Lp Gagal Nafas.docx

  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Gagal Nafas.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,382
  • Pages: 23
BAB I KONSEP DASAR MEDIS A. DEFINISI Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi difusi atau perfusi. Kegagalan pernafasan adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga terjadi hipoksia, hiperkapnia (peningkatan konsentrasi karbon dioksida arteri), dan asidosis (shvoong, 2011). Gagal

nafas

terjadi

bilamana

pertukaran

oksigen

terhadap

karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia).

B. ANATOMI FISIOLOGI 1. Anatomi Sistem pernafasan pada dasarnya dibentuk oleh jalan atau saluran nafas dan paru – paru beserta pembungkusnya (pleura) dan rongga dada yang melindunginya. Didalam rongga dada terdapat juga jantung didalamnya. Rongga dada dipisahkan dengan rongga perut oleh diafragma.

Saluran nafas yang dilalui udara adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan alveoli. Didalamnya terdapat suatu sistem yang sedemikian rupa dapat menghangatkan udara sebelum sampai ke alveoli. Terdapat juga suatu sistem pertahanan yang memungkinkan kotoran atau benda asing yang masuk dapat dikeluarkan baik melalui batuk ataupun bersin. Paru – paru dibungkus oleh pleura. Pleura ada yang menempel langsung ke paru, disebut sebagai pleura viseral. Sedangkan pleura parietal menempel pada dinding rongga dada dalam. Diantara pleura viseral dan pleura parietal terdapat

cairan

pleura

yang

berfungsi

sebagai

pelumas

sehingga

memungkinkan pergerakan dan pengembangan paru secara bebas tanpa ada gesekan dengan dinding dada. Rongga dada diperkuat oleh tulang – tulang yang membentuk rangka dada. Rangka dada ini terdiri dari costae (iga-iga), sternum (tulang dada) tempat sebagian iga-iga menempel didepan, dan vertebra torakalis (tulang belakang) tempat menempelnya iga-iga dibagian belakang. Terdapat otot-otot yang menempel pada rangka dada yang berfungsi penting sebagai otot pernafasan. Otot-otot yang berfungsi dalam bernafas adalah sebagai berikut: a.

Interkostalis ekstermus (antar iga luar) yang mengangkat masing – masing iga.

b.

Sternokleidomastoid yang mengangkat sternum (tulang dada)\

c.

Skalenus yang mengangkat 2 iga teratas

d.

Interkostalis internus (antar iga dalam) yang menurunkan iga-iga

e.

Otot perut yang menarik iga ke bawah sekaligus membuat isi perut mendorong diafragma ke atas

f.

Otot dalam diafragma yang dapat menurunkan diafragma

Percabangan saluran nafas dimulai dari trakea yang bercabang menjadi bronkus kanan dan kiri. Masing – masing bronkus terus bercabang sampai dengan 20-25 kali sebelum sampai ke alveoli. Sampai dengan percabangan bronkus terakhir sebelum bronkiolus, bronkus dilapisi oleh cincin tulang rawan untuk menjaga agar saluran nafas tidak kolaps atau kempis sehingga aliran

udara lancar. Bagian terakhir dari perjalanan udara adalah di alveoli. Disini terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida dari pembuluh darah kapiler dengan udara. Terdapat sekitar 300 juta alveoli dikedua paru dengan diameter masing-masing rata-rata 0.2 milimeter. 2. Fisiologi Cavum nasi mempunyai fungsi agar tetap menyediakan saluran aliran udara walaupun mulut terisi oleh makanan. Didalam cavum nasi ini, udara akan dibersihkan. Vestibulum yang dilapisi silia akan menangkap partikel-partikel besar yang terkandung dalam udara. Septum nasi dan concha nasalis berperan untuk memperluas permukaan dari cavum nasi dan membuat aliran udara didalamnya turbulen yang makin meningkatkan kontak udara dengan membran mukosa yang melapisinya. Membran mukosa ini dilapisi epitel kolumner berlapis bersilia dan sel goblet yang menghasilkan sekresi mukus. Mukus ini akan menjebak partikel debris dan menyapunya ke pharynx, dimana kemudian akan dieliminasi disistem digestivus, cavum nasi juga berfungsi sebagai penghangat udara. Kelembaban didapat dari epithelium mukosa dan kelebihan air mata yang dialirkan ke cavum nasi melalui ductus lacrimalis menambah kelembaban udara sendiri. Udara yang hangat akan mencegah kerusakan saluran pernafasan dibanding udara yang dingin. Epitel olfactorius sendiri merupakan organ sensorik sebagai penghirup dan terletak pada bagian paling superior dari cavum nasi. Cavum nasi dan sinus-sinus paranasal juga turut berperan sebagai ruang resonansi saat berbicara. Larynx, laring mempunyai tiga fungsi penting. Cartilago thyroid dan cricoid berfungsi untuk membuka jalan pergerakan aliran udara. Epiglotis dan plica vestibular mencegah material yang akan ditelan masuk kedalam larynx. Plica vocalis adalah sumber utama produksi suara. Udara selama ekspirasi bergerak melewati plica vocalis sehingga menggetarkan dan memproduksi suara.

3. KLASIFIKASI 1) Klasifikasi gagal napas berdasarkan hasil analisa gas darah : a.

Gagal napas hiperkapneu Hasil analisa gas darah pada gagal napas hiperkapneu menunjukkkan kadar PCO2 arteri (PaCO2) yang tinggi, yaitu PaCO2>50mmHg. Hal ini disebabkan karena kadar CO2 meningkat dalam ruang alveolus, O2 yang tersisih di alveolar dan PaO2 arterial menurun. Oleh karena itu biasanya diperoleh hiperkapneu dan hipoksemia secara bersama-sama, kecuali udara inspirasi diberi tambahan oksigen. Sedangkan nilai pH tergantung pada level dari bikarbonat dan juga lamanya kondisi hiperkapneu.

b. Gagal napas hipoksemia Pada gagal napas hipoksemia, nilai PO2 arterial yang rendah tetapi nilai PaCO2

normal

atau

rendah.

Kadar

PaCO2

tersebut

yang

membedakannya dengan gagal napas hiperkapneu, yang masalah utamanya pada hipoventilasi alveolar. Gagal napas hipoksemia lebih sering dijumpai daripada gagal napas hiperkapneu. 2) Klasifikasi gagal napas berdasarkan lama terjadinya : a. Gagal napas akut Gagal napas akut terjadi dalam hitungan menit hingga jam, yang ditandai dengan perubahan hasil analisa gas darah yang mengancam jiwa. Terjadi peningkatan kadar PaCO2. Gagal napas akut timbul pada pasien yang keadaan parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. b. Gagal napas kronik Gagal napas kronik terjadi dalam beberapa hari. Biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik, seperti bronkhitis kronik dan emfisema. Pasien akan mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapneu yang memburuk secara bertahap.

3) Klasifikasi gagal napas berdasarkan penyebab organ : a. Kardiak Gagal napas dapat terjadi karena penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2 akibat menjauhnya jarak difusi akibat oedema paru. Oedema paru ini terjadi akibat kegagalan jantung untuk melakukan fungsinya sehingga terjadi peningkatan perpindahan aliran dari vaskuler ke interstisial dan alveoli paru. Terdapat beberapa penyakit kardiovaskuler yang mendorong terjadinya disfungsi miokard dan peningkatan left ventricel end diastolic volume (LVEDV) dan left ventricel end diastolic pressure (LVEDP) yang menyebabkan mekanisme backward-forward. Penyakit yang menyebabkan disfungsi miokard : a) Infark miokard b) Kardiomiopati c) Miokarditis Penyakit yang menyebabkan peningkatan LVEDV dan LVEDP : a) Meningkatkan beban tekanan : aorta stenosis, hipertensi, dan coartasio aorta b) Meningkatkan beban volume : mitral insufisiensi, aorta insufisiensi, ASD, dan VSD. c) Hambatan pengisian ventrikel : mitral stenosis dan trikuspid insufisiensi. b. Nonkardiak Terjadi gangguan di bagian saluran pernapasan atas dan bawah maupun di pusat pernapasan, serta proses difusi. Hal ini dapat disebabkan oleh obstruksi, emfisema, atelektasis, pneumothorak, dan ARDS.

4. ETIOLOGI a. Sistem saraf pusat Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal. b. Kelainan neurologis primer Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan sangat mempengaruhi ventilasi. c. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas. d. Trauma Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks

dan

fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar e. Penyakit akut paru Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru

dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.

Penyebab gagal nafas bersdasrkan lokasi adalah : 1. Penyebab sentral a. trauma kepala : contusio cerebri b. radang otak : encephaliti c. gangguan vaskuler : perdarahan otak , infark otak d. Obat-obatan : narkotika, anestesi 2. Penyebab perifer a. Kelainan neuromuskuler : GBS, tetanus, trauma cervical, muscle relaxans b. Kelainan jalan nafas : obstruksi jalan nafas, asma bronchiale c. Kelainan di paru : edema paru, atelektasis, ARDS d. Kelainan tulang iga/thoraks: fraktur costae, pneumo thorax, haematothoraks e. Kelainan jantung : kegagalan jantung kiri 5. PATOFISIOLOGI Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang bebrbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara).Pasien mengalalmi toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel. Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan

yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg). Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan denganefek yang dikeluarkanatau dengan meningkatkan efek dari analgetik opiood. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.

6. MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinis dari gagal napas adalah nonspesifik dan mungkin minimal, walaupun terjadi hipoksemia, hiperkarbia dan asidemia yang berat. Tanda utama dari kegagalan pernapasan adalah penggunaan otot bantu napas, takipnea, takikardia, menurunnya tidal volume, pola napas irreguler atau terengah-engah (gasping) dan gerakan abdomen yang paradoksal. Hipoksemia akut dapat menyebabkan berbagai masalah termasuk aritmia jantung dan koma. Terdapat gangguan kesadaran berupa konfusi. PaO2 rendah yang kronis dapat ditoleransi oleh penderita yang mempunyai cadangan kerja jantung yang adekuat. Hipoksia alveolar (PaO2 < 60 mmHg) dapat menyebabkan vasokonstriksi arteriolar paru dan meningkatnya resistensi vaskuler paru dalam beberapa minggu sampai berbulan-bulan, menyebabkan hipertensi pulmonal, hipertrofi jantung kanan (cor pulmonale) dan pada akhirnya gagal jantung kanan. Hiperkapnia dapat menyebabkan asidemia. Menurunnya pH otak yang akut meningkatkan drive ventilasi. Dengan berjalannya waktu, kapasitas buffer di otak meningkat, dan

akhirnya terjadi penumpukan terhadap rangsangan turunnya pH di otak akibatnya drive tersebut akan menurun. Efek hiperkapnia akut kurang dapat ditoleransi daripada yang kronis, yaitu berupa gangguan sensorium dan gangguan personalia yang ringan, nyeri kepala, sampai konfusi dan narkosis. Hiperkapnia juga menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak dan peningkatan tekanan intrakranial. Asidemia yang terjadi bila (pH < 7,3) menyebabkan vasokonstriksi arteriolar paru, dilatasi vaskuler sistemik, kontraktilitas miokard menurun, hiperkalemia, hipotensi dan kepekaan jantung meningkat sehingga dapat terjadi aritmia yang mengancam nyawa. Manifestasi klinis gagal napas hipoksemia diperburuk oleh adanya gangguan hantaran oksigen ke jaringan. Hal-hal yang dapat menyebabkan penurunan oksigen delivery, antara lain: a. Penurunan konsentrasi O2 Penurunan

konsentrasi

O2

terjadi

karena

penurunan

saturasi

haemoglobin akibat berkurangnya PaO2 atau bergesernya kurva disosiasi oksihaemoglobin ke kanan. b. Anemia Ikatan antara CO dengan Hb lebih kuat daripada ikatan O2 dengan Hb, sehingga menyebabkan kesulitan untuk melepas O2 ke jaringan. c. Penurunan curah jantung Penurunan curah jantung tergantung dari aliran balik vena sistemik, fungsi ventrikel kanan dan kiri, resistensi pulmonal dan sistemik, serta frekuensi denyut jantung. Selain itu, tanda dan gejala yang muncul pada gagal napas yaitu aliran udara di mulut dan hidung tidak dapat dirasakan. Pada gerakan napas spontan terlihat retraksi supraklavikula dan sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada saat inspirasi. Adanya kesulitan inflasi paru dalam

usaha memberikan ventilasi buatan dan terdengar suara napas tambahan gargling, snoring, wheezing. 7.

KOMPLIKASI a.

Paru: emboli paru, fibrosis dan komplikasi sekunder penggunaan ventilator (seperti, emfisema kutis dan pneumothoraks).

b.

Jantung: cor pulmonale, hipotensi, penurunan kardiak output, aritmia, perikarditis dan infark miokard akut.

c.

Gastrointestinal: perdarahan, distensi lambung, ileus paralitik , diare dan pneumoperitoneum. Stress ulcer sering timbul pada gagal napas.

d.

Polisitemia (dikarenakan hipoksemia yang lama sehingga sumsum tulang memproduksi eritrosit, dan terjadilah peningkatan eritrosit yang usianya kurang dari normal).

e.

Infeksi nosokomial: pneumonia, infeksi saluran kemih, sepsis.

f.

Ginjal: gagal ginjal akut dan ketidaknormalan elektrolit asam basa.

g.

Nutrisi: malnutrisi dan komplikasi yang berhubungan dengan pemberian nutrisi enteral dan parenteral (Alvin Kosasih, 2008).

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Analisa gas darah Membedakan gambaran kemajuan hipoksemia (penurunan PaO2 meskipun inspirasi meningkat).

Hiperkarbia dapat terjadi pada tahap awal

berhubungan dengan kompensasi hiperventilasi. Hiperkrbia menunjukkan kegagalan ventilasi. a) Hb : dibawah 12 gr% b) Analisa gas darah : pH dibawah 7,35 atau di atas 7,45 PaO2 di bawah 80 atau di atas 100 mmHg

PaCO2 di bawah 35 atau di atas 45 mmHg BE di bawah -2 atau di atas +2 c) Saturasi O2 kurang dari 90 % b. Sinar X (foto thorax) Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak diketahui. Terdapat gambaran akumulasi udara/cairan, dapat terlihat perpindahan letak mediastinum. c.

Tes fungsi paru Menunjukkan complain paru dan volume paru menurun.

d. EKG Memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan atau menunjukkan disritmia. e.

Pemeriksaan saturasi oksigen Memadainya tekanan oksigen dalam darah arteri, PaO2 diharapkan dihitung dari persamaan gas alveolar ketika pasien bernafas dengan FiO2 yang lebih tinggi dari udara biasa.

9. PENATALAKSANAAN a. Jalan nafas Jalan nafas sangat penting untuk ventilasi, oksigen, dan pemberian obatobatan pernapasan dan harus diperiksa adanya sumbatan jalan nafas. Pertimbangan untuk insersi jalan nafas artificial seperti ETT berdasarkan manfaat dan resiko jalan napas artificial dibandingkan jalan napas alami. Keuntungan jalan napas artificial adalah dapat melintasi jalan napas bagian atas, menjadi rute pemberian oksigen dan obat-obatan, memfasilitasi

ventilasi tekanan positif dan PEEP . memfasilitasi penyedotan sekret, dan rute untuk bronkhoskopi. b. Oksigen Besarnya aliran oksigen tambahan yang diperlukan tergantung dari mekanisme hipoksemia dan tipe alat pemberi oksigen. CPAP (Continous Positive Airway Pressure ) sering menjadi pilihan oksigenasi pada gagal napas akut. CPAP bekerja dengan memberikan tekanan positif pada saluran pernapasan sehingga terjadi peningkatan tekanan transpulmoner dan inflasi alveoli optimal. Tekanan yang diberikan ditingkatkan secara bertahap mulai dari 5 cm H2O sampai toleransi pasien dan penurunan skor sesak serta frekuensi napas tercapai. c. Bronkhodilator Bronkhodilator mempengaruhi kontraksi otot polos, tetapi beberapa jenis bronkhodilator mempunyai efek tidak langsung terhadap oedema dan inflamasi. Bronkhodilator merupakan terapi utama untuk penyakit paru obstruksi, tetapi peningkatan resistensi jalan nafas juga banyak ditemukan pada penyakit paru lainnya. d. Agonis beta-adrenergik Obat-obatan ini lebih efektif bila diberikan dalam bentuk inhalasi dibandingkan secara parenteral atau oral. e. Antikolinergik Respon bronkhodilator terhadap antikolinergik tergantung pada derajat tonus parasimpatis intrinsik. f.

Kortikosteroid Mekanisme kortikosteroid dalam menurunkan inflamasi jalan napas tidak diketahui secara pasti, tetapi perubahan pada sifat dan jumlah sel inflamasi.

g.

Fisioterapi dada dan nutrisi Merupakan aspek penting yang perlu diintegrasikan dalam tatalaksana menyeluruh gagal nafas.

h.

Pemantauan hemodinamik Meliputi pengukuran rutin frekuensi denyut jantung, ritme jantung tekanan darah sistemik, tekanan vena central, dan penentuan hemodinamik yang lebih invasif.

BAB II KONSEP DASAR KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN 1. Airway a. Peningkatan sekresi pernapasan b.

Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi

2. Breathing a. Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi. b. Menggunakan otot aksesori pernapasan c.

Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis

3. Circulation a. Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia b. Sakit kepala c. Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk

4.

d.

Papiledema

e.

Penurunan haluaran urine

Disability Perhatikan bagaimana tingkat kesadaran klien, dengan penilain GCS, dengan memperhatikan refleks pupil, diameter pupil.

5.

Eksposure Penampilan umum klien seperti apa, apakah adanya udem, pucat, tampak lemah, adanya perlukaan atau adanya kelainan yang didapat secara objektif. Pemeriksaan fisik : b. Secondary survey ( Menurut pengumpulan data dasar oleh Doengoes, 2000)

1. Sistem kardiovaskuler Tanda : Takikardia, irama ireguler S3S4/Irama gallop Daerah PMI bergeser ke daerah mediastinal Hamman’s sign (bunyi udara beriringan dengan denyut jantung menandakan udara di mediastinum) TD : hipertensi/hipotensi 2. Sistem pernafasan Gejala : riwayat trauma dada, penyakit paru kronis, inflamasi paru , keganasan, “lapar udara”, batuk Tanda : takipnea, peningkatan kerja pernapasan, penggunaan otot asesori, penurunan bunyi napas, penurunan fremitus vokal, perkusi : hiperesonan di atas area berisi udara (pneumotorak), dullnes di area berisi cairan (hemotorak); perkusi : pergerakan dada tidak seimbang, reduksi ekskursi thorak. 3. Sistem integumen cyanosis, pucat, krepitasi sub kutan; mental: cemas, gelisah, bingung, stupor 4. Sistem musculoskeletal Edema pada ektremitas atas dan bawah, kekuatan otot dari 2- 4. 5. Sistem endokrin Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, 6. Sistem gastrointestinal Adanya mual atau muntah. Kadang disertai konstipasi. 7. Sistem neurologi Sakit kepala 8. Sistem urologi Penurunan haluaran urine 9. Sistem reproduksi Tidak ada masalah pada reproduksi. Tidak ada gangguan pada rahim/serviks.

10. Sistem indera 

Penglihatan : penglihatan buram,diplopia, dengan atau tanpa kebutaan tiba-tiba.



Pendengaran : telinga berdengung



Penciuman : tidak ada masalah dalam penciuman



Pengecap : tidak ada masalah dalam pengecap



Peraba : tidak ada masalah dalam peraba, sensasi terhadap panas/dingin tajam/tumpul baik.

11. Sistem abdomen Biasanya kondisi disertai atau tanpa demam. 12. Nyeri/Kenyamanan Gejala : nyeri pada satu sisi, nyeri tajam saat napas dalam, dapat menjalar ke leher, bahu dan abdomen, serangan tiba-tiba saat batuk Tanda : Melindungi bagian nyeri, perilaku distraksi, ekspresi meringis. 13. Keamanan Gejala : riwayat terjadi fraktur, keganasan paru, riwayat radiasi/kemoterapi 14. Penyuluhan/pembelajaran - Gejala : riwayat factor resiko keluarga dengan tuberculosis

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas 2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru 3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasiperfusi sekunder terhadap hipoventilasi 4. Hipervolemia berhubungan dengan edema pulmo 5.

Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan curah jantung.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO 1.

DIAGNOSA

LUARAN

KEPERAWATAN

KEPERAWATAN

Bersihan jalan nafas

Bersihan jalan nafas

tidak efektif

membaik

I NTERVENSI KEPERAWATAN 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas 2. Monitor pola napas (seperti

RASIONAL 1. Data dasar untuk menentukan intervensi selanjutnya. 2. Untuk mengetahui pola nafas.

braipnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes, biot, ataksis) 3. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien

3. Mengobservasi pasien sesuai jadwal yang ditentukan.

4. Dokumentasi hasil pemantauan.

4. Bukti tertulis pemantauan.

5. Jelaskan tujuan dan prosedur

5. Memberikan informasi tujuan dan

pemantauan. 6. Informasikan hasil pemantauan,

prosedur pemantauan. 6. Menginformasikan hasil pemantauan.

jika perlu 2.

Pola nafas tidak efektif

Pola nafas membaik

1. Monitor frekuensi, irama,

1. Data dasar untuk menentukan intervensi selanjutnya.

kedalaman dan upaya nafas 2. Monitor pola nafas

2. Untuk mengetahui pola nafas.

3. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien

3. Mengobservasi pasien sesuai jadwal yang ditentukan.

4. Dokumentasi hasil pemantauan 5. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan 6. Informasikan hasil pemantauan,

4. Bukti tertulis pemantauan. 5. Memberikan informasi tujuan dan prosedur pemantauan.

6. Menginformasikan hasil pemantauan.

jika perlu 3.

Gangguan pertukaran

Pertukaran gas

gas

membaik

1. Monitor kecepatan aliran oksigen. 1. Data dasar untuk menentukan intervensi selanjutnya. 2. Monitor posisi alat terapi oksigen 2. Memastikan posisi alat benar 3. Monitor tanda-tanda hipoventilasi. 4. Pertahankan kepatenan jalan napas

3. Untuk memantau adanya hipoventilasi. 4. Membebaskan jalan napas.

5. Berikan oksigen tambahan, jika perlu

5. Untuk memberikan oksigen tambahan jika diindikasikan.

6. Ajarkan pasien dan keluarga cara 6. Mengedukasi pasien dan keluarga menggunakan oksigen di rumah. 7. Kolaborasi penentuan dosis oksigen. 4.

Hipervolemia

Hipervolemia menurun

1. Perisa tanda dan gejala hipervolemia (ortopnea, dispnea, edema, JVP/CVP meningkat, reflekshepato jugular positif, suara napas tambahan. 2. Identifikasi penyebab hipervolemia. 3. Moior status hemodinamik (frekuensi jantung, tekanan darah) 4. Monitor intake dan output cairan 5. Tinggikan kepala tempat tidur 3040

menggunakan oksigen. 7. Penentuan dosis oksigen yang diberikan.

6. Anjurkan melapor jika haluaran urin<0,5 ml/kg/jam dalam sehari. 7. Kolaborasi pemberian deuretik.

5.

Perfusi perifer tidak

Perfusi perifer

efektif

membaik

1.

D. EVALUASI

Anonim. (2012). Asuhan Keperawatan Gagal Napas. www.ilmukeperawatan.com. Diakses tanggal 18 Januari 2012.

Anonim. (2011). The 2009-2011 Nursing Diagnoses Organized According to a Nursing Focus by Doenges/Moorhouse Diagnostic Divisions. http://keperawatan .net. Diakses tanggal 20 Januari 2012. Anonim. (2012). Gagal Nafas dan Oedema Paru. http://www.pdfcoke.com/doc/3510727/html. Diakses tanggal 18 Januari 2012. Brunner and Suddart. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2. Jakarta : EGC. Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC: Jakarta. Palilingan, JF. (2012). Gagal Nafas .http://perawatgawatdarurat.blogspot.com/2008/09/gagal-napas.html. Diakses tanggal 18 Januari 2012. Sadguna, Dwija. (2011). Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pasien Gagal Nafas. http://www.pdfcoke.com. Diakses tanggal 18 Januari 2012. Sherwood, Lauralee. (2011). Fisiologi Manusia (Dari Sel ke Sistem ). Edisi ke-6. Jakarta: EGC. Ulfah, Anna, dkk. (2001). Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta : Bidang Pendidikan dan Pelatihan Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita.

Related Documents