan afnitas hemoglobin terhadap oksigen - Penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah - Keracunan enzim - Gangguan pertukaran - Hipervolemia - Hipoventilasi

14

- Gangguan transpor oksigen melalui alveoli dan membran kapiler - Gangguan aliran arteri atau vena - Ketidakseimbangan antara ventilasi dan aliran darah

Diagnosa 3 : Ketidakefektifan pola nafas (00032). 1.2.1

Definisi Inspirasi atau ekspirasi yang tidak meberi ventilasi yang adekuat

1.2.2

Batasan karakteristik Bradipneu Dyspnea Fase ekspirasi memanjang Ortopnea Penggunaan otot bantu pernapasan Penggunaan posisi tiga-titik Peningkatan diameter anterior-posterior Penurunan kapasitas vital Penurunan tekanan ekspirasi Penurunan tekanan inspirasi Penurunan ventilasi semenit Pernapasan bibir Pernapasan cuping hidung Perubahan ekskursi dada Pola napas abnormal (mis., irama, frekuensi, kedalaman) Takipneu

1.2.3

Faktor yang berhubungan -

Ansietas

-

Cedera medulla spinalis

-

Deformitas tulang

-

Disfungsi neuromuscular

-

Gangguan musculoskeletal

-

Gangguan neurologis (mis., elektroensefalogram (EEG) positif, trauma kepala, gangguan kejang)

-

Hiperventilasi

15

-

Imaturitas neurologis

-

Keletihan

-

Keletihan otot pernapasan

-

Nyeri

-

Obesitas

-

Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru

-

Sindrom hipoventilasi

Diagnosa 4: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002). 1.2.1 Definisi Asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolic 1.2.2 Batasan Karakteristik Subjektif : -

Kram abdomen

-

Nyeri abdomen (dengan atau tanpa penyakit)

-

Menolak makanan

-

Persepsi ketidakmampuan untuk mencerna makanan

-

Melaporkan perubahan sensasi rasa

-

(melaporkan) kurangnya makanan

-

Merasa cepat kenyang setelah mengonsumsi makanan

Objektif : -

Pembuluh kapiler rapuh

-

Diare atau steatore

-

(adanya bukti) kekurangan makanan

-

Kehilangan rambut yang berlebihan

-

Bising usus hiperaktif

-

Kurang informasi, informasi yang salah

-

Kurangnya minat terhadap makanan

-

Salah paham

-

Membrane mukosa pucat

-

Tonus otot buruk

16

1.2.3

-

Rongga mulut terluka

-

Kelemahan otot yang berfungsi untuk menelan atau mengunyah

Faktor yang berhubungan Ketidakmampuan menelan atau mencerna makanan atau menyerap nutrient akibat faktor biologis, psikologis, atau ekonomi, termasuk beberapa contoh non-NANDA berikut ini : -

Ketergantungan zat kimia (sebutkan)

-

Penyakit kronis (sebutkan)

-

Kesulitan mengunyah atau menelan

-

Factor ekonomi

-

Intoleransi makanan

-

Kebutuhan metabolic tinggi

-

Reflex mengisap pada bayi tidak adekuat

-

Kurang pengetahuan dasar tentang nutrisi

-

Akses terhadap makanan terbatas

-

Hilang nafsu makan

-

Mual dan muntah

-

Pengabaian oleh orang tua

-

Gangguan psikologis (sebutkan)

Diagnosa 5 : Resiko peningkatan Tekanan Intra Kranial 1.2.1 Definisi Tekanan pada rongga kranial dan biasanya diukur sebagai tekanan dalam ventrikel lateral otak 1.2.2 Faktor resiko - Cedera

kepala (mis. Kerusakan cerebrovaskular, penyakit

neurologis, trauma, tumor) - Penurunan perfusi serebral - Penyumbatan pembuluh darah otak

1.3 Intervensi Diagnosa 1 : Gangguan perfusi jaringan kardiopulmunol (NANDA 2012). 1.3.1

Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria) : berdasarkan NOC

17

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 1 jam ketidakefektifan perfusi jaringan kardiopulmonal teratasi dengan kriteria hasil : - Tekanan systol dan diastole dalam rentang yang diharapkan - CVP dalam batas normal - Nadi perifer kuat dan simetris - Tidak ada oedem perifer dan asites - Denyut jantung, AGD dalam batas normal - Bunyi jantung abnormal tidak ada - Nyeri dada tidak ada - Kelelahan yang ekstrim tidak ada 1.3.2

Intervensi keperawatan : berdasarkan NIC - Monitor nyeri dada (durasi, intensitas, dan faktor-faktor presipitasi) - Observasi perubahan ECG - Auskultasi suara jantung dan paru - Monitor irama dan jumlah denyut jantung - Monitor elektrolit (potasium dan magnesium) - Monitor status cairan - Evaluasi oedem perifer dan denyut nadi - Tingkatkan

istirahat

(batasi

pengunjung,

kontrol

stimulasi

lingkungan)

Diagnosa 2: Gangguan perfusi jaringan serebral (NANDA 2012). 1.3.1

Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria) : berdasarkan NOC Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral teratasi dengan kriteria hasil : - Tekanan systol dan diastole dalam rentang yang diharapkan - Komunikasi jelas - Menunjukan konsentrasi dan orientasi - Pupil seimbang dan reaktif - Bebas dari aktivitas kejang - Tidak mengalami nyeri kepala

18

1.3.2

Intervensi keperawatan : berdasarkan NIC - Monitor TTV - Monitor AGD, ukuran pupil, ketajaman, kesimetrisan dan reaksi - Monitor adanya diplopia, pandangan kabur dan nyeri kepala - Monitor tonus otot pergerakan - Catat perubahan pasien dalam merespon stimulus - Monitor status cairan - Tinggikan kepala 0 – 45o tergantung pada kondisi pasien dan order medis

Diagnosa 3 : Ketidakefektifan pola nafas (NANDA 2012). 1.3.1

Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria) : berdasarkan NOC Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam klien menunjukan keefektifan pola nafas, ditandai dengan kriteria hasil - Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas bersih, tidak ada sianosis dan dsypneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah) - Menunjukan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafas dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormasl) - Tanda-tanda vital dalam batas normal (tekanan darah, nadi, respirasi)

1.3.2

Intervensi keperawatan : berdasarkan NIC - Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu - Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi - Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan - Lakukan fisioterapi dada jika perlu - Keluarkan sekret dengan batuk atau suction - Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan - Berikan bronkodilator bila perlu - Atur intake untuk caran mengoptimalkan keseimbangan - Monitor respirasi dan status O2 Terapi oksigen

19

- Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea - Pertahankan jalan nafas yang paten - Atur peralatan oksigenasi - Monitor aliran oksigen

Diagnosa 4: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (NANDA 2012). 1.3.1 Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria) : berdasarkan NOC Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 4 jam nutrisi kurang teratasi dengan indikator: - Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan - Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan - Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi - Tidak ada tanda-tanda malnutrisi 1.3.2 Intervensi keperawatan : beradsarkan NIC - Kaji adanya alergi makanan - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien - Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori - Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi - Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan Monitor Nutrisi - BB dalam batas normal - Monitor adanya penurunan berat badan - Monitor lingkungan selama makan - Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi - Monitor turgor kuli - Monitor mual dan muntah - Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan

20

Diagnosa 5 : Resiko Tekanan Intra Kranial 1.3.1

Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria) : berdasarkan NOC Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam tidak ada peningkatan tekanan intra kranial dengan kriteria hasil tidak terdapatnya tanda peningkatan tekanan intra kranial seperti : - Peningkatan tekanan darah - Nadi melebar - Pernafasan cheyne stokes - Muntah projectile - Sakit kepala hebat

1.3.2

Intervensi keperawatan : berdasarkan NIC - Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK ( tekanan darah, nadi, GCS, respirasi, keluhan sakit kepala hebat, muntah projektile, pupil unilateral) - Tinggikan kepala tempat tidur 15-300 kecuali ada kontra indikasi - Pertahankan lingkungan tenang, sunyi dan pencahayaan redup

21

III.

DAFTAR PUSTAKA Mansjoer, A. et all (2000). Kapita selekta Kedokteran. Edisi 3 jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius. Mardjono, M & Sidharta, P (2004). Nerologis Klinis Dasar. Cetakan 10. Jakarta: Dian Rakyat. Price, SA & Wilson, LM. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Vol 2. Jakarta: EGC. Sjamsuhidayat, R & Jong, WD. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC. Smeltzer,SC & Bare, BG. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Vol 3. Jakarta: EGC. Umar Kasan (2000), Penanganan Cidera Kepala Simposium IKABI Tretes. Wilkinson, JM & Nancy, RA. (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan: Diagnosa NANDA, Intrevensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC

22

Banjarmasin, Agustus 2017

Preseptor akademik,

Preseptor klinik,

(……………………………………..)

(……………………………………..,)

23

Related Documents

Lp Head Injury.docx
November 2019 26
Head
April 2020 35
Head
May 2020 30
Head
November 2019 52
Head To Head
May 2020 25
Lp
August 2019 105

More Documents from ""

Contoh Resume.docx
November 2019 23
Resume 1.docx
November 2019 20
Dops Infus.docx
November 2019 38
Lp Head Injury.docx
November 2019 26
Nui Gerontik.docx
November 2019 34